Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

Tn. J DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN


(VERSIKOLITHIASIS) DI RUANG MAWAR RSUD Dr. DORIS
SLYVANUS PALANGKARAYA

Disusun Oleh :
Nama : Ralin Andari
NIM :2019.C.11a.1057

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020-2021
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Ralin Andari
NIM : 2019.C.11a.1057
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan pada”Tn. J” dengan
gangguan sistem perkemihan (VERSIKOLITHIASIS) di ruang mawar RSUD Dr. DORIS
SLYVANUS PALANGKARAYA
Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh Praktik
Praklinik Keperawatan I (PPK I) Pada Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah di setujui oleh:

Pembimbing Akademik Ketua Program Studi

Ika Paskaria, S.Kep., Ners Meilitha Carolina,Ners., M.Kep

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan dan Juga Asuhan
Keperawatan dengan judul Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada Tn. J
dengan gangguan sistem perkemihan (VERSIKOLITHIASIS) di ruang mawar RSUD Dr.
DORIS SLYVANUS PALANGKARAYA” Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan
ini disusun dalam rangka untuk memenuhi ataupun melengkapi tugas mata kuliah Praktik
Praklinik Keperawatan I.
Laporan Pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak .Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid ,S.Pd,.M.Kes Selaku Ketua STIKES Eka Harap Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina,Ners., M.Kep Selaku Ketua Program Studi Ners STIKES Eka
Harap Palangka Raya.
3. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep.,Ners Selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah Praktik
Praklinik Keperawatan I.
4. Ika Paskaria, S.Kep, Ners Selaku dosen pembimbing Akademik di ruang Pendengaran
Secara Khusus kepada pihak dari Rumah Sakit Doris Sylvanus yang telah memberikan
izin tempat.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini mungkin
terdapat kesalahan dan jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu, saya mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan dan
juga asuhan keperawatan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapar
bermanfaat bagi kita semua.

Palangkaraya, 27 Juni 2021

Ralin Andari

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................i

KATA PENGANTAR...............................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................1

1.2 Tujuan.....................................................................................................2

1.3 Manfaat...................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit................................................................ 7

2.1.1. Definisi............................................................................. 7

2.1.2. Anatomi Fisiologi ........................... 8

2.1.3. Etiologi.................................................................................. 19

2.1.4. Patofisiologi .......................................................................... 19

2.1.5. Manifestasi Klinis ................................................................. 21

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang ........................................................ 22

2.1.7 Komplikasi ............................................................................ 23

2.1.8 Penatalaksanaan .................................................................... 23

B. Konsep Dasar Keperawatan ........................................................ 24

1. Pengkajiaan ........................................................................... 24
iii
2. Diagnose Keperawatan.......................................................... 32

3. Rencana Keperawatan........................................................... 33

4. Implementasi Keperawatan ................................................... 37

5. Evaluasi Keperawatan........................................................... 37

BAB III TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian ................................................................................... 38

B. Klasifikasi Data ........................................................................... 51

C. Analisis Data ............................................................................... 52

D. Pathway Kasus ............................................................................ 54

E. Diagnosa Keperawatan................................................................ 55

F. Perencanaan Keperawatan .......................................................... 57

G. Implementasi Keperawatan ......................................................... 62

H. Evaluasi Keperawatan................................................................. 62

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 86

B. Saran............................................................................................ 88

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit yang sering di Indonesia.

Dewasa ini, penyakit Batu Saluran Kemih menjadi salah satu kasus yang

membutuhkan perhatian perawat dalam pemberian asuhan keperawatan karena

prevalensinya di Indonesia yang terus meningkat (Nurlina, 2008).

BSK adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi

yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain

yang mempengaruhi daya larut substansi. BSK dapat menyebabkan gejala nyeri,

perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di

dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung

kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat terbentuk pada

ginjal (nefrolitiasis), ureter (ureterolithiasis), vesica urinaria (vesicolithiasis), dan

uretra (urethrolithiasis) (Basuki, 2009).

Batu Saluran Kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan

Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi (Muslim,

2007). Batu Saluran Kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai

dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin

terbentuk di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang

terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis

1
2

urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra

yang terbentu di dalam divertikel uretra. (Brunner dan Suddarth,

2003).Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya gangguan

aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan

keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis

terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih

pada seseorang, yaitu: faktor intrinsik: herediter (diduga diturunkan dari

orangtuanya), umur (paling sering didapatkan pada usia 30 – 50 tahun), jenis

kelamin (jumlah pasien laki- laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan

pasien perempuan) dan faktor ekstrinsik: geografi, iklim dan temperatur,

asupan air, diet pekerjaan (Purnomo, 2011 dalam Wardani, 2014).

Kejadian batu saluran kemih di Amerika Serikat dilaporkan 0,1- 0,3

pertahun dan sekitar 5-10% penduduknya sekali dalam hidupnya pernah

menderita penyakit ini, di Eropa Utara 3-6%, sedangkan di Eropa bagian

Selatan di sekitar laut tengah 6-9%. Di Jepang 7% dan di Taiwan 9,8%. Pada

tahun 2000, penyakit batu saluran kemih merupakan penyakit peringkat kedua

di bagian urologi di seluruh rumah sakit di Amerika setelah penyakit infeksi,

dengan proporsi batu saluran kemih 28,74% (AUA, 2007).

Di Indonesia batu saluran kemih merupakan penyakit yang paling sering

terjadi di klinik urologi. Angka kejadian batu saluran kemih di Indonesia

tahun 2002 adalah 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan 58.959

penderita. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah 19.018 penderita,

dengan jumlah
3

kematian 378 penderita (Depkes RI, 2002 dalam Wardani, 2014). Dalam

penelitian di salah satu rumah sakit di medan , yaitu RSUP Haji Adam Malik,

Medan, pada tahun 2011-2014 menunjukan bahwa laki-laki lebih banyak

menderita batu saluran kemih di bandingkan dengan perempuan. Menurut data

Riskesdes pada tahun 2013 pun menyatakan bahwa dalam jumlah sampel

sebanyak 722.329 menemukan prevalensi lebih tinggi pada laki-laki sebanyak

5.779 (0,8%) dibanding perempuan sebanyak 2.890 (0,4%), dengan rasio

perbandingan antara laki-laki dengan perempuan adalah 2:1 (Buntaram dkk,

2014).

Prevalensi penderita Batu Saluran Kemih di Rumah Sakit Bahtramas

Provinsi Sulawesi Tenggara dari tahun 2015-2017 menunjukan angka yang

signifikan dan bervariasi dari tahun ke tahun dimana pada tahun 2015

didapatkan 126 orang pasien (laki-laki berjumlah 87 orang dan perempuan

berjumlah 39 orang) yang menderita Batu Saluran Kemih, untuk tahun 2016

didapatkan 155 orang pasien (laki-laki berjumlah 105 orang dan perempuan

berjumlah 50 orang) yang menderita Batu Saluran Kemih dan untuk tahun 2017

didapatkan 66 orang pasien (laki-laki berjumlah 49 orang dan perempuan

berjumlah 16 orang) yang menderita Batu Saluran Kemih dengan umur yang

bervariasi dari umur 15- 65 tahun (Profil Rumah Sakit Bahteramas Sulawesi

Tenggara, 2017) Menurut Putri & Wijaya (2013), komplikasi untuk penyakit

batu saluran kemih adalah obstruksi (menyebabkan hidronefrosis), nfeksi dan

angguan fungsi ginjal. Pasien Batu Saluran Kemih (BSK) sering merasa cemas

dengan kondisi kesehatannya dan juga rasa takut untuk dirawat di rumah sakit.

Keluarga sebagai orang terdekat dengan pasien di rumah sering tidak


4

mengetahui tanda awal dari BSK sehingga tidak memberikan pertolongan yang

semestinya. Mengingat banyak masalah yang dihadapi, maka perlu perawatan

dan pengawasan yang intensif serta tindakan pelayanan keperawatan secara

komprehensif melalui proses keperawatan, sehingga diharapkan masalah ini

dapat terpecahkan dan teratasi.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengangkat dan membahas

Laporan Kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan “Batu Saluran Kemih ”

Pada Tn. J di Ruang Lambu Barakati RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara Tahun 2018”.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mampu melakukan Asuhan Keperawatan “Pasien Tn. J dengan Batu

Saluran Kemih di Ruang mawar RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

1.2.2 Mampu melakukan pengkajian pada Pada Tn. J dengan masalah Batu

Saluran Kemih di Ruang mawar RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
5

1.2.3 Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Pada Tn. J dengan

masalah Batu Saluran Kemih di Ruang mawar RSUD Dr. Doris Sylvanus

Palangka Raya

1.2.4 Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan yang tepat pada Pada

Tn. J dengan Batu Saluran Kemih di Ruang mawar RSUD Dr. Doris

Sylvanus Palangka Raya

1.2.5 Mampu mengimplementasikan rencana keperawatan pada Pada Tn. J

dengan masalah Batu Saluran Kemih di Ruang mawar RSUD Dr. Doris

Sylvanus Palangka Raya

1.2.6 Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada Pada Tn. J dengan

masalah Batu Saluran Kemih di Ruang mawar RSUD Dr. Doris Sylvanus

Palangka Raya.

1.2 Manfaat

Adapun manfaat penulisan dari laporan seminar akhir ini yaitu :

1.2.1 Bagi Rumah Sakit Bahteramas

Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan dengan seoptimal

mungkin, mampu menyediakan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai

dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien, khususnya pada pasien

dengan penyakit Batu Saluran Kemih.

1.2.2 Bagi Perawat

Perawat mampu memberikan dan meningkatkan kualitas pelayanan dalam

memberikan asuhan keperawatan kepada pasien khususnya pada


6

pasien dengan penyakit Batu Saluran Kemih. Serta mampu melakukan

asuhan keperawatan kepada pasien sesuai dengan Standar Operasional

Prosedur (SOP).

1.2.3 Bagi Institusi Pendidikan

Untuk Politeknik Kesehatan Kendari, laporan kasus ini dapat

memperkaya bahan pustaka kampus dan dapat dijadikan acuan atau

bahan penyusunan bagi mahasiswa yang melakukan atau menyusun

laporan kasus tentang asuhan keperawatan pada pasien apendisitis.

1.2.4 Bagi Pasien dan Keluarga

Bagi pasien diharapkan dapat melakukan pengobatan secara rutin, dan

diharapkan dapat mengontrol asupan makanan yang dikonsumsi.

1.2.5 Bagi keluarga pasien diharapkan dapat memberi motivasi, mampu

mengontrol asupan makanan yang dikonsumsi pasien ketika pulang

kerumah.

1.2.6 Bagi Mahasiswa khususnya Program Studi DIII Keperawatan :

Dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu, pengetahuan dan wawasan yang

luas dalam kepedulian penanggulangan Batu Saluran Kemih.

1.2.6.1 Dapat dijadikan sebagai dasar untuk pengembangan penelitian lebih

lanjut tentang studi kasus yang berhubungan dengan penyakit Batu

Saluran Kemih maupun penyakit-penyakit yang lain yang lebih

mendalam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Definisi

Batu saluran kemih adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh

pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya

berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi

(Nurlina, 2008). Batu Saluran Kemih adalah penyakit dimana didapatkan

material keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik

saluran kemih atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah yang dapat

menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi.

Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal). Batu ini terbentuk dari

pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat dan sistein (Chang,

2009 dalam Wardani, 2014).

Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih

mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini

mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian

bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena

adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat

atau batu uretra yang terbentuk di dalam divertikel uretra. Batu ginjal

adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,

infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan

7
8

bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu saluran

kemih yang paling sering terjadi (Brunner dan Suddarth, 2003).

1.1. Anatomi Fisiologi

Sistem perkemihan adalah suatu sistem yang didalamnya terjadi

penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat yang tidak digunakan oleh

tubuh. Zat ini akan larut dalam air dan akan dikeluarkan berupa urine. Zat

yang dibutuhkan tubuh akan beredar kembali dalam tubuh melalui pembuluh

darah kapiler ginjal, masuk ke dalam pembuluh darah dan beredar keseluruh

tubuh. Sistem perkemihan merupakan sistem rangkaian organ yang terdiri atas

ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra (Syaifuddin, 2009)

Ginjal, ureter, kadung kemih dan uretra membentuk sistem urinarius.

Fungsi utama ginjal adalah mengatur keseimbangan cairan serta elektrolit dan

komposisi asam basa cairan tubuh, mengeluarkan produk aktif metabolik dari

dalam darah dan mengatur tekanan darah. Urin yang terbentuk sebagai hasil

dari proses ini diangkut dari ginjal melalui ureter kedalam kandung kemih

tempat urin tersebut disimpan untuk sementara waktu. Pada saat urinasi,

kandung kemih berkontraksi dan urin akan diekskresikan dari tubuh lewat

uretra (Brunner & Suddarth, 2002).

Meskipun cairan serta elektrolit dapat hilang melalui jalur lain dan ada

organ lain yang turut serta dalam mengatur keseimbangan asam basa, namun

organ yang mengatur kimia internal tubuh secara akurat adalah ginjal. Fungsi

ekskresi ginjal diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Namun


9

demikian, berbeda dengan sistem kardiovaskuler dan respiratorius,

gangguan total fungsi ginjal tidak menimbulkan kematian dalam waktu yang

singkat. Ginjal harus mampu untuk mengekskresikan berbagai produk limbah

makanan dan metabolisme dalam jumlah yang dapat diterima serta tidak

dieliminasi oleh organ lain. Jika diukur tiap hari, jumlah produk tersebut

biasanya berkisar dari 1 hingga 2 liter air, 6 hingga 8 gram garam (natrium

klorida), 6 hingga 8 gram kalium klorida dan 70 mg ekuivalen asam perhari. Di

samping itu, ureum yang merupakan produk akhir metabolisme protein dan

berbagai produk limbah lainnya diekskresikan dalam urin (Brunner & Suddarth,

2002).

1. Ginjal

Menurut Saputra (2014) ginjal merupakan suatu organ bervaskuler banyak

yang berbentuk seperti kacang. Ginjal terdiri dari tiga bagian

a. Korteks renalis (bagian luar): mengandung mekanisme penyaringan

darah dan dilindungi oleh kapsul berfibrosa dan lapisan lemak

b. Medula renalis (bagian tengah): mengandung 8 sampai 12 piramida

ginjal (biji berlurik yang sebagian besar tersusun dari struktur tubular)

c. Pelvis renalis ( bagian dalam): menerima urine melalui kalises mayor


Pada potongan sagital ginjal terdapat 2 bagian yaitu bagian tepi luar

ginjal yang disebut korteks dan bagian dalam ginjal yang berbentuk segitiga

disebut pyramid ginjal atau bagian medulla ginjal. Didalam ginjal terdapat

satuan fungsional ginjal yang paling kecil, yaitu nefron. Tiap ginjal terdiri

dari sekitar 1,2 juta nefron. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler

yaitu glomerulus dan komponen tubulus, keduannya secara struktural dan

fungsional bekaitan erat (Sloane, 2003).

Gambar 2.1 Anatomi ginjal


11

2. Glomerulus

Glomerulus adalah masa kapiler yang berbentuk bola yang terdapat

sepanjang arteriol, fungsinya untuk filtrasi air dan zat terlarut dalam darah.

Glomerulus juga merupakan gulungan gulungan kapiler yang dikelilingi

kapsul epitel berdinding ganda disebut kapsul bowman (Sloane, 2003).

3. Kapsul bowman

Kapsul bowman merupakan suatu pelebaran nefron yang dibatasi oleh

epitel yang menyelubungi glomeulus untuk mengumpulkan zat terlarut yang

difiltrasi oleh glomerulus (Sloane, 2003).

4. Tubulus kontroktul proksimal

Tubulus kontroktul proksimal merupakan bagian utama nefron.

Tubulus ini dilapisi oleh lapisan tunggal sel epitel yang memperlihatkan suatu

brush border yang menonjol pada permukaan lumen dan sejumlah besar

mitokondria dan sitoplasma. Karasteristik histologik epitel tubulus kontroktus

proksimal ini mungkin berkolerasi dengan aktivitas reabsorpsinya yang luas.

Cairan yang difiltrasi akan mengalir ketubulus kontrotus proksimal. Letak

tubulus ini didalam korteks ginjal, sepanjang 15 mm dengan diameter 50-60

mm. bentuknya berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran yang lurus yang

berjalan kearah medulla, yaitu ansa henle (Marya, 2013).


12

5. Ansa henle

Ansa henle terdiri dari segmen desenden yang tebal yang struktur

serta fungsinya serupa dengan tubulus kontroktus proksimal, lalu segmen

tipis yang berjalan turun kedalam medulla hingga kedalaman yang beragam

untuk membentuk sebuah ansa (gulungan/loop), dan segmen asenden yang

tebal yang struktur serta fungsinnya serupa dengan tubulus kontortus distal.

Dengan menimbulkan hiperosmolalitas pada interstisium medularis, ansa

henle memainkan peranan yang penting dalam mekanisme pemekatan urin

pada ginjal (Marya, 2013).

6. Tubulus kontortus distal

Tubulus kontortus distal merupakan segmen nefron diantara macula

densa dan duktus koligentes. Sel-sel ditandai dengan tidak adanya brush

border dan memiliki banyak mitokondria pada tepi basalis yang menunjukkan

peranan sekresi pada sel-sel tersebut (Marya, 2013).

7. Duktus koligentes atau duktus pengumpul

Duktus koligentes merupakan saluran pengumpul yang akan

menerima cairan dan zat terlarut dari tubulus distal. Duktus koligers berjalan

dari dalam berkas medulla menuju ke medulla. Setiap duktus pengumpul

yang berjalan kearah medulla akan mengosongkan urin yang telah terbentuk

kedalam pelvis ginjal (Sloane, 2003).


13

Gambar 2.2 Struktur ginjal nefron

1. Pembuluh darah ginjal

Setiap arteri renalis berasal langsung dari aorta. Arteri ini memasuki ginjal

dan bercabang secara progresif menjadi pembuluh arteri yang lebih kecil yaitu

arteri interlobaris, arteri arkuata dan arteri interlobularis. Setiap arteri

interlobularis mempercabangkan suatu seri arteriola aferen. Arteriola aferen

terpecah menjadi 4-6 gelungan kapiler (glomerulus) yang kemudian menyatu

kembali menjadi arteriola eferen. Arteriola eferen bercabang-cabang menjadi

suatu jaringan kapiler, yaitu kapiler peritubularis untuk mengelilingi bagian

nefron yang berada dalam korteks renal (Marya, 2013).


14

Arteriola eferen glomerulus jukstamedularis membentuk suatu tipe

kapiler peritubularis yang spesial dan dinamakan vasa rekta. Vasa rekta relatif

lurus dan merupakan gelungan kapiler panjang yang berjalan turun kedalam

medulla renal serta membentuk gelungan seperti penjepit rambut disepanjang

sisi ansa henle. Vasa rekta memiliki peranan yang penting dalam memelihara

hiperosmolalitas interstisium medularis (Marya, 2013).

2. Pembentukan urin

Menurut Saputra (2014) urine dihasilkan dari tiga proses yang terjadi di nefron:

filtrasi oleh glomerulus, reabsorsi oleh tubulus dan sekresi oleh tubulus.

a. Pada filtrasi oleh glomerulus: Transpor aktif dari tubulus kontortus

proksimal menyebabkan reabsorsi Na+ dan glukosa ke sirkulasi terdekat.

Osmosis kemudian menyebabkan reabsorsi H2O

b. Pada reabsorsi tubulus: Suatu zat bergerak dari filtrat kembali dari tubulus

kontortus distal ke kapiler peritubuler. Transfor aktif men

c. Pada sekresi oleh tubulus: suatu zat berpindah dari kapiler peritubuler ke

dalam filtrat tubulus. Kapiler peritubuler kemudian mensekresikan NH3

dan H+.

3. Ureter

Ureter merupakan tabung fibromuskular yang menghubungkan setiap ginjal

dengan kandung kemih (ureter kiri sedikit lebih panjang dari ureter kanan),

dikelilingi oleh tiga lapis dinding. Berperan sebagai saluran yang membawa

urine dari ginjal ke kandung kemih. Mempunya gelombang peristaltik satu

sampai lima kali setiap menit untuk mengalirkan urine ke kandung kemih.

Ureter dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:


15

a. Pelvis renalis: pelvis renalis adalah bagian atas yang mengembang.

Struktur ini bermula sebagai alat berbentuk mangkuk yang dikenal

sebagai kaliks.

b. Ureter: ureter memiliki panjang sekitar 25,4 cm. Bagian atas terletak di

depan otot belakang abdomen; bagian bawah masuk ke dalam rongga

pelvis sejati dan berakhir di permukaan belakang kandung kemih di mana

ureter menembus dinding kandung kemih tersebut. Setiap ureter tersusun

atas:

c. Jaringan fibrosa: lapisan paling luar

d. Jaringan otot bebas: lapisan tengah; urine mengalir dari ginjal ke

dalam kandung kemih melalui gerak peristaltic

e. Jaringan epitel transisional: menyusun lapisan dalam ureter dan

menjaganya dari keasaman urine

4. Vesika Urinarius (Kandung Kemih)

Menurut Syaifuddin (2009), vesika urinaria (kandung kemih) : terletak tepat

dibelakang os pubis, merupakan tempat penyimpanan urin yang

berdinding otot yang kuat, bentuknya bervariasi sesuai dengan jumlah urin

yang di kandung. Kandung kemih pada waktu kosong terletak dalam

rongga pelvis, sedangkan dalam keadaan penuh dinding atas terangkat

masuk kedalam region hipogastrika. Apeks kandung kemih terletak di

belakang pinggir atas simpisis pubis dan permukaan posteriornya

berbentuk segi tiga. Bagian sudut superolateral merupakan muara ureter

dan sudut interior membentuk uretra.


16

Bagian atas kandung kemih di tutupi oleh peritoneum yang

membentuk eksafasio retrovesikalis, sedangkan bagian bawah permukaan

posterior dipisahkan oleh rectum oleh duktus deferens, vesika seminalis,

dan vesiko retro vesikalis. Permukaan posterior seluruhnya di tutupi oleh

peritoneum dan berbatasan dengan gulungan ileum dan kolon sugmoid.

Sepanjang lateral permukaan peritoneum melipat ke dinding lateral pelvis.

a. Pengisian kandung kemih

Dinding ureter mengandung otot polos yang tersusun dalam berkas spiral

longitudinal dan sekitar lapisan otot yang tidak terlihat. Kontraksi

peristaltic ureter 1-5 kali per menit. Akan menggerakkan urin pada pelvis

renalis kedalam andung kemih dan disemprotkan setiap gelombang

peristaltic. Ureter yang berjalan miring melalui dinding kandung kemih

untuk menjaga ureter tertutup kecuali selama gelombang peristaltic untuk

mencegah urin tidak kembai di uretra.

Apabila kandung kemih terisi penuh permukaan superior membesar,

menonjol ke atas masuk ke dalam rongga abdomen. Peritenium akan

menutupi bagian bawah dinding anterior kolum kandung kemih yang

terletak dibawah kandung kemih dan permuaan atas prostat. Serabut otot

polos dilanjutkan sebagai serabut otot polos prostat kolum kandung kemih

yang dipertahankan. Pada tempatnya oleh liga mentum puborostatika pada

pria oleh ligamentum pubovesikalis. Pada wanita yang merupaan penebalan

fasia pubis. Membran mukosa kandung kemih dalam keadaan kosong akan

berlipat-lipat. Ipatan ini akan hilang apabila kandung kemih berisi penuh. Daerah

membrane mukosa meliputi permukaan dalam basis kandung kemih yang

dinamakan trigonum. Vesika ureter menembus dinding kandung kemih secara


17

miring membuat seperti katup yang mencegah aliran balik urin ke ginjal pada

waktu kandung kemih terisi.

2) Pengosongan kandung kemihna

Kontraksi otot muskulus detrusor bertanggung jawab pada pengosongan kandung

kemih selama berkemih (miksturasi) berkas otot tersebut berjalan pada sisi uretra,

serabut ini dinamakan sfingter uretra interna. Sepanjang uretra terdpat sfingter

otot rangka yaitu sfingter uretra membrannosa (sfingter uretra eksterna). Epitel

kemih dibentuk dari lapisan superfisialis sel kuboid.

3) Uretra

Menurut Saputra dan Dwisang Evi (2014) uretra adalah suatu saluran sambungan

yang membawa urine dari kandung kemih ke arah luar. Uretra pada perempuan

berukuran pendek dengan panjang 3,8 cm. Lubang keluarnya membuka di antara bibir

vagina, di atas lubang vagina. Otot sfringter uretra perempuan terdapat di permulaan

saluran tersebut. Pada laki-laki uretra memiliki panjang 15 hingga 20 cm dari kandung

kemih ke lubang keluarnya di ujung penis. Uretra laki-laki menjalankan dua tugas: tugas

pertama adalah menyalurkan urine dan yang kedua adalah menyalurkan mani. Uretra

laki-laki dibagi menjadi beberapa bagian:


18

a) Bagian prostat: kelenjar prostat mengelilingi uretra di bagian ini; otot

sfringter uretra terdapat di bagian bawah

b) Bagian membran: bagian uretra yang berlanjut dari bagian prostat

c) Bagian penis: bagian yang terdapat di dalam penis

1.2. Etiologi

Menurut Wijayaningsih (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi batu

saluran kemih diantaranya sebagai berikut :

a. Faktor intrinsik

Herediter (keturunan), umur 30-50 tahun, jenis kelamin lai-laki lebih besar

dari pada perempuan.

b. Faktor ekstrinsik

Geografis, iklim dan temperature, asupan air, diet (banyak purin, oksalat

dan kalsium mempermudah terjadinya batu).

Menurut Purnomo (2011) dalam Wardani (2014), Terbentuknya batu

saluran kemih diduga ada hubungannya gangguan aliran urine, gangguan

metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan lain yang masih

belum terungkap (idiopatik).

1.3. Patofisiologi

Berdasaran tipe batu, proses pembentukan batu melalui kristalisasi. 3 faktor

yang mendukung proses ini yaitu saturasi urin, difisiensi inhibitor dan

produksi matriks protein. Pada umumnya Kristal tumbuh melalui adanya

supersaturasi urin. Proses pembentukan dari agregasi menjadi partikel yang

lebih besar, di antaranya partikel ini ada yang bergerak kebawah melalui

saluran kencing hingga pada lumen yang sempit dan berkembang membentuk
19

batu. Renal kalkuli merupakan tipe Kristal dan dapat merupakan gabungan

dari beberapa tipe. Sekitar 80% batu salurn kemih mengandung kalsium fosfat

dan kalsium oksalat (Suharyanto dan Madjid, 2009).

Menurut Raharjo dan Tessy dalam Suharyanto dan Madjid, 2009

menyatakan bahwa sebagian batu saluran kemih adalah idiopatik dan dapat

bersifat simtomatik ataupun asimtomatik. Teori terbentuknya batu antara

lain :

1. Teori Inti matriks

Terbentuknya batu saluran kemih memerlukan substansi organic sebagai

inti. Substansi organik ini terutama terdiri dari mukopolisakarida dan

mukoprotein yang akan mempermudah kristalisasi dan agresi substansi

pembentuk batu.

2. Teori supersaturasi

Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti

sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya

batu.

3. Teori presipitasi-kristalisasi

Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam

urin. Pada urin yang bersifat asam akan mengendap sistin,, santin, asam dan

garam urat. Sedangkan pada urin yang bersifat alkali akan mengendap
20

4. Teori kurangnya faktor penghambat.

Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat,

polifosfat, sitrat, magnesium, asam mukopolisakarid akan mempermudah

terbentuknya batu saluran kemih.

1.4. Menifestasi Klinis

Menurut Putri dan Wijaya (2013), tanda dan gejala penyakit batu saluran

kemih sangat ditentukan oleh letaknya, besarnya, dan morfologinya.

Walaupun demikian penyakit ini mempunyai tanda dan gejala umum yaitu

hematuria, dan bila disertai infeksi saluran kemih dapat juga ditemukan

kelainan endapan urin bahkan mungkin demam atau tanda sistemik lainnya.

Batu pada pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala

berat, umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran

kemih dan infeksi. Tanda dan gejala yang ditemui antara lain :

a. Nyeri didaerah pinggang (sisi atau sudut kostevertebral), dapat dalam

bentuk pegal hingga kolik atau nyeri yang terus menerus dan hebat karena

adanya pionefrosis.

b. Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada, sampai

mungkin terabanya ginjal yang membesar akibat adanya

hidronefrosis.Nyeri dapat berubah nyeri tekan atau ketok pada daerah

arkus kosta pada sisi ginjal yang terkena.

c. Batu nampak pada pemeriksaan pencitraan.

d. Gangguan fungsi ginjal

e. Pernah mengeluarkan batu kecil ketika kencing.


21

1.5. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Wijayaningsih (2013), pemeriksaan diagnostik untuk batu saluran

kemih diantaranya sebagai berikut :

1. Urinalisa

Warna mungkin kuning, cokelat gelap, berdarah, secara umum menunjukkan

Kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), pH asam (meningkatkan sistin

dan batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat ammonium,

atau batu kalsium fosfat), urin 24 jam : (kreatinin, asam urat kalsium, fosfat,

oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urin menunjukan Infeksi

saluran kemih (ISK), Blood ureum nitrogen (BUN /kreatinin serum dan urin)

; abnormal (tinggi pada serum atau rendah pada urin).

2. Darah lengkap

Hemoglobin, hematokrit ; abnormal bila pasien dehidrasi berat atau

polisitemia.Hormon paratiroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal.

Foto rontgen menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomi pada

area ginjal dan sepanjang ureter. Ultrasonografi ginjal untuk menentukan

perubahan obstruksi dan lokasi batu.

1.6. Komplikasi

Menurut Putri & Wijaya (2013), komplikasi untuk penyakit batu saluran

kemih adalah : Obstruksi ; menyebabkan hidronefrosis, Infeksi, Gangguan

fungsi ginjal.

Penetalaksanaan medis

Menurut Putri & Wijaya (2013), tujuan penatalaksanaan batu saluran kemih

adalah menghilangkan obstruksi, mengobati infeksi, menghilangkan rasa

nyeri, serta mencegah terjadinya gagal ginjal dan mmengurangi kemungkinan


22

terjadinya rekurensi. Adapun mencapai tujuan tersebut, dapat dilakukan

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Diagnosis yang tepat mengenai adanya batu, lokasinya, dan besarnya

batu

2. Menentukan adanya akibat-akibat batu saluran kemih seperti : rasa nyeri,

obstruksi disertai perubahan-perubahan pada ginjal, infeksi dan adanya

gangguan fungsi ginjal.

3. Menghilangkan obstruksi, infeksi dan rasa nyeri.

4. Mencari latar belakang terjadinya batu.

5. Mengusahakan penceghan terjadinya rekurensi

Penatalaksanaan secara umum pada obstruksi saluran kemih bagian

bawah diantaranya sebagai berikut :

1) Cystotomi ; salah satu usaha untuk drainase dengan menggunakan pipa

sistostomy yang ditempatkan langsung didalam kandung kemih

melalui insisi supra pubis.

2) Uretrolitotomy ; tindakan pembedahan untuk mengangkat batu yang

berada di uretra.

Menurut Purnomo dalam Wardani (2014) pemeriksaan penunjang yang

dapat dilaukan yaitu Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL) merupakan

tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan ini digunakan gelombang

kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk memecah batu dan Tindakan

endourologi merupakan tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK yang

terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih

melalui alat yang dimasukan langsung kedalam saluran kemih. Alat tersebut

dimasukan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit.


23

2. Konsep Dasar Keperawatan

2.1. Pengkajian

Pengkajian yang diambil menurut Ardiansyah dalam Rais (2015) diantarannya

sebagai berikut:

1) Pengumpulan data Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan

membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan

penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita

yang dapat di peroleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik,

pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

2) Anamnese

3) Identitas penderita Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,

pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor

register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.


24

4) Keluhan Utama Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri pada daerah

pinggang, urine lebih sedikit, hematuria, pernah mengeluarkan batu saat

berkemih, urine berwarana kuning keruh, sulit untuk berkemih, dan nyeri saat

berkemih.

5) Riwayat Penyakit Sekarang Penurunan haluaran urin atau BAK sedikit,

kandung kemih penuh dan rasa terbakar, dorongan berkemih, mual/muntah,

nyeri abdomen, nyeri panggul, kolik ginjal, kolik uretra, nyeri waktu kencing

dan demam.

6) Riwayat Kesehatan Dahulu Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi

sebelumnya, riwayat kolik renal atau bladder tanpa batu yang keluar, riwayat

trauma saluran kemih.

7) Riwayat Penyakit Keluarga, Riwayat adanya ISK kronik, dan penyakit

atau kelainan ginjal lainnya.

8) Riwayat Kesehatan Lingkungan Daerah atau tempat tinggal yang

asupan airnya banyak mengandung kapur, perlu dikaji juga daerah

tempat tinggal dekat dengan sumber polusi atau tidak.

9) Pengkajian Kebutuhan Dasar

10) Kebutuhan Oksigenasi Perkembangan dada dan frekuensi pernapasan

pasien teratur saat inspirasi dan ekspirasi dan tidak ada penggunaan

otot bantu pernapasan

11) Kebutuhan Nutrisi dan Cairan Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan

abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat atau fosfat, atau

ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak cukup minum, terjadi


25

distensi abdomen, penurunan bising usus.

12) Kebutuhan Eliminasi Kaji adanya riwayat ISK kronis, obstruksi

sebelumnya (kalkulus). Penurunan haluaran urin, kandung kemih

penuh, rasa terbakar saat buang air kecil. Keinginan dorongan ingin

berkemih terus, oliguria, hematuria, piuri atau perubahan pola

berkemih.

13) Kebutuhan Aktivitas dan Latihan Kaji tentang pekerjaan yang

monoton, lingkungan pekerjaan apakah pasien terpapar suhu tinggi,

keterbatasan aktivitas misalnya karena penyakit yang kronis atau

adanya cedera pada medulla spinalis.

14) Kebutuhan Istirahat dan Tidur Kesulitan tidur karena mungkin

terdapat nyeri, cemas akan hospitalisasi.

15) Kebutuhan Persepsi dan Sensori Perkembangan kognitif klien dengan

kejadian di luar penampilan luar mereka.

16) Kebutuhan Kenyamanan Kaji episode akut nyeri berat, nyeri kolik,

lokasi tergantung pada lokasi batu misalnya pada panggul di regio

sudut costovertebral dapat menyebar ke punggung, abdomen dan

turun ke lipat paha genetalia, nyeri dangkal konstan menunjukkan

kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal, nyeri yang khas adalah

nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain, nyeri tekan

pada area ginjal pada palpasi.

17) Kebutuhan Personal Hygiene Kaji perubahan aktifitas perawatan diri

sebelum dan selama dirawat di rumah sakit.

18) Kebutuhan Informasi Pengetahuan pasien dan keluarga

tentang diet pada vesikolitiasis serta proses penyakit dan


26

penatalakasanaan.

19) Kebutuhan Konsep Diri Konsep diri pasien mengenai kondisinnya

20) Pengkajian Fisik

21) Status kesehatan umum Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara

bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda-tanda vital.

22) Pemeriksaan Kepala Bentuk kepala mesochepal.

23) Pemeriksaan Mata Pemeriksaan edema periorbital dan konjungtiva

apakah anemis.

24) Pemeriksaan Hidung Adanya pernapasan cuping hidung jika klien sesak

napas.

25) Pemeriksaan Telinga Fungsi pendengaran, kebersihan telinga, ada

tidaknya keluara

26) Pemeriksaan Gigi dan Mulut Kebersihan gigi, pertumbuhan gigi, jumlah

gigi yang tanggal, mukosa bibir biasanya kering, pucat.

27) Pemeriksaan Leher Adanya distensi vena jugularis karena edema seluruh

tubuh dan peningkatann kerja jantung.

28) Pemeriksaan Jantung Mungkin ditemukan adanya bunyi jantung abnormal,

kardiomegali.

29) Pemeriksaan Paru pengembangan ekspansi paru sama atau tidak. Suara

napas abnormal

30) Pemeriksaan Abdomen Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat

mual dan muntah. Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi massa,

pada beberapa kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.

31) Pemeriksaan Genitalia Pada pola eliminasiurine terjadi perubahan akibat

adanya hematuri, retensi urine, dan sering miksi

32) Pemeriksaan Ekstremitas Tidak ada hambatan pergerakan sendi pada saat

jalan, duduk dan bangkit dari posisi duduk, tidak ada deformitas dan
27

fraktur.
28

Menurut Muttaqin dan Sari (2011), Putri dan Wijaya (2013) dan Wijayaningsih

(2013) diagnosa keperawatan yang muncul untuk penderita batu saluran kemih

adalah:

33) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi atau dorongan

kontraksi uroteral, trauma jaringan, pembentukan edema, dan iskemia

seluler.

34) Retensi urin berhubungan dengan stimluasi kandung kemih oleh batu,

iritasi ginjal atau uretra, inflamasi atau obstruksi mekanis.

35) Ansietas berhubungan dengan prognosis pembedahan, tindakan infasi

diagnostik.

36) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

tentang proses penyakit dan perawatan rutin pasca operasi.


33

2.2. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan pada penderita sindrom nefrotik menurut Nurarif dan Kusuma (2013) dan Nurarif dan Kusuma

(2015) adalah :

Tabel 2.1

Intervensi Keperawatan

Rencana Tindakan Keperawatan


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)
Nyeri akut NOC: NIC:

Definisi : pengalaman sensori dan 1. Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri

emosional yang tidak menyenangkan yang Kriteria hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara

muncul akibat kerusakan jaringan yang  Melaporkan bahwa nyeri berkurang komperhensif termasuk lokasi,

aktual atau potensia ataudigambarkan dengan menggunakan manajemen karakteristik, durasi frekuensi,

dalam hal kerusakan sedemikian rupa nyeri kualitas dan factor presipitasi.

(international association for the study of  Mampu mengenali nyeri (skala, 2. Observasi reaksi nonverbal dari

pain) : awitan yang tib-tiba atau lambat intensitas, frekuensi dan tanda ketidaknyamanan.

dari intensitas ringan hingga berat dengan nyeri) 3. Gunakan teknik komunikasi

akhir yang dpat diantisipasi atau terapeutik untuk mengetahui


34

diprediksi dan berlangsung <6 bulan. 2. Pengendalian Nyeri pengalaman nyeri pasien.

Batasan karasteristik : Kriteria hasil: 4. Evaluasi pengalaman nyeri masa

 Perubahan selera makan  Mampu mengontrol nyeri (tahu lampau.

 Perubahan tekanan darah penyebab nyeri, mampu 5. Kontrol lingkungan yang dapat

 Perubahan frekwensi jantung menggunakan tehnik mempengaruhi nyeri seperti suhu

nonfarmakologi untuk mengurangi ruangan, pencahayaan dan


 Perubahan frekwensi pernapasan
nyeri, mencari bantuan kebisingan berulang).
 Laporan isyarat.
35

2.3.Implementasi Keperawatan

Setelah melakukan intervensi keperawatan, tahap selanjutnya

adalah mencatat intervensi yang telah dilakukan dan evaluasi respons

klien. Hal ini dilakukan karena pencatatan akan lebih akurat bila dilakukan

saat intervensi masih segar dalam ingatan. Tulislah apa yang diobservasi

dan apa yang dilakukan (Deswani, 2009).

Implementasi yang merupakan kategori dari proses keperawatan

adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang

diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan

keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2005).

2.4.Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Namun,

evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap dari proses perawatan. Evaluasi

mengacu pada penilaian, tahapan dan perbaikan. Pada tahap ini, perawat

menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil

atau gagal (Alfaro-Lefevre, 1994 dalam Deswani, 2009).

Pada tahap evaluasi, perawat dapat menemukan reaksi klien

terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan

apakah sasaran dari rencana keperawatan dasar mendukung proses

evaluasi. Selain itu juga dapat menetapkan kembali informasi baru yang

ditunjukkan oleh klien untuk mengganti atau menghapus diagnosa

keperawatan, tujuan atau intervensi keperawatan (Yura dan Walsh, 1988

dalam Deswani, 2009).


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Ralin Andari


NIM :2019.C.11a.1057
Ruang Praktek : -
Tanggal Praktek : 27 Juni 2021
Waktu Pengkajian :Pukul 10.00 WIB

A. Pengkajian
1. Identitas
 Klien
 Nama : Tn. J

 Umur : 53 tahun

 Jenis kelamin : Laki-laki

 Pendidikan : SMP

 Pekerjaan : Petani

 Status Perkawinan : Kawin

 Agama : Kristen

 Suku : Dayak

 Alamat : Palangka Raya

 Tanggal MRS : 26 Juni 2021

 Diagnosa Medis : Batu Saluran Kemih


 Penanggung

 Nama : Ny. M

 Hubungan dengan pasien : Istri

36
2. Riwayat Keluarga

 Genogram

 Keterangan Genogram

= Laki-laki

= perempuan

= Tinggal serumah

= keluarga yang sakit

= Hubungan keluarga

= Anggota keluarga yang meninggal

17,19,22,50 dan 53 = Umur

39
3.1 Status Kesehatan

3.1. 1 Keluhan utama (saat MRS dan saat ini)

1) Keluhan utama saat MRS : Klien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada

daerah perut bagian bawah tembus hingga belakang serta menyebar ke bagian

genitalia. Nyeri dirasakan terutama saat buang air kecil.

2) Keluhan utama saat pengkajian :Klien mengeluh nyeri pada perut bagian bawah

tembus hingga belakang

P (Propokatif) : Klien mengatakan nyeri bertambah parah ketika

buang air kecil

Q (Quality) : Klien mengatakan nyerinya seperti tertusuk-tusuk.

R (Radiation) : Klien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah

tembus belakang, menyebar kebagian genitalia

S (Severity) : Skala nyeri yang dirasakan 6 (sedang)

T (Time) : Klien mengatakan nyeri yang dirasakan hilang timbul

3) Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan penyakit saat ini

Pada tanggal 26 Juni klien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri

perut bagian bawah tembus hingga belakang serta menyebar kebagian

genitalia. Nyeri dirasakan 1 hari sebelum masuk rumah sakit terutama saat

buang air kecil. Saat dilakukan pengkajian tanggal 27 Juni pukul 10.00 WIB

klien mengeluh nyeri pada perut bagian bawah tembus hinga belakang.

Klien juga mengatakan setiap kali BAK kencingnya keluar sedikit- sedikit

dan berwarna kuning keruh tetapi tuntas meskipun terasa sakit.

4) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya Klien mengatakan tidak melakukan

upaya apa-apa untuk mengatasi sakitnya di rumah. Saat keluhan dirasakan klien

langsung memeriksakannya ke Puskesmas.

40
3.2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu

3.2.1 Penyakit yang pernah dialami

Klien mengatakan sebelumnya pernah dirawat RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka

Raya dengan keluhan yang sama sekitar 1 tahun yang lalu. Klien juga mengatakan

pernah berobat 6 bulan sebanyak 4 kali karena penyakit TBC . Pengobatan yang

terakhir sampai tuntas.

1. Pernah dirawat

Klien mengatakan sudah pernah dirawat di rumah sakit dengan keluhan yang

sama sekitar 1 tahun yang lalu

2. Riwayat alergi

Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi baik pada makanan maupun pada

obat-obatan

3. Riwayat Transfusi

Klien mengatakan ia tidak memiliki riwayat tranfusi

4. Kebiasaan :

1) Merokok, Klien mengatakan ia sudah lama berhenti merokok

2) Minum Kopi,Kl ien mengatakan tidak memiliki kebiasaan minum kopi

3) Penggunaan Alkohol, Klien mengatakan tidak memiliki kebiasaan minum-

minuman yang beralkohol

3. Riwayat Penyakit Keluarga

Klien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita penyakit yang sama

seperti yang ia rasakan

4. Diagnosa Medis dan Therapy

5.1 Diagnosa medis : BSK

5.2 Therapy yang diberikan pada tanggal 27 Juni 2021

 Infus RL 20 tpm (Makro drip)

41
 CiprofIoxacin 500 mg 2x1 tablet

 Ranitidin 150 mg 2x1 tablet

 Natrium Diklofenax 25 mg 2x1 tablet

 Alprazolam 0,5 mg 1x1 tablet

5. Pola Fungsi Kesehatan

1. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan

Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit ia tidak terlalu memperhatikan

kesehatannya tetapi setelah masuk rumah sakit klien mengatakan ternyata kesehatan

sangatlah penting dan saat sakit sangatlah tidak nyaman.

2. Nutrisi/metabolic

Klien mengatakan tidak ada masalah dengan kebiasaan makannya dimana frekuensi

makannya 2-3 x/hari dan porsinya selalu dihabiskan. Klien mengatakan air yang di

konsumsi di rumahnya banyak mengandung kapur. Klien mengatakan tiap hari minum 2 -

2,5 liter air/hari sebelum sakit.

3. Pola Eliminasi

Klien mengatakan ada gangguan pada buang air kecil (BAK) 1 hari sebelum masuk

rumah sakit dan tidak ada masalah pada buang air besar (BAB). Klien mengatakan

sering bolak-balik WC (> 10 kali/24 jam) untuk buang air kecil dan setiap kali BAK

kencingnya keluar sedikit- sedikit dan berwarna kuning keruh serta terasa sakit.

4. Oksigenasi

Klien tidak nampak terpasang oksigen

42
5. Pola tidur dan istirahat

Klien mengatakan sebelum sakit klien tidak mengalami susah tidur terutama pada malam

hari dimana klien biasa tidur 8 jam setiap harinnya tetapi pada saat sakit klien

mengatakan susah untuk memulai tidur dikarenakan memikirkan penyakit yang

dialaminnya.

6. Pola kognitif-perseptual

Klien sering menanyakan apakah penyakit yang dideritanya bisa disembuhkan dan klien

juga berpersepsi bahwa penyakitnya dapat disembuhkan dengan jalan lain selain proses

pembedahan misalnya dengan pengobatan tradisional.

7. Pola persepsi diri/konsep diri

Klien mengatakan sudah mengetahui informasi tentang penyakitnnya, tetapi klien merasa

cemas memikirkannya. Klien mengatakan yang terpenting sekarang adalah ia cepat

sembuh dan menjalani aktivitasnya seperti semula.

8. Pola seksual dan produksi, Klien mengatakan tidak ada masalah yang dirasakan terkait

seksualitas

9. Pola peran-hubungan, Klien mengatakan selama sakit tidak pernah lagi menjalankan

perannya sebagai penopang perekonomian keluarga seperti sebelum sakit.

10. Pola manajemen koping stress, Klien mengatakan sangat cemas dengan kondisi

kesehatannya saat ini, klien nampak gelisah dan sering ke meja perawat bertanya

mengenai kondisinya, klien berulang kali bertanya kepada perawat mengenai tindakan

operasi itu seperti apa.

11. Pola keyakinan-nilai, Klien mengatakan selama sakit tidak pernah lagi menjalankan

ibadahnya dan ibadahnya menjadi terganggu akibat penyakit yang dialaminya.

6. Riwayat Kesehatan dan Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum pasien lemah dengan tingkat kesadaran sadar sepenuhnya

(composmentis). Tanda-tanda vital: Tekanan darah: 150/90 mmHg, Nadi : 89

43
x/menit, Suhu : 36,7 oC, Pernapasan : 23 x/menit, BB : 62 , TB : 167, IMT : 62/1,67=

22,23

1. Kulit, Rambut, dan Kuku

Distribusi rambut pasien nampak lebat, Tidak ada lesi, kulit kepala

bersih, warna kulit coklat gelap, akral hangat, turgor kulit baik, tidak

ada oedem, warna kuku pink.

2. Kepala dan Leher

Bentuk kepala pasien simetris antara kiri dan kanan dan tidak tampak

ada lesi serta tidak ada deviasi trakea, tidak ada pembesaran pada

kelenjar tiroid dan KGB.

3. Mata dan Telinga

Klien tidak mengalami gangguan penglihatan dan tidak memakai kaca

mata, pupil klien nampak isokor, konjungtiva klien tidak nampak

anemis, sclera tidak ikterus, klien tidak mengalami gangguan

pendengaran dan tidak menggunakan alat bantu pendengaran.

4. Sistem Pernafasan, Tidak ada batuk dan sesak

 Inspeksi :
(+)
Pengembangan dinding dada simetris kiri-kanan /(+), deformitas tulang dada (-),

trakea tidak mengalami deviasi, frequensi pernapasan normal dan tidak

mengunakan otot bantu pernapasan.

 Palpasi :

Tidak ditemukan adanya benjolan dan masa. Taktil fremitus seirama. Nyeri tekan

(-)

 Perkusi :

Suara perkusi resonan dan tidak ada tanda-tanda penumpukan cairan

 Auskultasi :

44
Bunyi napas vesicular pada perifer paru, bunyi napas bronchial

diatas trachea, bunyi broncovesiculer (+) dan tidak ada bunyi

napas tambahan {crackles (-), whezing (-), mengi (-)}.

5. Sistem Kardiovaskuler Klien tidak mengalami nyeri dada dan palpitasi.

 Inspeksi :

Tidak nampak ada pembesaran vena jugularis dan bentuk dada

simetris antara kiri dan kanan serta tidak ada sianosis.

 Palpasi :

Tidak terdapat nyeri tekan dan ictus kordis teraba pada ICS 5

mid klavikula kiri, CRT < 3 detik, dan tekanan vena jugular

(jugularis venous pressure/JVP) 7 cmH2O.

 Perkusi :

Suara perkusi pekak pada ICS 4 dan 5 pada mid klavikula kiri.

 Auskultasi :

Tidak terdengar bunyi jantung tambahan, Bj1 dan Bj2 normal

(lub-dub). Bj1 terdengar bertepatan dengan teraba pulsase nadi

pada arteri carotis

45
7. Pemeriksaan Penunjang

Hasil laboratorium pada tanggal 27 Juni 2021

Tabel3.1 Pemeriksaan Penunjang

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Normal Unit


3
WBC 7,00 4.00-10.0 10 /µL
RBC 4,72 4.00-6.00 106/ml
HGB 12,7 12.00-16.00 g/dl
HCT 38,0 37.0-48.0 %
MCV 79,7 80-97.0 Fl
MCH 26,6 26-33.5 Pg
MCHC 33,4 31.5-35.0 Pg
3
PLT 263 150-400 10 /µL
Creatinine 0,9 0.7-1.2 mg/Dl
Glukosa 94 70-180 mg/dL
SGOT 38 <45 U/L
SGPT 38 <41 gr/dL
Ureum 23 19-44 mg/dL

46
B. Analisa Data

Analisa Data

Data Subjektif dan ETIOLOGI PROBLEM

Data objektif
DS : Faktor Ekstrinsik (Asupan air Nyeri Akut

1. Klien mengeluh nyeri pada perut mengandung kapur)

bagian bawah tembus hingga ↓

belakang dan menjalar ke bagian Proses kristalisasi dan agresi

genitalia substansi

DO : ↓

1. Tekanan darah : 150/90 mmHg Pengendapan batu

2. Skala nyeri 6 (sedang) ↓

3. Klien nampak meringis Pembentukan Batu Saluran

memegang perut bagian bawah Kemih

dan pinggang. ↓

4. Ada nyeri tekan pada perut Respon

bagian bawah dan pada area Obstruksi

pinggang. Penekanan pada saraf

5. Ada nyeri ketok pada pinggang ↓

bagian belakang Penekanan pada saraf

Mengaktifkan mediator kimia

(Histamin dan bradikinin)

Menstimulasi pelepasan

47
prostaglandin di hipotalamus

Nyeri dipersepsikan(nyeri

kolik)

Nyeri Akut
DS : Faktor Ekstrinsik (Asupan air Ansietas

 Klien mengatakan sudah mengandung kapur)

mengetahui informasi tentang ↓

penyakitnnya Proses kristalisasi dan agresi

48
Pathway Kasus

Faktor Ekstrinsik (Asupan air


mengandung kapur)

Proses kristalisasi dan agresi substansi

Pengendapan
batu
Pembentukan batu saluran kemih

Respon Obstruksi
Perubahan
Hambatan
status
aliran
Penekanan pada urine kesehatan
saraf
Ansietas
Gangguan eliminasi
Mengaktifkan urine
mediator
kimia (Histamin dan
bradikinin)

Menstimulasi pelepasan
prostaglandin di
hipotalamus
Nyeri dipersepsikan(nyeri
kolik)

Nyeri Akut

49
C. Diagnosa Keperawatan (Berdasarkan Prioritas)

Tabel 3.4

Diagnosa Keperawatan (Berdasarkan Prioritas)

Tanggal No Diagnosa Kepeawatan Kode


25/8/2021 1 Nyeri akut berhubungan dengan respon obstruksi 00132

batu pada ginjal ditandai dengan:

Data Subyektif :

 Klien mengeluh nyeri pada perut bagian

bawah tembus hingga belakang dan menjalar

ke bagian genitalia

Data Obyektif :

 Tekanan darah : 150/90 mmHg

 Skala nyeri 6 (sedang)

 Klien nampak meringis memegang perut

bagian bawah dan pinggang.

 Ada nyeri tekan pada perut bagian bawah

dan pada area pinggang.

 Ada nyeri ketok pada pinggang bagian

belakang
25/7/2021 2 Gangguan Eliminasi Urin berhubungan dengan 00016

pembentukan batu saluran kemih ditandai

dengan :

Data subyektif :

 Klien mengatakan sering bolak-balik WC (>

10 kali/24 jam) untuk buang air kecil

50
 Klien mengatakan setiap kali BAK kencingnya

keluar sedikit-sedikit dan berwarna kuning

keruh tetapi tuntas meskipun terasa sakit.

Data obyektif :

 Urine tampak kuning keruh

 Kandung kemih tidak teraba


25/7/2021 3 Ansietas berhubungan dengan perubahan status 00146

kesehatan ditandai dengan :

Data Subyektif :

 Klien mengatakan sudah mengetahui

informasi tentang penyakitnnya

 Klien mengatakan sangat cemas dengan

kondisi kesehatannya saat ini

51
Tanggal No Diagnosa Kepeawatan Kode
 Klien sering bertanya pada perawat tentang

kondisinya.

 Klien mengatakan susah untuk memulai tidur

dikarenakan memikirkan penyakit yang

dialaminnya.

Data Obyektif :

 Tekanan darah : 150/90 mmHg

 Klien sering menanyakan apakah penyakit

yang dideritanya bisa disembuhkan.

 Klien nampak gelisah dan sering ke meja

perawat bertanya mengenai kondisinya

 Klien berulang kali bertanya kepada perawat

mengenai tindakan operasi.

52
D. Intervensi Keperawatan

Nama Klien : Tn. J


Hari / Tgl : Minggu, 27 Juli 2021
No. RM : 48 05 36
Ruang Rawat : Ruang Mawar
Tabel3.5.

Intevensi Keperawatan

Rencana Tindakan Keperawatan


Tujuan/Kriteria Hasil Tindakan Rasional
Hr/Tgl Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)
Rabu Nyeri akut NOC: NIC:

25/7/2021 berhubungan Tingkat nyeri Manajemen Nyeri 1. Membantu mengevaluasi

dengan respon obstruksi Kriteria : Berat 1, cukup 10.melakukan pengkajian tempat obstruksi dan

batu pada ginjal ditandai berat 2, sedang 3, ringan nyeri secara komperhensif kemampuan gerakan

dengan: Data Subyektif : 4, tidak ada nyeri 5 termasuk lokasi, kalkulus. Nyeri panggul

 Klien mengeluh nyeri 1. Nyeri dilaporkan (4) karakteristik, durasi sering menyebar ke

pada perut bagian 2. Mengerang dan frekuensi, kualitas dan punggung, lipat paha,

bawah tembus hingga meringis (4) factor presipitasi. genitalia sehubungan

belakang. 3. Ekspresi nyeri waja 11.observasi adanya dengan proksimitas saraf

Data Obyektif : (4) petunjuk nonverbal plektus dan pembuluh


57
 Tekanan darah : 150/90 4. Tidak bisa istrirahat mengenai darah yang menyuplai

mmHg (5) ketidaknyamanan area lain. Nyeri tiba-tiba

 Skala nyeri 6 (sedang) 12. mengendalik dan hebat dapat

 Klien nampak meringis an faktor mencetuskan ketakutan,

memegang perut lingkungan gelisah, ansietas berat.

bagian bawah dan yang dapat 2. Bermanfaat dalam

pinggang. mengenali adanya nyeri ;

 Ada nyeri tekan pada akan tetapi, isyarat yang

perut bagian bawah dan

pada area pinggang.

 Ada nyeri ketok

pada

58
E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Nama Klien : Tn. J


Hari / Tgl : Minggu, 27 Juli 2021
No. RM : 48 05 36
Ruang Rawat : Mawar
Tabel 3.6

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Hari/Tgl Kode Dx. No


Tindakan Keperawatan Evaluasi
/Jam Keperawatan Dx
Rabu 1.Monitor tanda-tanda vital Kamis, 26 Juli 2018 (jam 07.30)

25/7/2021 Hasil : S:

11.00 Tekanan darah: 150/90 mmHg 00132+00146 1.  Klien mengatakan perutnya masih

Nadi : 89 x/menit sakit tembus hingga belakang


o
Suhu : 36,7 C terutama saat ia BAK, nyerinya

Pernapasan : 23 x/menit hilang timbul dan rasanya seperti

1. Lakukan pengkajian nyeri secara tertusuk-tusu

komperhensif termasuk lokasi, O:

 Tekanan darah: 160/90 mmHg

11.06 00132  Skala nyeri 5

59
Hari/Tgl Kode Dx. No
Tindakan Keperawatan Evaluasi
Evaluas
/ Jam Keperawatan Dx
i
karakteristik, durasi frekuensi, kualitas  Klien nampak meringis
Nadi : 84 x/menit masih sakit terutama saat ia
dan faktor presipitasi. memegang perut bagian bawah
Suhu : 36,6 oC BAK, nyerinya seperti tertusuk-
Hasil : dan pinggang.
Pernapasan : 25 x/menit tusuk dan menjalar hingga
Klien mengeluh nyeri pada perut bagian A:
2. Lakukan pengkajian nyeri secara kemaluannya
bawah tembus hingga belakang. Nyeri  Masalah nyeri belum teratasi
07.50 komprehensif termasuk 00132
O:
bertambah parah ketika buang air kecil, P : Intervensi dilanjutkan
lokasi, karakteristik, durasi frekuensi,
 Tekanan darah: 460/90 mmHg
nyei seperti tertusuk-tusuk dan sering  Lakukan pengkajian nyeri secara
kualitas dan faktor presipitasi.
menjalar hingga genitalia. Dengan skala  Skala nyeri 3
Hasil : Klien mengatakan perutnya masih komperhensif termasuk lokasi,

nyeri 6 dan nyerila hilang timbu  Klien nampakdurasi


karakteristik, menunjuk area
frekuensi,
sakit terutama saat ia BAK, nyerinya
3. Observasi reaksi nonverbal dari yang nyeri
kualitas dansaat BAK
factor presipitasi.
seperti tertusuk-tusuk dan menjalar hingga
ketidaknyamanan.
11.10 kemaluannya, skala nyeri 3 dan nyeri 00132 A: Observasi reaksi nonverbal dari

Hasil : ketidaknyamanan
hilang timbul  Masalah nyeri teratasi
Klien nampak meringis memegang perut  Observasi tanda-tanda vital.
3. Observasi reaksi nonverbal dari
bagian bawah dan pinggang. P:
ketidaknyamanan.  Kontrol lingkungan yang dapat
4. Mengajarkan tentang teknik non  Intervensi dihentikan
Hasil : Klien nampak menunjuk area yang mempengaruhi nyeri seperti suhu
07.50 00132
farmakologi (Teknik nafas dalam)
nyeri saat BAK S: ruangan, pencahayaan dan
Hasil : Klien Nampak mengikuti apa
11.30 4. Menganjurkan klien untuk melakukan 00132+00146  kebisingan
Klien berulang).
mengatakan pagi ini BAK
yang diajarkan (teknik relaksasi nafas
teknik non farmakologi di rumah bila  Kaji tipe
baru danwarna
1 kali, sumber nyerikuning,
urine untuk
dalam dan distraksi)
nyeri (Teknik nafas dalam dan distraksi) 60 2 menentukan
klien intervensi.
mengatakan saat BAK
5. Menganjurkan klien untuk meningkatkan
Hasil : Klien mengatakan ia akan  masih terasa
Ajarkan nyeri
tentang teknik non
08.00 00132+00146
istirahat.
65

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun hasil asuhan keperawatan kepada klien yang didapatkan dari

pengkajian, penegakkan diagnosa keperawatan, menentukan rencana

keperawatan, melakukan implementasi dan evaluasi, yaitu :

1. Pengkajian

Berdasarkan pengkajian pada Tn. J tanggal 25 Juli pukul 11.00 WIB

dengan batu saluran kemih diperoleh data yang tidak jauh berbeda dengan

manifestasi klinis dari penyakit batu saluran kemih yaitu nyeri pada daerah

pinggang tembus hingga belakang, nyeri dapat berupa nyeri tekan atau nyeri

ketok pada daerah arkus kosta, warna urine kuning keruh dan batu nampak

pada pemeriksaan pencitraan

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil data pengkajian yang telah dilakukan, dirumuskan

diagnosa keperawatan pada Tn.J dengan batu saluran kemih yang sesuai

dengan teori yaitu nyeri akut berhubungan dengan respon obstruksi batu pada

ginjal, ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, sedangkan

diagnosa gangguan eliminasi urine berhubungan dengan pembentukan batu

saluran kemih tidak terdapat pada teori.


66

3. Rencana Keperawatan

Dalam membuat rencana keperawatan disesuaikan dengan diagnosa yang

ditegakkan sehingga mendapatkan tujuan yang diinginkan. Tidak ada

kesenjangan rencana keperawatan antara teori dan kasus untuk setiap diagnosa

yang sama.

4. Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan pada pasien dilakukan sesuai rencana pada teori.

Tidak semua tindakan yang direncanakan dilakukan karena penulis dalam

melakukan tindakan lebih mengutamakan tindakan prioritas dalam proses

pengobatan dan penyembuhan pasien dan juga disesuaikan dengan kondisi,

situasi, dan perubahan yang dialami pasien.

5. Evaluasi Keperawatan

Klien di pulangkan karena kondisinya telah membaik dan disarankan

untuk kembali melakukan kontrol. Maka penulis memberikan health

education mengenai menganjurkan kepada klien untuk selalu melakuan teknik

relaksasi napas dalam ketika nyeri kembali dirasakan dan ketika merasa cemas

dan menganjurkan klien untuk selalu meningkatkan istirahat, juga

menganjurkan pada klien untuk selalu mengkonsumsi air yang cukup dan

menganjurkan keluarga untuk selalu menemani klien serta mengkonsumsi

obat yang diberikan sesuai dengan instruksi.


67

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah ada maka penulis memberi beberapa saran,

antara lain :

1. Bagi Instansi Rumah Sakit

Sebagai RSU Bahteramas Sulawesi Tenggara, untuk meningkatkan mutu

pelayanan keperawatan yang ditunjang dengan pengadaan fasilitas- fasilitas yang

memadai berkaitan dengan pasien batu saluran kemih.

2. Bagi perawat

2.1 Diharapkan dalam melakukan pengkajian hendaknya menjalin hubungan kerja

sama yang baik antara klien dan perawat, agar data yang diperoleh sesuai

dengan kondisi klien. Diharapkan dalam perumusan masalah sesuai dengan

data yang diperoleh dari klien. Dapat mengaplikasikan semua rencana dalam

melaksanakan tindakan keperawatan. Kemudian dapat memperoleh evaluasi

sesuai yang diharapkan sebelumnya.

2.2 Diharapkan kepada perawat untuk dapat memberikan Health Education pada

pasien terkait hal-hal yang berhubungan dengan penyakitnya, sehingga mampu

mengurangi tingkat stres hospitalisasi.

3. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan agar lebih membekali mahasiswa didiknya tentang pembuatan

asuhan keperawatan baik itu yang terkait penyakit vesikolitiasis maupun penyakit-

penyakit lainnya.
68
69

4. Bagi klien dan keluarga klien

Diharapkan keterlibatan dan kerja sama antara klien dan keluarga klien

dengan perawat dalam proses keperawatan. Sehingga didapatkan proses

keperawatan yang berkesinambungan, cepat dan tepat kepada klien.

5. Bagi Mahasiswa

Untuk mahasiswa yang akan melakukan studi kasus selanjutnya agar

lebih memeperhatikan dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang sesuai

dengan data yang diperoleh pada saat pengkajian.


70

DAFTAR PUSTAKA

BLUD RSU Bahteramas. 2015. Profil BLUD RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara Tahun 2013-2015. Kendari (Tidak dipublikasikan).

Buntaram dkk, 2014. Hubungan Angka Kejadian Batu Saluran Kemih Pada

Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Al-Islam Tahun 2014. Universitas

Islam Bandung ( Tidak di publikasikan)

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC

Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta: Salemba

Medika

Marya. 2013. Buku Ajar Patofisiologi. Tanggerang Selatan : Binarupa Aksara

Muslim, Rifki. 2007. Batu Saluran Kemih Suatu Problem Gaya Hidup dan Pola

Makan serta Analisis Ekonomi pada Pengobatannya. Pidato

Pengukuhan. Diucapkan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru

Besar Ilmu Bedah Fak. Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang,

3 Maret 2007.

Muttaqin A & Sari K, 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan System Perkemihan.

Jakarta : Salamba Medika.

Nahdi, 2013. Nefrolithiasis dan Hidronefrosis Sinistra dengan Infeksi Saluran

Kemih Atas. Lampung. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

NANDA International. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi & Klasifikasi

2012-2014. Jakarta : EGC

Nurjannah dan Tumanggor Roxsana. 2016. Nursing Interventions Classification

(NIC). Edisi Bahasa Indonesia. Edisi keenam. Yogyakarta.


71

Mocomedia

Nurjannah dan Tumanggor Roxsana. 2016. Nursing Outcomes Classification

(NOC). Edisi Bahasa Indonesia. Edisi kelima. Yogyakarta.

Mocomedia

Nurlina. 2008. Faktor-faktor risiko kejadian batu saluran kemih pada laki-

laki. (Studi kasus di RS. Dr. Kariadi, RS Roemani, dan RSI Sultan

Agung Semarang. Semarang

Potter & Perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. EGC, jakarta

Putri & Wijaya. S.A. 2013. KMB I Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan

dewasa). Yogyakarta : Nuha Medika

Rais. 2015. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah “Vesikolitiasis” Pada Tn. A di

Ruang Asoka BLUD RSU Bahteramas Provinsi sulawesi Tenggara

2015. Kendari. Avicenna

Rubenstein, dkk.2007. Lecture Notes. Kedokteran Klinis. Edisi Keenam.

Erlangga. Jakarta

Saputra. 2014. Organ system: Visual Nursing, Genitourinaria. Tangerang selatan :

Binarupa Aksara Publisher

Saputra dan Dwisang Evi. 2014. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat dan

Paramedis. Tangerang selatan : Binarupa Aksara Publisher

Sloane Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC

STIK Avicenna. 2016. Buku Panduan Seminar Keperawatan Program Studi Ners.

Kendari : SULTRA

Suharyanto & Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan

System Perkemihan. Jakarta : Transinfo Media.

Syaifuddin, 2009. Anatomi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan edisi 2.

Jakarta : Salemba Medika

Wardani F.A.M, 2014. Hubungan Batu Saluran Kemih dengan Penyakit Ginjal
72

Kronik Di Rumah Sakit An-Nur Yogyakarta Periode Tahun 2012-

2013. Yogyakarta (Tidak Di Publikasikan).

Wijayaningsi. S. K. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info

Media

Willkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : diagnosis

NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil / NOC. Alih bahasa : Est

Wahyuningsih, editor edisi bahasa Indonesia: Dwi Widiarti. Edisi 9. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai