Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN S DENGAN GANGGUAN SISTEM HEMATOIMUNITAS


THALASEMIA DI RUANG ANYELIR
RSUD WALED KABUPATEN CIREBON

Mata Kuliah Stase Keperawatan Anak Program Profesi Ners


04 Desember 2018 Tahun Akademik 2018/2019

Di Susun Oleh :
Endang Mardiani
Ifan Faisal
Tati Sulastri

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARDIKA CIREBON
TAHUN 2018

1
LEMBAR PERSETUJUAN

PADA AN S DENGAN GANGGUAN SISTEM HEMATOIMUNITAS


THALASEMIA DI RUANG ANYELIR
RSUD WALED KABUPATEN CIREBON

Laporan Mata Kuliah Stase Keperawatan Anak Program Profesi Ners


Telah disetujui oleh Tim Preseptor Pada Tanggal

Di Susun Oleh :
Endang Mardiani
Ifan Faisal
Tati Sulastri

Menyetujui,
Preseptor Akademik

Ns. Dwiyanti. Purbasari, S.Kep., M.Kep

Preseptor Klinik

Herlina Wigy Utami, S.Kep.Ners

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Laporan
Asuhan Keperawatan pada an S dengan gangguan Sistem Hematoimunitas Thalasemia
di ruang anyelir RSUD Waled Kabupaten Cirebon“ Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Anak. Selama proses penyusunan
Makalah ini kami tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang berupa bimbingan,
saran dan petunjuk baik berupa moril, spiritual maupun materi yang berharga dalam
mengatasi hambatan yang ditemukan. Oleh karena itu, sebagai rasa syukur dengan
kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada.
1. Kedua orang tua kami yang selalau memberrikan doa dan dukungannya kepada
kami
2. Dosen pembimbing Ibu Ns. Dwiyanti Purbasari,S.Kep.,M.Kep yang sudah
memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan penyusunan
makalah ini
3. Rekan-rekan yang ikut serta membantu menyelesaikan penyusunan makalah ini
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun untuk perbaikan penyusunan
selanjutnya.

Cirebon, Desember 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.................................................................................... 5


2.1. Tujuan Penulisan................................................................................ 7
2.2. Manfaat .............................................................................................. 7

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi ...................................................................................................8


2.2 Klasifikasi ...............................................................................................9
2.3 Kriteria Diagnostik ...............................................................................14
2.4 Etiologi..................................................................................................15
2.5 Patofisiologi...........................................................................................16
2.6 Manifestasi Klinis..................................................................................17
2.7 Komplikasi.............................................................................................19
2.8 Penatalaksanaan.....................................................................................24
2.9 Faktor Risiko.........................................................................................28
2.10 Anatomi fisiologi...................................................................................29
2.11 Asuhan Keperawatan.............................................................................31
2.12 Pathway. ...............................................................................................42

BAB III TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian..............................................................................................47
3.2 Analisa Data...........................................................................................53
3.3 Diagnosa Keperawatan..........................................................................56
3.4 Rencana Asuhan Keperawatan..............................................................57
3.5 Implementasi .........................................................................................62
3.6 Catatan Perkembangan..........................................................................67

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4
4.1 Proyek Inovasi................................................................................................
4.2 Hasil............................................................................................................67
4.3 Pembahasan................................................................................................67
4.4 Keterbatasan...............................................................................................70

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan.................................................................................................72
5.2 Saran...........................................................................................................72

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut.
Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini
pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali
ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B.
Cooley. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan
pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan
anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia
Cooley sesuai dengan nama penemunya.
Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang
telah agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan
pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat
hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut
tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi.
Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi
juga di Asia Tenggara yang sering disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO,
2013). Di Indonesia banyak dijumpai kasus thalassemia, hal ini disebabkan oleh
karena migrasi penduduk dan percampuran penduduk. Menurut hipotesis,
migrasi penduduk tersebut diperkirakan berasal dari Cina Selatan yang
dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok migrasi pertama diduga
memasuki Indonesia sekitar 3.500 tahun yang lalu dan disebut Protomelayu
(Melayu awal) dan migrasi kedua diduga 2.000 tahun yang lalu disebut
Deutromelayu (Melayu akhir) dengan fenotip Monggoloid yang kuat.
Keseluruhan populasi ini menjadi menjadi Hunian kepulauan Indonesia tersebar
di Kalimantan, Sulawesi, pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan
masalah sebagai berikut: Adakah pengaruh keefektifan kartun picture book pada
perilaku perawatan diri anak-anak antara 4-10 tahun menderita usia
Thalassaemia?

6
1.3 Tujuan Penyusunan
Untuk mengetahui pengaruh keefektifan kartun picture book pada
perilaku perawatan diri anak-anak antara 4-10 tahun menderita usia
Thalassaemia

1.4 Manfaat Penyusunan


1. Penulisan ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi
pembaca mengenai pengaruh keefektifan kartun picture book pada perilaku
perawatan diri anak-anak antara 4-10 tahun menderita usia Thalassaemia
2. Bagi penyusun sendiri dapat memperluas ilmu pengetahuan tentang
Thalassaemia

7
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada
hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah
sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari) (Yuwono, 2012).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb
yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah
rantai globin atau struktur Hb (Nursalam,2015).
Thalasemia merupakan keadaan yang diwarisi, yaitu diwariskan dari
keluarga kepada anak. Kecacatan gen menyebabkan haemoglobin dalam sel
darah merah menjadi tidak normal. Mereka yang mempunyai penyakit
Thalasemia tidak dapat menghasilkan haemoglobin yang mencukupi dalam
darah mereka. Hemoglobin adalah bahagian sel darah merah yang mengangkut
oksigen daripada paru-paru keseluruh tubuh. Semua tisu tubuh manusia
memerlukan oksigen. Akibat kekurangan sel darah merah yang normal akan
menyebabkan pesakit kelihatan pucat kerana paras hemoglobin (Hb) yang
rendah (anemia).
2.2 Etiologi
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang
diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang
disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia
kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur
pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah
gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-
beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik).
Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila
kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita

8
thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal
dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada
proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya
dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing
pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa
kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang
berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita
thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari
ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain
adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2011) Penyakit thalassemia adalah
penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh
pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor
genetik.
Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat
Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak
mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu
dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang
diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat
menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang
mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang
normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor

2.3 Patofisiologi
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan polipeptida rantai
alfa dan dua rantai beta . Pada beta thalasemia adalah tidak adanya atau
kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan
kemampuan eritrosit membawa oksigen. Adanya suatu kompensator yang
meningkat dalam rantai alfa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus-
menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defective. Ketidakseimbangan

9
polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini
menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan
atau hemosiderosis.
Kelebihan dalam rantai alfa ditemukan pada thalasemia beta dan
kelebihan rantai beta dan gamma ditemukan pada thalasemia alfa. Kelebihan
rantai polipeptida kini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra
eritrositik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida
alfa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stbil badan Heinz, merusak
sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Produksi dalam hemoglobin
menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi
yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoetik
aktif. Kompensator produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik.
Dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi
hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow
menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.

2.4 Klasifikasi
Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia
terjadi gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu
gen β pada setiap kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16
mempunyai dua gen α pada setiap kromosom (total empat gen α). Oleh karena
itu satu protein Hb mempunyai dua subunit α dan dua subunit β. Secara normal
setiap gen globin α memproduksi hanya separuh dari kuantitas protein yang
dihasilkan gen globin β, menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang.
Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein globin
subunit tidak seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan menyebabkan
defek pada seluruh gen, sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β dapat
menyebabkan defek yang menyeluruh atau parsial (Wiwanitkit, 2008).
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang
mengalami defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek secara
delesi dan nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2008).
a. Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16,
maka akan terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada
Thalassemia α maka terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap
delesi yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada
dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi berada pada

10
kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α
dilabel α+ sedangkan pada dua gen dilabel αo (Sachdeva, 2008).
1) Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α
sehingga secara umum kondisinya kelihatan normal dan perlu
pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya. Individu
tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada anaknya
(Wiwanitkit, 2008).
2) Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik
dan anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan
merasa normal dan mereka merupakan karier yang bisa menurunkan gen
kepada anak (Wiwanitkit, 2008).
3) Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering
memerlukan transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar
antara produksi rantai α dan β menyebabkan akumulasi rantai β di dalam
eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H
(Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2008).
4) Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya
meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang
biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai α
menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal) dan
rantai β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu
Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi)
(Wiwanitkit, 2008) atau Hb H (β4, tidak stabil) (Sachdeva, 2008).

b. Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada
kromosom 11 (Rodak, 2008). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β
disebabkan point mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2008).
Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya terdapat di daerah
tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi malaria yang endemik
(Wiwanitkit, 2007).
1) Thalassemia βo
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan. Satu
pertiga penderita Thalassemia mengalami tipe ini.

11
2) Thalassemia β+
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi.
Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan
pada keadaan ini.

Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS


PRECISE, 2010)
a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor
merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin
dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa
menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi
cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan
memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita
thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18
bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa
muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies
cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang
hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang
yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin.
Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih
khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani
transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang
baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8
bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi
tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat
penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi
darah.
b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia,
namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak
muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah
dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25%
anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan
ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam
keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami
pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada
di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah
di sepanjang hidupnya

12
Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2014)
a. Talasemia a (gangguan pembentukan rantai a).
b. Talasemia b (gangguan pembentukan rantai b).
c. Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak
gen-nya diduga berdekatan).
d. Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d).

2.4 Manifestasi klinis


Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :
a. Thalasemia Mayor
1) Pucat
2) Lemah
3) Anoreksia
4) Sesak napas
5) Peka rangsang
6) Tebalnya tulang kranial
7) Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
8) Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
9) Disritmia
10) Epistaksis
11) Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
12) Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
13) Kadar besi serum tinggi
14) Ikterik
15) Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung
lebar dan datar.
b. Thalasemia Minor
1) Pucat
2) Hitung sel darah merah normal
3) Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di
bawah kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

2.5 Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung.
Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar
besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh
seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan
fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat

13
trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti
leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan
gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2012)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah
diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan
sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila
ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)

2.6 Pemeriksaan penunjang


Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan
definitive test.
Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier.
Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis
Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi
pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini:
Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF
berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan
berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%,
spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative rate
8.53% (Wiwanitkit, 2008).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya
dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai
diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2008).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose
seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100,
MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk

14
membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Wiwanitkit,
2008). Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang
diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan
<13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait
kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun
ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal
ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).

Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di
dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1
95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini
tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa
digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor
Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan
Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun,
elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit,
2008).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography
(HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun
terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa
Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya
serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2
(Wiwanitkit, 2008).
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia.
Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia
malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2008).

2.7 Penatalaksanaan
Menurut (Suriadi, 2011) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian
transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat
besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan
pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi
dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena,

15
namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara
subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
Splenectomy dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi).
Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan
pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus
menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya
sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada
bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang.
Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.
Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan
dan Alatas, 2002; Herdata, 2008)
Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin
serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar
10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari
subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5
hari berturut setiap selesai transfusi darah.
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan
efek kelasi besi.
Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang
umur sel darah merah
Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu
tahun.
Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita
thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil
tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan
hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15
tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan
saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
Suportif

16
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini
akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat
akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan
penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB
untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

A. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania).
Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup
banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling
banyak diderita.
b. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia
minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada
umur sekitar 4 – 6 tahun.
c. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.
d. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia
jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia
mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan
rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
e. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga
berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
f. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah

17
g. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua
yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia,
maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu,
konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk
mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat.
Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko
yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan
diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
i. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya
adalah:
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah
aanak seusianya yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk
khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid,
yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan
tulang dahi terlihat lebar. Mata dan konjungtiva terlihat pucat
kekuningan. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
3) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
4) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan
hati ( hepatosplemagali). Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk
umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih
kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
5) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin
anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia
kronik.
6) Kulit

18
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat
transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat
adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

2. MASALAH KEPERAWATAN
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
O2 dan kebutuhan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna
makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah normal.
d. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan
neurologis.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat,
penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
f. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber
informasi.

3. INTERVENSI
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi palpitasi
b. Kulit tidak pucat
c. Membran mukosa lembab
d. Keluaran urine adekuat
e. Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen
f. Tidak terjadi perubahan tekanan darah
g. Orientasi klien baik.
Rencana keperawatan / intervensi :
a. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran
mukosa, dasar kuku.
b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada
pasien dengan hipotensi).
c. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.

19
d. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan
memori, bingung.
e. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh
hangat sesuai indikasi.
f. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.
g. Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
h. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.

Intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai


O2 dan kebutuhan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi,
pernapasan dan Tb masih dalam rentang normal pasien.
Intervensi
a. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan
kesulitan dalam beraktivitas.
b. Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
c. Catat respin terhadap tingkat aktivitas.
d. Berikan lingkungan yang tenang.
e. Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
f. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
g. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.
h. Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
i. Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
j. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas
sesuai toleransi.
k. Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kegagalan untuk mencerna / ketidakmampuan mencerna makanan / absorbsi
nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil.
b. Tidak ada malnutrisi.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.

20
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien.
c. Timbang BB tiap hari.
d. Beri makanan sedikit tapi sering.
e. Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang
berhubungan.
f. Pertahankan higiene mulut yang baik.
g. Kolaborasi dengan ahli gizi.
h. Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin,
Protein, dll.
i. Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian
Fe tidak dianjurkan.

Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan


sirkulasi dan novrologis.
Kriteria hasil :
Kulit utuh.
Intervensi :
a. Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna,
aritema dan ekskoriasi.
b. Ubah posisi secara periodik.
c. Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun.

Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat:


penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada demam
b. Tidak ada drainage purulen atau eritema
c. Ada peningkatan penyembuhan luka
Intervensi :
a. Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.
b. Dorong perubahan ambulasi yang sering.
c. Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
d. Pantau dan batasi pengunjung.
e. Pantau tanda-tanda vital.
Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik

21
22
23
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Tgl Masuk Rs : 04-12-2018

No Register : 18850319

Diagnosa Medis : Thalasemia

Tgl/ jam pengkajian : 17.00 / 04-12-2018

Ruangan : Anyelir

3.1. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : An S
Umur : 3 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan :-
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda/indonesia
Alamat : Ds Sidaresmi Pabedilan
b. Identitas orang tua
Ayah
Nama : Tn. A
Umur : 29 tahun
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda/indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : wiraswasta
Ibu
Nama : Ny. L
Umur : 26 tahun
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda/indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Ds Sidaresmi Pabedilan

24
2. Keluhan Utama
Keluarga pasien mengatakan anaknya lemas dan pucat
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga pasien mengatakan anaknya lemas karena penyakitnya,
berkurang jika di beri transfusi, lemasnya bertambah jika melakukan
aktivitas, karena lemasnya tidak bisa beraktivitas, lemas di rasakan di
seluruh tubuh, lemasnya kadang kadang hilang timbul.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien diketahui thalasemia sejak umur 6 bulan. Yang awalnya pasien
seering muntah, BAB terus, dan pucat. Pasien pernah dirawat di RSUD
Waled setiap bulannya untuk transfusi darah. Pasien selalu mengalami
keluhan yang sama di setiap bulannya, tidak mempunyai alergi
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan ada yang mengalami kondisi yang sama seperti
pasien saat ini yaitu saudara jauh dari neneknya yaitu ibu dari mamanya
ps yaitu uyutnya. Diketahui sejak 18 tahun yang lalu.
d. Genogram (2 generasi atas klien )

4. Riwayat kehamilan dan persalinan


Riwayat kehamilan dan persalinan : G1 P0 A0
Prenatal : ibu rutin melakukan pemeriksaan kehamilan, ada masalah hanya di
usia 6 bulan kehamilan karena perdarahan karena kelelahan
Intranatal : lahir kehamilan 8 bulan di tolong dokter
BB lahir 2 Kg BB skrg 14 kg
TB 42 cm TB skrg 85 cm
Jenis persalinan SC karena KPD di rumah sakit

25
Prenatal : Apgar skore 7-10 Normal, pengeluaran mekonium 24 jam (+), bayi
kuat menangis, obat-obatan yang di beri hb 0, ASI Eksklusif dengan melalui ibu
sambung (adik ipar ibunya), ps mendapatkan imunisasi dasar.
5. Riwayat psikososial, spritual, dan budaya
Yang mengasuh ps adalah neneknya, hubungan dengan orang tua hanya pagi dan
sore pulang kerja, respon anka terhadap sakit lemas dan diam saja, respon anak
dengan petugas kesehatan baik, respon klrga terhadap anak yang sakit saling
membantu dan bergantian untuk menunggunya, keluhan lain nya tidak ada,
keluarga yakin terhadap agamanya ini adalah ujian dan allah sedang sayang
dengan hambanya.
6. Pola Kesehatan Fungsional

No Pola kebiasaan ADL Sebelum sakit Sesudah sakit


1 Nutrisi
Makan
Jenis Nasi, ayam, Bubur, ayam,
sayur, tahu sayur
tempe
Frekuensi 3x/hari 3x/hari
Makanan kesukaan
Makanan pantangan -
Nafsu makan Baik Menurun
Cara makan sendiri/bantu Sendiri Dibantu
Minum 1500 cc 1000 cc
Jenis Air putih, susu Air putih, susu
Frekuensi Sering Sering
Cara minum sendiri/bantu Sendiri Sendiri
Keluhan - -
2 Eliminasi
BAB
Frekuensi 1x/hari 1x/hari
Waktu Pagi hari Pagi hari
Warna Kuning Kuning
kecoklatan
Konsistensi Lembek Lembek
Obstipasi - -
Pengunaan pencahar - -
Cara pengeluaran Sendiri Sendiri
sendiri/dibantu
Keluhan - -
BAK 5-6x/hari 3-4x/hari

26
Frekuensi
Warna Kuning jernih Kuning pekat
Ada tidaknya bau Khas Khas
Inkontinensia - -
Penggunaan kateter - -
Keluhan - -
3 Istirahat dan tidur
Waktu tidur siang Jam 14-15 Jam 13-14
Waktu tidur malam Jam 21-05 Jam 22-05
Kebiasaan pengantar tidur Mendengarkan Baca doa
musik, baca doa
Ada tidaknya masalah tidur - -
Kebiasaan yang dilakukan Bermain Tiduran
saat istirahat
4 Personal hygiene
Mandi
Frekuensi 2x/hari Di lap
Penggunaan sabun Ya -
Air yang digunakan Air biasa Air hangat
Melakukan sendiri/bantu Di bantu Di bantu
Gosok gigi 2x/hari Belum gosok
Frekuensi gigi
Penggunaan pasta Ya -
Pengunaan sikat Ya -
Melakukan sendiri/bantu Sendiri -
Mencuci rambut 1x/ 2 hari Belum keramas
Frekuensi
Penggunaan sampo Ya -
Air yang digunakan Air biasa -
5 Aktivitas bermain
Waktu bermain Sore Sore
Jenis permainan Main boneka, Mainan hp
masak-masakan
Senang bermain sendiri/ Kelompok Dengan nenek
kelompok dan ibunya

7. Pengkajian fisik
Pengkajian nyeri
Pengkajian risiko jatuh humpty dumpty skor 12
Pengukuran pertumbuhan denver II
BB 15 kg

27
TB 85 cm

Pengukuran fisiologis
Kesadaran : compos mentis
TTV :
Nadi : 130x/menit
Respirasi : 28x/menit
Suhu : 36,5 0C
Penampilan umum :
Wajah : tampak kelemahan dan keletihan
Postur : duduk tegak
Hygiene : bersih
Nutrisi : mau makan
Perilaku : baik
Kulit : warna pucat, tekstur lembab, turgor kembali cepat, CRT < 3 detik ,
edema (-), lesi (-)
Kepala dan wajah : wajah dan kepala simetris, nyeri (-), krepitasi (-)
Struktur aksesoris : distribusi rambut merata warna hitam, kuku pucat
Nodus limfe : tidak ada pembesaran nodus limfe
Kepala : kepala simetris, nyeri (-), krepitasi (-), lesi (-)
Leher : Leher : pembengkakan kelenjar getah bening (-), penggunaan otot bantu
pernafasan (-), peningkatan JVP (-),trakea di tengah, pembesaran tiroid (-), arteri
karotis teraba, pergerakan bebas
Mata : simetris, konjungtiva anemis, lapang pandang baik, strabismus (-),
nistagmus (-), edema palpebra (-)
Telinga : simetris, nyeri (-), kurang pendengaran (-)
Hidung : simetris, deviasi septum (-), pernafasan cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut dan tengorokan : simetris, warna pucat, membran mukosa kering, susah
menelan (-)
Paru : bunyi nafas vesikuler, irama reguler, suara nafas tambahan (-), perkusi
sonor pada lapang paru, vocal fremitus (+)
Jantung : tidak ada pembesaran jantung, PMI di ICS 5, suara jantung lub dub,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : simetris, BU (+) 10x/menit, perkusi lambung timpani, hepar redup,
nyeri tekan (+) sebelah kanan dan tengah, hepatomegali dan splenomegali (-)
Punggung : kurvatura simetris, tulang spinalis, vertebra, lumbal utuh
Ektremitas : jari-jari utuh, simetris, kekuatan otot 5555, patela (+)

28
Pertumbuhan dan perkembangan pada pasien

3 kotak ke kiri
personal sosial memakai baju, gosok gigi dengan bantuan, mencuci dan mengerakan
tangan
motorik halus : menari dari 4 kubus, menara dari 6 kubus, menara dari 2 kubus
bahasa : bicara dengan di mengerti, menyebut 4 gambar, mengetahui dua kegiatan
motorik kasar : menendang bola kedepan, melompat, melempar bola

3 kotak kekanan
personal sosial : -
motorik halus : mencontoh nol, mengambar orang 3 bagian, mencontoh tambah
bahasa : mengertikan 7 kata, berlawanan dua, menghitung 5 kubus
motorik kasar :berdiri satu kaki 4 detik, berdiri satu kaki 5 detik , berjalan tumit
kejari kaki

di tengah
personal ssosial:25 gosok gigi tanpa bantuan, 25 bermain ular tangga dan kartu, 25
berpakaian tanpa bantuan, 75 memakai t-shirt, 80 menyebut nama teman, 80
mencuci dan mengerakan tangan
motorik halus: 25 menggoyangkan ibu jari, 80 menara dari kubus, 80 meniru garis
vertikal
bahsa: 25 mengetahui kata sifat, 25 mengerti 4 kata depan, 75 bicara semua di
mengerti, 75 mengetahui 4 kegiatan, 25 kegunaan 3 benda, 75 menghitung satu
kubus, kegunaan dua benda, 80 menyebut satu warna, 80 mengerti dua kata sifat
motorik kasar :75 berdiri satu kaki 3 detik, 75 berdiri satu kaki 2 detik, 80 berdiri
satu kaki satu detik, 80 loncat jauh

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi


Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 7,4 12,5-15,5 gr % Menurun
Hematokrit 21 35-48 % Menurun

29
Trombosit 171 150-400 mm̂3 Normal
Leukosit 5,6 4-10/ mm̂3 Normal
MCV 72,8 82-98 mikro Menurun
m3
MCH 25,5 >= 27 pg Menurun
MCHC 35,1 32-36 g/dl Normal
Eritrosit 2,90 3,8-5,4 mm3 Menurun
RDW CV 14,1 11,6-14,6 % Normal
RDW SD 35,6 29-46 % Normal
Basofil 0 0-1% Normal
Eosinofil 2 2-4 % Normal
Neutrofil batang 0 3-5 % Menurun
Neutrofil 58 50-80 % Normal
segmen
Limfosit % 33 25-40 % Normal
Monosit % 7 2-8 % Normal

9. Terapi dan Penatalaksanaan Medis

Nama Obat Rute Terapi Dosis


IVFD Nacl IV 500cc/8 jam
Tranfusi 2 labu IV 2 labu 240 cc
Exajade Oral 3x1 tab
Asam Folat Oral 1x1

B. Analisa Data

Data Etiologi Masalah


Ds : keluarga Keturunan Ketidakefektifan perfusi
mengatakan anaknya Kurangnya HbA dan jaringan perifer
lemas dan pucat eritropoiesis berhubungan dengan
Do : anak tampak lemas Tidak seimbangnya alfa penurunan komponen

30
dan anemis (pucat), CRT dan beta asam amino seluler yang diperlukan
< 3 detik untuk pengiriman O2 ke
Hb : 7,4 produksi rantai globin sel/ kurang pengetahuan
Hematokrit : 21 berkurang/ tidak ada tentang proses penyakit
MCV :72,8
Nadi : produksi hb berkurang
130x/menit
Respirasi : sel darah merah mudah
28x/menit
rusak
Suhu : 36,5 0C

eritrosit menurun

anemia

pucat

perubahan perfusi
jaringan
Ds : keluarga anemia Intoleransi aktivitas
mengatakan anaknya berhubungan dengan
lemas anemia berat ketidakseimbangan
Do : anak tampak lemas antara suplai O2 dan
dan anemis (pucat), jaringan kurang oksigen kebutuhan
tampak kelemahan dan
keletihan kompensasi jantung
Hb : 7,4
Hematokrit : 21 peningkatan curah
MCV :72,8 jantung
Nadi :
130x/menit hipertrofi otot jantung
Respirasi :
28x/menit
kardiomegali
Suhu : 36,5 0C

kontraktilitas otot
jantung menurun

takikardia

31
intoleransi aktivitas

C. Prioritas Masalah

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan


komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel di tandai
dengan warna kulit pucat, CRT < 3 detik
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
O2 dan kebutuhan di tandai dengan kelemahan umum, keletihan.

D. Nursing Care Plan

Diagnosa NOC (Tujuan) NIC (Intervensi)


keperawatan
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan -Observasi dan catat vital
perfusi jaringan keperawatan selama 2 x 24 jam sign
perifer berhubungan diharapkan kulit pasien tidak -Berikan posisi sesuai
dengan penurunan pucat . Dengan kriteria hasil : toleransi
komponen seluler Indikato Saat Target -Ciptakan lingkungan yang
yang diperlukan r ini nyaman
untuk pengiriman O2 Vital 3 4 -Anjurkan ps untuk
ke sel di tandai sign menghindari batuk dan
dengan warna kulit mengejan
pucat, CRT < 3 detik -Anjurkan pd ps atau
keluarga ps untuk bedret
total
-Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat atau
transfusi darah
-Awasi dan monitur dalam
pemberian tranfusi
(tetesan)
-Awasi ketat untuk terjadinya
komplikasi transfusi
-Kolaborasi pemeriksaan
laboratorium (darah rutin)
sebelum dan sesudah
transfusi
-Penkes (pengetahuan

32
mengenai penyakit
thalasemia dan pemberian
transfusi)
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan -Kaji kemampuan perawatan
berhubungan dengan keperawatan selama 2 x 24 jam diri pasien
ketidakseimbangan diharapkan intoleransi aktivitas -Kaji struktur fisiologis
antara suplai O2 dan dapat teratasi. Dengan kriteria pasien
kebutuhan di tandai hasil : -Bantu personal hygiene
dengan kelemahan Indikato Saat Target -Bantu aktivitas sehari-hari
umum, keletihan r ini -Monitor intake nutrisi untuk
ADLs 3 4 mengetahui sumber energi
yang adekuat
-Pilih intervensi untuk
mengurangi kelelahan baik
farmakologs/nonfarmakol
ogis
-Penkes tentang thalasemia
-Berikan buku perawatan diri
(proyek inovasi)

E. Implementasi

Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi


keperawatan
04-12- Ketidakefektifan -Mengobservasi dan catat - Respon :
2018 perfusi jaringan vital sign nadi 130
perifer -Menciptakan lingkungan x/menit,
respirasi 28
yang nyaman
x/menit,
-Menganjurkan pada ps suhu 36,5
atau keluarga ps untuk - Respon :
bedret total lingkungan
-Melakukan kolaborasi bersih
dengan dokter dalam - Respon :
pemberian obat atau pasien
istirahat dan
transfusi darah
terkadang
-Mengawasi dan monitor turun untuk
dalam pemberian tranfusi ke kamsr
(tetesan) mandi

33
-Melakukan kolaborasi - Respon
pemeriksaan memebrikan
laboratorium (darah transfusi
terapi prc
rutin) sebelum dan
150 cc yang
sesudah transfusi pertama dan
-Memberikan penkes yang kedua
(pengetahuan mengenai 150 cc
penyakit thalasemia dan - Respon :
pemberian transfusi) tetesan 20
tetes/menit
tidak macet
- Respon : hb
sebelum tf :
7,4 sesudah
nya di
harapkan
meningkat
- Respon :
keluarga
paham
mengenai
transfusi
untuk rutin
setiap
bulannya
04-12- Intoleransi aktivitas -Mengkaji kemampuan - Respon
2018 perawatan diri pasien Pasien bisa
-Membantu personal ke kamar
mandi
hygiene (menganti baju
dengan di
pasien ) dampingi
-Memonitor nutrisi yang orang tua
masuk - Respon : di
-Memberikan buku lap oleh
perawatan diri (proyek neneknya
inovasi) dan bersih
dan rapi
- Respon
Susu, bubur
sayur
makan
habis
- Respon :

34
menerima
buku
thalasemia
mengenai
perilaku
perawatan
diri
(selama ini
selalu
termonitor
dan
tanggapan
nya baik)
05-12- Ketidakefektifan -Mengobservasi dan catat - Respon :
2018 perfusi jaringan vital sign nadi 125
perifer -Menciptakan lingkungan x/menit,
respirasi 25
yang nyaman
x/menit,
-Menganjurkan pada ps suhu 36,5
atau keluarga ps untuk - Respon :
bedret total lingkungan
-Melakukan kolaborasi bersih
dengan dokter dalam - Respon :
pemberian obat atau pasien
istirahat dan
transfusi darah
terkadang
-Mengawasi dan monitor turun untuk
dalam pemberian tranfusi ke kamsr
(tetesan) mandi
-Melakukan kolaborasi - Respon
pemeriksaan memebrikan
laboratorium (darah transfusi
terapi prc
rutin) sebelum dan
150 cc yang
sesudah transfusi pertama dan
-Memberikan penkes yang kedua
(pengetahuan mengenai 150 cc
penyakit thalasemia dan - Respon :
pemberian transfusi) tetesan 20
tetes/menit
tidak macet
- Respon : hb
sebelum tf :
7,4 sesudah

35
nya di
harapkan
meningkat
10
- Respon :
keluarga
paham
mengenai
transfusi
untuk rutin
setiap
bulannya
05-12- Intoleransi aktivitas -Mengkaji kemampuan - Respon
2018 perawatan diri pasien Pasien bisa
-Membantu personal ke kamar
mandi
hygiene (menganti baju
dengan di
pasien ) dampingi
-Memonitor nutrisi yang orang tua
masuk - Respon : di
-Memberikan buku lap oleh
perawatan diri (proyek neneknya
inovasi) dan bersih
dan rapi
- Respon
Susu, bubur
sayur
makan
habis
- Respon :
menerima
buku
thalasemia
mengenai
perilaku
perawatan
diri
(selama ini
selalu
termonitor
dan
tanggapan
nya baik)

36
F. Catatan Perkembangan

No DX Tanggal Respon Perkembangan Paraf


I 04-12-2018 S = Pasien mengatakan pasien lemas
O = ekspresi wajah tersenyum, terlihat lemas
Nadi : 130x/menit
Respirasi : 28x/menit
Suhu : 36,5 0C
Prc masuk 150 cc yang pertama
A = ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
belum teratasi
P = Intervensi dilanjutkan
-Observasi dan catat vital sign
-Berikan posisi sesuai toleransi
-Ciptakan lingkungan yang nyaman
-Anjurkan ps untuk menghindari batuk dan
mengejan
-Anjurkan pd ps atau keluarga ps untuk bedret
total
-Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat atau transfusi darah
-Awasi dan monitur dalam pemberian tranfusi
(tetesan)
-Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi
transfusi
-Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (darah
rutin) sebelum dan sesudah transfusi
Penkes (pengetahuan mengenai penyakit
thalasemia dan pemberian transfusi)
I= Mengobservasi dan catat vital sign
-Menciptakan lingkungan yang nyaman
-Menganjurkan pada ps atau keluarga ps untuk
bedret total
-Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat atau transfusi darah
-Mengawasi dan monitor dalam pemberian
tranfusi (tetesan)

37
E : keadaan umum tenang Nadi : 130x/menit
Respirasi : 28x/menit
Suhu : 36,5 0C
R : intervensi lanjutkan
II 04-12-2018 S = Pasien mengatakan lemas
O = pasien tiduran di atas bed, tampak lemas
Nadi : 130x/menit
Respirasi : 28x/menit
Suhu : 36,5 0C
A = intoleransi aktivitas belum teratasi
P = Intervensi dilanjutkan
-kaji kemampuan perawatan diri pasien
-bantu personal hygiene (menganti baju
pasien )
-monitor nutrisi yang masuk
-berikan buku perawatan diri (proyek inovasi)
I=
-Mengkaji kemampuan perawatan diri pasien
-Membantu personal hygiene (menganti baju
pasien )
-Memonitor nutrisi yang masuk
Memberikan buku perawatan diri (proyek
inovasi)
E : keadaan umum tenang Nadi : 130x/menit
Respirasi : 28x/menit
Suhu : 36,5 0C
R : intervensi lanjutkan

I 05-12-2018 S = klrg Pasien mengatakan pasien tidak


lemas
O = ekspresi wajah tersenyum,
Nadi : 125x/menit
Respirasi : 25x/menit
Suhu : 36,5 0C
Prc masuk 150 cc yang pertama
Hb 11,6
A = ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
teratasi
P = Intervensi dilanjutkan
-Observasi dan catat vital sign

38
-Berikan posisi sesuai toleransi
-Ciptakan lingkungan yang nyaman
-Anjurkan ps untuk menghindari batuk dan
mengejan
-Anjurkan pd ps atau keluarga ps untuk bedret
total
-Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat atau transfusi darah
-Awasi dan monitur dalam pemberian tranfusi
(tetesan)
-Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi
transfusi
-Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (darah
rutin) sebelum dan sesudah transfusi
Penkes (pengetahuan mengenai penyakit
thalasemia dan pemberian transfusi)
I= Mengobservasi dan catat vital sign
-Menciptakan lingkungan yang nyaman
-Menganjurkan pada ps atau keluarga ps untuk
bedret total
-Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat atau transfusi darah
-Mengawasi dan monitor dalam pemberian
tranfusi (tetesan)
E : keadaan umum tenang nadi Nadi :
130x/menit
Respirasi : 28x/menit
Suhu : 36,5 0C
R : paien pulang
II 05-12-2018 S = klrg Pasien mengatakan lemas berkurang
O = paien senyum dan terlihat tenang Nadi :
125x/menit
Respirasi : 25x/menit
Suhu : 36,5 0C
Hb 11,6
A = intoleransi aktivitas teratasi
P = Intervensi dilanjutkan
-kaji kemampuan perawatan diri pasien
-bantu personal hygiene (menganti baju
pasien )

39
-monitor nutrisi yang masuk
-berikan buku perawatan diri (proyek inovasi)
I=
-Mengkaji kemampuan perawatan diri pasien
-Membantu personal hygiene (menganti baju
pasien )
-Memonitor nutrisi yang masuk
Memberikan buku perawatan diri (proyek
inovasi)
E : keadaan umum tenang Nadi : 125x/menit
Respirasi : 25x/menit
Suhu : 36,5 0C
R : pasien pulang

40
BAB IV

PEMBAHASAN JURNAL

1.1 Pendahuluan
Thalassemia adalah kelainan diobati yang dapat dikelola dengan baik dengan
transfusi dan terapi khelasi untuk mengurangi kelebihan zat besi. Thalassemia
kemampuan perawatan diri anak-anak menurun karena kehidupan secara fisik,
mental dan sosial terpengaruh. Ada kebutuhan untuk meningkatkan perilaku
perawatan diri anak-anak. Perawat yang bekerja di pusat penitipan Thalassemia
memberikan perawatan kepada anak-anak, mengelola dikemas darah merah sel,
memantau dan menjaga catatan kesehatan anak, mendidik mereka tentang perawatan
di rumah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa media pendidikan seperti
program pembelajaran, tape video dan program pengajaran meningkatkan perilaku
perawatan diri dari anak-anak dengan thalassemia. Penelitian ini direncanakan untuk
menilai efektivitas program pembelajaran melalui buku bergambar kartun pada
perilaku perawatan diri anak-anak antara 4-10 tahun menderita usia thalassemia.

1.2 Intervensi
Alat perilaku perawatan diri dan protokol dibuat dari tinjauan ekstensif
literatur, yang relevan dengan bidang termasuk perilaku perawatan diri dan
perawatan anak-anak yang menderita thalassemia; dan observasi informal yang di
daerah yang bersangkutan studi dan wawancara informal dengan anak-anak yang
menderita thalassemia. buku bergambar kartun dibuat dengan menggunakan DO2
belajar: sumber daya pendidikan untuk kebutuhan khusus. Do2learn adalah situs
internasional yang menyediakan sumber daya pendidikan untuk anak berkebutuhan
khusus. Izin diambil dari do2learn untuk menggunakan kartu gambar mereka.
Alat untuk mengumpulkan data adalah jadwal wawancara terdiri dari profil
Sosio-demografi anak-anak dan orang tua, profil klinis dan perilaku perawatan diri
anak-anak. Alat perilaku perawatan diri terdiri dari tiga domain kesehatan umum,
kesehatan mental dan kepatuhan medis Penilaian dilakukan dengan mewawancarai
anak-anak dan orang tua mereka menggunakan alat perilaku perawatan diri dan
kemudian belajar Program melalui buku bergambar kartun pada perilaku perawatan
diri diberikan kepada anak-anak.
Pengajaran dilakukan dengan menggunakan buku bergambar kartun dan
salinan buku gambar kartun tentang cara melakukan perawatan diri diberikan
kepada setiap anak setelah pelaksanaan Program belajar. buku gambar kartun

41
adalah buku animasi pada perawatan diri terdiri dari kegiatan dan kebiasaan
kesehatan yang baik dari kesehatan umum, kesehatan mental dan kepatuhan medis
terkait. Orang tua didorong untuk menggunakan buku ini untuk mengajar anak-anak
tentang perawatan diri di rumah. perilaku perawatan diri itu dinilai ulang selama
kunjungan tindak lanjut setelah 25 hari. Analisis dan interpretasi data dilakukan
dengan menggunakan statistik deskriptif dan inferensial.

1.3 Hasil
Sampel terdiri dari 52 anak-anak di usia 4-10tahun dengan usia rata-rata 7,2
± 1,83 tahun. Sekitar tiga keempat (71,2%) dari anak-anak dalam kelompok usia 7-
10 tahun dan laki-laki dan 76,9% sedang belajar di kelas primer. Hanya 7,7% dari
orang tua memiliki pernikahan kerabat dan sangat sedikit (13%) mengalami riwayat
keluarga thalassemia. Lebih dari setengah (53,8%) adalah yang memiliki riwayat
keluarga thalassemia di kerabat tingkat pertama.
Program belajar melalui buku gambar kartun pada perilaku perawatan diri
menimbulkan perbedaan yang signifikan dalam skor perilaku perawatan diri rata-
rata setiap domain yaitu kesehatan umum, kesehatan mental dan kepatuhan medis
sebelum dan sesudah intervensi. Jadi intervensi keperawatan seperti program
pembelajaran melalui buku bergambar kartun pada perilaku perawatan diri anak-
anak yang menderita thalassemia, dapat direkomendasikan sebagai praktek rutin
oleh perawat, sehingga mereka dapat berkontribusi untuk kesejahteraan anak-anak
dengan menawarkan pendidikan dan dukungan.

42
43
44
45
Menunjukkan perbaikan yang signifikan (p <0 .01) dalam perilaku perawatan
diri setelah pembelajaran Program melalui proses kelompok dan kartun buku cerita pada
perilaku perawatan diri pada anak-anak usia sekolah dan thalasemia.

46
BAB VI

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh
defisiensi produk rantai globin pada hemoglobin Hingga sekarang belum dikenal
obat yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut bahkan cangkok sumsum
tulang pun belum dapat memuaskan. Para ahli berusaha untuk mengurangi atau
mencegah kelahiran anak yang menderita thalassemia mayor atau thalassemia-α
homozigot.
Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal
resesif menurut hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit
thalassemia meliputi suatu keadaan penyakit dari gelaja klinis yang paling
ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalassemia minor atau thalassemia
trait (carrier = pengemban sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot)
yang disebut thalassemia mayor.
Di negara-negara yang mempunyai frekuensi gen thalassemia yang tinggi
penyakit tersebut menimbulkan masalah kesehatan masyarakat (Public Health).
Pada umumnya anak dengan penyakit thalassemia mayor tidak akan mencapai
usia produktif bahkan mati di dalam kandungan atau mati setelah lahir seperti
pada thalassemia-α Hb bart’s hydrop fetalis. Keadaan ini sangat
memperihatinkan jika anak-anak yang lahir tidak akan mencapai usia dewasa,
maka generasi berikutnya akan semakin berkurang bahkan akan lenyap setelah
beribu-ribu tahun.
4.2 Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca khususnya mahasiswa
keperawatan agar dapat memahami konsep dan perawatan luka pada pasien yang
mengalami dekubitus dan membaca literatur-literatur lain guna menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan bagi pembaca

47
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M, et al. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC),


6th edition. Elsevier
Herdman, T.Heather, et al. 2015. NANDA International Inc, Diagnosis
Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017, ed 10. Jakarta: EGC
Judith M. Wilkinson. 2006. Diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC
dan kriteria hasil NOC. EGC. Jakarta.

Moorhead, Sue, et al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th


edition. Elsevier
Mansjoer A, Triyanti K,Savitri R, Wahyu IW dan setiowulan W. Kapita
Selekta Kedokteran, Jilid 2 Edisi 3, Jakarta: Media aesculapius, 2001.
497-498
Rodak's Hematology, 5th Edition
Weatherall D.J. (1965). Historical Introduction. In: Weatherall DJ (ed). The
Thalassaemia Syndromes. Blackwell Scientific Publ. Oxford. 1: 1-5.

48
49

Anda mungkin juga menyukai