Anda di halaman 1dari 31

TERAPI BERMAIN FIDGET SPINNER

TERHADAP KECEMASAN ANAK PADA PASIEN


THALASEMIA

Disusun Oleh
Endah Nurohmah 22090400032

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
JAKARTA 2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Terapi
Bermain Fidget Spinner terhadap Kecemasan Anak pada Pasien Thalasemia".

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas akademik dalam rangka pemenuhan mata
kuliah atau penelitian di bidang kesehatan. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memberikan pemahaman mengenai terapi bermain fidget spinner sebagai intervensi non-
farmakologis dalam mengurangi kecemasan pada anak dengan thalasemia.

Penulisan makalah ini didasarkan pada berbagai referensi ilmiah dan penelitian yang
relevan mengenai penggunaan fidget spinner dalam konteks terapi dan pengelolaan
kecemasan pada anak. Pada bagian selanjutnya, akan dijelaskan mengenai konsep
kecemasan pada anak, prinsip dan manfaat terapi bermain fidget spinner, serta hasil
penelitian terkait penggunaannya pada anak dengan thalasemia.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki keterbatasan dan kekurangan. Oleh
karena itu, masukan dan saran yang membangun sangat diharapkan agar penulisan
selanjutnya dapat lebih baik. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi dalam peningkatan
pemahaman dan pengelolaan kecemasan pada anak dengan thalasemia.
Terima kasih

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i


DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN....................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ..................................................................................................... 1
B. TUJUAN ......................................................................................................................... 2
BAB II ........................................................................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................................. 3
A. KONSEP PENYAKIT ..................................................................................................... 3
B. PROSES KEPERAWATAN .......................................................................................... 14
C. RENCANA KEPERAWATAN...................................................................................... 19
D. PENELITIAN TERKAIT .............................................................................................. 24
BAB III ..................................................................................................................................... 25
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 25
BAB IV..................................................................................................................................... 27
KESIMPULAN ......................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 29

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan data dari Yayasan Talasemia Indonesia, terjadi peningkatan kasus


talasemia yang terus menerus. Sejak tahun 2012 sebanyak 4.896 kasus hingga
bulan Juni Tahun 2021 data penyandang talasemia di Indonesia sebanyak 10.973
kasus. Dari sisi pembiayaan, menurut data BPJS Kesehatan 2020 beban
pembiayaan kesehatan sejak tahun 2014 sampai tahun 2020 terus meningkat.
Talasemia menempati posisi ke-5 di antara penyakit tidak menular setelah
penyakit jantung, gagal ginjal, kanker dan stroke yaitu 2,78 triliun tahun 2020.
(Kemenkes, 2021)

Thalasemia merupakan salah satu kelainan darah yang ditandai dengan gangguan
produksi hemoglobin, protein yang berfungsi mengangkut oksigen dalam sel
darah merah. Pada pasien thalasemia, produksi hemoglobin yang normal
terganggu, sehingga menyebabkan anemia kronis. Kondisi ini mempengaruhi
kualitas hidup pasien dan memerlukan perawatan yang komprehensif.

Pada pasien thalasemia, kecemasan seringkali menjadi salah satu masalah utama
yang dihadapi. Kecemasan dapat timbul sebagai akibat dari pengalaman yang
berulang kali menghadapi prosedur medis yang invasif, perasaan tidak nyaman,
dan ketidakpastian mengenai masa depan kesehatan mereka. Anak-anak dengan
thalasemia seringkali mengalami kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan anak-anak sehat pada umumnya.

Dalam upaya mengatasi kecemasan pada anak-anak dengan thalasemia, terapi


bermain telah menjadi salah satu pendekatan yang digunakan secara luas. Salah
satu jenis terapi bermain yang populer adalah penggunaan fidget spinner. Fidget
spinner adalah mainan yang berputar dengan bantuan bantalan bola yang
memungkinkan anak untuk memutar dan menggerakkan bagian-bagian dari
mainan tersebut.

1
Terapi bermain fidget spinner diyakini dapat membantu mengurangi kecemasan
anak dengan thalasemia melalui beberapa mekanisme. Gerakan berputar dan
menggerakkan fidget spinner dapat memberikan distraksi dan mengalihkan
perhatian anak dari ketidaknyamanan atau kecemasan yang sedang dialami. Selain
itu, terapi bermain fidget spinner juga dapat memberikan sensasi menyenangkan
dan rasa kontrol bagi anak, yang dapat mengurangi tingkat kecemasan dan
meningkatkan perasaan nyaman.

Meskipun terapi bermain fidget spinner telah banyak digunakan dalam


pengelolaan kecemasan pada anak dengan berbagai kondisi medis, namun masih
terdapat kekurangan dalam pemahaman tentang efektivitasnya pada anak-anak
dengan thalasemia. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengevaluasi efek terapi bermain fidget spinner terhadap kecemasan anak pada
pasien thalasemia.

Dalam konteks ini, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi potensi terapi
bermain fidget spinner sebagai intervensi non-farmakologis dalam mengurangi
kecemasan anak pada pasien thalasemia. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang manfaat dan relevansi
penggunaan terapi bermain fidget spinner dalam pengelolaan kecemasan pada
anak dengan thalasemia, sehingga dapat meningkatkan kualitas perawatan dan
kualitas hidup pasien tersebut.

B. TUJUAN

Tujuan dari analisis penelitian adalah memberikan pemahaman yang lebih baik
tentang efektivitas terapi bermain fidget spinner dalam mengurangi kecemasan
pada anak-anak dengan thalasemia. Hal ini akan menjadi dasar bagi praktisi
kesehatan untuk mengambil keputusan dalam merancang intervensi yang tepat
dan efektif dalam pengelolaan kecemasan pada pasien thalasemia.
1. Mengevaluasi efektivitas terapi bermain fidget spinner dalam mengurangi
kecemasan pada anak-anak dengan thalasemia berdasarkan bukti-bukti
ilmiah yang ada.
2. Mengidentifikasi desain penelitian yang digunakan dalam studi-studi yang
relevan untuk menilai kekuatan bukti dan validitas hasil penelitian.

2
3. Menganalisis variabel-variabel yang diukur dalam penelitian-penelitian
tersebut, termasuk metode penilaian kecemasan, parameter-parameter klinis
yang digunakan, dan ukuran hasil yang digunakan.
4. Menggambarkan kesimpulan-kesimpulan utama dari penelitian-penelitian
yang telah dilakukan dan apakah terdapat konsistensi hasil antara penelitian-
penelitian tersebut.
5. Mengidentifikasi kekurangan-kekurangan yang ada dalam penelitian-
penelitian yang ada dan memberikan saran untuk penelitian masa depan
dalam bidang ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian Thalasemia
Thalasemia secara umum merupakan salah satu jenis penyakit kelainan
darah bawaan. penyakit ini biasanya ditandai dengan kondisi sel darah
merah (eritrosit) yang mudah rusak atau lebih pendek umurnya dari sel
darah normal pada umumnya, yaitu 120 hari. kondisi ini diturunkan orang
tua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. penderita thalassemia,
terutama penderita thalassemia mayor, tidak menunjukan gejala-gejalanya
pada masa awal kelahiran mereka. mereka akan tampak normal seperti
bayi-bayi lainnya yang terlahir sehat. akan tetapi, gejala-gejala thalassemia
akan mulai terlihat pada saat si anak memasuki usia 3-18 bulan. gejala
awal ini ditandai dengan anemia berat (Sukri, 2016:2).

Thalasemia adalah kelompok gangguan darah yang mempengaruhi cara


tubuh membuat hemoglobin. Hemoglobin adalah protein yang ditemukan
dalam sel-sel darah merah yang membawa oksigen ke seluruh tubuh. ini
terdiri dari alpha globin dan beta globin. tubuh mengandung lebih banyak
sel darah merah daripada jenis lain dari sel, dan masing-masing memiliki
masa hidup sekitar 4 bulan. setiap hari, tubuh memproduksi sel-sel darah
merah baru untuk menggantikan mereka yang mati atau hilang dari tubuh.
penderita talasemia memiliki sel-sel darah merah hancur lebih cepat, hal

3
tersebut mengarah ke anemia, suatu kondisi yang dapat menyebabkan
kelelahan dan komplikasi lainnya (Mendri & Prayogi, 2017:222).

2. Etiologi
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk
protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin (Hb)
sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang

4
6

berada di dalam sel darah merah (eritrosit) dan berfungsi sangat penting
untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang
membutuhkannya. oksigen dibutuhkan sebagai energy untuk proses
metabolisme tubuh. apabila hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka
pasokan energy yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak
dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuhpun terganggu dan akibatnya
individu bersangkutan mengalami gangguan pertumbuhan, pucat, dan
lemas. thalasemia tidak termasuk kelompok penyakit menular, tetapi
masuk kelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari
ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino
yang membentuk hemoglobin. dengan kata lain, penyakit ini merupakan
penyakit kelainan pembentukan sel darah merah akibat tidak adanya
sintesis Hb dan disebabkan oleh gen resesif autosomal karena adanya
mutasi DNA pada gen globin, sehingga darah berubah bentuk dan pecah
(Sukri, 2016:3-4).

3. Klasifikasi
a. Thalasemia Alfa
Biasanya setiap orang memiki empat gen untuk alpha globin.
Thalasemia alfa terjadi ketika satu atau lebih gen yang mengontrol
pembuatan alpha globin tidak atau rusak. Hal ini dapat menyebabkan
anemia mulai dari yang ringan sampai berat. dan paling sering
ditemukan pada orang-orang Afrika, Timur Tengah, Tiongkok, Asia
Tenggara, dan kadang-kadang keturunan mediterania.
b. Thalasemia Beta
Talasemia beta terjadi ketika gen yang mengontrol produksi beta
globin rusak. Talasemia beta dapat menyebabkan anemia mulai dari
yang ringan sampai parah dan lebih sering terjadi pada orang dari,
Afrika , dan keturunan Asia Tenggara. seorang anak hanya bisa
mendapatkan alpha thalassemia dengan mewarisi penyakit ini dari
orang tuanya. gen adalah “blok bangunan” yang memainkan peran

6
7

penting dalam menentukan sifat-sifat fisik dan banyak hal lain tentang
tubuh manusia (Mendri & Prayogi, 2017:223 & 229).

4. Patofisiologi
Berdasarkan clinical pathway, yang bersumber dari NANDA (2015)
dijelaskan bahwa thalasemia terjadi karena adanya penurunan autosomal
resesif dari orang tua, sehingga terjadi ganggguan sintesis rantai globin α
dan β, setelah terjadi pembentukan rantai α dan β diretikulo tidak
seimbang. Hal tersebut dapat membentuk thalassemia α dan β dimana
tidak terbentuk hemoglobin A akan tetapi membentuk inklosion bodies
lalu menempel pada dinding eritrosit dan terjadi hemolisis. dari hemolisis
maka akan terjadi anemia dan mengakibatkan berbagai masalah. pada
pertumbuhan belajar anak dengan thalasemia adanya gangguan
keterlambatan perkembangan. apabila anak dengan thalasemia mengalami
anemia, akan terjadinya hipoksia yaitu kondisi kurangnya suplai oksigen
kejaringan. penurunan suplai oksigen tersebut maka pertumbuhan dan
perkembangan sel dan otak akan terhambat, hal tersebut dapat
mempengaruhi keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan yang
mengakibatkan masalah gangguan pertumbuhan belajar pada anak
thalasemia.

7
Gambar 2.1
Pathway thalassemia
Penurunan secara autosomal
Pernikahan penderita Thalassemia carier. resesif. Gangguan sintesis rantai α dan β

Thalasemia β Rantai α kurang terbentuk


Pembentukan rantai α dan β

Retikulo tidak seimbang. Daripada rantai β


-Gangguan pembentukan rantai α dan β
-Rantai β kurang dibentuk dibanding α -Pembentukan rantai α dan β Thalasemia α
-rantai β tidak di bentuk sama sekali -Penimbunan dan pengendapan rantai α dan
β TidakTerbentuknya HbA
-rantai α dibentuk tetapi tidak menutupi
rantai β
Aliran darah ke organ vital Membentuk Inklosin bodies
O2 dan nutrisi tidak
Dan jaringan menurun
Ditransport secara adekuat Menempel pada dinding eritrosit

Peningkatan o2 oleh RBC


Ketidakefektifan Perfusi jaringan menurun Hemolisis

-eritropesis darah yang tidak efektif dan


penghancuran precurson eritrosit intra
Kompensasi tubuh Anemia medulla
Membentuk eritrosit oleh
Hipoksia -sintsesis Hb eritrosit hipokrom
Sumsum tulang meningkat
-hemolisis eritrosit yang immature

8
Hiperplasi sumsum tulang Suplai O2 ke jaringan

Ekspansi massif sumsum tulang Metabolisme sel

wajah dan kranium


Pertumbuhan sel dan otak terhambat

Deformitas tulang
Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

-Perubahan bentuk wajah


Perubahan pembentukan ATP
-Penonjolan tulang tengkorak

-Menurunnya pertumbuhan pada Energy yang dihasilkan menurun


tulang maksila

-Terjadinya face coley


Kelemahan fisik

Perasaan berbeda dengan orang lain


Intoleransi Aktivitas

Gambaran diri negatif

Gangguan citra diri

Sumber
(Nurarif dan Hardhi, 2016)

9
5. Manifestasi klinis
Tanda- tanda dan gejala thalassemia bervariasi tergantung pada jenis dan
seberapa parah thalassemia yang dimiliki, beberapa gejala yang lebih
umum dari thalassemia meliputi: Kelelahan, kelemahan, atau Sesak napas,
Pucat atau memliki warna kuning pada kulit jaundice, Mudah marah,
Deformitas tulang wajah, Pertumbuhan yang lambat, Perut bengkak serta,
Urine yang berwarna gelap (Mendri & Prayogi, 2017:227).

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik untuk penyakit thalassemia Menurut
Susilaningrum, (2013) adalah sebagai berikut:
a. Biasanya dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi dan didapatkan
gambaran: Ansitosis (sel darah tidak terbentuk secara sempurna),
Hipokrom yaitu sel berkurang, Pikilositosis yaitu adanya bentuk sel
darah yang tidak normal,Pada sel target terdapat fragmentasi dan
banyak sel normoblast, kadar Fe dalam serum tinggi.
b. Kadar hemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini terrjadi
karena sel darah merah yang berumur pendek (kurang dari 120 hari)
sebagai akibat penghancuran sel darah merah didalam pembuluh
darah.

7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis anak dengan thalasemia berdasarkan panduan


yang dikeluarkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) meliputi:
1) Transfusi Darah:
a) Anak dengan thalasemia mayor membutuhkan transfusi darah
rutin untuk mengatasi anemia. Transfusi darah harus dilakukan
sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh tim medis.
b) Pemilihan darah yang akan ditransfusikan harus sesuai dengan
golongan darah dan faktor Rh anak.

10
2) Terapi Kelasi Besi:
a) Penggunaan kelasi besi dianjurkan pada anak dengan thalasemia
mayor yang mendapatkan transfusi darah secara teratur untuk
mengurangi penumpukan besi berlebih dalam tubuh.
b) Terapi kelasi besi dapat dilakukan dengan menggunakan obat
kelasi besi oral seperti deferasiroks atau deferasirox, atau
melalui penggunaan deferiprona.
3) Suplemen Asam Folat:
a) Anak dengan thalasemia sering mengalami kekurangan asam
folat. Pemberian suplemen asam folat dianjurkan untuk
membantu meningkatkan produksi sel darah merah.
4) Vaksinasi:
a) Anak dengan thalasemia perlu mendapatkan vaksinasi lengkap
sesuai dengan jadwal imunisasi yang direkomendasikan oleh
IDAI.
b) Vaksinasi yang penting termasuk vaksin hepatitis B, vaksin
influenza, vaksin pneumokokus, dan vaksin meningokokus.
5) Pemantauan dan Pengelolaan Komplikasi:
a) Anak dengan thalasemia perlu dipantau secara rutin oleh tim
medis yang berpengalaman untuk mendeteksi dan mengelola
komplikasi yang mungkin timbul.
b) Pemeriksaan dan tindak lanjut yang dianjurkan termasuk
pemeriksaan kadar zat besi dalam tubuh, pemeriksaan fungsi
hati, dan pemeriksaan jantung secara berkala.
6) Dukungan Psikososial dan Edukasi:
a) Dukungan psikososial kepada anak dan keluarga sangat penting
dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh thalasemia.
b) Edukasi kepada anak dan keluarga mengenai kondisi thalasemia,
manajemen pengobatan, dan pentingnya kepatuhan terhadap
pengobatan sangat diperlukan.

11
8. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada anak dengan thalasemia melibatkan
peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan holistik. Berikut ini
adalah beberapa komponen penting dalam penatalaksanaan keperawatan
anak dengan thalasemia:
a. Pengelolaan Gejala dan Komplikasi:

1) Perawat memantau dan mengelola gejala yang timbul, seperti

kelelahan, sesak napas, nyeri tulang, dan gangguan pertumbuhan.


2) Perawat juga terlibat dalam pengelolaan komplikasi yang mungkin

timbul, seperti infeksi, gangguan jantung, gangguan pertumbuhan


tulang, dan gangguan psikososial.
b. Transfusi Darah:
1) Perawat terlibat dalam persiapan dan pelaksanaan transfusi darah

pada anak dengan thalasemia.


2) Mereka memastikan kesesuaian golongan darah dan faktor Rh,

memantau tanda vital dan respons anak terhadap transfusi, serta


melakukan pengelolaan efek samping yang mungkin terjadi.
c. Manajemen Kelasi Besi:
1) Perawat memberikan edukasi kepada anak dan keluarga mengenai

pentingnya terapi kelasi besi, cara penggunaan obat kelasi besi, serta
pemantauan efek samping yang mungkin terjadi.
2) Mereka juga memantau kepatuhan pasien terhadap terapi kelasi besi

dan memberikan dukungan untuk meningkatkan kepatuhan tersebut.


d. Edukasi dan Dukungan Psikososial:
1) Perawat memberikan edukasi kepada anak dan keluarga mengenai

penyakit thalasemia, manajemen pengobatan, pentingnya pola makan


yang sehat, dan tanda-tanda perburukan kondisi yang perlu segera
dilaporkan.
2) Mereka juga memberikan dukungan emosional dan psikososial kepada

anak dan keluarga dalam menghadapi perawatan jangka panjang,


menjaga kualitas hidup, dan mengatasi stres dan kecemasan yang
mungkin timbul.

12
e. Koordinasi Tim:
1) Perawat berperan dalam koordinasi dengan tim medis lainnya, seperti

dokter, ahli gizi, dan terapis fisik, untuk menyediakan perawatan


terintegrasi dan holistik bagi anak dengan thalasemia.
2) Mereka berkomunikasi secara efektif dengan tim medis dan
melibatkan keluarga dalam pengambilan keputusan terkait perawatan
anak.

Penting bagi perawat untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan yang


memadai dalam manajemen thalasemia serta berkomunikasi dan berinteraksi
dengan anak dan keluarganya secara empatik dan terapeutik. Dengan
demikian, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif dan mendukung anak dengan thalasemia dalam mencapai
kualitas hidup yang optimal.

9. Komplikasi
Komplikasi dari talasemia menurut (Mendri & Prayogi, 2017:226)
meliputi:
a. Kelebihan zat besi
Anak-anak yang mengalami alpha thalassemia dapat memiliki terlalu
banyak zat besi dalam tubuh mereka, baik dari penyakit itu sendiri
atau dari transfusi darah berulang. kelebihan zat besi dapat
menyebabkan kerusakan pada jantung, hati dan system endokrin.
b. Cacat tulang dan patah tulang
Alfa talasemia dapat menyebabkan sumsum tulang mengembang.
membuat tulang rusak, lebih tipis dan lebih rapuh. Hal ini membuat
tulang lebih mungkin untuk patah dan dapat menyebabkan struktur
tulang yang abnormal, terutama di tulang wajah dan tengkorak.
c. Pembesaran Limpa
Limpa membantu melawan infeksi dan menyaring bahan yang tidak
di inginkan, seperti sel-sel darah mati atau rusak dari tubuh.
Thalassemia alfa dapat menyebabkan sel-sel darah merah mati pada
tingkat yang lebih cepat, membuat limpa bekerja keras, yang
membuatnya tumbuh lebih besar. sebuah limpa yang membesar dapat

13
membuat anemia lebih buruk dan mungkin perlu dioperasi jika terlalu
besar.
d. Infeksi
Anak-anak dengan thalassemia alfa memiliki peningkatan risiko
infeksi, terutama Ketika limpa telah dioperasi.
e. Tingkat pertumbuhan lambat
Anemia yang dihasilkan dari thalassemia alfa dapat menyebabkan
anak tumbuh Lebih lambat dan juga dapat menyebabkan pubertas
tertunda (Mendri & Prayogi, 2017: 226).

B. PROSES KEPERAWATAN

10. Pengkajian

Menurut Susilaningrum (2013) pengkajian yang dilakukan pada anak


thalasemia adalah sebagai berikut:

a. Identitas

Meliputi nama, umur, nama ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu,
alamat, suku, agama, dan pendidikan. Untuk umur pasien
thalassemia biasanya terjadi pada anak dengan usia kurang dari 1
tahun dan bersifat herediter.

b. Keluhan utama

Anak thalassemia biasanya mengeluh pucat, badannya terasa


lemas, tidak bisa beraktivitas dengan normal, tidak nafsu makan,
sesak nafas dan badan kekuningan.

c. Riwayat kesehatan anak

Kecendrungan mudah timbul infeksi saluran napas bagian atas atau


infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb
yang berfungsi sebagai alat transportasi.

d. Riwayat kehamilan dan kelahiran

1) Antenatal (riwayat ibu saat hamil)

Pada saat masa antenatal diuturunkan secara autosom dari ibu

14
atau ayah yang menderita thalassemia, sehingga setelah lahir
anak beresiko menderita thalasemia.

2) Natal

Saat masa natal terjadi peningkatan Hb F pada anak thalasemia.

3) Prenatal

Saat masa prenatal terjadi penghambatan pembentukan rantai b


pada anak thalassemia.

e. Riwayat kesehatan masa lampau

Anak cenderung memiliki riwayat kesehatan yang mudah terkena


infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi lainnya. Ini
dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat ransport
selain itu kesehatan anak di masa lampau cenderung mengeluh
lemas.

f. Riwayat keluarga

Pada pengkajian ini dilihat dari genogram keluarga, karena


penyakit thalasemia merupakan penyakit keturunan perlu dikaji
lebih dalam. apabila kedua orangtua menderita, maka anaknya
beresiko menderita thalasemia mayor.

g. Riwayat sosial

Pada anak thalasemia saat di lingkungan rumah maupun sekolah


tetap melakukan hubungan dengan teman sebaya, akan tetapi ada
anak yang cenderung lebih menarik diri.

h. Pemeriksaan tingkat penanganan perkembangan.

i. Sering didapatkan data adanya gangguan terhadap tumbuh


kembang.

11. Kebutuhan dasar

a. Pola makan

Terjadi penurunan nafsu makan pada anak thalasemia, sehingga


berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usia sang
15
anak.

b. Pola tidur

Pola tidur anak thalasemia biasanya tidak ada gangguan, karena


mereka banyak yang memilih tidur ataupun beristirahat dari pada
beraktivitas.

c. Pola Aktivitas

Pada anak thalasemia terlihat lelah dan tidak selincah anak


seusiannya. Anak lebih banyak tidur/ istirahat, karena bila aktivitas
seperti seperti anak normal mudah terasa lelah.

d. Pertumbuhan dan perkembangan

Sering didapatkan data ada kecendrungan gangguan tumbuh


kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia
jaringan yang bersifat kronik. hal ini terjadi terutama untuk
thalasemia mayor. namun, pada jenis thalasemia minor sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

e. Eliminasi

Pada anak thalasemia bisa terjadi konstipasi maupun diare untuk


pola BAB sedangkan pola BAK, biasanya anak thalasemia normal
seperti anak lainnya.

12. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah, tidak selincah


anak lain yang seusianya.

b. Tanda vital

Tekanan darah: hipotensi, Nadi: takikardi, Pernafasan : takipneu,


Suhu: naik/turun.

c. Tinggi badan / berat badan

Pertumbuhan fisik dan berat badan anak thalasemia mengalami


penurunan atau tidak sesuai dengan usianya.

16
d. Kepala dan bentuk muka

Pada anak thalasemia yang belum/tidak mendapatkan pengobatan


mempunyai bentuk yang khas, yaitu kepala membesar dan muka
mongoloid, jarak mata lebar, serta tulang dahi terlihat lebar.

e. Mata

Pada bagian konjungtiva terlihat pucat (anemis) dan kekuningan.

f. Hidung

Pada penderita thalasemia biasanya hidung pesek tanpa pangkal

hidung.

g. Telinga

Biasanya pada anak thalasemia tidak memiliki gangguan pada

telinga.

h. Mulut

Bagian mukosa pada mulut terlihat pucat.

i. Dada

Pada inspeksi cenderung terlihat dada sebelah kiri menonjol akibat


adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.

j. Abdomen

Pada saat inspeksi terlihat membuncit, dan saat di palpasi adanya


pembesaran limfa dan hati (hepatospeknomegali).

k. Kulit

Warna kulit pucat kekuningan, jika anak sering mendapat transfusi


maka warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi
karena adanya penimbunan zat besi pada jaringan kulit
(hemosiderosis).

17
l. Ekstremitas

Dapat terjadi fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada


tulang karena adanya kelainan penyakit yang menyebabkan
kelemahan pada tulang.

13. Diagnosa keperawatan


Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia SDKI (2017)
diagnosa keperawatan yang akan mucul pada anak dengan thalasemia
adalah sebagai berikut:

a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan


konsentrasi hemoglobin ditandai dengan, Nyeri ekstremitas
(klaudikasi intermiten), Pengisian kapiler >3 detik, Warna kulit
pucat.

b. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan ditandai


dengan Mengeluh lelah, Dyspnea saat/setelah aktivitas, Merasa
tidak nyaman setelah beraktivitas, Merasa lemah, Sianosis.

c. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Kurangnya asupan makanan


ditandai dengan, Cepat kenyang setelah makan, Nafsu makan
menurun, Membran mukosa pucat.

d. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan


kekurangan volume cairan ditandai dengan Kerusakan jaringan
atau lapisan kulit, Nyeri, kemerahan.

18
C. RENCANA KEPERAWATAN
Tabel 2.1
Rencana Keperawatan pasien dengan
Gangguan Kebutuhan Sirkulasi Pada Khasus Thalasemia

NO. Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Intervensi


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 2 3 4
1. Perfusi perifer tidak efektif Perfusi Perifer (L.02011) Perawatan Sirkulasi
berhubungan dengan Krieria Hasil: (I.02079) Observasi
penurunan konsentrasi 1. Kekuatan nadi 1. Periksa sirkulasi perifer(mis.
hemoglobin ditandai dengan perifer meningkat Nadiperifer, warna,suhu)
Nyeri ekstremitas (klaudikasi 2. Warna kulit pucat menurun 2. Monitor panas,kemerahan,nyeri
intermiten), Pengisian kapiler 3. Monitor TTV
>3 detik, Akral teraba dingin, Terapeutik
Warna kulit pucat. 1. Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
2. Hindari penekanan dan pemasangan
tourniquet pada area yang cedera
3. Lakukan pencegahan infeksi
4. Lakukan hidrasi
Edukasi
1. Informasikan tanda dan gejala darurat
yang harus dilaporkan (mis. Rasa
sakit yang tidak hilang saat istirahat)
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat dan
transfusidarah

19
19
1 2 3 4

2 Intoleransi Aktivitas Toleransi Aktivitas (L.05047) Manajemen Energi


berhubungan dengan Kriteria Hasil: (I.05178) Observasi
Kelemahan ditandai dengan 1. Kemudahan 1. Identifikasi gangguan fungsi
Mengeluh lelah, Dyspnea melakukan aktivitas tubuh yang mengakibatkan kelelahan
saat/setelah aktivitas , Merasa sehari-hari 2. Monitor kelelahan fisik dan
tidak nyaman setelah meningkat emosional
beraktivitas, Merasa lemah, 2. Keluhan lelah menurun 3. Monitor pola dan jam tidur
Sianosis. 3. Perasaan lemah menurun 4. Monitor TTV
4. Dispnea setelah Terapeutik
aktivitas menurun 1. Sediakan lingkungan nyaman
5. Sianosis menurun danrendah stimulus
2. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
3. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan

20
1 2 3 4

3 Defisit Nutrisi berhubungan Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi


dengan Kurangnya asupan kriteria hasil: (I.03119) Observasi
makanan ditandai dengan, Cepat 1. Porsi makan yang 1. Monitor berat badan
kenyang setelah makan, Nafsu dihabiskan meningkat 2. Monitor asupan nutrisi
makan menurun. 2. Berat badan membaik 3. Monitor tumbuh kembang
3. Membrane mukosa 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
membaik jenis nutrient
4. Perasaan cepat 5. Identifikasi status nutrisi
kenyang menurun Traupetik
1. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggiprotein
Kolaborasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
jenis nutrien yang dibutuhkan, jika
perlu

21
21
1 2 3 4

4 Gangguan Integritas Integritas Kulit dan Perawatan Integritas Kulit


Kulit/Jaringan berhubungan Jaringan (L.14125) (I.11353) Observasi
dengan kekurangan volume Kriteria Hasil: 1. Identifikasi penyebab gangguan
cairan ditandai dengan 1. Perfusi jaringan meningkat integritas kulit
Kerusakan jaringan atau lapisan 2. Kerusakan lapisan Terapeutik
kulit , Nyeri, Kemerahan. kulit menurun 1. Lakukan pemijatan pada
3. Nyeri menurun area penonjolan tulang
2. Gunakan produk berbahan minyak
pada kulit kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan
pelembab(lotion)
2. Anjurkan minum air putih yang
cukup
3. Anjurkan meningkatkan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan
buahdan sayur

22
3. Implementasi
Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan
yang merupakan susunan dalam tahap perencanaan, kemudian mengakhiri
tahap implementasi dengan mencatat tindakan dan respons klien terhadap
tindakan tersebut (Kozier,2018).

4. Evaluasi
Evaluasi adalah fase terakhir proses keperawatan. evaluasi adalah aspek
penting dalam proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari
evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri,
dilanjutkan, atau diubah (Kozier,2018).

23
D. PENELITIAN TERKAIT

NO JUDUL JURNAL WEBSITE JURNAL PENULIS TAHUN NO. ISSN SUMBER


INTERNASIONAL
1 Penerapan Terapi Bermain Application of Fidget Spinner http://repository.stikesrsdustira.ac. Dhika Rizky 2022 618.92 DHI p MENDELEY
Fidget Spinner Pada Anak Usia Play Therapy to School-Age id/index.php?p=show_detail&id=1 Febriana
Sekolah (6-12 Tahun) Untuk Children (6-12 Years) to 939&keywords=
Mengurangi Kecemasan Di Reduce Anxiety in the
Ruang Poli Thalasemia Rumah Thalassemia Poly Room,
Sakit Dustira Cimahi Dustira Cimahi Hospital
2 Terapi Bermain Fidget Spinner Fidget Spinner Play file:///C:/Users/user%20pc/Downl Ria Setia 2021 2657-2257 Indonesian
Terhadap Kecemasan Anak Therapy On Children's oads/3980-8157-1-PB.pdf Sari , Rita Journal of
Pada Pasien Thalasemia Yang Anxiety Nursing Health
Menjalankan Proses Tindakan Science
In Thalassemia Patients
Transfusi Darah Di Rsud
Kabupaten Tangerang Who Are Running The
Process
Method Of Blood
Transfusion In Tangerang
District Hospital

3 Fidget spinners: Purported Fidget spinners: Purported https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/? Schecter 2017 DOI: Pubmed
benefits, adverse effects and benefits, adverse effects and term=Schecter+RA&cauthor_id=2 RA, Shah 10.1097/MOP.
accepted alternatives accepted alternatives 8692449 J, Fruitman 000000000000
K, 0523
Milanaik
RL.

24
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasaakan penelitian yang dilakukan oleh Ria Setia Sari dan Rita, tahun 2021 di
RSUD Tangerang terdapat pengaruh terapi aktivitas bermain fidget spinner terhadap
tingkat kecemasan anak pada pasien thalasemia yang menjalankan proses tindakan
transfusi darah di RSU Kabupaten Tangerang yang dilihat dari hasil uji statistik yaitu
menunjukkan hasil uji Wilcoxon yang terdapat nilai p-value dari data tersebut adalah
0.000 (P<0.05), maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang siginifikan yaitu
antara kecemasan sebelum dan sesudah terapi aktivitas bermain fidget spinner pada anak
thalasemia yang menjalankan proses tindakan transfusi darah. Secara umum semua
responden kooperatif, mayoritas responden sudah mengetahui dan bisa memainkan alat
mainan yang peneliti berikan karena mainan tersebut sudah tidak asing lagi untuk anak
anak, sebagian besar responden senang ketika diberikannya mainan tersebut. Saran Hasil
penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan fasilitas yang berhubungan dengan terapi
bermain karena penting sebagai salah satu intervensi dalam memberikan asuhan
keperawatan untuk membantu menurunkan dan mengalihkan kecemasan khususnya anak
pasien thalasemia yang akan menjalani transfusi darah. Penelitian ini bisa digunakan
keluarga agar selalu melakukan terapi bermain kepada anak dan selalu menemani anak
ketika anak sedang melakukan terapi bermain untuk membantu menurunkan atau
meminimalkan rasa cemas pada anak yang sedang melakukan proses tindakan transfusi
darah. Bagi dunia keperawatan Perawat diharapkan dapat terus meningkatkan
pengetahuan tentang terapi bermain fidget spinner untuk mengurangi dan meminimalkan
tingkat kecemasaan pada anak yang menjalani perawatan di Rumah Sakit. Sementara
pada penelitian

Thalasemia merupakan salah satu jenis penyakit kelainan darah bawaan. Penyakit ini
biasanya ditandai dengan kondisi sel darah merah (eritrosit) yang mudah rusak atau lebih
pendek umurnya dari sel darah normal pada umumnya, yaitu 120 hari. Kondisi ini
diturunkan orang tua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan, di Rumah Sakit
Dustira Cimahi dalam periode bulan Desember sampai bulan Februari 2022, kasus
thalasemia pada anak usia 5-14 tahun sebanyak 6 kali kunjungan dengan presentase 5 %.
Tujuan studi kasus ini yaitu menggambarkan tentang penerapan terapi bermain fidget
spinner usia sekolah (6-12tahun) untuk mengurangi kecemasan di Ruang Poli Thalasemia
Rumah Sakit Dustira Cimahi secara komprehensif berdasarkan ilmu keperawatan dan

25
metode teknik pengumpulan data yang digunakan observasi,wawancara,dan dokumentasi.
Saat melakukan pengkajian dengan cara wawancara kepada keluarga pasien.Pasien
mengeluh cemasyang dirasakan saat akan transfusi darah.. Dari hasil pengkajian yang
didapatkan dan analisa data yang ditemukan pada An.N dapat disimpukan,bahwa
diagnosa yang dapat diangkat pada kasus ini yaitu Ansietas berhubungan dengan
kekhawatiran mengalami kegagalan. Intervensi yang akan dirancang oleh penulis untuk
mengurangi kecemasan pada pasien thalasemia dengan teknik distraksi terapi bermain
fidget spinner. Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah
ditentukan oleh penulis yaitu menggunakan teknik distraksi terapi bermain fidget spinner
pada An.N. Setelah dilakukan implementasi studi kasus kali ini pada An. N dengan
Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran selama 1 hari dengan hasilnya masalah dapat
teratasi. Rekomendasi dianjurkan untuk pengembangan ilmu dan tekhnologi keperawatan
Dapat menambah referensi baru terkait dengan inovasi terapi bermain fidget spinner
untuk menurunkan kecemasan akibat tindakan transfusi darah sehingga dapat membantu
proses penyembuhan penyakit.

Schecter RA, Shah J, Fruitman K, Milanaik RL. 2017 melakukan penelitian dimana dari

penelitian tersebut hanya dalam kurun waktu beberapa bulan, fidget spinner telah

menarik perhatian jutaan anak, orang tua, pendidik, dan dokter anak. Fidget spinner,

mainan genggam yang dirancang untuk berputar bebas dalam genggaman Anda, telah

menjadi sumber hiburan bagi konsumen segala usia. Meskipun kurangnya bukti ilmiah,

pemasar mainan telah mengiklankan manfaat fidget spinner untuk anak-anak dengan

gangguan defisit perhatian/hiperaktivitas dan gangguan lainnya (misalnya autisme,

kecemasan, masalah sensorik). Orang tua diberi insentif oleh manfaat yang diakui ini

untuk membeli pemintal gelisah untuk meningkatkan konsentrasi anak mereka dan

mengurangi stres.

26
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan analisis dan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terapi
bermain fidget spinner dapat memberikan manfaat dalam mengurangi kecemasan pada
anak dengan thalasemia. Terapi ini menggunakan alat bermain fidget spinner sebagai
stimulus yang memberikan rasa nyaman, mengalihkan perhatian, dan merangsang
sensorik pada anak. Dengan adanya terapi bermain fidget spinner, anak-anak dengan
thalasemia dapat mengalami penurunan tingkat kecemasan, meningkatkan kualitas hidup,
serta memperoleh kesejahteraan psikologis yang lebih baik.

Dalam penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa terapi bermain fidget spinner efektif
dalam mengurangi gejala kecemasan pada anak dengan thalasemia. Penggunaan fidget
spinner mampu mengalihkan perhatian anak dari prosedur medis yang menakutkan atau
menyakitkan, sehingga mereka merasa lebih nyaman dan tenang. Selain itu, terapi ini
juga dapat merangsang sensorik pada anak, sehingga memberikan efek relaksasi dan
meningkatkan mood positif.

Namun, penting untuk memperhatikan beberapa faktor dalam penerapan terapi bermain
fidget spinner pada anak dengan thalasemia. Peran orang tua dan tenaga medis dalam
mendukung dan memfasilitasi terapi ini sangat penting. Diperlukan pemahaman yang
baik mengenai kebutuhan dan kondisi anak, serta pengawasan yang adekuat saat anak
menggunakan fidget spinner.

Meskipun terapi bermain fidget spinner memberikan manfaat dalam mengurangi


kecemasan, penting juga untuk menjadikannya sebagai bagian dari pendekatan terapi
yang holistik. Perhatian yang komprehensif terhadap kebutuhan medis, psikologis, dan
sosial anak dengan thalasemia tetap diperlukan. Terapi bermain fidget spinner sebaiknya
digunakan sebagai pelengkap dalam manajemen kecemasan dan tidak menggantikan
perawatan medis yang telah ditetapkan.

Dalam mengimplementasikan terapi bermain fidget spinner pada anak dengan thalasemia,
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengukur efektivitas dan memperdalam
pemahaman mengenai mekanisme terapi ini. Selain itu, pelatihan dan peningkatan

27
kesadaran bagi tenaga medis dan orang tua perlu dilakukan guna memastikan penerapan
terapi yang tepat dan aman.

Diharapkan dengan adanya penelitian dan penerapan terapi bermain fidget spinner pada
anak dengan thalasemia, dapat memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan
kualitas hidup dan kesejahteraan anak-anak tersebut. Terapi ini dapat menjadi alternatif
yang efektif dan menyenangkan dalam mengatasi kecemasan pada anak dengan
thalasemia, sehingga mereka dapat menjalani proses pengobatan dengan lebih baik dan
lebih nyaman.

Kesimpulan ini didasarkan pada hasil penelitian dan analisis yang ada, namun tetap perlu
dikembangkan dan dievaluasi melalui penelitian lanjutan guna memperkuat bukti dan
efektivitas terapi bermain fidget spinner pada anak

28
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sukri. (2016). Mengenal, Mendampingi, dan Merawat Thalasemia.


Jakarta : Bee Media Pustaka

Berman, Snyder, Kozier, Erb. 2018. Buku Ajar Praktik keperawatan Klinis
Kozier & Erb. Edisi 5 Jakarta : EGC

Kemenkes RI. (2012). Thalasemia Bukan Penyakit Menular. Jakarta : Pusat


Komunikasi Publik Sekjen Kemenkes RI

Mendri NK, Prayogi AS. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit dan Bahaya
Resiko Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. 2017.

Nurarif, A.H., dan Hardhi Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis.


Yogyakarta: Mediaction

Susilaningrum, R. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak untuk Perawat


dan Bidan Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

29

Anda mungkin juga menyukai