Anda di halaman 1dari 57

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN BEDAH PADA ASUHAN

KEPERAWATAN KLIEN DENGAN VESIKOLITHIASIS

MAKALAH

oleh
Kelompok 1
Kelas D

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN BEDAH PADA ASUHAN
KEPERAWATAN KLIEN DENGAN VESIKOLITHIASIS

MAKALAH

disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Bedah


Dosen Pembimbing Muhamad Zulfatul A’La, S.Kep., Ns., M.Kep.

oleh
Kelompok 1/kelas D
Husnita Faradiba 152310101106
Rohmatun Nazila 152310101111
Larasati Setyo Pawestri 152310101218
Siti Amaliatul Khoiroh 152310101349

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah
mengenai “Asuhan Keperawatan Klien dengan Vesikolithiasis”.
Saat menyelesaikan tugas ini, kami banyak mendapatkan bimbingan, bantuan dan
saran dari berbagai pihak, oleh karena itu kami ingin menyampaikan terima kasih
kepada :

1. Ns. Mulia Hakam, S.Kep., M.Kep. selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah
(PJMK) Keperawatan Bedah Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Jember;
2. Muhamad Zulfatul A’La, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Dosen Pembimbing
Mata Kuliah Keperawatan Bedah Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember;
3. Teman satu kelompok yang sudah bekerjasama dan berusaha semaksimal
mungkin sehingga makalah ini dapat terealisasi dengan baik;
4. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya tugas ini.

Kami menyadari dalam menyelesaikan tugas ini banyak kekurangan dari teknik
penulisan dan kelengkapan materi yang jauh dari sempurna. Kami juga menerima
kritik dan saran yang membangun sebagai bentuk pembelajaran agar bisa
meminimalisir kesalahan dalam tugas berikutnya. Semoga dengan terselesaikan
tugas ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Jember, Maret 2017


LEMBAR KONSUL
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Makalah Dasar Keperawatan Bedah dengan judul


“Asuhan Keperawatan Klien dengan Vesikolithiasis”
yang disusun oleh:
Kelompok 1
Kelas D
Telah disetujui untuk dikumpulkan pada:
Hari/tanggal:
Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil jiplakan atau
reproduksi ulang makalah yang telah ada.

Dosen Pembimbing, Ketua Kelompok,

Larasati Setyo P.
M. Zulfatul A’La, S.Kep., Ns., M.Kep.
NIM 152310101218
NIP. 198805102015041002
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul...............................................................................................ii

Daftar Isi........................................................................................................iii

Prakata............................................................................................................iv

Lembar Konsul...............................................................................................v

Lembar Pengesahan.......................................................................................vi

BAB 1 PENDAHULUAN ...........................................................................

1.1 Latar Belakang ............................................................................

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................

1.3 Tujuan ...........................................................................................

1.4 Manfaat.........................................................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................

2.1 Definisi ..........................................................................................

2.2 Epidemiologi .................................................................................

2.3 Etiologi...........................................................................................

2.4 Klasifikasi .....................................................................................

2.5 Patofisiologi...................................................................................

2.6 Manifestasi Klinis..........................................................................

2.7 Pemeriksaan Penunjang.................................................................

2.8 Penatalaksanaan Medis..................................................................


2.9 Prosedur Operasi............................................................................

2.10 Penatalaksanaan Pasca Operasi....................................................

BAB 3 PROSES kEPERAWATAN ............................................................

3.1 Pengkajian......................................................................................

3.2 Diagnosa Keperawatan..................................................................

3.3 Intervensi Keperawatan.................................................................

3.4 Implementasi Keperawatan............................................................

3.5 Evaluasi Keperawatan....................................................................

3.6 Pohon Masalah...............................................................................

BAB 4. PERAN PERAWAT .......................................................................

BAB 5. PENUTUP.......................................................................................

5.1 Kesimpulan.....................................................................................

5.2 Saran...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Vesikolithiasis atau biasa dikenal dengan penyakit batu saluran kemih
merupakan penyakit yang banyak di derita oleh masyarakat dan menempati urutan
ketiga dari penyakit di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan
pembesaran prostat jinak. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh
dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak
sama di berbagai belahan dunia. Kejadian batu saluran kemih di Amerika Serikat
dan Eropa 5-10% penduduknya satu kali dalam hidupnya pernah menderita
penyakit saluran kemih, bahkan pada laki-laki angka ini lebih tinggi yaitu 10-20%
dimana angka kejadian pada laki-laki dibanding perempuan sebesar 3 dibanding 1,
usia terjadinya batu antara 20 tahun sampai 40-50 tahun dimana merupakan usia
produktif. Lebih kurang dua pertiga dari pasien batu pada anak adalah batu
kandung kemih. Biasanya banyak didapatkan pada umur 2-7 tahun dan
kebanyakan pada anak laki-laki. ( Smith, 2000; Sjamsuhidayat R, 1996 ). Di
Jepang 7% dan di Taiwan 9,8% sedangkan di Indonesia sampai saat ini angka
kejadian batu saluran kemih yang sesungguhnya belum diketahui, diperkirakan
170.000 kasus per tahun. Jumlah penderita baru saluran kemih di sub bagian
urologi Rumah Sakit DR. Sardjito periode Januari 1994 – Desember 2005 yaitu
sebesar 1028 pasien, dengan jenis kelamin 694(67%) laki-laki dan 334(32,5%)
wanita. Di Jakarta dilaporkan 34,9% kasus urologi adalah batu saluran kemih.
Batu saluran kemih pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak daripada wanita.
Hal ini mungkin karena kadar kalsium air kemih sebagai bahan utama pembentuk
batu pada wanita lebih rendah daripada laki-laki dan kadar sitrat air kemih sebagai
bahan penghambat terjadinya batu (inhibitor) pada wanita lebih tinggi daripada
laki-laki ( Kimata, 2012). Batu saluran kemih banyak dijumpai pada orang dewasa
antara umur 30-60 tahun dengan rerata umur 42,20 tahun (pria rerata 43,06 dan
wanita rerata 40,20 tahun). Umur terbanyak penderita batu di negara-negara barat
20-50 tahun dan di Indonesia antara 30-60 tahun. Kemungkinan keadaan ini
disebabkan adanya perbedaan faktor sosial ekonomi, budaya dan diet.
Jenis batu saluran kemih terbanyak adalah jenis kalsium oksalat seperti di
Semarang 53,3% dan Jakarta 72%. Analisis jenis batu saluran kemih di
Yogyakarta didapatkan paling banyak batu kalsium yaitu kalsium oksalat (56,3%),
kalsium fosfat 9,2%, batu struvit 12,5%, batu urat 5,5% dan sisanya campuran ( Is
arifin, 2008; Matlaga, 2003 ). Herring di Amerika Serikat melaporkan batu
kalsium oksalat 72%, kalsium fosfat 8%, struvit 9%, urat 7,6% dan sisanya batu
campuran. Angka kekambuhan batu saluran kemih dalam satu tahun 15-17%, 4-5
tahun 50%, 10-20 tahun 75% dan 95-100% dalam 20-25 tahun. Apabila batu
saluran kemih kambuh maka dapat terjadi peningkatan mortalitas dan peningkatan
biaya pengobatan. Manifestasi batu saluran kemih dapat berbentuk rasa sakit yang
ringan sampai berat dan komplikasi seperti urosepsis dan gagal ginjal. Batu
saluran kemih dapat menimbulkan keadaan darurat bila batu turun dalam sistem
kolektivus dan dapat menyebabkan kelainan sebagai kolektivus ginjal atau infeksi
dalam sumbatan saluran kemih. Kelainan tersebut menyebabkan nyeri karena
dilatasi sistem sumbatan dengan peregangan reseptor sakit dan iritasi lokal
dinding ureter atau dinding pelvis ginjal yang disertai edema dan penglepasan
mediator sakit. Sekitar 60-70% batu yang turun spontan sering disertai dengan
serangan kolik ulangan (Kutuya,2008, Lozanovsky, 2011 ).
Salah satu komplikasi batu saluran kemih yaitu terjadinya gangguan fungsi
ginjal yang ditandai kenaikan kadar ureum dan kreatinin darah, gangguan tersebut
bervariasi dari stadium ringan sampai timbulnya sindroma uremia dan gagal
ginjal, bila keadaan sudah stadium lanjut bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Oleh karena itu besar sekali kemungkinan bahwa masalah batu saluran kemih
akan menjadi masalah yang semakin besar di Indonesia. Komposisi batu saluran
kemih yang dapat ditemukan adalah asam urat, kalsium, oksalat, magnesium,
ammonium, fosfat, sistin, dan xantin. Unsur-unsur tersebut tidak berdiri sendiri,
tetapi bergabung membentuk susunan kimia batu campuran. Senyawa kimia
tersebut dapat sebagai asam urat, kalsium oksalat, kalsium fosfat, magnesium
ammonium fosfat dan sistin. Insiden batu urat dan oksalat akan tinggi pada orang-
orang dengan kebiasaan makan sayuran, rempah-rempah, dan saos. Sedang batu
kalsium akan tinggi pada kebiasaan minum susu , es krim, keju, dan makan
beberapa jenis buah polongan yang mempunyai kandungan kalsium tinggi.
Hiperkalsiuria dapat disebabkan oleh hiperkalsiuria idiopatik, hiperparatiroidisme
primer, intoksikasi vitamin D, sindrom cushing, sindrom alkali susu, asidosis
tubuler ginjal, sarkoidosis, imobilisasi, penyakit paget, hipertiroidisme, dan
penggunaan obat-obatan jangka panjang. Batu magnesium ammonia fosfat banyak
didapatkan pada infeksi saluran kemih oleh bakteri pemecah urea, seperti proteus,
pseudomonas, staphilococus dan klebsiella. Bakteri pemecah urea menjadi
ammonia yang mengakibatkan alkalinisasi urin.
Pembentukan batu khususnya batu kalsium merupakan proses yang
kompleks dan banyak faktor yang tampaknya berkaitan dengannya, namun belum
ada satupun faktor yang paling dominan yang diketahui. Salah satunya adalah
komsumsi tinggi kadar kalsium dalam makanan yang melebihi batas kelarutan
sehingga terbentuk kristal sebagai inti batu.
Adanya batu pada saluran kemih akan menyebabkan komplikasi yang
serius apabila tidak segera mendapatkan terapi yang adekuat. Pada umumnya
gejala nyeri kolik merupakan keluhan pasien yang mendorong pasien pergi
berobat ke dokter atau rumah sakit. Komplikasi yang paling sering adalah berupa
infeksi saluran kemih sebagai akibat adanya stasis urin oleh adanya batu sampai
terjadinya penurunan fungsi ginjal yang apabila tidak mendapat pertolongan cepat
dapat berlanjut sampai gagal ginjal terminal yang memerlukan terapi cuci darah.
( Rienstra, 2007 ; de Moor, 1999 ; kimata, 2012 ).
Sekitar 75% kasus dapat diidentifikasi faktor-faktor penyebab yang
mendasari terjadinya batu saluran kemih, terutama pada anak-anak, yaitu
penyebab metabolik, anomali saluran urogenital dan infeksi. Penyebab metabolik
seperti hiperkalsiuria merupakan penyebab utama terjadinya batu saluran kemih,
salah satunya akibat komsumsi obat-obatan, walaupun harus dipahami bahwa
kejadian batu karena obat merupakan hal yang jarang ( Jason, 2007; de Moor,
1999; Rienstra, 2007).
Dari data diatas membuktikan bahwa vesikolithiasis merupakan masalah
kesehatan yang harus mendapat perhatian khusus bagi semua individu terutama
perawat sebagai salah satu dari tim kesehatan, oleh karena itu sebagai mahasiswa
keperawatan seharusnya memiliki pengetahuan yang cukup tentang batu ginjal
yang mencakup definisi, patogenesis, timbulnya tanda dan gejala, serta asuhan
keperawatan yang sesuai pada klien yang mengalami batu ginjal. Diharapkan
ketika nantinya menjadi perawat, mahasiswa keperawatan dapat mengaplikasikan
pengetahuan tersebut pada klien sehingga dapat mengurangi masalah umum
vesikolithiasis di Indonesia maupun di dunia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan penyakit vesikolithiasis?
2. Bagaimana epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, serta manifestasi
klinis dari penyakit vesikolithiasis?
3. Bagaimana pemeriksaan penunjang serta penatalaksanaan medis pada
penyakit vesikolithiasis?
4. Bagaimana prosedur operasi pada pasien vesikolithiasis?
5. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien post operasi vesikolithiasis?
6. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan vesikolithiasis?
7. Apakah peran perawat dalam penatalaksanaan penyakit vesikolithiasis?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa keperawatan mampu memahami dengan baik dan menerapkan
di lapangan mengenai asuhan keperawatan klien dengan penyakit
vesikolithiasis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai konsep dasar mengenai
penyakit vesikolithiasis.
2. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit vesikolithiasis.

1.4 Manfaat
Dalam penyusunan makalah ini, diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak. Adapun manfaat penyusunan itu diantaranya :
1. Para pembaca dapat mengetahui lebih dalam tentang konsep penyakit
vesikolithiasis.
2. Sebagai literatur bagi mahasiswa yang ingin memperdalam wawasan
mengenai asuhan keperawatan penyakit vesikolithiasis.
3. Melatih mahasiswa menyusun makalah dalam upaya meningkatkan
pengetahuan dan kreatifitas mahasiswa.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Vesikolithiasis adalah batu dalam kandung kemih dapat berbentuk di


tempat atau berasal dari ginjal masuk ke dalam kandung kemih karena kandung
kemih berkontraksi untuk mengeluarkan air kencing maka batu tertekan pada
trigonum yang peka itu, maka menyebabkan rasa yang sangat sakit. Biasanya
terdapat sedikit hematuri dan infeksi sering menyertai keadaan ini (Pearce, 1999)
Vesikolithiasis adalah bentuk deposit mineral, paling umum oksalat Ca dan
fosfat Ca2+. Namun asam urat dan kristal lain pembentuk batu. Meskipun batu ini
dapat terbentuk dimana saja dari saluran perkemihan. Batu ini sering ditemukan
pada pelvis dan koliks ginjal. Batu ini tetap disimpatik sampai keluar kedalam
ureter maupun kandung kemih sehingga aliran urine terhambat bila potensia untuk
kerusakan ginal adalah akut. (Doengoes ME, 2000).
Berdasarkan definisi diatas maka dapat dapat disimpulkan bahwa
Vesikolithiasis adalah batu yang terdapat pada kandung kemih yang terdiri atas
subtans yang membentuk kristal seperti kalsium, fosfat kalsium, asam urat dan
magnesium. Batu dapat menyebabkan obstruksi, infeksi atau edema saluran
perkemihan sehingga urin terhambat bila potensial untuk kerusakan ginjal adalah
akut.
Vesicolithiasis juga bisa di artikan sebagai batu yang menghalangi aliran
kemih akibat penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang tadinya lancar
tiba-tiba berhenti dan menetes disertai rasa nyeri. Batu saluran kemih digolongkan
menurut tempatnya menjadi batu ginjal dan batu kandung kemih. Batu ginjal
merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal, dan mengandung komponen
kristal sertmatriks organik. Lokasi batu ginjal dijumpai khas di kaliks atau pelvis
dan bila keluar akan dapat terhenti di ureter atau di kandung kemih. Jadi
berdasarkan asal dari batu di kandung kemih itu sendiri dapat dibedakan menjadi
dua yaitu batu yang berassal dari vesika urinaria atau disebut dengan batu primer
dan batu yang berasal dari ginjal atau disebut dengan batu sekunder.
Gangguan kencing terjadi pada pasien pembesaran prostat, penyempitan
uretra, divertikel kandung kencing atau kandung kencing neurogenik. Kateter
yang terpasang pada kandung kemih dalam waktu yang lama, adanya benda asing
lain yang secara tidak sengaja masuk ke dalam kandung kemih seringkali menjadi
inti untuk terbentuknya batu kandung kemih. Selain itu batu kandung kemih dapat
berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke kandung kemih.
2.2 Epidemiologi
Vesikolithiasis lebih sering dijumpai di Afrika dan di Asia ( terutama di
Indonesia), sedangkan di Amerika ( baik kulit putih maupun kulit hitam) dan
Eropa jarang. Penyakit ini penyebarannya merata di seluruh dunia akan tetapi
terutama di daerah yang dikenal dengan stone belt atau lingkaran batu dan masih
banyak kasus batu endemik yang disebabkan diet rendah protein, tinggi
karbohidrat dan dehidrasi kronik. Di Amerika Serikat dan Eropa hanya 2-10% dari
populasi penduduk yang dapat mengalami penyakit ini, sedangkan di Amerika
Serikat sendiri insiden batu saluran kemih sekitar 36 dari 100.000 penduduk
pertahun. Tingkat kekambuhan setelah serangan penyakit adalah 14%, 39%, dan
52% pada tahun ke 1, 5 dan 10 secara berurutan. Peningkatan insiden telah di
catat di Amerika bagian tengah yaitu suatu daerah yang dilalui sabuk batu,
internasional. Insiden batu kandung kemih lebih rendah di negara bukan industri.
Indonesia merupakan negara yang dilalui sabuk batu, namun beberapa
prevalensi batu saluran kemih yang terdapat di Indonesia masih belum jelas. Batu
saluran kemih di Indonesia masih menempati porsi terbesar dari jumlah pasien di
klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di Indonesia
belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data dalam negeri yang pernah
dipublikasikan didapatkan peningkatan jumlah penderita yang mendapatkan
tindakan di RSUPN- Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien
pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002. Sedangkan pada tahun
1983 di RSUP dr. Karyadi semarang terdapat 156 penderita batu saluran kemih,
prevalensi batu kandung kemih pada pria dan wanita di RSUP dr.karyadi
semarang dari 105 peserta didapatkan hasil jumlah penderita pria di bandingkan
wanita 4;1. Telah diketahui sejak waktu yang lalu, bahwa batu kendung kemih
sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada wanita, terutama pada usia 60th
keatas serta klien yang menderita infeksi saluran kemih. (Brunner and Suddarth.
2001). Tingginya kejadian batu saluran kemih pada laki-laki disebabkan oleh
anatomis saluran kemih pada laki-laki yang lebih panjang dibandingkan
perempuan, secara alamiah di dalam air kemih laki-laki kadar kalsiumnya lebih
tinggi dibandingkan perempuan, dan pada air kemih perempuan kadar sitrat
(inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki hormon testosteron yang dapat
meningkatkan produksi oksalat endogen di hati, serta adanya hormon estrogen
pada perempuan yang mampu mencegah agregasi garam kalsium.

2.3 Etiologi
1. Faktor Presipitasi
a. Hiperkalsiuria : dimana jumlah kalsium urine berlebihan
 Hiperkalsiuria idiopatik (melalui hiperkalsiuria disebabkan masukan
tinggi natrium kalsium dan protein).
 Kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium
b. Hiperoxaluria : produksi oksalat yang berlebihan dimana diantaranya
disebabkan oleh :
 Hiperoxaluria primer
 Oral dan inhalasi, pemakaian vitamin C yang berlebihan atau dosis
tinggi dalam waktu yang lama.
 Mehaoxyflurane (obat bius).
 Hyperoxaluria ruternik.
c. Hiperuritusuria : mempengaruhi pertumbuhan batu kalisum oksalat.
d. Penyebab terjadinya batu asam urat .
 Asupan protein hewani meningkatkan ekskresi asam urat dan
kalsium.
 Obat-obatan seperti : progenicid meningkatkan kadar dan ekskresi
asam urat.
e. Penyebab terjadinya batu sistin jarang terjadi, umumnya herediter, bila
terjadi menyebabkan dekstruksi progresif.
f. Penyebab terjadinya batu struvit.
 Umumnya terjadi pada wanita, sebagai akibat innfeksi
mikroorganisme proteus dan klebsiela, yang mempoduksi amonium
konsentrasi tinggi dan akan memecah area batu ini khas membentuk
batu staghorn pada pelvis ginjal.
2. Faktor predisposisi
a. Faktor endogen yaitu factor genetic familial, misalnya pada :
 Hiperkalsiura primer : kelainan metabolik dini dapat berupa
hiperabsorbsi kalsium dalam pencernaan atau penurunan reabsorbsi
kalsium dalam tubuli ginjal sehingga terjadi hiperkalsiuria. Batu
karena hiperkalsiura primer ini biasanya didapatkan pada penderita
dengan sosial ekonomi yang baik, diet protein hewani yang tinggi.
 Hiperoxaluria : suatu kelainan herediter yang diturunkan secara
resersif.
 Faktor keturunan : anggota keluarga penderita batu urine lebih banyak
kemungkinan menderita penyakit yang sama dibanding dengan
keluarga bukan penderita batu urine.
 Jenis kelamin : pria lebih banyak menderita batu kandung kemih
dibanding dengan wanita.
 Ras : batu kandung kemih lebih sering dijumpai di Asia dan Afrika,
sedangkan di Amerika (baik kulit putih dan kulit hitam) dan Eropa
jarang.
b. Faktor eksogen
 Pekerjaan : pegawai kantor dan penduduk kota yang lebih banyak
duduk di waktu bekerja ternyata lebih banyak menderita.
 Air : banyak minum dapat menyebabkan diuresis sehingga mencegah
pembentukan batu, kurang minum mengurangi diuresis sehingga
kadar substansi dalam urine meningkat, mempermudah pembentukan
batu.
 Diet : konsumsi tinggi kadar kalsium dalam makanan mempunyai
risiko terjadinya batu.
 Keadaan sosial ekonomi : di negara maju/industri atau golongan sosial
ekonomi yang tinggi lebih banyak makan protein, terutama protein
hewani, juga karbohidrat dan gula, ini lebih sering menderita batu
urine bagian atas. Sedangkan pada negara berkembang atau orang
yang sering makan vegetarian dan kurang protein hewani sering
menderita batu urine bagian bawah.

2.4 Klasifikasi
Komposisi kimia yang terkandung dalam batu saluran kemih dapat
diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk mengetahui adanya
kalsium, magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam urat oksalat, dan sistin.
a. Batu Kalsium
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan batu saluran
kemih yaitu sekitar 70-80% dari seluruh kasus batu saluran kemih. Batu ini
kadang-kadang dijumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk
campuran dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut diperkirakan
terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan akibat dari
dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua tipe yang berbeda, yaitu :
1. Whewellite (monohidrat) yaitu, batu terbentuk padat, warna
coklat/hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air
kemih.
2. Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu
batu berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite.
b. Batu asam urat
Lebih kurang 5-10% penderita batu saluran kencing dengan komposisi
asam urat. Pasien biasanya berusia >60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya
oleh asam urat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein
mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit batu saluran kemih, karena
keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih
menjadi rendah. Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai
ukuran besar sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini
adalah tipe batu yang dapat di pecah dengan obat-obatan sebanyak 90% akan
berhasil dengan terapi kemolisis.
c. Batu struvit (magnesium-amonium fosfat)
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini
adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan
enzim urease dan merubah urine menjadi bersifat basa melalui hidrolisis urea
menjadi amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya : Proteus
spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus.
Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki, infeksi
saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan pH air kemih
>7. Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat penting untuk
membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat.
d. Batu sistin
Batu sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan
ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-
2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang,
pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urin
yang asam. Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga
terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu
yang statis karena imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet
mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah
dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air
kemih.

2.5 Patofisiologi
Kelainan bawaan atau cidera, keadaan patologis disebabkan karena
infeksi, pembentukan batu disaluran kemih dan tumor, keadaan tersebut sering
menyebabkan bendungan. Hambatan yang menyebabkan sumbatan aliran kemih
baik itu yang disebabkan karena infeksi, trauma dan tumor serta kelainan
metabolisme dapat menyebabkan penyempitan atau struktur uretra sehingga
terjadi bendungan dan statis urin.
Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih, baik parsial
maupun lengkap. Obstruksi yang lengkap dapat berakibat menjadi hidronefrosis.
Batu saluran kemih merupakan kristalasi dari mineral dari matriks seputar, seperti
pus, darah, tumor atau urat. Komposisi mineral dari batu bervariasi, kira-kira ¾
bagian dari batu adalah kalsium fosfat, asam/urine dan custine.
Penyebab spesifik dari batu kandung kemih adalah bisa dari batu kalsium
oksalat dengan inhibitor sitrat dan glikoprotein. Beberapa prommotor ( reaktan)
dapat memicu pembentukan batu kemih seperti asam sitrat memacu batu kalsium
oksalat, kalsium fosfat dan asam urat meningkat akan terjadinya batu disaluran
kemih. Adapun faktor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu kandung
kemih, mencakup infeksi saluran ureter atau vesika urinaria, stasis urine, priode
imobilitas dan perubahan metabolisme kalsium. Telah diketahui sejak waktu yang
lalu, bahwa batu kendung kemih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan poada
wanita, terutama pada usia 60th keatas serta klien yang menderita infeksi saluran
kemih. (Brunner and Suddarth. 2001)
Faktor-faktor resiko mencakup :
a. Riwayat pribadi tentang batu kandung kemih dan saluran kemih
b. Usia dan jenis kelamin
c. Kelainan morfologi
d. Pernah mengalami infeksi saluran kemih
e. Makanan yang dapat meningkatkan kalsium dan asam urat
f. Adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih
g. Masukan cairan kurang dari pengeluaran
h. Profesi sebagai pekerja keras
i. Penggunaan obat antasid, aspirin dosis tinggi dan vitamin D terlalu lama
(Brunner and Suddarth. 2001)

Faktor- faktor pendukung atau penyebab :


a. Calcium (oksalat dan fosfat), Hiperkalsemia intoksikasi vitamin D penyakit
tulang yang parah. Asidosis tubulus renalis intake purine pH urin tinggi dan
volume urine rendah.
b. Asam urine (Gout) diet tinggi purine dan pH urine rendah volume urin
rendah.
c. Cystine dan xanthine cystinuria dampak dari gangguan genetika dari
metabolisme asam amino dan xanthineuria.
Teori pembentukan batu menurut (Soeparman, 1999 : 337) antara lain :
1. Teori inti matriks
Terbentuknya batu saluran kemih memerlukan adanya substansia organik
sebagai inti, terutama dari mukopolisakarida dan mukoprotein yang akan
mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.
2. Teori supersaturasi
Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk dalam urine seperti sistin, asam
urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
3. Teori presipitasi kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine
yang bersifat alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
4. Teori berkurangnya faktor penghambat
Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid, fosfat, pirofosfat, polifosfaat,
sitrat, magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya
batu saluran kencing.

2.6 Manifestasi Klinis


Ketika batu menghambat dari saluran urin, terjadi obstruksi meningkatkan
tekanan hidrostatik. Bila nyeri mendadak terjadi akut disertai nyeri tekan
diseluruh osteovertebral dan muncul mual-muntah maka klien sedang mengalami
episode kolik renal. Diare, demam dan perasaan tidak nyaman diabdominal dapat
terjadi, gejala gastrointestinal ini akibat refleks dan proxsimitas anatomik ginjal ke
lambung, pankreas dan usus besar. Batu yang terjebak di kandung kemih
menyebabkan gelombang nyeri luar biasa, akut dan kolik menyebar ke abdomen
serta genetalia. Klien sering ingin berkemih, namun hanya sedikit urine yang
keluar dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi batu. Gejala ini di
sebabkan kolik ureter, umumnya klien akan mengeluarkan batu yang berdiameter
0,5-1 cm, biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat dikeluarkan
secara spontan dan saluran urin membaik dan lancar (Brunner and Suddarth,
2001)

Tanda dan gejala Vesikolithiasis menurut Brunner & Sudarth (2002 : 1460)
dan Soeparman (1999 : 337) adalah :
1. Kencing kurang lancar tiba-tiba terhenti sakit yang menjalar ke penis bila
pasien merubah posisi kencing lama, pada anak-anak mereka akan berguling-
guling dan menarik penis.
2. Kalau terjadi infeksi ditemukan tanda : sistitis, kadang-kadang terjadi
hematuria.
3. Adanya nyeri tekan suprasimpisis karena infeksi/ teraba adanya urine yang
banyak (retensi).
4. Hanya pada batu besar yang dapat diraba secara bimanual.
5. Pada pria diatas 50 tahun biasanya ditemukan pembesaran prostat.
6. Demam akibat obstruksi saluran kemih memerlukan dekompensasi segera.
7. Koliks.
8. Rasa terbakar pada saat ingin kencing dan setelah kencing.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1 Urinalisa : warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah : secara umum
menunjukkan SDM, SDP, kristal (sistin, asa, urat, kalsium, osakat), serpihan,
mineral, bakteri, PUS : pH mungkin asam, (peningkatan magnesium, fosfat
ammonium/batu kalsium fosfat).
2 Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat/sistin mungkin
meningkat.
3 Kusltur urine : mungkin menunjukkan ISK (Stapylococcus Aureus, proteus,
klebseila, pseudomonas)
4 Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, protein,
elektrolit.
5 BUN/kreatinin serum dan urine : abnormal (tinggi pada serum/rendah pada
urine) sekunder tinggiya batu obstruksi pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
6 Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan
penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
7 Hitung darah lengkap : SDP mungkin meningkat menunjukkan infeksi atau
septilumia.
8 SDM : biasanya normal
9 Hb/Ht : abnormal bila klien dehidrasi berat/polisitenia terjadi (mendorong
presipitasi pemadatan) /anemia (perdarahan, disfungsi/ gagal ginjal)
10 Hormon paratiroid : mungkin meningkat jika gagal ginjal (PTH merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium
urine)
11 Foto rontgen KUB : menunjukkan adanya kalkulasi atau perubahan anatomic
pada area ginjal dan sepanjang ureter.
12 IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomic
(distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
13 Sistouterkopi : visualisasi langsung kandung kemih dapat menunjukkan
batu/efek-efek obstruksi.

2.8 Penatalaksanaan Medis


Menurut Soeparman ( 2001:383) pengobatan dapat dilakukan dengan :
1. Mengatasi Simptom.
Ajarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama dari vesikolitiasis,
berikan spasme analgetik atau inhibitor sintesis prostaglandin, bila terjadi
koliks ginjal dan tidak di kontra indikasi kan pasang kateter.
2. Pengambilan Batu
Batu dapat keluar sendiri. Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika
ukurannya melebihi 6 mm.
3. Vesikolithotomi
Pengambilan Batu
4. Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal
Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu.
5. Metode endourologi pengangkatan batu
Bidang edourologi menggabungkan ketrampilan ahli radiologi mengangkat
batu renal tanpa pembedahan mayor.
6. Ureteroskopi
Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan alat
ureteroskop melalui sistoskop.

2.9 Prosedur Operasi (Pengambilan dan Pengangkatan Batu)


Penatalaksanaan batu saluran kemih tergantung pada besar kecilnya batu
yang terdapat pada saluran kencing. Batu yang kecil biasanya dihancurkan
(lithalapaxy) dengan systoskopy penghancur yang khusus (lithtripsy) dan
pecahannya dikeluarkan melalui lavase kandung kemih. Sedangkan batu yang
besar memerlukan operasi. Kandung kemih dibuka (lithotomic suprapubis) dan
batunya dikeluarkan lalu diangkat. Menurut Soeparman ( 2001 : 383) dapat
dilakukan dengan :
1. Pengambilan Batu.
a. Batu dapat keluar sendiri.
Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika ukurannya melebihi 6 mm.
b. Vesicolithotomy.
Merupakan suatu tindakan pembedahan untuk mengeluarkan batu dari buli-
buli dengan membuka buli-buli dari arterior.
 Ruang Lingkup :
Semua penderita yang datang dengan keluhan nyeri pada akhir miksi,
hematuria dan miksi yang tiba-tiba berhenti serta dalam pemeriksaan
penunjang (foto polos abdomen, pyelografi intravena dan
ultrasonografi) diketahui penyebabnya adalah batu buli-buli. Dalam
kaitan penegakan diagnosis dan pengobatan, diperlukan beberapa
disiplin ilmu yang terkait antara lain; Patologi Klinik dan Radiologi
 Indikasi Operasi :
Batu buli-buli yang berukuran lebih dari 2,5 cm pada orang dewasa dan
semua ukuran pada anak-anak.
 Pemeriksaan penunjang :
Darah lengkap, tes faal ginjal, sediment urin, kultur urin dan tes
kepekaan antibiotika, kadar kalsium, fosfat, dan asam urat dalam serum
serta ekskresi kalsium, fosfat dan asam urat dalam urin 24 jam, foto
polos abdomen, pyelografi intravena, USG.
 Komplikasi Operasi :
Komplikasi adalah perdarahan, infeksi luka operasi, fistel.
 Perawatan Pasca Bedah :
Pelepasan kateter minimal enam hari setelah hari operasi, pelepasan
redon drain bila dalam dua hari berturut-turut produksi urin < 20cc/24
jam, pelepasan benang jahitan keseluruhan tujuh hari pasca operasi.
 Follow-up
Pasca operasi kontrol dua minggu, kontrol berikutnya setiap tiga bulan,
pemeriksaan USG dilakukan enam bulan pasca operasi. Setiap kontrol
dilakukan pemeriksaan laboratorium (darah lengkap dan urinalisis dan
faal ginjal). Diusahakan minum sedemikian rupa sehingga diuresis
minimal 2 liter/24 jam.
2. Pengangkatan Batu
a. Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal
Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu. Litotriptor
adalah alat yang digunakan untuk memecahkan batu tersebut, tetapi alat ini
hanya dapat memecahkan batu dalam batas ukuran tiga cm ke bawah. Bila
batu di atas ukuran ini dapat ditangani dengan gelombang kejut atau
sistolitotomi melalui sayatan prannenstiel. Setelah batu itu pecah menjadi
bagian yang terkecil seperti pasir, sisa batu tersebut dikeluarkan secara
spontan.
b. Metode endourologi pengangkatan batu
Bidang endourologi mengabungkan ketrampilan ahli radiologi mengangkat
batu renal tanpa pembedahan mayor. Batu diangkat dengan forseps atau
jaring, tergantung dari ukurannya. Selain itu alat ultrasound dapat
dimasukkan ke selang nefrostomi disertai gelombang ultrasonik untuk
menghancurkan batu.
c. Ureteroskopi
Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan alat
ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan
laser, litotrips elektrohidraulik , atau ultrasound kemudian diangkat.

2.10 Penatalaksanaan Pasca Operasi


BAB III. PROSES KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian dan Pemeriksaan Penunjang


Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
3.1.1. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, no
registrasi, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, dan
alamat. Vesikolithiasis Paling sering didapatkan pada usia antara 20 tahun
sampai 40-50 tahun dimana merupakan usia produktif, biasanya banyak
didapatkan pada umur 2-7 tahun dan kebanyakan pada anak laki-laki. Banyak
ditemukan pada pria dibandingkan wanita, dan orang yang pekerjaan banyak
duduk/kurang aktivitas.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering terjadi pada klien batu kandung kemih adalah nyeri
pada kandung kemih yang menjalar ke penis, berat ringannya tergantung pada
lokasi dan besarnya batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal. Klien dapat juga
mengalami gangguan gastrointestinal dan perubahan dalam eliminasi urine.
3. Riwayat penyakit sekarang
Mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang
mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai dibawah ke
RS.
4. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin berhubungan dengan batu saluran kemih antara lain infeksi kemih,
hiperparatirodisme, penyakit inflamasi usus, gout, keadaan-keadaan yang
mengakibatkan hiperkaslemia, immobilisasi lama dan dehidrasi.
5. Riwayat penyakit keluarga.
Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan dari
orang tua. Beberapa penyakit atau kelainan yang sifatnya herediter dapat
menjadi penyebab terjadinya batu ginjal antara lain riwayat keluarga dengan
renal tubular acidosis (RTA), cystinuria, xanthinuria, dan dehidroxinadeninuria.
6. Pola Fungsional
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien biasanya tinggal pada lingkungan dengan temeperatur panas dan
lingkungan dengan kadar kalsium yang tinggi pada air. Terdapat riwayat
penggunaan alkohol, obat-obatan seperti antibiotik, antihipertensi, natrium
bikarbonat, alupurinol dan sebagainya. Aktivitas olah raga tidak pernah
dilakukan.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya asupan dengan diet tinggi purin, kalsium oksalat, dan fosfat.
Terdapat juga ketidakcukupan intake cairan. Klien BSK dapat mengalami
mual/muntah, nyeri tekan abdomen.
c. Pola eliminasi
Pada klien BSK terdapat riwayat adanya ISK kronis, adanya obstruksi
sebelumnya sehingga dapat mengalami penurunan haluaran urin, kandung
kemih terasa penuh, rasa terbakar saat berkemih, sering berkemih dan
adanya diare.
d. Pola istirahat tidur
Klien BSK dapat mengalami gangguan pola tidur apabila nyeri timbul pada
malam hari/saat tidir.
e. Pola aktivitas
Adanya riwayat keterbatasan aktivitas, pekerjaan monoton ataupun
imobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak
sembuh, cedera medula spinalis)
f. Pola hubungan dan peran
Didapatkan riwayat klien tentang peran dalam keluarga dan masyarakat.
Interaksi dengan keluarga dan orang lain serta hubungan kerja, adakah
perubahan atau gangguan.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Klien dapat melaporkan adanya keresahan gugup atau kecemasan yang
dirasakan sebagai akibat kurangnya pengetahuan tentang kondisi, dianosa
dan tindakan operasi.
h. Pola kognitif-perseptual
Didapatkan adanya keluhan nyeri, nyeri dapat akut ataupun kolik tergantung
lokasi batu.
i. Pola reproduksi dan seksual
Dikaji tentang pengetahuan fungsi seksual, adakah perubahan dalam
hubungan seksual karena perubahan kondisi yang dialami.
j. Pola koping dan penanganan stress
Dikaji tentang mekanisme klien terhadap stress, penyebab stressnya yang
mungkin diketahui, bagaimana mengambil keputusan.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana praktek religius klien (type, frekuensi) dengan apa (siapa) klien
mendapat sumber kekuatan/makna.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital : peningkatan tekanan dan nadi, peningkatan suhu bila
dijumpai infeksi
b. Kulit : hangat dan kemerahan, pucat
c. Abdomen : adanya nyeri tekan abdomen, distensi abdominal, penurunan
atau tidak adanya bising usus.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urinalisa : warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah : secara umum
menunjukkan SDM, SDP, kristal (sistin, asa, urat, kalsium, osakat),
serpihan, mineral, bakteri, PUS : pH mungkin asam, (peningkatan
magnesium, fosfat ammonium/batu kalsium fosfat).
b. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat/sistin mungkin
meningkat.
c. Kusltur urine : mungkin menunjukkan ISK (Stapylococcus Aureus, proteus,
klebseila, pseudomonas)
d. Survei Biokimi : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat,
protein, elektrolit.
e. BUN/kreatinin serum dan urine : abnormal (tinggi pada serum/rendah pada
urine) sekunder tinggiya batu obstruksi pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
f. Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan
penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
g. Hitung darah lengkap : SDP mungkin meningkat menunjukkan infeksi
/septilumia.
h. SDM : biasanya normal
i. Hb/Ht : abnormal bila klien dehidrasi berat/polisitenia terjadi (mendorong
presipitasi pemadatan) /anemia (perdarahan, disfungsi/ gagal ginjal)
j. Hormon paratiroid : mungkin meningkat jika gagal ginjal (PTH merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium
urine)
k. Foto rontgen KUB : menunjukkan adanya kalkulasi atau perubahan
anatomic pada area ginjal dan sepanjang ureter.
l. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomic
(distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
m. Sistouterkopi : visualisasi langsung kandung kemih dapat menunjukkan
batu/efek-efek obstruksi.

3.2. Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomi
2. Retensi Urin berhubungan dengan penyumbatan saluran kemih
3. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik akibat prosedur
pembedahan
3.3. Intervensi

No. Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Irigasi kandung kemih (Definisi : pengisian sejenis cairan ke
eliminasi urin keperawatan selama 3x24 dalam kandung kemih untuk membersihkan/ prosedur pengobatan)
 Tentukan apakah akan melakukan irigasi terus menerus atau
berhubungan jam diharapkan klien dapat
berkala.
dengan berkemih secara normal
 Observasi tindakan-tindakan pencegahan umum
obstruksi dengan kriteria hasil :  Jelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien
anatomi 1. Eliminasi urin  Siapkan peralatan irigasi yang steril, dan pertahanan teknik

(Definisi : steril sitiap kali tindakan


 Siapkan peralatan tindakan irigasi yang steril dan jaga teknik
pengumpulan dan
secara steril sesuai protokol
pembuangan urin)  Bersihkan sambungan kateter atau ujung-Y dengan kapas
a. Pola eliminasi klien alcohol
normal (skala 1-5 :  Monitor dan pertahankan kecepatan aliran yang tepat
 Catat jumlah cairan yang digunakan, karakteristik cairan,
sangat terganggu -
jumlah cairan yang keluar, dan respon pasien sesuai dengan
tidak terganggu).
prosedur tetap yang ada
b. Bau urin, jumlah
2. Katerisasi urin (Definisi: insersi kateter ke dalam k. Kemih
urin, warna urin, serta
untuk drainase urin sementara/permanen)
kejernihan urin yang
dikeluarkan klien sama  Jelaskan prosedur dan rasionalisasi kateterisasi
dengan jumlah cairan  Pasang alat dengan tepat
 Berikan privasi dan tutupi pasien dengan baik untuk kesopanan
yang dikonsumsi klien.  Pastikan pencahayaan yang tepat untuk visualisasi anatomi yang
c. Klien mampu tepat
mengosongkan kantong  Isi bola kateter sebelum pemasangan kateter untuk memeriksa
kemih sepenuhnya. ukuran dan kepatenan kateter
 Pertahankan teknik asetik yang tepat
d. Klien mampu
 Pertahankan kebersihan tangan yang baik sebelum, selama, dan
mengenali keinginan
setelah insersi atau saat manipulasi kateter
untuk berkemih.  Posisikan pasien dengan tepat
e. Partikel-partikel  Bersihkan sekitar daerah meatus uretra dengan larutan anti

urin terlihat (skala 1-5 : bakteri, saline steril, atau air steril, sesuai kebijakan lembaga
 Masukkan dengan lurus atau retensi kateter ke dalam kandung
berat – tidak ada).
kemih
f. Darah terlihat  Gunakan ukuran kateter terkecil yang sesuai
dalam urin.  Pastikan bahwa kateter yang dimasukkan cukup jauh kedalam
g. Nyeri saat kencing. kanding kemih untuk mencegah trauma pada jaringan uretra
h. Rasa terbakar saat dengan inflasi balon
 Isi bola kateter untuk menetapkan kateter, berdasarkan usia dan
berkemih.
ukuran tubuh sesuai rekomendasi pabrik
i. Ragu  Hubungkan retensi kateter kekantong sisi tempat tidur drainase
untukberkemih.
j. Frekuensi atau kantung kaki
 Amankan kateter pada kulit dengan plaster yang sesuai
berkemih.
 Tempatkan kantong drainase dibawah permukaan kantong kemih
k. Keinginan  Pertahankan sistem drainase kemih tertutup dan terhalang
mendesak untuk  Monitor intake dan output
 Lakukan atau ajarkan pasien untuk membersihkan selang kateter
berkemih.
diwaktu yang tepat
l. Retensi urin.  Lakukan pengosongan kantong kateter jika diperlukan
m. Nokturia.  Dokumentasikan perawatan termasuk ukuran kateter, jenis, dan
n. Inkontinensia urin. jumlah pengisian bola kateter
 Pastikan pencabutan kateter seperti ditunjukkan oleh kondisi
o. Stres inkontinensia.
pasien
p. Inkontinensia
 Ajarkan pasien dan keluarga mengenai perawatan kateter yang
berkemih.
tepat
q. Inkontinensia
fungsional.
2. Penuaan fisik (definisi:
perubahan fisiologi normal
yg terjadi dalam proses
penuaan yg alami)
a. Memori (skala 1-5 :
deviasi berat – tidak
ada deviasi)
b. Status koknitif
c. Rata-rata masa
tubuh
d. Densitas tulang
e. Kardiak output
f. Kapasitas vital
g. Tekanan darah
h. Elastisitas kulit
i. Kekuatan
ototPergerakan sendi
j. Ketajaman indra
k. Tonus otot kandung
kemih
l. Kontrol buang air
besar
m. Resistensi terhadap
infeksi
n. Ketajaman
pendengaran
o. Ketajaman
pengeliatan
p. Ketajaman
penciuman
q. Ketajaman rasa
r. Tingkat metabolism
basa
s. Pola distribusi
lemak
t. Pola distribusi
rambut
u. Pola menstruasi
v. Fungsi seksual

2. Retensi Urin Setelah dilakukan asuhan irigasi kandung kemih (definisi: pengisian sejenis cairan ke dalam
berhubungan keperawatan selama 3x24 kandung kemih untuk membersihkan atau sebagai prosedur
dengan jam diharapkan kandung pengobatan)
penyumbatan kemih klien mengalami
 Tentukan apakah akan melakukan irigasiterus menerus atau
saluran kemih pengosongan secara berkala
komplet dengan kriteria  Observasi tindakan-tindakan pencegahan umum (universal
hasil : precautions)

Eliminasi urin (Definisi :  Jelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien
pengumpulan dan
 Siapkan peralatan irigasi yang steril, dan pertahankan teknik
pembuangan urin)
steril setiap kali tindakan (dilakukan)
a. Pola eliminasi klien
normal (skala 1-5 :  Siapkan peralatan irigasi yang steril dan jaga teknik secara steril
sangat terganggu - sesuai protokol
tidak terganggu).
 Bersihkan sambungan kateter atau ujung-Y dengan kapas
b. Bau urin, jumlah urin,
alkohol
warna urin, serta
kejernihan urin yang  monitor dan pertahankan kecepatan aliran yang tepat
dikeluarkan klien sama
dengan jumlah cairan  catat jumlah cairan yang digunakan, karakteristik cairan, jumlah

yang dikonsumsi klien. cairan yang keluar, dan respon pasien sesuai dengan prosedur

c. Klien mampu tetap yang ada

mengosongkan kantong
manajemen cairan (definisi: meningkatkan keseimbangan cairan
kemih sepenuhnya.
dan pencegahan komplikasi yang dihasilkan dari tingkat cairan tidak
d. Klien mampu
normal/tidak diinginkan)
mengenali keinginan
untuk berkemih.
 timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien
e. Partikel-partikel urin
 jaga intake asupan yang akurat dan catat output (pasien)
terlihat (skala 1-5 :
berat – tidak ada).  masukkan kateter urin
f. Darah terlihat dalam
 monitor hasil laboratorium yang relevan dengan retensi cairan
urin.
(misalnya, peningkatan berat jenis, peningkatan BUN,
g. Nyeri saat kencing.
penurunan hematokrit, dan peningkatan kadar osmilolitas urin)
h. Rasa trbakar saat
berkemih.  Monitor tanda-tanda vital pasien
i. Ragu untukberkemih.
 Monitor status gizi
j. Frekuensi berkemih.
k. Keinginan mendesak  Berikan cairan, dengan tepat
untuk berkemih.
l. Retensi urin.  Distribusikan asupan cairan selama 24 jam

m. Nokturia.  Dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian


n. Inkontinensia urin.
o. Stres inkontinensia. makan dengan baik
p. Inkontinensia
 Monitor reaksi pasien terhadap terapi elektrolit yang diresepkan
berkemih.
q. Inkontinensia  Konsultasikan dengan dokter jika tanda-tanda dan gejala
fungsional. kelebihan volume cairan menetap atau memburuk

Kontinensia Urin kateterisasi urin (Definisi: insersi kateter ke dalam k. Kemih untuk
(definisi: mengendalikan drainase urin sementara/permanen)
eliminasi urin dari kandung
kemih)  Jelaskan prosedur dan rasionalisasi kateterisasi
 Pasang alat dengan tepat
a. Mengenali keinginan
untuk berkemih  Berikan privasi dan tutupi pasien dengan baik untuk kesopanan

b. Menjaga pola berkemih (yaitu, hanya mengekspos area genetalia)

yang teratur  Pastikan pencahayaan yang tepat untuk visualisasi anatomi yang

c. Respon berkemih tepat

sudah tepat waktu


 Isi bola kateter sebelum pemasangan kateter untuk memeriksa

d. Berkemih pada tempat ukuran dan kepatenan kateter

yang tepat
e. Menuju toilet diantara  Pertahankan teknik aseptik yang ketat
waktu ingin berkemih
 Pertahankan kebersihan tanganyang baik sebelum, selama, dan
dan benar-benar ingin
setelah insersi atau saat memanipulais kateter
segera berkemih
 Posisikan pasien dengan tepat (misalnya, perempuan terlentang
f. Berkemih lebih dari
dengan kedua kaki direnggangkan atau fleksi pada bagian
150 mililiter tiap
panggul dan lutut; laki-laki dengan posisi terlentang)
kalinya

 Bersihkan daerah sekitar meatus uretra dengan larutan anti


g. Memulai dan
bakteri, salina steril, atau air steril, sesuai kebijakan lembaga
menghentikan aliran
urin  Masukkan dengan lurus atau retensi kateter ke dalam kandung

h. Mengosongkan kemih

kantong kemih  Gunakan ukuran kateter terkecil yang sesuai


sepenuhnya
 Pastikan bahwa kateter yang dimasukkan cukup jauh kedalam
i. Mengkonsumsi cairan
kandung kemih untuk mencegah trauma pada jaringan uretra
dalam dalam jumlah
dengan inflasi balon
yang cukup
 Isi bola kateter untuk menetapkan kateter, berdasarkan usia dan
j. Sisa urin paska
berkemih lebih dari ukuran tubuh sesuai rekomendasi pabrik (misalnya, dewasa 10
100-200 mililiter cc, pada anak 5 cc)

 Hubungkan retensi kateter ke kantung sisi tempat tidur drainase


atau pada kantung kaki

 Amankan kateter pada kulit dengan plester yang sesuai

 Tempatkan kantung drainase di bawah permukaan kandung


kemih

 Pertahankan sistem drainase kemih tertutup dan terhalang

 Monitor intake dan output

 Lakukan atau ajarkan pasien untuk membersihkan selang kateter


di waktu yang tepat

 Lakukan pengosongan kantung kateter jika diperlukan

 Dokumentasikan perawatan termasuk ukuran kateter, jenis dan


jumlah pengisian bola kateter
 Pastikan pencabutan kateter segera seperti yang ditunjukkan
oleh kondisi pasien

 Ajarkan pasien dan keluarga mengenai perawatan kateter yang


tepat
3. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri (definisi: pengurangan atau reduksi nyeri sampai
berhubungan keperawatan selama 3x24 pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien)
dengan cedera jam menunjukkan nyeri  Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri.
fisik akibat berkurang sampai hilang,
 Gunakan metode penilaian yang sesuai dengan tahapan
prosedur ekspresi wajah rileks, skala
perkembangan yang memungkinkan untuk memonitor perubahan
pembedahan nyeri 3 dengan kriteria
nyeri dan akan dapat mengidentifikasi faktor pencetus aktual dan
hasil :
potensial.
 Tentukan kebutuhan frekuensi untuk melakukan pengkajian
Kontrol Nyeri (tindakan
ketidaknyamanan pasien dan mengimplementasikan rencana
pribadi untuk mengontrol
monitor.
nyeri)  Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari
a. Mengenali kapan
ketidaknyamanan akibat prosedur
nyeri terjadi dari skala  Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
1-5(tidak pernah
menunjukkan-secara pasien terhadap ketidaknyamanan.
 Kurangi atau eliminasi faktor-faktor yang dapat mencetuskan
konsisten
atau meningkatkan nyeri.
menunjukkan)
 Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri.
b. Klien mampu  Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyerinya
menggambarkan dengan tepet
faktor penyebab nyeri  Mulai dan modifikasi tindakan pengontrol nyeri berdasarkan
respon pasien.
c. Menggunakan  Dorong istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu menurunan
tindakan pencegahan nyeri
 Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan
d. Menggunakan
pasien saat ini berubah signifikan dari pengalaman nyeri
tindakan pengurangan
sebelumnya.
nyeri tanpa analgesik  Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri dalam
interval yang spesifik.
e. Menggunakan Pemberian analgesik (definisi: penggunaan agen farmakologi
analgesik yang untuk mengurangi/menghilangkan nyeri)
direkomendasikan  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparah nyeri
sebelum mengobati pasien.
f. Melaporkan  Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat
perubahan terhadap analgesik yang diresepkan.
gejala nyeri pada  Cek adanya riwayat alergi obat
profesional kesehatan  Monitor tanda vital sebelum dan setelah memberikan analgesik
pada pemberian dosis pertama kali atau jika ditemukan tanda-
g. Mengenali apa yang
tanda yang tidak biasanya.
terkait dengan gejala  Berikan kebutuhan kenyamanan aktivitas lain yang dapat
nyeri membantu relaksasi untuk memfasilitasi penurunan nyeri
 Evaluasi keefektifan analgesik dengan interval yang teratur pada
h. Melaporkan nyeri
setiap setelah pemberian khususnya setelah pemberian pertama
yang terkontrol
kali, juga observasi adanya tanda dan gejala efek samping

Tingkat Nyeri(definisi: (misalnya, depresi pernafasan, mual dan muntah, mulut kering

keparahan dari nyeri yang dan konstipasi)


 Dokumentasikan respon terhadap analgesik dan adanya efek
diamati atau dilaporkan)
samping.
 Kolaborasikan dengan dokter apakah obat, dosis, rute pemberian,
a. Nyeri yang dilaporkan
atau perubahan interval dibutuhkan, buat rekomendasi khusus
klien berada pada skala
berdasarkan prinsip analgesik.
ringan.  Ajarkan tentang penggunaan analgesik, strategi untuk
b. Panjangnya episod menurunkan efek samping, dan harapan terkait dengan
nyeri berada pada skala keterlibatan dalam keputusan pengurangan nyeri
sedang. Monitor Tanda-tanda Vital (definisi: pengumpulan dan analisis
data kardiovaskuler, pernafasan, dan suhu tubuh untuk menentukan
c. Pasien merasa puas
dan mencegah komplikasi)
terhadap tindakan yang  Monitor tekanan darah, suhu, nadi, dan status pernafasan dengan
diambil dalam tepat.
memberikan  Monitor warna kulit, suhu dan kelembapan
 Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital
kenyamanan.  Periksa secara berkala keakuratan instrumen yang digunakan
untuk perolehan data pasien.
d. Pasien merasa sangat
puas dalam tindakan
untuk mengurangi
nyeri.

e. Pasien sering
menunjukkan
kemampuan
mengontrol nyeri.

f. Pasien sering
menunjukkan laporan
nyeri yang terkontrol.

g. Pasien merasa cukup


puas dengan pelayanan
perawat

h. dalam memantau
tingkat nyeri secara
regular.

3.4. Implementasi

Hari/ No. Dx Kep Jam Implementasi Paraf


Tanggal

Tabel implementasi berisi tentang:


a. Hari dan tanggal melakukan asuhan keperawatan sesuai intervensi yang telah disusun.
b. Nomor diagnosa keperawatan sesuai denga tabel intervensi keperawatan
c. Waktu dilakukannya tindakan keperawatan
d. Implementasi atau nama tindakan yang dialukakan kepada pasien dengan menggunakan kata kerja. Tindakan harus seuai
dengan intervensi yang telah disusun untuk mencapai kriteria hasil
e. Tanda tangan atau paraf perawat yang melakukan tindakana disertai nama di bagian bawahnya.
3.5. Evaluasi

Hari/ Tanggal Jam Evaluasi Paraf

Evaluasi merupakan penilaian terhadap intervensi yang dilakukan.Apakah mencapai criteria hasil atau tidak.Apabila
setelah dilakukan intervensi tidak mencapai criteria hasil yang diharapkan maka masalah tidak teratasi dan dilanjutkan intervensi
atau dan memodifikasi intervensi.Apabila setelah dilakukan intervensi berhasil mencapai sebagian dari criteria hasil maka analisa
dapat ditulis masalah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan atau memodifikasi intervensi. Apabila intervensi mencapai
semua criteria hasil maka pada analisa masalah teratasi, dan intervensi dihentikan.Pada evaluasi, format yang umum digunakan
adalah SOAP.
Tabel evaluasi berisi:
a. Hari dan tanggal dilakukannya proses evaluasi terhadap kondisi pasien saat itu
b. Jam dilakukannya evaluasi pada pasien
c. Evaluasi yang dilakukan umumnya bersifat SOAP
S : data subjektif yang didapatkan dari pernyataan pasien atau keluarga pasien. Pada pasien dengan vesikolithiasis atau
batu saluran kemih data subjektif dapat berupa misalnya, pasien mengatakan sudah tidak nyeri lagi.
O : data objekti yang didapatkan dari hasil pengamatan atau pemeriksaan terhadap kondisi pasien. Pada pasien dengan
vesikolithiasis atau batu saluran kemih data objektif dapat berupa misalnya, Intake cairan dalam rentang normal
A : analisis, merupakan perbandingan dari kriteria hasil yang telah disusun di intervensi dengan kondisi pasien setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
P : rencana tindakan keperawatan selanjutnya (intervensi dilanjutkan atau intervensi dihentikan.
3.6. Pohon Masalah Terkait Patofisiologis Penyakit

BAB IV. PERAN PERAWAT


Peran perawat perioperatif tampak meluas, mulai dari pre-operatif,
intraoperatif, sampai ke perawatan pasien pasca-anestesi. Sebelum tindakan
operasi dimulai, perawat akan melakukan pengkajian pre-operasi awal,
merencanakan penyuluhan dengan metode yang sesuai dengan kebutuhan pasien,
melibatkan keluarga atau orang terdekat dalam wawancara, memastikan
kelengkapan pemeriksaan pre-operasi, mengkaji kebutuhan klien dalam rangka
perawatan post-operasi.
1. Peran Perawat pada Pre-operatif..
a. Pengkajian.
Sebelum operasi dilaksanakan pengkajian menyangkut riwayat kesehatan
dikumpulkan, pemeriksaan fisik dilakukan, tanda-tanda vital dicatat dan data
dasar di tegakkan untuk perbandingan masa yang akan datang. Pemeriksaan
diagnostik mungkin dilakukan seperti analisa darah, endoskopi, rontgen,
endoskopi, biopsi jaringan, dan pemeriksaan feses dan urine. Perawat berperan
memberikan penjelasan pentingnya pemeriksaan fisik diagnostik. Disamping
pengkajian fisik secara umum perlu di periksa berbagai fungsi organ seperti
pengkajian terhadap status pernapasan, fungsi hepar dan ginjal, fungsi endokrin,
dan fungsi imunologi. Status nutrisi klien pra-operasi perlu dikaji guna perbaikan
jaringan post-operasi, penyembuhan luka akan dipengaruhi status nutrisi klien.
Demikian pula dengan kondisi obesitas, klien obesitas akan mendapat masalah
post-operasi dikarenakan lapisan lemak yang tebal akan meningkatkan risiko
infeksi luka, juga terhadap kesulitan teknik dan mekanik selama dan setelah
pembedahan.
b. Informed Consent
Tanggung jawab perawat dalam kaitan dengan informed consent adalah
memastikan bahwa informed consent yang diberikan dokter didapat dengan
sukarela dari klien, sebelumnya diberikan penjelasan yang gamblang dan jelas
mengenai pembedahan dan kemungkinan risiko.
c. Pendidikan Pasien Pre-operasi
Penyuluhan pre-operasi didefinisikan sebagai tindakan suportif dan
pendidikan yang dilakukan perawat untuk membantu pasien bedah dalam
meningkatkan kesehatannya sendiri sebelum dan sesudah pembedahan. Tuntutan
klien akan bantuan keperawatan terletak pada area pengambilan keputusan,
tambahan pengetahuan, keterampilan, dan perubahan perilaku. Dalam
memberikan penyuluhan klien pre-operasi perlu dipertimbangkan masalah waktu,
jika penyuluhan diberikan terlalu lama sebelum pembedahan memungkinkan klien
lupa, demikian juga bila terlalu dekat dengan waktu pembedahan klien tidak dapat
berkonsentrasi belajar karena adanya kecemasan atau adanya efek medikasi
sebelum anastesi.
d. Informasi Lain.
Pasien mungkin perlu diberikan penjelasan kapan keluarga atau orang
terdekat dapat menemani setelah operasi. Pasien dianjurkan berdo’a. Pasien diberi
penjelasan kemungkinan akan dipasang alat post-operasinya seperti ventilator,
selang drainase atau alat lain agar pasien siap menerima keadaan post-operasi.
e. Peran Perawat Administratif
Perawat administratif berperan dalam pengaturan manajemen penunjang
pelaksanaan pembedahan. Biasanya terdiri dari perencanaan dan pengaturan staf,
kolaborasi penjadwalan pasien bedah, perencanaan manajemen material, dan
manajemen kinerja. Peran perawat administratif:
 Perencanaan dan Pengaturan Staf
Pengaturan dan penjadwalan staf adalah tanggungbjawab manajemen tang
dipercayakan dan diberikan kepada perawat administratif. Dalam upaya
memenuhi standar ini, staf yang melakukan tanggung jawab administratif ini
harus memahami cara untuk mengembangkan standar pengaturan dan
penjadwalan staf. Menurut Gruendemann (2006), ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam merencanakan pengaturan staf, yaitu :
a) Mengidentifikasi jenis pekerjaan yang akan dilakukan.
b) Mengidentifikasi jumlah staf yang diperlukan.
c) Mengidentifikasi tipe pekerja yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut.
d) Mengembangkan pola pengaturan untuk penjadwalan staf. Penjadwalan
staf meliputi pengembangan kebijakan penjadwalan dan pengembangan
jadwal kerja untuk staf.
 Identifikasi Jenis Pekerjaan
Dikamar operasi staf pekerjaan dibagi menjadi staf perawatan langsung dan
staf perawatan tak langsung. Staf perawatan langsung terdiri dari perawat
scrub, perawat sirkulasi (unloop), perawat anestesi, dan perawat asisten
operasi. Staf perawatan tidak langsung tidak memberikan asuhan langsung
kepada pasien. Semua personel tambahan yang diperlukan untuk mendukung
ruang operasi, seperti sekretaris, teknisi instrumen, personel pelayanan
lingkungan, personel transport, personel keuangan, dan perawat administratif
dipertimbangkan juga sebagai pemberi perawatan tidak langsung.
Perencanaan jumlah staf perawatan langsung atau tidak langsung disesuaikan
berdasarkan kebutuhan dari jumlah ruang operasi yang tersedia setiap jam per
hari dan disesuaikan dengan kebujakan pada setiap institusi.
 Penjadwalan staf
Kebijakan penjadwalan menjadi kerangka kerja untuk mengembangkan
jadwal kerja staf yang dilakukan secara adil dan konsisten, dalam kaitannya
dengan pedoman penjadwalan yang jelas. Kebijakan harus mencakup
tanggung jawab staf untuk bekerja pada akhir minggu, merotasi shift,
memenuhi panggilan, bekerja pada hari libur, dan bekerja tengah malam.
Kebijakan juga harus meliputi penetapan waktu libur dan mengidentifikasi
rasio staf perawatan langsung seperti perawat scrub, perawat asisten operasi,
dan perawat anestesi per shift.
 Penjadwalan Pasien Bedah
Dilakukan oleh perawat administratif berkolaborasi dengan dokter bedah
pada setiap kamar bedah yang tersedia. Peran perawat supervisor atau
administratif dalam mengatur jadwal pasien bedah bertujuan untuk menjaga
kondisi para perawat perioperatif di kamar bedah. Kolaborasi dilakukan
dengan memperhitungkan jenis dan lamanya pembedahan.
 Manajemen Material dan Inventaris
Perawat administratif yang melakukan perencanaan dan kontrol terhadap
inventaris dan material biasanya adalah kepala perawat di ruang operasi yang
dibantu oleh staf non-operatif. Barang inventaris yang berada digudang kamar
operasi seperti kereta lemari, tempat pemnyimpanan kereta, tempet
penyimpanan barang-barang khusus dikamar operasi, dan cabinet masing-
masing kamar operasi. Persediaan tersebut dapat berupa peralatan medis dan
bedah, barang steril dan non steril, obat-obatan, baki untuk instrumen, atau
barang lain yang digunakan dikamar operasi. Inventaris biasanya selalu
mengacu pada barang medis dan bedah yang sebagian besar bersifat habis
pakai. Fungsi kontrol terhadap material dilakukan dengan tujuan untuk
memberikan rasa percaya antar staf. Persediaan harus memadai jika sewaktu-
waktu diperlukan.
 Pengaturan kinerja
Pengaturan kinerja dengan cara yang sistematis agar staf dapat mencapai
tujuan penyelesaian tugas secara optimal. Perencanaan kegiatan sistematis
direncanakan secara individual terhadap seluruh staf, misalnya pengaturan
staf baru dengan metode orientasi dasar, bimbingan kompetensi kamar
operasi, dan pengenalan alat canggih. Implementasi kegiatan dapat berupa
umpan balik terhadap hasil yang terlaksana. Penilaian kinerja staf akan
mencermati hasil disesuaikan dengan kebijakan institusi.
2. Peran Perawat pada Intraoperatif.
a. Peran Perawat Instrumen
Perawat scrub atau di Indonesia dikenal sebagai perawat instrumen memiliki
tanggung jawab terhadap manajemen instrumen operasi pada setiap jenis
pembedahan. Secara spesifik peran dan tanngung jawab dari perawat instrumen
adalah sebagai berikut :
1) Perawat instrumen menjaga kelengkapan alat instrumen steril yang sesuai
dengan jenis operasi.
2) Perawat instrumen harus selalu mengawasi teknik aseptik dan
memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai kebutuhan dan
menerimanya kembali
3) Perawat instrumen harus terbiasa dengan anatomi dasar dan teknik-teknik
bedah yang sedang dikerjakan.
4) Perawat instrumen harus secara terus menerus mengawasi prosedur untuk
mengantisipasi segala kejadian
5) Melakukan manajemen sirkulasi dan suplai alat instrumen operasi.
Mengatur alat-alat yang akan dan telah digunakan. Pada kondisi ini
perawat instrumen harus benar-benar mengetahui dan mengenal alat-alat
yang akan dan telah digunakan beserta nama ilmiah dan mana biasanya,
dan mengetahui penggunaan instrumen pada prosedur spesifik.
6) Perawat instrumen harus mempertahankan integritas lapangan steril
selama pembedahan.
7) Dalam menangani instrumen, Perawat instrumen harus mengawasi semua
aturan keamanan yang terkait. Benda-benda tajam, terutama skapel, harus
diletakkan dimeja belakang untuk menghindari kecelakaan.
8) Perawat instrumen harus memelihara peralatan dan menghindari
kesalahan pemakaian.
9) Perawat instrumen harus bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan
kepada tim bedah mengenai setiap pelanggaran teknik aseptik atau
kontaminasi yang terjadi selama pembedahan.
10) Menghitung kasa, jarum, dan instrumen. Perhitungan dilakukan
sebelum pembedahan dimulai dan sebelum ahli bedah menutup luka
operasi.
b. Peran Perawat Sirkulasi
Perawat sirkulasi atau dikenal juga dengan sebutan perawat unloop
bertanggung jawab menjamin terpenuhinya perlengkapan yang dibutuhkan oleh
perawat instrumen dan mengobservasi pasien tanpa menimbulkan kontaminasi
terhadap area steril. Perawat sirkulasi adalah petugas penghubung antara area
steril dan bagian ruang operasi lainnya. Secara umum, peran dan tangggung jawab
perawat sirkulasi adalah sebagai berikut :
1) Menjemput pasien dari bagian penerimaan, mengidentifikasi pasien, dan
memeriksa formulir persetujuan.
2) Mempersiapkan tempat operasi sesuai prosedur dan jenis pembedahan
yang akan dilaksanakan. Tim bedah harus diberitahu jika terdapat
kelainan kulit yang mungkin dapat menjadi kontaindikasi pembedahan.
3) Memeriksa kebersihan dan kerapian kamar operasi sebelum pembedahan.
Perawat sirkulasi juga harus memperhatikan bahwa peralatan telah siap
dan dapat digunakan. Semua peralatan harus dicoba sebelum prosedur
pembedahan, apabila prosedur ini tidak dilaksanakan maka dapat
mengakibatkan penundaan atau kesulitan dalam pembedahan.
4) Membantu memindahkan pasien ke meja operasi, mengatur posisi pasien,
mengatur lampu operasi, memasang semua elektroda, monitor, atau alat-
alat lain yang mungkin diperlukan.
5) Membantu tim bedah mengenakan busana (baju dan sarung tangan steril)
6) Tetap ditempet selema prosedur pembedahan untuk mengawasi atau
membantu setiap kesulitan yang mungkin memerlukan bahan dari luar
area steril
7) Berperan sebagai tangan kanan perawat instrumen untuk mengambil,
membawa, dan menyesuaikan segala sesuatu yang diperlukan oleh
perawat instrumen. Selain itu juga untuk mengontrol keperluan spons,
instrumen dan jarum.
8) Membuka bungkusan sehingga perawat instrumen dapat mengambil
suplai steril.
9) Mempersiapkan catatan barang yang digunakan serta penyulit yang
terjadi selama pembedahan.
10) Bersama dengan perawat instrumen menghitung jarum, kasa, dan
kompres yang digunakan selama pembedahan.
11) Apabila tidak terdapat perawat anestesi, maka perawat sirkulasi
membantu ahli anestesi dalam melakukan induksi anestesi.
12) Mengatur pengiriman specimen biopsy ke labolatorium
13) Menyediakan suplai alat instrumen dan alat tambahan.
14) Mengeluarkan semua benda yang sudah dipakai dari ruang operasi pada
akhir prosedur, memastikan bahwa semua tumpahan dibersihkan, dan
mempersiapkan ruang operasi untuk prosedur berikutnya
c. Peran Perawat Anestesi
Perawat anestesi adalah perawat dengan pendidikan perawat khusus
anestesi. Peran utama sebagai perawat anestesi pada tahap praoperatif adalah
memastikan identitas pasien yang akan dibius dan melakukan medikasi
praanestesi. Kemudian pada tahap intraoperatif bertanggung jawab terhadap
manajemen pasien, instrumen dan obat bius membantu dokter anestesi dalm
proses pembiusan sampai pasien sadar penuh setelah operasi. Pada
pelaksanaannnya saat ini, perawat anestesi berperan pada hampir seluruh
pembiusan umum. Perawat anestesi dapat melakukan tindakan prainduksi,
pembiusan umum, dan sampai pasien sadar penuh diruang pemulihan. Peran dan
tanggung jawab perawat anestesi secara spesifik antara lain :
1) Menerima pasien dan memastikan bahwa semua pemeriksaan telah
dilaksanakan sesuai peraturan institusi
2) Melakukan pendekatan holistik dan menjelaskan perihal tindakan
prainduksi
3) Manajemen sirkulasi dan suplai alat serta obat anestesi
4) Pengaturan alat-alat pembiusan yang telah digunakan.
5) Memeriksa semua peralatan anestesi (mesin anestesi, monitor dan
lainnya) sebelum memulai proses operasi.
6) Mempersiapkan jalur intravena dan arteri, menyiapkan pasokan obat
anestesi, spuit, dan jarum yang akan digunakan; dan secara umum bertugas
sebagai tangan kanan ahli anestesi, terutama selama induksi dan ektubasi.
7) Membantu perawat sirkulasi memindahkan pasien serta menempatkan tim
bedah setelah pasien ditutup duk dan sesudah operasi berjalan.
8) Berada di sisi pasien selama pembedahan, mengobservasi, dan mencatat
status tanda-tanda vital, obat-obatan, oksigenasi, cairan, tranfusi darah,
status sirkulasi, dan merespon tanda komplikasi dari operator bedah.
9) Memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan ahli anestesi untuk
melakukan suatu prosedur (misalnya anestesi local, umum, atau regional)
10) Member informasi dan bantuan pada ahli anestesi setiap terjadi perubahan
status tanda-tand vital pasien atau penyulit yang mungkin mengganggu
perkembangan kondisi pasien.
11) Menerima dan mengirim pasien baru untuk masuk ke kamar prainduksi
dan menerima pasien di ruang pemulihan .
d. Peran Perawat Ruang Pemulihan
Perawat ruang pemulihan adalah perawat anestesi yang menjaga kondisi
pasien sampai sadar penuh agar bisa dikirim kembali ke ruang rawat inap.
Tanggung jawab perawat ruang pemulihan sangat banyak karena kondisi pasien
dapat memburuk dengan cepat pada fase ini. Perawat yang bekerja diruangan ini
harus siap dan mampu mengatasi setiap keadaan darurat. Walaupun pasien di
ruang pemulihan merupakan tanggung jawab ahli anestesi, tetapi ahli anestesi
mengandalkan keahlian perawat untuk memantau dan merawat pasien sampai
bbenar-benar sadar dan mampu dipindahkan keruang rawat inap.
BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

NANDA International. 2015. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications


2015-2017. Jakarta : EGC

Bulechek, G., H. Butcher. J. Dotcterman. dan C. Wagner. 2013. Nursing


Intervention Classification (NIC). 6th Edition. Singapore: Elsevier.
Terjemahan oleh I. Nurjannah. dan R.D. Tumanggor. 2016. Nursing
Intervention Classification (NIC). Edisi Indonesia. Yogyakarta: CV.
Mocomedia.

Morhead, S., M. Johnson. M.L. Maas. dan E. Swanson. 2013. Nursing Outcome
Classification (NOC). 5th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh I.
Nurjannah. dan R.D. Tumanggor. 2016. Nursing Outcome Classification
(NOC). Edisi Indonesia. Yogyakarta: CV. Mocomedia.

Purnomo B. Dasar-Dasar urologi. Edisi.3. Jakarta : Sagung Seto.p.57-68


Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedoketran EGC.

Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Soeparman, (1999), Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI.

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. (2009). Asuhan Keperawatan Perioperatif


Konsep, Proses, dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.

Khasifi, faizal abdussalam. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Tn . H Degan


Gangguan Atas Indikasi Vesikolitiasis Di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum
Daerah Ciamis Karya Tulis Ilmiah. Ciamis: Program Studi Diploma Iii
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis.
http://www.ejournal.stikesmucis.ac.id/file.php?
file=preview_mahasiswa&id=878&cd=0b2173ff6ad6a6fb09c95f6d50001df6
&name=13DP277024.pdf

Imna, mahda fauzia. (2013). Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Tn. M
Dengan Post Operasi Transurethral Reseksi Prostatectomy (Turp) Dan
Vesicolithotomy Hari Ke Nol Di Ruang Mawar Ii Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Moewardi Surakarta. Care,Pharmaceutecal, 1–38.
http://stikeskusumahusada.ac.id/digilib/files/disk1/4/01-gdl-mahdafimna-
156-1-kti_mahd-i.pdf

S. Dewi. (2007). Konsep Dasar Vesikolithiasis. Diakses melalui


http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/3/jtptunimus-gdl-s1-2007-dewisetyon-
112-2-bab2.pdf pada tanggal 17 Maret 2017. [Serial Online]
Anna, R.J. 2013. Makalah Vesikolithiasis. Diakses melalui
https://plus.google.com/101630335918661342394/posts/8ux14DE86eu pada
tanggal 16 maret 2017 pukul 19.30 [Serial Online]

Yuan, Chaecha Binti. 2012. Vesiklithiasis.Diakses melalui


https://www.scribd.com/doc/93495679/VESIKOLITHIASIS pada tanggal 19
maret 2017 pukul 19.30 [Serial Online]

Anda mungkin juga menyukai