Anda di halaman 1dari 146

PENGALAMAN ADAPTASI PASIEN KANKER KOLOREKTAL

TERHADAP STOMA DI KOTA PADANG

TESIS

OLEH:
FIRA FIRDAUSIA
NIM. 1821312012

PROGRAM STUDI S2 KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS KEPERAWATAN - UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG 2021
TESIS

PENGALAMAN ADAPTASI PASIEN KANKER KOLOREKTAL


TERHADAP STOMA DI KOTA PADANG

Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Magister Keperawatan

OLEH:

FIRA FIRDAUSIA
1821312012

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTASKEPERAWATAN-UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG 2021

ii
1 PANITIA SIDANG TESIS

iii
2 hhALAMAN pENGESAHAN

iv
3 LEMBAR PENGESAHAN

v
4 HALAMAN ORISINALITAS

vi
PROGRAM STUDI S2 KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS

Tesis, Januari 2021


Fira Firdausia

Pengalaman Adaptasi Pasien Kanker Kolorektal terhadap Stoma di Kota


Padang

xvi + 98 hal + 13 lampiran + 2 skema + 6 gambar

Abstrak

Pasien kanker kolorektal memiliki berbagai dampak setelah pemasangan stoma


seperti iritasi kulit, masalah dengan bau dan ketakutan akan kebocoran kantong
yang akan mempengaruhi kehidupan sehari – hari. Pasien harus mampu beradaptasi
dengan situasi baru akibat stoma sehingga bisa menjalani aktivitas keseharian
seperti biasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman adaptasi
pasien kanker kolorektal terhadap stoma. Penelitian dilakukan dengan desain
kualitatif pendekatan grounded theory dengan wawancara semi terstruktur pada
enam orang partisipan yang diambil secara purposive dengan kriteria telah
terpasang stoma selama 4 bulan lebih di Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang.
Setelah data dikumpulkan, kemudian dilakukan proses analisis data menggunakan
grounded theory yaitu dengan melakukan open coding, axial coding dan selective
coding. Hasil penelitian didapatkan kategori inti yaitu adaptasi pasien terhadap
stoma berdasarkan teori adaptasi Roy dengan dua selective coding yaitu dampak
stoma sebagai stimulus dengan axial coding dampak fisik (gangguan nutrisi,
pembatasan aktivitas, perubahan fisik dan adanya ketidaknyamanan), dampak
psikososial (harga diri rendah, adanya isolasi sosial dan gangguan citra tubuh), dan
dampak spiritual (gangguan ibadah dan perasaan berdosa). Selective coding yang
kedua yaitu mekanisme koping yang dilakukan dengan axial coding strategi
mengatasi dampak fisik (strategi nutrisi, merawat stoma, dan strategi mengatasi
ketidaknyamanan), strategi mengatasi dampak spiritual (penerimaan dan keinginan
untuk beribadah) serta adanya dukungan sosial yang membantu mengatasi dampak
psikososial (dukungan keluarga, teman, tenaga kesehatan, dan ostomet). Penelitian
ini menunjukkan proses adaptasi pada pasien kanker kolorektal terhadap stoma
sehingga bisa menjalani kehidupan dengan kualitas yang lebih baik.

Kata Kunci : adaptasi, kanker kolorektal, stoma


Daftar Pustaka : 81 (1990-2020)

vii
NURSING POST GRADUATE PROGRAM
SPECIALTY OF MEDICAL SURGICAL NURSING
FACULTY OF NURSING ANDALAS UNIVERSITY

Thesis, January 2021


Fira Firdausia

Adaptation experience of colorectal cancer patients to ostomy in Padang

xvi + 98 pages + 2 schemes + 13 appendices + 6 pictures

ABSTRACT

Colorectal cancer patients have various impacts after the colostomy such as skin
irritation, problems with odors, and fear of pouch leaks that will affect daily life.
Patients must be able to adapt to new situations due to stoma so that they can
undergo daily activities as usual. This study aims to explore the experience of
colorectal cancer patients' adaptation to the stoma. The research was conducted with
a qualitative design of grounded theory approach with semi-structured interviews
on six participants who were taken purposively with criteria to have stoma for more
than 4 months at Dr.M. Djamil Padang Hospital. After the data is collected, then
the data analysis process using grounded theory is done by doing open coding, axial
coding, and selective coding. The results of the study obtained a core category of
patient adaptation to stoma based on Roy's adaptation theory with two selective
codings, namely the impact of stoma as a stimulus with axial coding physical impact
(nutritional disorders, restriction of activity, physical changes, and discomfort),
psychosocial impact (low self-esteem, social isolation, and impaired body image),
and spiritual impact (disturbance of worship and feelings of sin). The second
selective coding is the coping mechanism that is done by axial coding strategies to
overcome physical impacts ( nutrition strategies, treating stomas, and strategies to
overcome discomfort), strategy overcome spiritual impacts (acceptance and desire
to worship), and the presence of social support that helps overcome psychosocial
impacts (support of family, friends, health workers, and ostomates). This study
shows the process of adaptation in colorectal cancer patients to stoma so that they
can live life as usual.

Keywords : adaptation, colorectal cancer, ostomy


Referrences : 81 (1990 – 2020)

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan karuniaNya kepada kita semua. Shalawat dan salam dikirimkan kepada Rasul

Allah, Muhammad SAW. Alhamdulillahirabil’alamin, peneliti telah dapat

menyelesaikan penyusunan tesis dengan judul “Pengalaman Adaptasi Pasien

Kanker Kolorektal terhadap Stoma di Kota Padang”.

Peneliti menyampaikan ucapan terima kasih tak terhingga atas segala bimbingan

dan dukungan dari berbagai pihak sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Ibu Hema Malini,S.Kp., MN., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas.

2. Ibu Dr. Rika Sabri, M.Kes., Sp.Kep.Kom selaku Ketua Program Studi S2

Keperawatan Universitas Andalas.

3. Bapak dr. Avit Suchitra, Sp.B., KBD selaku Pembimbing I yang telah

memberikan dukungan, saran, bimbingan dan arahan dalam penyelesaian

tesis ini.

4. Ibu Ns. Leni Merdawati, M.Kep selaku Pembimbing II yang telah

memberikan dukungan, saran, bimbingan dan arahan dalam penyelesaian

tesis ini.

5. Ibu Dr. Yulastri Arif, M.Kep sebagai Ketua Sidang Tesis yang telah

memberikan saran, dukungan serta arahan dalam penyelesaian tesis ini.

ix
6. Ibu Hema Malini, S.Kp., MN., Ph.D sebagai Penguji I, Ibu Elvi Oktarina,

M.Kep, Ns.Sp.Kep.MB sebagai Penguji II, dan Ibu Ns. Rika Fatmadona,

M.Kep, Sp.Kep.MB sebagai Penguji III yang telah memberikan saran,

dukungan dan arahan dalam penyelesaian tesis ini

7. Staf RSUP Dr.M. Djamil Padang dan semua pihak yang terkait dengan

pemberian informasi dan arahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

8. Seluruh Dosen dan Staf tenaga pendidik di Fakultas Keperawatan

Universitas Andalas dalam memberikan bantuan sehingga penyususnan

tesis ini dapat diselesaikan dengan baik

9. Kepada kedua orang tua (alm papa dr. Julius Djamil, Sp.S dan mama

Gusmaniar) dan anak – anak (Muhammad Aqsha dan Salma Haura)

10. Senior dan teman – teman angkatan 2018 Magister Ilmu Keperawatan

Universitas Andalas.

Peneliti sangat menyadari dengan keterbatasan dan kemampuan peneliti dalam

menulis tesis ini, oleh karena itu masukan yang membangun sangat peneliti

harapkan. Semoga tesis ini dapat menjadi langkah awal dan bermanfaat dalam

menambah ilmu serta wawasan.

Padang, Januari 2021

Peneliti

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii


PANITIA SIDANG TESIS ................................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. v
HALAMAN ORISINALITAS ............................................................................ vi
ABSTRAK ........................................................................................................ vii
ABSTRACT ....................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR SKEMA ........................................................................................... xiv
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 11
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 11
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 11
1.4.1. Bagi Institusi Pelayanan Keperawatan .................................... 11
1.4.2. Bagi Pendidikan Keperawatan ................................................ 12
1.4.3. Bagi Penelitian Keperawatan .................................................. 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 13


2.1 Kanker Kolorektal ............................................................................ 13
2.1.1 Definisi ................................................................................... 13
2.1.2 Etiologi ................................................................................... 13
2.1.3 Manifestasi Klinis ................................................................... 15
2.1.4 Patofisiologi ............................................................................ 16
2.1.5 Penatalaksanaan Pada Kanker Kolorektal ................................ 18
2.2 Adaptasi ........................................................................................... 31
2.2.1 Mekanisme Adaptasi Sister Callista Roy ................................. 32
2.2.2 Adaptasi terhadap kejadian hidup ............................................ 34

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 39


3.1 Jenis Peneitian.................................................................................. 39
3.2 Partisipan ......................................................................................... 39
3.3 Tempat Penelitian............................................................................. 41
3.4 Waktu Penelitian .............................................................................. 41
3.5 Etika Penelitian ................................................................................ 41
3.6 Alat Pengumpul Data ....................................................................... 43
3.7 Metode dan Prosedur Pengumpulan Data ......................................... 43

xi
3.8 Analisa Data..................................................................................... 46
3.9 Keabsahan Data................................................................................ 49

BAB 4 HASIL PENELITIAN ............................................................................ 52


4.1. Gambaran Penelitian ........................................................................ 52
4.1.1. Gambaran Tempat Penelitian.................................................. 52
4.1.2. Karakteristik partisipan .......................................................... 52
4.2. Analisa Data: Selective Coding dan Open Coding............................. 55
4.2.1. Dampak stoma sebagai stimulus ............................................. 55
4.2.2. Strategi Koping ...................................................................... 59
4.2.3. Adaptasi ................................................................................. 66

BAB 5 PEMBAHASAN .................................................................................... 67


5.1. Interpretasi Hasil Penelitian .............................................................. 67
5.1.1. Dampak stoma sebagai stimulus ............................................. 67
5.1.2. Mekanisme Koping ................................................................ 75
5.1.3. Adaptasi pada pasien kanker kolorektal terhadap stoma .......... 85
5.2. Keterbatasan Penelitian .................................................................... 87
5.3. Implikasi Hasil Penelitian ................................................................. 88

BAB 6 PENUTUP ............................................................................................. 89


6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 89
6.2. Saran ................................................................................................ 90
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 92

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Iritasi Kuteneus.......... ................................................................... 22


Gambar 2.2 Nekrosis Stoma.......... ................................................................... 23
Gambar 2.3 Hernia Parastoma....... ................................................................... 24
Gambar 2.4 Prolap Stoma................................................................................. 25
Gambar 2.5 Retraksi Stoma.............................................................................. 25
Gambar 2.6 Sistem Adaptasi Manusia.............................................................. 32

xiii
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Model Adaptasi Roy.................................................................35

Skema 3.1 Skema Proses Pengembangan Grounded Theory......................49

xiv
DAFTAR ISTILAH

FAP : Familial Adenomatosus Polyposis

APC : Adenomatous Polyposis Coli

HNPCC : Hereditary Non Polyposis Colorectl Cancer

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Matrik Hasil Penelitian


Lampiran 2 : Kategori Inti
Lampiran 3 : Izin Penelitian Fakultas Keperawatan UNAND
Lampiran 4 : Izin Penelitiaan RSUP Dr. M. Djamil Padang
Lampiran 5 : Izin Uji Etik Fakultas Keperawatan UNAND
Lampiran 6 : Ethical Clearance
Lampiran 7 : Pedoman Wawancara
Lampiran 8 : Permohonan Menjadi Partisipan
Lampiran 9 : Informed Consent
Lampiran 10 : Lembar Konsultasi Pembimbing I
Lampiran 11 : Lembar Konsultasi Pembimbing II
Lampiran 12 : Jadwal Penelitian
Lampiran 13 : Daftar Riwayat Hidup

xvi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker koloretal merupakan penyakit kanker terbanyak ketiga di seluruh

dunia (10,2%) dan penyebab kematian kedua terbesar. Sebanyak 1,8 juta

kasus baru, diperkirakan 881.000 kematian terjadi pada tahun 2018 (Bray,

Ferlay, & Soerjomataram, 2018). Di Indonesia kanker kolorektal

merupakan salah satu jenis kanker terbanyak, dengan peningkatan jumlah

pederita setiap tahunnya dan lebih sering ditemukan pada pria (Sulo et al.,

2017). Angka kejadian kanker kolorektal di Indonesia adalah 12,8 per

100.000 penduduk usia dewasa, dengan angka kematian 9,5% dari seluruh

kanker. Sumbar menempati urutan kedua prevalensi kanker berdasarkan

diagnosis dokter sebanyak 2,47 permil (Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2018).

Kanker kolorektal adalah keganasan yang berasal dari kolon yang

merupakan bagian terpanjang dari usus besar dan rektum yang merupakan

bagian terakhir dari usus besar sebelum anus (Komite Penanggulangan

Kanker Nasional, 2017). Etiologi kanker kolorektal tidak diketahui secara

pasti, namun makanan menjadi faktor utama berkembangnya carcinoma

pada usus besar seperti diet tinggi lemak yang tidak ditunjang dengan

asupan buah dan sayur yang adekuat (Black & Hawks, 2014). Kebanyakan

pasien kanker kolorektal membutuhkan kolostomi yaitu suatu prosedur

1
2

yang menyambungkan kolon dengan stoma pada kulit di abdomen sebagai

tempat keluarnya bahan fekal dan kemudian dipasang kantong pada stoma

dengan bantuan perekat khusus untuk mengumpulkan fekal (American

Cancer Society, 2017).

Kolostomi dilakukan dengan dua tujuan utama yaitu diversi kolon dan

dekompresi kolon. Diversi dilakukan untuk melindungi bagian distal usus

besar dari kontaminasi fekal dan komplikasinya, sedangkan dekompresi

dilakukan untuk melepaskan obstruksi usus besar (Abebe, Engida,

Ayelign, Mahteme, & Aida, 2016). Terdapat dua tipe intestinal stoma yaitu

loop atau double – barelled stoma yang dilakukan dengan loop usus ke

permukaan dan membuat stoma proksimal (tempat keluarnya fekal) dan

distal, tipe kedua adalah end stoma dibentuk dari bagian akhir usus besar

proksimal yang dibagi dan biasanya melibatkan kolon sigmoid dan

diposisikan pada fossa iliaka kiri. Segmen usus besar yang sakit diangkat

dan bagian proksimal yang masih sehat dan memiliki perfusi baik

digunakan untuk membentuk end colostomy (Pine & Stevenson, 2014).

Prosedur pembuatan stoma memiliki beberapa komplikasi yang secara

umum bisa dikelompokkan menjadi komplikasi yang terjadi segera setelah

prosedur dilakukan dan yang terjadi belakangan. Komplikasi yang

mungkin terjadi segera setelah komplikasi antara lain iskemia/nekrosis,

retraksi, separasi mucocutaneus, dan abses parastomal, sedangkan yang

mungkin terjadi setelah 30 hari adalah hernia parastomal, prolaps, retraksi


3

dan varises (Krishnamurty, Blatnik, & Mutch, 2017). Kolostomi

mengakibatkan banyak perubahan dan tantangan dalam menjalani

kehidupan sehari – hari pada pasien seperti perawatan stoma, kendala

dalam bekerja, dan gangguan dalam mengerjakan rutinitas. Pasien terus

memikirkan ketidaknyamanan kolostomi dengan afek yang negatif,

permasalahan ekonomi dan cara merawat stoma. Penelitian terhadap

pengalaman pasien pada masa pre operatif menunjukkan adanya beberapa

tahap yang dilalui oleh pasien antara lain fase resisten, dimana pasien

merasa tidak nyaman dan mengkhawatirkan stoma. Fase kedua yaitu mulai

timbul keragauan dan pasien mencari dukungan serta fase ketiga yaitu

persetujuan untuk menjalani pembuatan stoma (Zhang, Kam, Wong, &

Zheng, 2017).

Pasien dengan kolostomi permanen harus bertahan hidup dengan keadaan

dimana pasien harus merawat luka stoma, membersihkan kantongnya,

menghindari kebocoran, bau, dan mencegah terjadinya iritasi. Terdapat

beberapa batasan yang dialami oleh pasien antara lain batasan aktivitas

sehari – hari, batasan dalam hubungan pernikahan dan sosial, perasaan

negatif, kesulitan finansial seiring dengan peningkatan kebutuhan hidup,

adanya perubahan kebutuhan fisik dan istirahat serta tantangan terhadap

komplikasi yang mungkin terjadi (Alwi & Asrizal, 2018). Penelitian lain

mengatakan bahwa pasien dengan stoma melaporkan kesulitan dalam

bekerja dan status sosial dengan citra tubuh dan fungsi stoma. Penelitian

ini menggambarkan fungsi stoma yang menjadi perhatian pasien antara


4

lain menemukan tempat privasi untuk membersihkan kantung, masalah

dengan kebocoran, dan iritasi kulit (Liao & Qin, 2014).

Pasien dengan stoma memiliki keterbatasan dalam pilihan jenis makanan,

pasien memilih untuk memakan bubur dan menghindari makanan yang

berbumbu serta pedas sehingga menurunkan nafsu makan pasien yang

akan berakibat penurunan kesehatan. Keterbatasan lainnya yang dirasakan

oleh pasien adalah dalam melaksanakan ibadah karena adanya kantong

kolostomi mengakibatkan distress spiritual, pertentangan batin antara

perasaan tidak suci untuk beribadah dan keinginan untuk tetap

menjalankan ibadah (Rangki, Ibrahim, & Nuraeni, 2014). Perubahan

kualitas hidup dan kesejahteraan secara subyektif dimulai saat pasien

menyadari adanya gas atau bau yang keluar dari stoma dan pada saat

beberapa komplikasi mulai muncul seperti dermatitis yang menimbulkan

nyeri. Kebanyakan pasien merasa malu sehingga menarik diri dari

aktivitas sosial (Salomé, Almeida, & Silveira, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Palomero (2018) menyebutkan bahwa

pasien dengan stoma memiliki pandangan terhadap penyakitnya dimana

mereka merasa takut akan kematian dan kesakitan serta merasa takut tidak

bisa berperan lagi didalam komunitas, selain itu pasien dengan stoma juga

memiliki persepsi sendiri terhadap citra diri, berpikir bahwa tubuh mereka

berbeda dari umumnya dan menderita karena pandangan dari lingkungan

sosial.
5

Penelitian yang menggali kebutuhan aktif secara fisik pada pasien dengan

stoma menunjukkan adanya motivasi untuk terlibat dalam aktivitas fisik

karena keinginan untuk meningkatkan kesehatan fisik, namun terhambat

adanya tantangan mengenai stoma seperti emisi gas, kebocoran kantong,

dan bau yang akan mengganggu dalam aktivitas fisik (Saunders & Brunet,

2018). Penelitian mengenai dampak kolostomi pada kehidupan pasien

menunjukkan terjadinya penurunan kesehatan setelah menjalani kolostomi

dan adanya perubahan kompleks yang terjadi pada kehidupan pasien

(Campos et al., 2017).

Stoma bisa menyebabkan distress dan afek negatif pada kualitas hidup

seseorang sehingga kesulitan dalam menjalankan perannya di lingkungan

sosial. Penelitian mengenai kualitas hidup pasien stoma menunjukkan

lebih dari sepertiga responden mengalami masalah fisik ringan sampai

berat (Davidson, 2016). Kolostomi tidak hanya mempengaruhi pasien

dalam aspek fisik, sosial, dan ekonomi namun juga dalam aspek spiritual,

terdapat perubahan dalam pelaksanaan ritual ibadah dan adanya harapan

dari pasien untuk lebih meningkatkan kualitas ibadahnya. Pasien juga

mengharapkan adanya tuntunan dalam ibadah setelah terpasang kolostomi

(Arafah et al., 2017).

Hidup dengan stoma seringkali menyebabkan perasaan takut, tidak

nyaman, dan perasaan tidak bisa beraktivitas seperti normal lagi. Pasien

dengan stoma akan mengalami momen perubahan emosional dan fisik


6

yang mempengaruhi kualitas hidup, harga diri, citra tubuh dan seksualitas

sehingga bisa menyebabkan ansietas dan depresi. Ketika stoma sudah

dibuat, pasien mulai mengeluarkan feses melalui stoma tersebut, pada

awalnya pasien akan berpikir lebih baik mengakhiri hidup daripada hidup

dengan stoma, namun kemudian pasien sudah mulai menyadari bahwa

stoma bukanlah akhir dari segalanya. Proses adaptasi merupakan proses

penyesuaian seumur hidup terhadap keadaan baru dimana proses

individual ini membutuhkan waktu dimulai saat pasien dengan stoma

membutuhkan bantuan sampai ia bisa mandiri dalam perawatan diri

(Salomé et al., 2014).

Pasien stoma menghadapi kehilangan secara fisik dan fungsional seiring

dengan kehilangan aspek psikologis, emosional dan sosial sehingga

mereka harus mengatasi situasi tersebut dengan beberapa strategi koping.

Koping pasien terhadap stoma tergantung pada penyakit yang menjadi

indikasi stoma, pasien dengan kanker memiliki koping yang lebih tidak

efektif. Pasien mengalami ketakutan akan stigma masyarakat terhadap

perubahan atau deformitas tubuh yang dialaminya (Hueso-montoro et al.,

2016). Stoma cenderung memiliki efek negatif terhadap kesejahteraan

psikososial pasien sehingga persepsi terhadap citra tubuh rendah yang

mengimplikasikan bahwa adaptasi tidak berjalan baik dan tidak

optimalnya rehabilitasi psikologis (Jayarajah & Samarasekera, 2017).


7

Beberapa penelitian menyatakan bahwa pasien dengan penyakit kronis

membutuhkan waktu untuk beradaptasi dan mengatur ulang kembali

kehidupannya sesuai dengan perubahan yang terjadi. Pasien dengan

kolostomi menghadapi perubahan yang berhubungan dengan fungsi

eliminasi fekal, keterbatasan berpakaian dan selalu melakukan beberapa

strategi untuk beradaptasi dengan kondisi tubuh mereka yang baru.

Kondisi baru ini terkadang menimbulkan situasi memalukan dan

kecemasan yang berdampak negatif terhadap proses penyesuaian (Sun et

al., 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Andersson (Andersson,

Engstrom, & Soderberg, 2010) mengenai pengalaman wanita hidup

dengan kolostomi mengatakan bahwa banyak perubahan negatif yang

terjadi pada kehidupan wanita sebagai dampak dari stoma, namun mereka

bisa hidup dengan perubahan tersebut dengan meyakini bahwa stoma

merupakan sebuah kesematan untuk bertahan dari kanker.

Perasaan tidak pasti dan khawatir karena penyakit dan pembentukan stoma

menetap selama beberapa saat setelah operasi. Setelah fase akut terlewati,

pasien harus mampu mengatasi perubahan yang terjadi baik itu citra tubuh,

perilaku dan respon emosi (Capilla-Díaz et al., 2019). Pada penelitian yang

dilakukan oleh (Thorpe & McArthur, 2017) mengenai adaptasi sosial

pada pasien dengan intestinal stoma mengemukakan tiga kategori utama

yaitu partisipasi pada lingkungan sosial, hubungan interpersonal, dan

menetapkan serta mencapai tujuan. Kehidupan sosial yang normal


8

direfleksikan dengan tujuan yang partisipan tetapkan serta membuat

tahapan pencapaian seperti melakukan perjalanan jauh, kembali bekerja.

Manusia sebagai sebuah sistem menggunakan proses koping untuk

beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang dipengaruhi oleh

perubahan internal dan eksternal yang merujuk pada stimulus residual,

kontekstual dan fokal. Untuk tujuan analisis penelitian hasil dari stimulus

ini bisa dilihat sebagai 4 mode adaptasi yang saling berhubungan yaitu

fisiologis/fisik, konsep diri/identitas kelompok, fungsi peran dan

interdependensi. Adaptasi digambarkan sebagai sebuah proses dari hasil

pemikiran dan perasaan seseorang sebagai individu maupun kelompok

menggunakan kesadaran dan pilihannya untuk menciptakan kesesuaian

(Roy, 2014).

Perawat memberikan pelayanan keperawatan yang holistik dan untuk

mencapainya hanya bisa didapatkan dengan menggunakan model

keperawatan. Salah satu model keperawatan yang sering digunakan adalah

model adaptasi roy (Erol Ursavas, Karayurt, & Iseri, 2014). Dalam

konteks model adaptasi Roy, manusia dianggap sebagai sistem adaptif

dimana perilakunya merupakan respon terhadap stimulus lingkungan

dengan tiga tipe yaitu fokal, kontekstual, dan residual yang selalu berubah.

Stimulus fokal merupakan stimulus yang langsung berdampak pada

seseorang, kontekstual adalah stimulus yang berkontribusi langsung

terhadap respon seseorang, dan stimulus residual merupakan faktor yang


9

mungkin mempengaruhi. Stimulus lingkungan secara langsung

berhubungan dengan proses koping dan keduanya secara langsung

maupun tidak berhubungan dengan model adaptasi (Fawcett, 2009).

Manusia secara terus menerus menerima stimulus dari lingkungan,

sehingga menimbulkan respon dan membentuk adaptasi. Respon ini bisa

bersifat efektif ataupun inefektif. Respon adaptasi efektif diperlukan untuk

membentuk integritas dan membantu seseorang mencapai tujuan adaptasi

yaitu bertahan, tumbuh, reprodruksi, dan transformasi (Alligood, 2018).

Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang adalah rumah sakit tipe A di Sumatera

Barat dan merupakan rumah sakit rujukan sumatera bagian tengah. Pada

tahun 2018 jumlah penderita kanker kolorektal di RSUP Dr. M. Djamil

padang sebanyak 51 orang , dan sebanyak 22 orang pasien yang

mendapatkan tindakan kolostomi sejak bulan Januari sampai dengan Juni

2019. Survey pendahuluan yang telah peneliti lakukan, wawancara pada

empat orang ostomate yaitu pasien Tn. N yang mengkhawatirkan

penyakitnya dan menyatakan perasaan lemah, letih setelah menggunakan

stoma, karena Tn. N tidak mau makan. Tn. N juga mengatakan bahwa

sudah tidak sanggup untuk bekerja lagi dan memepertimbangkan untuk

pensiun dini. Pada saat wawancara tampak Tn. N lemas dan tidak

bersemangat.
10

Ny. I mengatakan pada saat wawancara bahwa telah hidup dengan stoma

selama 4 bulan, dan mengatakan bahwa sampai saat ini tetap mencari cara

untuk terbiasa dengan stoma. Ny. I mengatakan pada awalnya sangat

mencemaskan bau dari stoma, namun saat ini untuk menghindari bau yang

berlebihan Ny. I berusaha untuk mengganti kantong sebelum penuh atau

mengganti kantong stoma saat setengah penuh bila ada kesempatan.

Wawancara dengan Ny. H diketahui bahwa Ny. H mulai menerima kondisi

tubuh dengan stoma dengan berserah kepada Allah SWT terhadap apa

yang terjadi. Namun Ny. H mengatakan sudah bisa mengganti stoma

sendiri dan hanya sesekalo meminta tolong kepada anaknya. Wawancara

dengan Tn. Y mengatakan bahwa pada awal terpasang stoma ia

mengkhawatirkan keluaran stoma yang akan mempengaruhi aktivitasnya

termasuk saat ia sholat, namun saat ini ia sudah terbiasa dengan stoma dan

sudah bisa sholat.

Wawancara yang dilakukan dengan perawat di ruang rawatan bedah RSUP

Dr. M. Djamil mengatakan bahwa tidak ada SOP khusus tentang edukasi

pada pasien dengan stoma yang ada hanya lembar edukasi untuk pasien

secara umum, namun pada saat pasien akan pulang perawat biasanya akan

menjelaskan mengenai cara membersihkan dan mengganti kantong stoma.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan, masalah yang

dikeluhkan oleh pasien sebagian besar mengenai adaptasi fisik dan

spiritual setelah dilakukan kolostomi. Pengetahuan dan pemahaman


11

mengenai adaptasi pasien sangatlah penting dalam membantu

mengembangkan ilmu keperawatan untuk merencanakan tindakan yang

tepat sehingga bisa meningkatkan kualitas hidup pasien. Serta masih

sedikitnya penelitian yang dilakukan di Indonesia menjadi alasan bagi

peneliti untuk meneliti pengalaman pasien dalam adaptasi terhadap stoma

pada pasien kanker kolorektal di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil

Padang yang merupakan pusat rujukan untuk wilayah Sumatera Barat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah bagaimana pengalaman adaptasi pasien kanker

kolorektal terhadap stoma di Kota padang?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplor pengalaman adaptasi pasien

dengan stoma pada pasien kanker kolorektal di Kota Padang.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Institusi Pelayanan Keperawatan

Diharapkan meningkatkan peran perawat sebagai pendidik dalam

memberikan edukasi kepada pasien dalam cara adaptasi dengan

stoma sebelum pasien pulang sebagai bagian dari discharge

planning. Penelitian ini juga diharapkan mampu meningkatkan


12

kemampuan perawat dalam mempersiapkan pasien yang akan

menjalani prosedur kolostomi pada kasus kanker kolorektal.

1.4.2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Menjadi sumber informasi dalam menambah pengetahuan dan

keterampilan dalam wawasan perawat terhadap pengalaman pasien

dalam adaptasi terhadap stoma pada pasien kanker kolorektal.

1.4.3. Bagi Penelitian Keperawatan

Menjadi tambahan untuk penelitian selanjutnya sebagai

pengembangan ilmu keperawatan dalam asuhan keperawatan

terhadap penderita kanker kolorektal yang menjalani prosedur

kolostomi.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Kolorektal

2.1.1 Definisi

Kanker kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus

besar yaitu kolon dan rektum (Komite Penanggulangan Kanker

Nasional, 2017). Kanker kolorektal dikarakteristikkan dengan

pertumbuhan sel – sel abnormal yang terjadi pada kolon atau rektum.

Kolon dan rektum (kolorektal) adalah bagian usus besar yang

merupakan akhir dari sistem pencernaan yang memproses makanan

menjadi energi dan membersihkan tubuh dari bahan sisa atau materi

fekal (American Cancer Society, 2017).

2.1.2 Etiologi

Penyebab pasti dari kanker kolorektal belum diketahui, mungkin

berhubungan dengan residu rendah, diet tinggi lemak dan masukan

buah dan sayur yang tidak adekuat (Black & Hawks, 2014). Kanker

kolorektal bisa terjadi dalam bentuk sporadis maupun herediter.

Bentuk sporadis biasanya terjadi pada lanjut usia tanpa adanya riwayat

keluarga dan herediter biasanya terjadi pada individu yang lebih muda

dengan riwayat keluarga positif seperti familial adenomatus poliposis

(FAP) dan kanker kolon nonpoliposis herediter (HNPC atau Lynch

Syndrome) (Mishra, 2016). HNPC adalah penyakit autosomal

13
14

dominan biasanya pada kolon kanan dan berhubungan dengan kanker

pada organ lain (khususnya endometrium, saluran kemih, ovarium,

dan intestinal). Dasar genetis HNPC telah diklarifikasi dengan

teridentifikasinya mutasi gen melibatkan kesalahan pasangan DNA.

FAP merupakan penyakit autosomal dominan ditandai dengan

kehadiran ratusan bahkan ribuan polip yang tersebar disepanjang

kolon dan beberapa dengan manifestasi ekstra kolon temasuk

adenoma pada intestinal, tumor desmoid, osteoma, gen yang

bertanggung jawab ketika bermutasi pada penyakit ini telah diketahui

(kromosom 5q21) (Leon & Percesepe, 2014).

Beberapa faktor resiko yang berperan dalam pencetus terjadinya

kanker kolon. Interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan

merupakan dasar terjadinya kanker kolon. Usia merupakan faktor

resiko yang tidak bisa dimodifikasi (Mishra, 2016). Diantara faktor

lingkungan yang beragam, beberapa diantaranya yaitu komponen diet

seperti lemakhewani, daging sapi dan konsumsi alkohol, kurangnya

aktivitas fisik, berat badan berlebih, dan merokok berhubungan

dengan peningkatan resiko kanker kolorektal. Sedangkan buah,

sayuran, serat tidak mudah larut, vitamin antioksidan ( khususnya A,C

E), kalsium, folat, latihan fisik dan obat anti inflamasi menunjukkan

efek protektif (Leon & Percesepe, 2014).


15

2.1.3 Manifestasi Klinis

Kanker kolorektal merupakan penyakit dnegan onset yang tiba – tiba,

dimana tanda dan gejala tidak akan muncul sampai pada saat tahap

lanjut. Manifestasi klinis paling umum yaitu anemia defisiensi besi,

pendarahan rektal, nyeri perut, dan obstruksi intestinal (Lewis,

Dirkensen, Heitkemper, Li, & Bucher, 2014). Gejala yang

ditimbulkan akibat kanker kolon beragam tergantung dari beberapa

faktor antara lain, tumor pada kolon kanan berploriferasi dengan

membentuk ulserasi mukosa sehingga terjadi pendarahan dan anemia

bahkan bisa menyebabkan melena. Gejala obstruktif lebih sering

terjadi pada tumor di kolon kiri sehingga mengakibatkan perubahan

kebiasaan fekal serta kemungkinan terjadinya hematokezia atau feses

bercampur darah.

Pasien awalnya akan mengalami episode sub akut obstruksi (kolik

abdomen, obstipasi, dan distensi abdomen yang lepas setelah flatus

atau gerakan). Pada saat obstruksi meningkat pada level kritis akan

terjadi penumpukan fekal dan dilatasi kolon proksimal. Obstruksi

menetap mengakibatkan iskemia dan perforasi caecum dengan

kontaminasi fekal pada peritoneal sehingga terjadi peritonitis, shock

septik dan kegagalan multi organ.


16

Gejala paling umum yang terjadi pada kanker rektum adalah

pendarahan per rektum yang sering disalah artikan sebagai hemoroid

atau fisura in ano sehingga mengakibatkan terlambatnya penegakkan

diagnosis. Kanker rektum bagian atas dimanifestasikan dengan

pendarahan per rektum, lesi obstruktif mengakibatkan nyeri

suprapubik dengan distensi abdomen. Kanker rektum bagian tengah

memiliki karakteristik perasaan tidak puas setelah defekasi akibat

distensi ampula rektal. Akumulasi mukus dengan darah pada rektum

menyebabkan pasien diare pada pagi hari yang hanya terdiri dari darah

dan mukus. Banyaknya produksi mukus pada aadenoma vilus rektum

mengakibatkan malnutrisi karena kehilangan elektrolit yang

mengikuti diselektrolitemia. Pasien akan mengalami tenesmus yaitu

adanya keinginan yang kuat untuk defekasi namun tidak ada feses.

(Mishra, 2016).

2.1.4 Patofisiologi

Arsitektur dasar dari kolon dikarakteristikkan oleh kelenjar (crypts)

yang terdiri dari sel columnar dan mucin. Pada kodisi normal, batas

zona proliferasi pada bagian bawah crypts dimana sel bermigrasi ke

bagian atas dan kemudian keluar ke permukaan mukosa, seluruh

prosesnya memakan waktu 4 – 6 hari. Pada tahap awal

tumourogenesis, sel epitelial kolon tidak mampu untuk menekan

sintesis DNA selama migrasi dari dasar ke permukaan crypt

berkembang melabihi kapasitas proliferasi. Mengakibatkan zona


17

proliferasi meluas dan sel S-fase didistribusikan melalui semua

kelenjar. Oleh karena itu, karsinogenesis kolorektal dimulai dengan

gangguan general replikasi sel dan diferensiasi yang terjadi lebih

dahulu dan kemudian bersamaan dengan berkembangnya lesi

morfologi. Perkembangan kanker kolorektal muncul sebagai proses

multitahap dimana lesi dalam tahap progresi yanng berbeda dari ACF

sampai adenoma dengan ukuran berbeda (Leon & Percesepe, 2014).

Kanker kolorektal bisa terjadi melalui salah satu atau kombinasi dari

tiga mekanisme berbeda yaitu instabilitas kromosom (CIN), CpG

island methylator phenotype (CIMP) dan microsatellite instability

(MSI). Meknisme klasik CIN dimulai dengan akuisisi mutasi pada

PAC yang diikuti dengan utasi onkogen KRAS dan inaktivasi gen

supresor tumor, TP53. Aneuploidy dan kehilangan heterozygisity

(LOH) merupakan penyebab utama pada tumor CIN yang tidak hanya

berkontribusi terhadap kebanyakan tumor sporadik tapi juga pada

kasus polip adenomatosus familial yag berhubungan dengan mutasi

germline pada gen APC (Hamza, Aglan, & Hanaa, 2017).

Gen APC mengatur kematian sel dan mutasi gen ini menyebabkan

perubahan proliferasi yang selanjutnya berkembang menjadi

adenoma. Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan

akibat dari mutasi gen supresor tumor p53. Dalam keadaan normal

protein dari gen p53 menghambat proliferasi se yang mengalami


18

kerusakan DN. Mutasi gen p53 menyebabkan sel dengan kerusakan

DNA teta dapat melakukan replikasi yang menghsilkan sel – sel

dengan kerusakan DNA yang lebih parah. Replikasi sel – sel dengan

kehilangan sejumlah segmen pada kromoson yang berisi beberaa

alele, hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen supressor tumor

yang lain seperti DCC (Deleted in Colon Cancer) yang merupakan

transformasi akhir menuju keganasan (Abdullah, 2006).

Jalur CIMP dikarakteristikkan dengan hipermetilasi dari bermacam

gen supresor tumor kebanyakan MGMT dan MLH1. Hipermetilasi ini

sering berhubungan dengan mutasi BRAF dan instabilitas

mikrosatelit. Jalur MSI melibatkan inaktivitas gen yanng

mengakibatan urutan berulang yang pendek. Aktivitas ini terjadi pada

kanker kolorektal dengan gen DNA mismatch repair (MMR) yang

merupakan kondisi pada Lynch Syndrome (Hamza et al., 2017).

2.1.5 Penatalaksanaan Pada Kanker Kolorektal

Penatalaksanaan kanker kolorektal telah berkembang pesat selama


beberapa dekade ini termasuk perkembangan pencitraan, teknik
pembedahan dan kemoterapi. Namun, keberhasilan penatalaksanaan
sangat beragam tergantung pada tampilan molekuler spesifik tumor.
Keputusan penatalaksanaan dipilih oleh pasien dan dokter setelah
mempertimbangkan aspek stadium, lokasi dan karakteristik tumor
lainnya serta komplikasi yang mungkin terjadi (American Cancer
Society, 2017).
19

2.1.5.1 Tatalaksana Medis

1. Tatalaksana bedah

Penatalaksanaan bedah pada kanker kolorektal beragam

tergantung pada lokasi dan luasnya kanker, antara lain

prosedur lokal seperti polipektomi, transisi lokal

transanal, serta transanal endoscopic microsurgery

(TEM) dan prosedur yang lebih invasif yang melibatkan

reseksi transabdominal seperti low anterior resection

(LAR), protektomi dengan eksisi mesorektal total (TME)

dan koloanal anastomosis, reseksi abdominoperineal

(APR) (Benson et al., 2018).

Eksisi transanal dilakukan pada kanker rektum dengan

syarat ukuran massa kurang dari 3 cm, bisa digerakkan,

terletak kurang dari 8 cm dari linea dentata. Jika lesi bisa

diidentifikasi secara adekuat di rektum, bisa dilakukan

transanal endoscopic microsurgery (TEM).

Keuntungannya adalah morbiditas dan mortalitas minimal

serta pemulihan yang cepat setelah operasi.

Kolektomi dan reseksi KGB regional en bloc dilakukan

pada kanker kolon yang masih bisa direseksi dan tidak ada

metastase jauh. Reseksi harus legkap untuk mencegah

adanya KGB postif yang tertinggal. Reseksi


20

abdominoperineal dan sphincter saving reseksi anterior

merupakan tindakan bedah untuk kanker rektum (Komite

Penanggulangan Kanker Nasional, 2017). Apabila lesi

terletak di tengah sampai atas rektum atas, LAR

diperpanjang 4 – 5 cm dibawah tepi distal tumor

menggunakan TME, yang diikuti dengan pembentukan

colorectal anastomosis, namun apabila tidak

memungkinkan dibutuhkan prosedur kolostomi. APR

dengan TME harus dilakukan ktika tumor melibatkan

sfingter anal atau otot levator, APR juga dilakukan pada

kasus dimana reseksi negatif margin tumor akan

menyebabkan kehilangan fungsi sfingter anal dan

inkontinensia. APR melibatkan reseksi en bloc

rectosigmoid, rektum, dan anus yang juga meliputi

mesentery, mesorectum (TME), dan jaringan lunak

perianal dan membutuhkan prosedur kolostomi (Benson

et al., 2018).

a. Kolostomi

Kolostomi merupakan sebuah prosedur bedah yang

memungkinkan feses kaluar dari usus melalui lubang

pada dinding perut. Ostomi dibuat sebagai respon

terhadap gangguan inflamasi bowel yang gagal berespon

terhadap penatalaksanaan medis atau akibat dari

komplikasi sepertiruptur, obstruks, ataupun kanker


21

(Timby & SMith, 2010). Kolostomi bisa dilakukan pada

setiap bagian kolon asenden, transversum, desenden, dan

sigmoid yang merupakan bagian yang paling umum.

Ostomi bisa bersifat sementara ataupun menetap,

kolostomi yang permanen biasanya dilakukan mengikuti

pengangkatan kanker kolorektal dan sementara

dilakukan pada prosedur anastomosis usus selama waktu

pemulihan usus (Ian Peate, 2014).

Ketika sesuatu terjadi pada usus besar yang

mengharuskannya untuk istirahat dengan mencegah

feses melaluinya maka diperlukan kolostomi sementara.

Apabila bagian akhir dari kolon atau rektum yang

bermasalah dan dilakukan reseksi diperlukan kolostomi

permanen. Yang tampak pada stoma adalah mukosa usus

yang hangat, lembab dan mengeluarkan sedikit mukus.

Stoma tidak memiliki sfingter sehingga susah untuk

pengeluaran feses (Hooper, J Gutman, 2017).

b. Komplikasi Kolostomi

Komplikasi kolostomi menyebabkan disfungsi stoma

sehingga mengakibatkan kebocoran dan eksoriasi kulit.

Komplikasi dilaporkan terjadi sampai 50% dan sekitar

30 – 40% membutuhkan pembedahan ulang (Cuesta &


22

Bonjer, 2014). Komplikasi yang mungkin terjadi pada

kolostomi terbagi dalam dua fase yaitu komplikasi

segera dan komplikasi lambat (Krishnamurty et al.,

2017).

1) Komplikasi awal

Komplikasi yang terjadi dalam 30 hari setelah

pembuatan kolostomi yang biasanya disebabkan

posisi stoma dan kurangnya perawatan stoma, antara

lain pendarahan, hematoma, edema ostomi, iritasi

kutaneus yang terkadang diikuti ulserasi, dan

nekrosis ostomi. Komplikasi awal ini pada umumnya

ditatalaksana dengan cara konservatif (Ambe et al.,

2018).

Gambar 2.1 Iritasi Kutaneus


Sumber: Intestinal Ostomy (Ambe et al., 2018)
23

Gambar 2.2 Nekrosis Stoma


Sumber: Intestinal Ostomy (Ambe et al., 2018)

2) Komplikasi Lanjut

Komplikasi yang terjadi 30 hari setelah pembuatan

stoma yang mungkin berhubungan dengan pasien

atau teknik pembedahan.

a) Hernia parastoma

Merupakan hernia insisional pada sisi stoma yang

tidak bisa dihindarkan. Lebih dari 50% pasien

mengalami hernia parastoma, kebanyakan terjadi

dalam 2 tahun pertama. Komplikasi ini bisa

mempengaruhi kualitass hidup pasien dengan gejala

yang dirasakan antara lain ketidaknyamanan

peristomal, sulit dalam menjaga perekat kulit dan

strangulasi.
24

Gambar 2.3 Hernia Parastoma


Sumber: Intestinal Ostomi (Ambe et al., 2018)

b) Prolaps stoma

Adalah protrusi usus melalui stoma, terjadi pada 2 %

pasien kolostomi. Prolaps stoma bisa diklasifikan

sebagai bergeser apabila terjadi hanya pada saat

peningkatan tekanan intra abdomen dan prolap stoma

menetap. Gejala yang dirasakan pasien meliputi

nyeri, iritasi kulit, dan terkadang menyebabkan

obstruksi, inkarserata dan strangulasi.


25

Gambar 2.4 Prolap Stoma


Sumber: Intestinal Ostomi (Ambe et al., 2018)

c) Retraksi stoma

Terjadi ketika stoma tertarik ke mukokutaneus

sehingga menyebabkan stoma terpisah atau terbalik.

Retraksi terjadi akibat tidak adekuatnya mobilisasi

usus sehingga meningkatkan tekanan mukokutaneus

dan iskemia.

Gambar 2.5 Retraksi Stoma


Sumber: Intestinal Ostomi (Ambe et al., 2018)

d) Varises parastoma

Terjadi pada passien dengan hipertensi portal dan

stoma yang mengalami kolateralisasi portosistemik


26

antara sistem porta stoma dan sistem vena sistemik

kulit peristomal. Komplikasi ini jarang terjadi tetapi

pendarahannya bisa banyak dan menyulitkan.

c. Dampak Stoma Pada Pasien


1) Dampak Fisik

Kolostomi yang mengeluarkan feses padat

menyebabkan sedikit permasalahan pada kulit

disekitar stoma, berbeda apabila feses lebih cair yang

bisa menyebabkan iritasi pada kulit. Pada beberapa

bulan setelah stoma dibuat, pasien akan

mengeluarkan gas yang lebih banyak yang bisa juga

disebabkan oleh konstipasi. Konstipasi sering terjadi

karena ketidakseimbangan diet, asupan cairan yang

sedikit dan beberapa obat – obatan. Diare merupakan

hal yang biasa terjadi pada kolostomi transverase

dikarenakan pemendekan kolon.

Sensasi phantom rektal juga normal dirasakan oleh

pasien dengan stoma sampai beberapa tahun setelah

menjalani pembuatan stoma. Pasien memiliki

keinginan untuk defekasi, apabila rektum tidak

diangkat pasien yang merasakan sensasi ini akan

duduk di toilet dan mengeluarkan mukus, namun


27

pada pasien dengan pengangkatan rektum sensasi ini

akan hilang dengan hanya duduk di toilet dan seolah

– olah sedang defekasi (Hooper, J Gutman, 2017).

Pasien dengan stoma mengalami permasalahan kulit

seperti dermatosis, psoriasis, seboroik dermatitis,

eksema dan infeksi (Susanty & Rangki, 2016). Pasien

mengalami perubahan fisik seperti penurunan berat

badan, kehilangan kontrol evakuasi fekal dan apatis

akibat dari perawatan dan pembuatan stoma (Capilla-

Díaz et al., 2019). Dampak fisik lainnya yang

dirasakan pasien adalah kurangnya energi, flatus dan

defekasi yang tidak bisa dikontrol, serta kurangnya

waktu istirahat atau tidur (Alwi & Asrizal, 2018).

2) Dampak Psikososial dan Spiritual


Masalah psikologis seperti depresi, kecemasan,

perubahan citra tubuh, harga diri rendah, dan masalah

sosial seperti kurangnya aktivitas dalam kehidupan

soisal, penurunan aktivitas kerja, dan hambatan

dalam berhubungan dengan teman dan keluarga akan

mempengaruhi kemampuan pasien dalam beradaptasi

dengan stoma. Masalah lain seperti stigma, frustasi

dan perasaan berbeda dari orang lain juga merupakan


28

dampak yang dirasakan oleh pasien dengan stoma

(Ayaz-Alkaya, 2019).

Kehidupan sosial yang terganggu digambarkan

sebagai perubahan dalam hubungan interpersonal,

bagaiamana orang lain memandang dan menerima

merupakan penghubung dalam proses pasien

berhubungan kembali dengan kehidupan sosialnya

dengan penataan kembali identitas sosial dan

perwujudan diri yang menghasilkan kepercayaan diri

(Thorpe & McArthur, 2017). Rasa takut yang dialami

pasien dengan kolostomi mengenai penyakit kanker,

perubahan pada peran, ideal diri, harga diri dan

perubahan interaksi sosial yang menyebabkan

paasien stres (Rangki et al., 2014) Flatus, lokasi

stoma, ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas

sehari – hari seperti membawa beban berat, berolah

raga juga menjadi sumber ketakutan yang dirasakan

oleh pasien.

Pasien merasa perawatan stoma menjadi beban bagi

keluarga, pasien mengekspresikan penolakan, stress

dan isolasi. Penolakan terhadap stoma menimbulkan

ketakutan, penarikan diri, membenci diri sendiri,


29

menolak merawat diri, dan berujung dengan

ketergantungan (Capilla-Díaz et al., 2019).

Perubahan dalam pelaksanaan ibadah juga dialami

pasien seperti perubahan dalam pelaksanaan sholat,

berwudhu dan berpuasa. Pasien merasa terganggu

dengan keluarnya faeces yang tidak terkontrol

(Arafah et al., 2017). MUI telah mengeluarkan fatwa

mengenai shalat bagi penyandang stoma, yang

menyatakan bahwa selama pasien masih bisa

melepaskan dan membersihkan kantong stoma, maka

wajib untuk membersihkannya, namun apabila tidak

memungkinkan maka shalat dalam keadaan apa

adanya karena termasuk ke dalam daim al-hadats

(orang yang hadasnya tidak bisa disucikan) (Majelis

Ulama Indonesia, 2009).

2. Tatalaksana Sistemik
Terdapat dua jenis tatalaksana sistemik untuk pasien

dengan kanker kolorektal antara lain kemoterapi dan

terapi biologis. Tatalaksana kemoterapi dilakukan sebagai

terapi ajuvan, neoajuvan atau paliatif. Kemoterapi ajuvan

diberikan kepada pasien kanker kolorektal stadium II dan

III yang memiliki resiko tinggi. Untuk memantau efek

samping terapi terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan


30

darah tepi lengkap, uji fungsi hati, uji fungsi ginjal dan

elektrolit darah (Komite Penanggulangan Kanker

Nasional, 2017).

2.1.5.2 Tatalaksana keperawatan

Tujuan umum dari penatalaksanaan kanker kolorektal adalah

pasien bisa memiliki pola eliminasi fekal normal, kulitass

hidup yang sesuai dengan perkembangan penyakit,

membebaskan dari rasa nyeri, dan memiliki perasaan

nyaman. Tatalaksana keperawatan pada pasien kanker

kolorektal dimulai dengan promosi kesehatan, intervensi

akut, ambulasi dan perawatan rumah. Promosi kesehatan

dengan memotivasi lansia yang berumur 50 tahun lebih

untuk melakukan skrining (Lewis et al., 2014).

Intervensi akut dimulai dengan menyiapkan pasien sebelum

operasi, perawatan setelah operasi, menjaga asupan nutrisi,

perawatan luka, memonitor dan mengevaluasi komplikasi.

Selain menyiapkan pasien secara fisik, perawat juga

memberikan dukungan emosional terutama kepada pasien

yang akan menjalani kolostomi. Hal pertama yang dilakukan

adalah mengkaji tingkat ansietas ddan mekanisme koping

pasien (Smeltzer & Barre, 2017).


31

Intervensi keperawatan pada tahap ambulasi dan

perencanaan pulang pasien dengan memberikan edukasi

kepada pasien mengenai cara perawatan stoma, diet, strategi

untuk mengatasi kembung, diare ataupun konstipasi (Lewis

et al., 2014). Perawat spesialis termasuk ke dalam anggota

multidisiplin yang berperan dalam memberikan dukungan,

nasehat dan informasi untuk pasien kanker selama dan

setelah sakit. Pasien kanker kolorektal dengan stoma

memiliki masalah yang lebih banyak, oleh karena itu

diperlukan peranan perawat spesialis (Komite

Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).

2.2 Adaptasi

Adaptasi merujuk pada proses dan hasil dimana pemikiran dan perasaan

seseorang sebagai individu maupun kelompok menggunakan kesadarannya

dan pilihannya untuk membentuk integrasi antara manusia dengan

lingkungannya (Alligood, 2018). Dua subsistem dalam model adaptasi roy

yaitu regulator dan kognator yang merupakan subsystem mekanisme koping

memungkinkan seseorang untuk beradaptasi untuk membuat perubahan saat

terjadi ancaman (McEwen & Wills, 2014). Adaptasi dianggap sebagai respon

efektif terhadap stimulus, sedangkan respon negatif dianggap sebagai

inefektif. Adaptasi berlangsung dalam satu mode fisiologis dan tiga mode

psikososial meliputi konsep diri, fungsi peran, dan mode interdependen.

Keempat mode ini saling berhubungan (Badr Naga & Al-atiyyat, 2013).
32

2.2.1 Mekanisme Adaptasi Sister Callista Roy

Model adaptasi Sister Callista Roy berfokus pada perubahan yang

dialami oleh manusia sebagai respon terhadap stimulus lingkungan

untuk menjaga integritasnya. Roy mendefinisikan model adaptif

sebagai cara sistem adaptasi manusia dalam berespon terhadap stimulus

lingkungan yang diproses melalui proses koping. Tujuan model

adaptasi Roy dalam penelitian keperawatan adalah untuk memahami

dan menjelaskan bagaimana seseorang beradaptasi ddengan situasi

kehidupannya, termasuk deskripsi proses koping individu/kelompok

dan stimulus lingkungan serta menjelaskan hubungan antara adaptasi

dengan kesehatan.

Gambar 2.6 Sistem Adaptasi Manusia


Sumber: Nursing Theories and Their Work (Alligood, 2018)

Terdapat empat dimensi konsep antara lain model fisiologis/fisik,

konsep diri/identitas kelompok, fungsi peran, dan interdependensi.

Manusia secara terus menerus menerima stimulus dari lingkungan,

sehingga menimbulkan respon dan membentuk adaptasi. Respon ini

bisa bersifat adaptif ataupun inefektif. Respon adaptif diperlukan untuk

menimbulkan integritas dan membantu seseorang mencapai tujuan

adaptasi yaitu bertahan, tumbuh, reprodruksi, dan transformasi.


33

Manusia sebagai sistem kehidupan terbuka menerima input atau

stimulus dari internal dan lingkungan. Stimulus lingkungan

dikategorikan sebagai stimulus fokal, kontestual, dan residual. Stimulus

fokal merepresentasikan penyebab langsung dan segera dari masalah,

stimulus kontekstual merupakan penyebab lain sementara stimulus

residual berhubungan dengan pengalaman masa lalu pasien mengenai

penyakit dan bagaimana hal ini mempengaruhi kondisi seseorang saat

ini (Badr Naga & Al-atiyyat, 2013). Adaptasi terjadi ketika seseorang

berespon positif terhadap perubahan lingkungan yang akan berujung

pada kesehatan (Alligood, 2018).

Dalam model konsep Roy terdapat dua subsistem yang saling terkait,

yaitu subsistem fungsional yang terdiri dari regulator dan kognator,

sedangkan subsistem yang kedua yaitu efektor yang terdiri dari

kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.

Roy memandang regulator dan cognator sebagai mekanisme koping

yang dimanifestasikan sebagai penyakit pasien (Badr Naga & Al-

atiyyat, 2013). Proses koping kognator mencakup kanal neural, kimia,

dan endokrin yang memproses stimulus secara otomatis dan tanpa

disadari. Proses koping kognator mencakup empat kanal kognitif –

emosi untuk memproses stimulus informasi, pembelajaran, penilaian

dan emosi. Persepsi menghubungkan antara regulator dan kognator.


34

Persepsi merupakan proses dari kognator dan responnya berupa umpan

balik kepada kedua subsistem (Fawcett, 2009).

Manusia terbentuk dari enam subsistem (regulator, kognator dan empat

mode adaptif), saling berkaitan untuk membentuk sistem yang

kompleks dengan tujuan adaptasi. Dengan memandang sistem sosial

manusia, Roy mengaktegorikan proses kontrol kedalam subsistem

stabilisator dan inovator. Untuk menjaga keseimbangan, subsistem

stabilisator melibatkan struktur organisasi, nilai budaya, dan regulasi

aktivitas sehari – hari. Subsistem inovator berhubungan dengan

subsistem kognator mengenai kreativitas, perubahan dan pertumbuhan

(Alligood, 2018).

2.2.2 Adaptasi terhadap kejadian hidup

Pasien dengan stoma mengalami reaksi berduka akibat kehilangan

anggota tubuh dan perubahan dalam citra tubuh. Pasien biasanya

merasa cemas dan takut mengenai kebocoran kantong, serta bau dan

suara dari flatus dan fekal yaang memasuki kantog. Bagaimana stoma

akan memengaruhi kehidupan pasien seperti bekerja, makan, olahraga,

dan tidur menjadi perhatian pasien. Pasien mampu beraktivitas kembali

seperti biasa setelah 6 – 8 minggu, tetapi haarus menghindari untuk

mengangkat beban berat. Pasien ingin mengetahui bagaimana cara

mengatur gas, dan memilih pakaian yang akan menyembunyikan stoma

(Lewis et al., 2014).


35

Berdasarkan mekanisme adpatasi Callista Roy (2014), dikembangkan 3

konsep dalam adaptasi terhadap peristiwa kehidupan, antara lain

kategori stimulus, kategori strategi koping yang kemudian secara

konseptual berhubungan dengan kategori hasil atau pencapaian.

Stimulus Lingkungan Proses Koping Mode adaptasi

 Fokal  Regulator  Fisiologis/fisik


 Kontekstual  Kognator  Konsep diri
 Residual  Fungsi peran
 interdependensi

Skema 2. 1 Model Adaptasi Roy


Sumber: Using the Roy Adaptation Model to Guide Reasearch
(Fawcett, 2009)

1. Stimulus

Stimulus dalam peristiwa kehidupan terbagi atas dua macam,

stimulus membangun yang merupakan kejadian yang diharapkan

dan berhubungan dengan perubahan internal atau eksternal. Kedua,

stimulus situasional yaitu kejadian yang tidak diarapakan dan

berhubungan dengan kejadian spesifik atau tantangan kesehatan.

Pada pasien dengan stoma yang menjadi stimulus adalah stoma

yang merupakan kejadian yang tidak diharapkan, dampak dari

stoma baik fisik, psikososial, maupun spiritual.


36

2. Strategi Koping

Strategi koping berperan dalam pembentukan adaptasi. Adaptasi

bisa terjadi dalam berbagai bentuk yang merupakan hasil dari

penggunaan strategi koping dalam menghadapi stimulus. Hubungan

tidak langsung antara stimulus lingkungan dan mode adapatasi

dimediasi oleh proses koping. Individu menggunakan dua proses

koping untuk menyaring stimulus lingkungan yang dikenal dengan

kogantor dan regulator. Proses koping regulator meliputi dasar

neural, kimiawi dan kanal endokrin yang memproses stimulus

secara otomatis dan tidak disadari. Proses koping kognator meliputi

kanal emosi-kognitif untuk memproses stimulus seperti informasi,

belajar, penilaian dan emosi (Fawcett, 2009).

3. Hasil

Bagian penting dalam merencanakan adaptasi terhadap peristiwa

kehidupan adalah melihat tujuan atau hasil dari strategi koping.

Secara teori hasil yang diharapkan adalah terbentuknya adaptasi

yang positif, untuk stimulus membangun hasil yang diharapkan

adalah perubahan peran yang efektif, peningkatan harga diri,

sensasi terintegrasi dan perilaku kesehatan yang positif. hasil untuk

stimulus situasional berhubungan dengan konsep peran dan konsep

diri. Roy mengidentifikasi empat mode adaptasi yang merupakan

cara manusia berespon terhadap stimulus lingkungan yang

diekspresikan dengan perilaku.


37

a. Mode Fisiologis/Fisik.

Mode fisologis berhubungan dengan struktur dan fungsi tubuh.

Saat terjadi perubahan internal, tubuh akan berstimulassi

merespon perubahan sehingga terbentuk adaptasi. Respon

terhadap perubahan dalam mode fisiologis ini berhubungan

dengan homesotasis seperti oksigen dan sirkulasi,

keseimbangan cairan dan elektrolit, nutrisi, eliminasi, istirahat

dan aktivitas serta suhu tubuh (Akinsanya, Cox, Crouch, &

Fletcher, 1994). Mode fisik berfokus terhadap kebutuhan dasar

seseorang untuk dapat berfungsi. (Fawcett, 2009).

b. Mode Konsep Diri

Perasaan individu mengenai tubuhnya, dan cara individu

memandang dirinya dalam lingkungan sosial. Konsep diri

terbentuk dari persepsi orang lain memandang perubahan yang

terjadi pada diri individu (Akinsanya et al., 1994). Indikator

mode adaptasi konsep diri positif antara lain (Erol Ursavas et

al., 2014):

 Citra tubuh positif

 Integritas spiritual

 Kompensasi yang cukup terhadap perubahan tubuh

 Metode koping yang cukup terhadap kehilangan

 Konsistensi seimbang

 Harga diri fungsional


38

c. Mode Fungsi Peran

Berfokus pada penampilan aktivitas seseorang yang

berhubungan dengan perannya dalam kehidupan sosial. Fungsi

peran bisa juga diartikan sebagai perilaku yang diharapkan pada

individu untuk mempertahankan perannya dalam lingkungan.

Indikator mode adaptasi fungsi peran positif, seperti (Erol

Ursavas et al., 2014):

 Identifikasi peran

 Periode perubahan peran yang efisien

 Bertanggung jawab dalam memenuhi fungsi peran

 Mengkombinasikan peran dengan efisien

 Menyeimbangkan peran

d. Mode interdependen menekankan hubungan interpersonal serta

menerima dan memberikan dukungan sosial (Fawcett, 2009).

Indikator mode adapatasi interdependensi positif ditunjukkan

dengan (Erol Ursavas et al., 2014):

 Komunikasi yang cukup

 Kepercayaan dalam hubungan

 Menunjukkan perkembangan dalam pengetahuan


39

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Peneitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengain desain gorunded theory

dan menggunakan pendekatan Strauss-Corbin. Penelitian grounded theory

merupakan penelitian kualitatif yang telah banyak digunakan dalam

keperawatan, teori ini untuk mempelajari proses desain yang menggambarkan

pengalaman adaptasi pasien terhadap penyakitnya (Donsu, 2016).

Tujuan dari penelitian grounded theory adalah mencari teori yang terikat

dengan kejadian sehingga teori yang dihasilkan konsisten dengan data

empiris. Teori didapatkan ketika dikumpulkan dan menghasilkan penjelasan

mengnenai hubungan dan kejadian yang merefleksikan pengalaman hidup

dari populasi yang diteliti dan proses yang ingin dipahami peneliti. Karakter

dari grounded teori bahwa metodelogi ini merupakan metodelogi yang umum

untuk menemukan teori yang terdapat pada data yang dikumpulkan secara

sistematik dan dia anilisis (Japhet & Usman, 2013).

3.2 Partisipan

Pemilihan partisipan dalam penelitian ini bersifat purposif yaitu sesuai

dengan maksud dan tujuan penelitian. Syarat utama dalam pemilihan

partisipan adalah credible dan kaya informasi. Partisipan kunci dipilih

berdasarkan beberapa kriteria yaitu harus terlibat aktif dalam kelompok,


40

merupakan individu yang sedang terlibat dalam fenomena yang akan diteliti,

memiliki waktu yang memadai, dan yang menggambarkan fenomena dengan

bahasa dan perspektif sendiri (Martha & Kresno, 2016). Kunci dalam

penelitian kualitatif dan khususnya grounded theory adalah dengan

mendapatkan data yang cukup sehingga bisa menghasilkan pola, konsep,

kategori, properti dan dimensi yang diberikan data bisa digabungkan. Sampel

yang cukup diketahui dengan adanya saturasi teoritis, yang terjadi apabila

sudah tidak ada lagi ddata baru yang ditemukan, pengembangan kategori

telah terlaksana dengan baik, dan hubungan antar kategori telah didapatkan

dan tervalidasi (Thomson, 2011).

Partisipan dalam penelitian ini adalah penderita kanker kolorektal yang

memiliki stoma di RSUP Dr. M.Djamil Padang. Partisipan dalam penelitian

ini memiliki kriteria sebagai berikut:

a. Pasien kanker kolorektal yang telah menjalani prosedur kolostomi

lebih dari 4 bulan dan tidak mengalami komplikasi di poli bedah

RSUP Dr. M. Djamil Padang.

b. Bisa berkomunikasi dengan baik.

c. Bersedia menjadi partisipan dengan menyetujui informed consent

d. Berdomisili di Kota Padang


41

3.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di poliklinik bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Pemilihan tempat penelitian mempertimbangkan bahwa RSUP Dr. M. Djamil

Padang merupakan ruah sakit pendidikan dan merupakan rumah sakit rujukan

utama di Sumatera Barat. Peneliti akan menemui partisipan di poliklinik

bedah dan kemudian membuat kontrak untuk melakukan wawancara di

rumah partisipan.

3.4 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2019 sampai dengan Desember 2020,

dengan waktu pengambilan data selama satu bulan.

3.5 Etika Penelitian

Dalam penelitian ini menggali pengalaman pasien dalam perawatan ostomi

pada pasien dengan kanker kolorektal mempertimbangkan prinsip – prinsip

etik sebagai landasan. Prinsip etik yang dipenuhi dalam penelitian ini sebagai

berikut (Afiyanti & Rachmawati, 2014):

1. Menghargai Harkat dan Martabat Partisipan

Peneliti memenuhi prinsip ini dengan menjaga kerahasiaan identitas,

kerahasiaan data, dan menghormati otonomi serta privacy dan dignity

partisipan. Partisipan memiliki hak untuk tidak menjawab pertanyaan

dari peneliti apabila merasa tidak nyaman dan boleh mengundurkan diri

dari penelitian kapanpun. Peneliti juga akan memperhatikan prisnsip


42

kerahasiaan dengan menyimpan hasil penelitian berupa rekaman dan

transkrip menggunakan kode bukan nama partisipan.

2. Memperhatikan kemanfaatan

Peneliti memerhatikan kemanfaatan penelitian ini dan meminimalkan

resiko yang terjadi pada partisipan. Peneliti memberikan penjelasan

kepada partisipan mengenai tujuan penelitian, kegiatan yang akan

dilakukan, manfaat penelitian dan resiko apa yang akan terjadi. Peneliti

memastikan bahwa pernyataan yang diberikan oleh partisipan tidak akan

digunakan untuk balik menentang nantinya. Dalam prinsip ini juga harus

memperhatikan kemanfaatan dengan memperhatikan bahwa penelitian

ini tidak hanya bermanfaat bagi peneliti saja dengan menjelaskan tujuan

dan mafaat dari penelitian ini.

3. Prinsip justice (keadilan)

Peneliti akan memberikan hak yang sama pada setiap pertisipan untuk

berkontribusi dalam penelitian ini tanpa adanya diskriminasi, dan

manfaat dari penelitian ini akan didistribusikan secara adil (Horsfall,

Cleary, Walter, & Hunt, 2007).

4. Persetujuan setelah penjelasan

Setelah peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, resiko, proses penelitian

dan hak partisipan, maka peneliti akan partisipan untuk menandatangani


43

lembar persetujuan. Apabila partisipan termasuk dalam kelompok rentan

maka peeliti akan meminta persetujuan kepada wali partisipan.

3.6 Alat Pengumpul Data

Peneliti sebagai instrumen kunci dalam penelitian ini. Peneliti

mengumpulkan sendiri data melalui wawancara dengan partisipan, observasi

perilaku dan dokumentasi (Cresswell, 2014). Peneliti memperhatikan

bagaimana partisipan bereaksi terhadap pertanyaan dan memberikaan umpan

balik yang tepat agar wawancara berjalan dengan komunikasi dua arah

(Afiyanti & Rachmawati, 2014). Peneliti akan melakukan wawancara dan

direkam dengan alat perekam suara.

3.7 Metode dan Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode wawancara dan

observasi makna – makna yang dipahami partisipan mengenai stoma dan

adaptasi pada pasien kanker kolorektal di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Wawancara dalam penelitian ini dimulai dengan pertanyaan informal yang

kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan formal. Peneliti melakukan

wawancara dengan mengikuti pedoman wawancara dan kemudian

mengembangkan pertanyaan. Peneliti mengekplorasi perasaan, persepsi dan

pemikiran partisipan (Afiyanti & Rachmawati, 2014).


44

Prosedur penelitian data dalam penelitian ini, menurut Cresswell (2014)

adalah:

1. Menentukan fenomena

Peneliti melakukan studi awal untuk mendapatkan fenomena yang ada di

lapangan kemudian dilanjutkan dengan menyusun proposal dnegan

bimbingan dari pembimbing. Fenomena dalam penelitian ini adalah

adanya dampak baik fisik maupun psikososial terhadap pemasangan

stoma pada pasien kanker kolorektal, dan pasien harus beradaptasi

dengan dampak tersebut untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

2. Menemui calon partisipan

Setelah proposal disetujui oleh dewan penguji, selanjutnya peneliti

melakukan uji etik di RSUP DR. M. Djamil Padang, setelah

mendapatkan surat lolos uji etik pada tanggal 18 Maret 2020 no:

158/KEPK/2020 dan mendapatkan izin penelitian kemudian peneliti

mencari dan menemui calon partisipan. Calon partisipan dalam peneitian

ini adalah pasien kanker kolorektal yang telah menjalani prosedur

kolostomi di RSUP Dr. M.Djamil Padang tiga bulan atau lebih.

Kemudian peneliti menanyakan kesediaan partisipan dan membuat

kontrak pertemuan untuk melakukan wawancara dan tempat

pelaksaanaan wawancara dengan calon partisipan.

3. Informed consent

Peneliti memberikan informed consent untuk ditanda tangani kepada

partisipan sebagai tanda bahwa partisipan setuju untuk ikut dalam

penelitian ini.
45

4. Wawancara

Peneliti menggunakan pertayaan wawancara semi terstruktur, dimana

peneliti sudah menyiapkan terlebih dahulu pertanyaan terbuka, sehingga

terbentuk dialog antara peneliti dan partisipan. Peneliti memulai dengan

pertanyaan pembuka sampai dengan informasi yang disampaikan oleh

partisipan mencapai titik jenuh. Keseluruhan wawancara akan direkam

dengan durasi untuk satu partisipan antara 30 – 55 menit. Peneliti juga

mengisi catatan lapangan mengenai respon verbal yang dirasakan

mendukung pernyataan partisipan dan situasi yang akan mempengaruhi

proses wawancara seperti kondisi dan situasi lingkungan sekitar.

Wawancara dilakukan dua kali dimana wawancara pertama dilakukan

untuk mendapatkan data dan wawancara kedua dilakukan untuk

verifikasi transkrip.

5. Menyimpan data

Setelah wawancara selesai, data yang didapatkan melalui alat rekam dan

catatan lapangan disimpan dan dijaga originalitasnya. Kemudian peneliti

menyusun transkrip hasil wawancara dan melakukan konsultasi dengan

pembimbing mengenai pertanyaan yang harus ditambahkan, selanjutnya

mengklarifikasi dan menentukan open coding, axial coding, selective

coding serta menentukan core category.


46

3.8 Analisa Data

Strauss and Corbin dalam Japhet (2013) mengidentifikasi tiga level analisis

antara lain menyajikan data tanpa interpretasi dan abstraksi, partisipan

menceritakan kisahnya sendiri, membuat deskriptif naratif yang kaya dan

terpercaya menggunakan transkrip wawancara, catatan lapangan serta

interpretasi peneliti dan tahap berikutnya membangun teori mengguanakan

abstraksi dan interpretasi yang lebih tinggi. Pendekatan grounded theory

melibatkan pengkodean tema dan konsep pada unit seleksi seperti kata – kata

yang diambil dari transkrip wawancara. Konsep kemudian digabungkan ke

dalam kategori yang berhubungan dan kemudian di identifikasi dan

diverifikasi kembali. Selective coding kemudian mengintegrasi kategori

menjadi sebuah teori. Analisa data dalam grounded theory, melalui tiga tahap

antara lain:

1. Open coding
Merupakan proses analisa dimana konsep diidentifikasi dan properti serta

dimensinya ditemukan pada dara. Tahap ini adalah tahap analisa data

yang secara spesifik memberi nama dan mengkategori fenomena melalui

pemeriksaan data, selama open coding data dipecah menjadi ebberapa

bagian, diamati,dan dibandingkan kesamaan serta perbedaannya dan

pertanyaan mengenai fenomena direfleksikan pada data (Japhet &

Usman, 2013). Pengkodean dilakukan baris per baris sehingga

menghasilkan label data. Setelah mengidentifikasi berbagai kategori

dilanjutkan dengan melakukan axial coding (Afiyanti & Rachmawati,

2014).
47

2. Axial coding

Membangun kembali data yang telah dipecah pada tahap open coding

dalam cara yang baru dengan menetapkan hubungan antara kategori dan

subkategorinya. Dinamakan axial karena coding terjadi disekitar axis

kategori, ketegori yang berhubungan pada tahap properti dan dimensi.

Selama axial coding, peneliti mulai menggabungkan pecahan -pecahan

data, setiap pecahan data memiliki tempatnya pada skema penjelasan

(Japhet & Usman, 2013). Peneliti mencari hubungan antar kategori atau

subkategori yang diidentifikasikan berdasarkan kondisi, strrategi

aksi/interaksi, dan konsekuensi (Afiyanti & Rachmawati, 2014).

3. Selective coding
Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengintegrasi dan menyaring kategori

menjadi sebuah teori yang penting untuk menginvestigasi sebuah

fenomena dan memvalidasi pernyataan hubungan diantara konsep dan

mengisi setiap kategori yang dibutuhkan untuk penyaringan lebih lanjut.

Pada tahap ini peneliti mengurangi data dari banyak kasus menjadi

konsep dan membuat pernyataan hubungan yang bisa digunakan untuk

menjelaskan fenomena yang terjadi (Japhet & Usman, 2013). Pada tahap

ini pula peneliti menyeleksi kategori – kategori untuk membentuk

kategori utama (core category) (Afiyanti & Rachmawati, 2014).

4. Pengembangan konsep

Setelah tahap pembentukan konsep, selanjutnya peneliti melakukan

pengembangan konsep dengan tahap mereduksi kategori dengan cara

mnengurangi jumlah kategori yang dihasilkan kemudian dibandingkan

dan diidentifikasi hubungan antar tema sehingga menjadi tema yang lebih
48

luas dan memiliki sifat abstraksi dari suatu teori, selective sampling

literature yaitu membandingkan dengan literatur – literatur yang ada

untuk memperkuat hasil dan selective sampling of data dengan

membandingkan kembali konsep utama yang telah ada dengan data yang

telah dihasilkan untuk mempertegas pada kondisi apa konsep itu terjadi

dan seperti apa konsep penting itu dimunculkan sebagai kategori inti.

Untuk pengembangan teori peneliti melakukan teknik koding teoritis

yang dilakukan dengan mengubah kategori yang masih deskriptif menjadi

skema analitik dan menuliskan memo (Afiyanti & Rachmawati, 2014).

Membuat memo membantu peneliti bergerak dengan mudah dari data

empirik ke level konseptual, menyaring dan mengembangkan kode lebih

lanjut, mengembangkan kategori kunci dan menunjukkan hubungannya.

Pada akhir proses memo harus dipilah dan diintegrasi. Pemilahan memo

berarti menempatkan semua yang menjelaskan kategori yang sama

bersama untuk mengklarifikasi dimensinya dan membedakannya dari

kategori lain (Japhet & Usman, 2013).


49

Wawancara Catatan Tinjauan Tinjauan


terstruktur Lapangan Jurnal Literatur

Analisa Data

Pembentukan Konsep:
Level 1: Open coding
Level 2: Axial coding
Level 3: Selective coding

Pengembangan Konsep:
Reduction sampling
Selective sampling of literature
Selective sampling of data

Variabel inti

Grounded Theory

Skema 3.1. Skema Proses Pengembangan Grounded Theory


(diadopsi dari: Straubert dan Carpenter, 2011) (Sumber: Afiyanti
& Rahmawati, 2014)

3.9 Keabsahan Data

Uji keabsahan data digunakan untuk menjaga kebenaran dan objektivitas dari

hasil penelitian dilakukan dengan audit trail yaitu melakukan pemeriksaan

untuk meyakini bahwa hal – hal yang dilaporkan memang memiliki kejadian

seperti itu. Untuk itu dilakukan dengan tiga tahap, yaitu (RUkajat, 2018):
50

1. Uji Kredibilitas

Kredibilitas didapatkan ketika hasil penelitian merepresentasikan

informasi yang bisa dipercaya dan disimpulkan dari data asli partisipan

dan merupakan interpretasi yang benar berasal dari pandangan

paartisipan (Korstjens & Moser, 2018). Dilakukan melalui triangulasi

data, diskusi dengan teman sejawat, penguatan kajian, dan member

check. Triangulasi data dilakukan dengan melakukan pengecekan ulang

kebenaran data dengan membandingkan data dari sumber lain secara

vertikal maupun horizontal. Langkah – langkah dalam melakukan

triangulasi data antara lain membandingkan hasil wawancara dengan

hasil pengamatan dan memperbanyak sumber data untuk tiap fokus

penelitian tertentu.

Diskusi teman sejawat atau kolega dengan cara mendiskusikan hasil

pengamatan dengan kolega atau pejabat yang potensi akademisnya bisa

dipertanggungjawabkan untuk mendapatkan saran dan kritikan

membangun dalam pertanyaan- pertanyaan penelitian dan catatan

lapangan. Penguatan kajian dengan memnafaatkan referensi sebagai

informasi tambahan di lapangan guna meminimaisir kekeliruan dalam

waancara dengan informan. Member check dilakukan pada setiap akhir

wawancara atau pembahasan bersama dengan informan untuk

menghindari kekeliruan dalam menyimpulkan hasil penelitian.


51

2. Uji Tranferability

Transferabilitas memerhatikan aspek aplikasi dari penelitian ini, peneliti

bertanggung jawab untuk menyediakan gambaran mendalam mengenai

partisipan dan proses penelitian agar pembacaa bisa melihat penelitian

ini memang bisa di aplikasikan pada mereka (Korstjens & Moser, 2018).

Pada penelitian ini peneliti menggambarkan tidak hanya perilaku dan

pengalaman partisipan saja, namun juga termasuk konteks dan maknanya

sehingga pengalaman tersebut bisa bermakna bagi orang lain. Peneliti

juga melakukan wawancara dengan pertanyaan terbuka, sehingga

partisipan dengan bebas menyatakan pengalaman dan perasaannya.

3. Dependibilitas dan konfirmasibilitas

Dependibilitas dan konfirmabilitas berkaitan dengan kebenaran

penelitian atau objektivitas yang tergantung pada persetujuan beberapa

orang terhadap penelitian yang dilakukan (Afiyanti & Rachmawati,

2014). Dependibilitas memerhatikan aspek konsistensi, sedangkan

konfirmabilitas memperhatikan aspek netralitas penelitian yang

dilakukan dengan audit penelitian (Korstjens & Moser, 2018). Untuk

dependabilitas peneliti melakukan konsul dengan pembimbing

memeriksa proses dan teknik analisa menggunakan tematik analisis van

manen telah dilaksanakan seperti yang seharusnya. Sedangkan untuk

konfirmabilitas, peneliti memastikan intersubyektifitas data, interpretasi

yang peneliti lakukan berdasarkan hasil wawancara.


BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1.Gambaran Penelitian

4.1.1. Gambaran Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil padang, yang

merupakan rumah sakit kelas A dan pusat rujukan untuk wilayah

Sumatera Barat bagian tengah. Penelitian dilakukan di ruang

kemoterapi instalasi diagnostik terpadu. 4 orang partisipan

diwawancara di ruang kemoterapi karena partisipan tidak bersedia

untuk diwawancara di rumah, hanya 2 partisipan yang bersedia

diwawancara di rumah. Wawancara dilakukan di ruang kemoterapi

saat partisipan sedang menjalankan terapi. Ruangan tersebut terbagi

menjadi dua karena struktur bangunan. Ruangan sebelah kanan

terdapat 8 buah tempat tidur dan sebelah kiri terdapat 5 buah tempat

tidur dengan jarak ± 1,5 meter. Ruangan ini tidak ada penyekat

sehingga privasi kurang terjaga.

4.1.2. Karakteristik partisipan

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang (5 orang

perempuan dan 1 orang laki – laki). Saturasi sudah didapatkan pada

4 orang partisipan, namun untuk mendapatkan variasi data ditambah

2 orang menjadi total 6 orang partisipan dengan rentang usia dari 27

tahun sampai 60 tahun. Pendidikan partisipan terdiri dari 2 orang

52
53

pendidikan tinggi, dan 4 orang tamatan SMA. 2 orang partisipan

merupakan ibu rumah tangga, 1 orang pensiunan PNS, 1 orang PNS,

dan 2 orang partisipan bekerja sebagai pedagang (swasta). 2 orang

partisipan dengan stoma sementara, 2 orang partisipan dengan stoma

permanen dan 2 orang partisipan telah menjalani tindakan

penutupan stoma. karaktersitik partisipan secara rinci sebagai

berikut:

1. Partisipan 1: Ny. M (60 tahun), seorang pensiunan PNS, pendidikan

terkahir S1, seorang janda. Anak- anak partisipan telah dewasa dan

memiliki kehidupan sendiri. Partisipan saat ini telah menjalani

prosedur penutupan stoma. partisipan terpasang stoma pada tahun

2015 selama tiga tahun.

2. Partisipan 2: Ny. R (27 tahun) , seorang ibu rumah tangga,

pendidikan terakhir SMA. Partisipan sudah menikah dan memiliki 1

orang anak. Partisipan terpasang stoma pada tahun 2015 dan sudah

mejalani prosedur penutupan stoma pada tahun 2018. Partisipan

menjalani usaha kecil – kecilan di rumah.

3. Partisipan 3: Ny. F (36 tahun), seorang ibu rumah tangga,

pendidikan terakhir SMA. Partisipan sudah terpasang stoma

sementara selama 4 bulan. Partisipan sudah menikah dan memiliki

enam orang anak

4. Partisipan 4: Ny. Yn (58 tahun), seorang PNS, pendidikan terakhir

S1. Partisipan sudah menikah dan memiliki anak. Partisipan sudah

terpasang stoma sementara selama 4 bulan.


54

5. Partisipan 5: Tn. Z (45 tahun), pendidikan terakhir SMA. Pekerjaan

partisipan adalah swasta. Partisipan sudah menikah dan memiliki 3

orang anak. Partisipan sudah terpasang stoma sejak 1 tahun yang

lalu.

6. Partisipan 6: Ny. Pm (50 tahun). Partisipan adalah seorang ibu

rumah tangga, pendidikan terakhir SMA. Partisipan sudah menikah

dan memiliki 4 orang anak. Partisipan terpasang stoma permanen.


55

4.2. Analisa Data: Selective Coding dan Open Coding

Penelitian pengalaman adaptasi partisipan kanker kolorektal terhadap stoma

sesuai dengan metode grouded theory. Peneliti mengumpulkan data dengan

menggunakan wawancara semi terstuktur yang dilakukan sebanyak 2 kali.

Pada wawancara pertama peneliti menanyakan pertanyaan penelitian, dan

wawancara kedua merupakan wawancara untuk klarifikasi ungkapan

wawancara sebelumnya. Berdasarkan hasil analisa data, didapatkan 3 (tiga)

selective coding, antara lain:

4.2.1. Dampak stoma sebagai stimulus


Setelah menjalani operasi dan terpasang stoma partisipan merasakan

berbagai dampak dalam kehidupan sehari – harinya mulai dari

dampak fisik, psikososial dan spritual.

4.2.1.1. Dampak Psikososial

Dampak psikososial yang dirasakan oleh partisipan yaitu

mereka merasa malu untuk bertemu dengan teman – teman

bahkan malu kepada keluarga, merasa rendah diri, sebagai

berikut:

“ pertamanya iya... pertama baru – baru terpasang itu kan ada


rasa minder ibu untuk ini kan.. tapi orang – orang kan mau
datang bezuk juga kan.. yang kita takutkan itu kan apa nanti
berbau kitanya kan.. suami ibu seperti itu pula kan ibu bilang
kalau bau ibu biarlah da kata ibu kan.. kalau bau kamar ini da..
biarlah saya tidur dikamar yang lain da... “ (P1)

“hmm.. rasanya gimana gitu kak... ada sedihnya. campur aduk


lah kak perassaan ini kak.. kecewa juga ada.. gimana itu kak...
istilahnya kak... banyak lah perasaan saya bercerita dengan
kakak itu, saya menangis terus kak.... gimana ya... saya
menyesali keadaan saya ini kak.. terus oo itu lah kak... yang
saya bilang tadi itu... ada juga rasa malu kak.. “ (P2)
56

“ perasaan saya waktu terpasang itu yaa.. ada sedihnya,, malu


juga.. tapi lama kelamaan kan saya berpikir mungkin merasa
bagaimanaya... ada rasa malunya bertemu dengan teman
dalam kondisi seperti ini... saya takut nanti saya bau... itu yang
menjadi alasan saya malu bertemu orang – orang... ada
perasaan kalau orang tidak mau dekat – dekat dengan saya
karena saya buang air itu tidak terasa kan “ (P5)

“ perasaan saya... bagaimana ya... yaaa yang biasanya buang


air besar di bawah,, sekarang dipindahkan... yaa ada malu nya
ya.. yaaa... rasanya saya itu berbau gitu kan... “ (P6)

Partisipan juga mengatakan bahwa mereka tidak mau keluar

rumah dan mengurung diri di kamar, seperti berikut:

“ Kebetulan ada yang pesta di Jakarta aa tu datang juga lah ke


sini.. kata keluarga kan, ibu jawab biar lah ibu tidak pergi..
kakak ibu saja yang pergi kata ibu kan..” (P1)

“ waktu pertama itu kak.. saya dirumah saja.. sekitar sebulan


lah kak.. saya dikamar saja kak..“ (P2)

“ semangat lagi saya.. dulu waktu baru terpasang stoma saya


tidak pernah keluar rumah.. malu rasanya kalau bertemu teman
– teman 1 minggu lah saya seperti itu...” (P5)

“ saya dulu juga tidak seperti ini buk.. karena dulu itu kan saya
tidak bisa membayangkan kalau saya bisa sehat gitu, jadi saya
dirumah saja gitu buk.. “ (P6)

Satu orang partisipan merasakan takut melihat stoma dan

memberihkan stoma

“ ya.. saya kaget kan lihat stoma itu... biasanya kita buang air
besar dari bawah kan.. sekarang keluarnya dari perut.. yang
biasanya kita tahu kapan keluarnya,, sekarang tidak terasa
terasa kan.. dulu saya takut kalau harus membersihkannya,,
saya selalu minta tolong kepada istri untuk dibersihkan,, “ (P5)

4.2.1.2.Dampak Fisik

Dampak stoma yang dirasakan oleh pertisipan dari fisik seperti

buang air besar yang tidak terontrol, iritasi kulit, gangguan


57

nutrisi, kesulitan untuk mencari posisi tidur dan pembatasan

aktivitas. Dampak mengenai stoma seperti yang diungkapkan

oleh partisipan sebagai berikut:

“ keluarnya itu tidak bisa terkontrol kan kadang kan kita baru
mau sholat itu kan kadang – kadang kentut keluar.. kadang –
kadang BAB itu yang keluar sedikit” (P1)
“.. lembab dia kak... di perut itu..jadi merah – merah gitu
kak...gatal – gatal jadinya kak.. pernah waktu itu saya lama di
atas mobil kak.. tidak sempat untuk menukarnya kan.. makanya
jadi lembab dia kak.. daging itu jadi merah – merah kak...” (P2)
“ kalau tidur kan bagian – bagian yang usus itu gak apa – apa,
tapi kalau dibawa berdiri kan bengkak, bengkak itu ntah apanya
itu ya... bagian perut itu kan bengkak gitu nusuk nusuk gitu kan...
usus tu makin lama oo kalau kita udah kelamaan dulu kan agak
mendingan keras, kalau kemaren itu kan lembek gitu kan perih
gitu, ada perih – perihnya kena kantongnya gitu kan, yang di
sekitar usus itu... jadi kayaknya kalau kelamaan ibu ganti
kantongnya gitu jadi agak merah – merah lembek “ (P4)
ususnya membesar rasanya mau jatuh.. “kalau saya berjalan
kan.. usus saya ini membesar.. waktu di poli kan saya tanyakan
ke residen.. di jawabnya kalau tidak apa – apa.. saya kan takut..
kok kalau berjalan ususnya membesar rasanya mau jatuh gitu”
(P6)

Partisipan lain mengungkapkan bahwa mereka tidak nafsu

makan seperti berikut:

“ waktu terpasang itu badan saya kurus kak... Cuma 36 kg..


Makan tidak mau.. makan waktu itu sepiring itu ntah habis ntah
nggak.. karena saya terpikir itu kan kak...” (P2)
“ Alhamdulilah dulu berat badan saya turun 20 kilogram,
sekarang sudah naik lagi berat badan saya “ (P5)

Membatasi aktivitas dengan tidak melakukan aktivitas berat juga

diungkapkan oleh partisipan 5, 3, 2, 4, dan 6 mengatakan

membatasi aktivitasnya dan tidak melakukan aktivitas berat


58

“sekarang ini saya hentikan aktivitas yang berat – berat kan


sudah satu tahun ini.. ya... Seperti mengangkat angkat barang
di warung itu kan ada keponakan saya” (P5)

“ seperti biasa saja... tapi tidak yang berat – berat kerjaannya..


seperti mencuci yaa.. mencuci baju kan ada anak uni yang
menolong. Kalau mencuci piring itu uni yang kerjakan..
membersihkan rumah uni juga... kalau mencuci baju itu kan
berat ya,,, itu aja yang nggak uni kerjakan.. kalalu untuk belanja
kan ada warung dekat – dekat rumah uni yang pergi.... (P3)
“ ya aktivitasnya ibu batasi juga.. Cuma geraknya seperti
biasalah.. Cuma.. Cuma.. apa seperti biasalah ibu Cuma ibu gak
banyak kerja, kerja kantoran doang.. aktivitas yang berat –
berat aja ibu batasin” (P4)
“ saya sekarang ini sudah bisa pergi ke pasar tapi kalau saya
belanja pergi sama anak atau suami saya saya.. soalnya kan
membawa barang – barang yang berat itu saya tidak bisa kan..
(P6)

dua orang partisipan mengatakan saat awal terpasang stoma

merasa tidak nyaman seperti pernyataan berikut:

“ yaa agak risih aja awal – awalnya kan... gimana gitu.. karena
terasa ya.. jadi nggak nyaman gitu kan... jadi karena gak
nyaman itu, trus.. kadang – kadang kantong itu nusuk nusuk gitu
kan... Jadinya sakit kan.. “ (P4)
“ iya ada kesulitannya, uni kalau tidur itu susah miring – miring
gitu kan,,, nah.. waktu uni membuka kantong itu kan sakit..
sangat sakit sekali entah karena pengaruh kemo atau pengaruh
apa gitu kan.. uni gak tau juga..” (P3)

4.2.1.3.Dampak spritual

Sebagian besar partisipan pada awalnya merasakan ragu untuk

melakukan ibadah karena merasa bau dan karena BAB yang

tidak terkontrol, seperti penyataan berikut:

“ aaa kalau ibadah ibu memang ada pengaruhnya.. kadang –


kadang kan kita baru mau sholat itu kan kadang – kadang kentut
keluar.. kadang – kadang BAB itu yang keluar sedikit kan... aaa
jadinya ibu yang sholat ke mesjid itu nggak pernah pas
59

terpasang stoma itu kan.. selama lima tahun itu ibu tu... tapi
yaaa terganggu kita kalau ibadah itu ya... “ (P1)
“ kalau untuk beribadah kan uni ada keinginan untuk ibadah,
tapi pakaian uni ini kan berbau kan... masih ragu – ragu juga
uni untuk shalat kan... uni sudah mau menanyakan ke dokternya
apa boleh uni shalat dalam keadaan seperti ini apa tidak.. jadi
belum ada uni shalat lagi,,, kalau BAB itu saking banyak nya
keluar kan baunya itu menempel ke baju tu kan jadinya shalat
kita tidak sah kan.. itu uni ingin shalat kan tapi lantaran karena
menempel ke baju itu kan... BAB itu memang nggak kena ke baju
tapi baunya itu menempel kan...” (P3)
“shalat pas baru – baru yaa pas baru terpasang ya ndak bisa
ibu, sudah itu duduk... tapi pas duduk ndak bisa pula terlalu
bungkuk ibu.. sekarang udah gak apa – apa... tapi shalat sunat
ya ibu kurangi...” (P4)
“dulu saya memang ragu kalau mengenai shalat ini kan.. saya
merasa bagaimana ya.. karena keluarnya tidak terasa kan.. jadi
saya merasa tidak bersih kan..” (P5)
“ saya awal – awalnya ragu juga kan buk mau sholat gitu.. tapi
saya tetap mau shalat.. kalalu BAB nya keluar saya ulang lagi
shalatnya.. yaa lumayan sering saya ulang – ulang gitu jadinya
kan..” (P6)

Satu orang partisipan mengatakan bahwa ia merasa telah berbuat

dosa seperti pernyataan berikut:

“ ini kak.. pemikiran saya waktu itu kak.. rasanya itu.. apa ada
orang lain yang juga memiliki penyakit seperti ini,,, apa hanya
saya saja... apalah dosa yang sudah saya perbuat kan kak...
sampai dapat sakit ini.. “ (P2)

4.2.2. Strategi Koping

Strategi koping yang dilakukan oleh partisipan tergambar sebagai

berikut:

4.2.2.1. Strategi Mengatasi Dampak Fisik

Setelah beberapa saat partisipan merasakan dampak fisik

akibat pemasangan stoma, partisipan mampu beradaptasi


60

dengan beberapa strategi yang dilakukan seperti strategi pada

pengaturan diet dan stoma. seperti pernyataan partisipan

sebagai berikut:

“ Alhamdulillah bisa ibu mengontrolnya baunya gitu... ooo


ibu tidak tunggu penuh dulu kantongnnya itu nak... jadi ibu
kira – kira aja.. kalau sudah lebih – lebih dari setengah kan
kantongnya itu isinya... ibu ganti lagi.... jadi ibu kira – kira
aja.. jadi gak kelluar baunya gitu kan” (P1).

“ oo untuk BAB tu kak saya beli kantongnya kak.. kira – kira


saya tukar itu sehari itu bisa 8 – 9 kali tukar kantongnya
kak... ooo.. tidak sampai penuh kak.. “ (P2)

“ sekarang ini yaa... tidak terlalu masalah lah kantong itu


lah gitu kan.. kalau penuh yaa cepat – cepat ibu ganti kan..
kalau gak gitu takutnya nanti berbau sama lembek dia
bagian – bagian itunya itu kan... biar nggak terasa
bergoyang – goyang ibu pakai pampers... ibu jalani aja
lagi... kan.... gak.. gak terganggu.. soalnya ibu pake
pampers... pampers nya itu ibu kepitin gitu kan,, jadi gak
terlalu.. oo kalau dia bengkak gitu kan.. dia goyang – goyang
gitu sakit tu... aa kalau pake pampers kan ada celana lagi..
dua kali lipat di dalam pake pampers pake celana lagi.. gak
terlalu.. kuat.. gak apa – apa.. ooo bau nya juga gak keluar
kan..” (P4)

“ ususnya membesar rasanya mau jatuh.. jadi sekarang saya


kasih kain.. saya ikatkan ke pinggang jadi aman rassanya...
saya ini buk... hmmm... apa ya namanya.. orangnya itu lassak
buk... tidak pernah diam – diam seperti ini tidak ada
kerjaan.. saya banyak beraktivitas buk... macam – macam
lah yang saya kerjakan di rumah kerjaan di rumah itu kan
tidak mau selesai – selesai ya buk... saya itu kan aktif
orangnya buk... Cuma kalau apa gitu namanya jadi saya
ikatkan ke pinggang kan kuat dia jadinya buk gak bergoyang
– goyang gitu jadinya saya semangat kan buk...” (P6)

Beberapa partisipan melakukan modifikasi diet dengan

menghindari jenis makanan tertentu serta mengatur porsi

makanan, seperti pernyataan berikut:


61

“ ibuk yang ibu hindari makanan jengkol dan petai itu ya...
haha tidak ada ibu makan itu... kalau makanan yang lain ibu
makan semua... aaa Cuma ibu banyak makan buah dan sayur
itu aja... “ (P1)

“ semacam- macam toge itu tidak pernah saya makan sampai


sekarang kak.. sebab kata dokter gizi itu toge ini cepat
pertumbuhan tumor apa kanker gitu kak,,, sampai sekarang
Alhamdulillah tidak pernah saya menccoba toge itu kak...
kalau untuk seperti yang gatal – gatal itu kak,, kadang –
kadang berair itu jadi di bilang sama dokternya kak.. itu
pintar – pintarnya saya aja makannya itu lagi kak... kita
sendiri yang mengatur dan mengira – ngiranya kak...
soalnya kalau kita banyak makan makanan yang berair itu
kan... air
aja yang keluarnya lagi kak... kalau banyak makan yang
keras... keras pula BAB itu keluarnya kak... aa jadi nya saya
atur aja pola makan itu kak... istilahnya kan... nasi sepiring
itu jadinya saya bikin setengahnya saja... biarlah sering tapi
tidak banyak... itu katanya kak,, jadinya terkontrol keluarnya
BAB itu kak... “ (P2)

“ kalau makanan ada yang uni hindari seperti mie dan


bakso, makanan – makanan yang pakai penyedap, es – es..
terus makanan di rumah juga tidak pakai penyedap lagi kan..
untuk sementara kan.. Cuma pakai garam aja uni masak lagi
kan.. itu aja yang uni hindari yang lainnya makanan uni
seperti
biasa kan...” (P3)

“ makan gak... kata dokter itu kan.. makan aja apa yang ibu
mau.. saya gak mau juga sebangsa ada tambahan –
tambahan itu kan saya gak mau.. kayak kue bolu – bolu tu
kan pake pasta apa segala macam ibu gak mau... yaa dokter
sih gak masalah.. ya kan makan aja apa yang ibu mau asal
gak menyakitkan..yaa dari ibu aja ya ibu stop gitu kan..
makan – makan yang
ada penyedapnya gitu ibu stop kan.. ibu makan yang buatan
sendiri lagi kan tau kita bahan – bahanya kita gak pakai
penyedap, gak ada makanan beli – beli warung itu.. Cuma
kalau makan.. suka makan buah sayur gitu kan.. “ (P4)

“ oooo... kalau itu sekarang ini saya atur sediri makanan


itu... saya perhatikan... sekarang saya makan sedikit – sedikit
tapi sering seperti itu saya autr makan. Sama saya kurang –
kurang – kurangi makan yang berair itu supaya terkontrol
keluarnya kan... “ (P5)
62

“ katanya kan harus banyak makan sayur makan buah –


buahan... kalau sejak sakit ini sudah banyak saya makan
sayur,, “ (P6)

Satu orang mengatakan cara mengatasi ketidaknyamanan

karena stoma seperti berikut:

“ lebih sering ke sebelah kanan... kalau ke sebelah sini kan


(kiri) jadinya dia terhimpit kan... jadi miring ke sebelah
kanan lebih sering.. kalau tidur telentang gitu kan uni nggak
nyaman rasanya... “

4.2.2.2. Strategi Mengatasi Dampak Spiritual

Secara spiritual partisipan mulai menerima kondisinya saat ini

dengan berpikir bahwa semua penyakit datang dari Allah dan

dengan tujuan untuk menghapus dosa, seperti yang di

ungkapkan oleh partisipan berikut ini:

“ bersyukur kita massih diberi kehidupan kita kan kak... saya


percaya Allah itu tidak akan selamanya memberikan saya jawab
kak.. apa yang membuat saya malu... kalau memang itu jalan
yang diberi Allah kan... saya percaya Allah tidak akan
selamanya memberi saya penyakit seperti ini... seperti itu
jawaban saya kak... tegar saja saya jadinya kalau memikirkan
semuanya dikembalikan ke Allah... “ (P2)

“uni berfikir penyakit itu datangnya dari Tuuhankan.. jadi kita


bersabar menghadapi penyakit ini lagi kan” (P3)
“ yaa.. yang sekarang ini kan ibu jalani aja... semua kan dari
Allah, kalau sakit kita obati kan gitu aja... kita gak tau Tuhan
itu kan ntah angkat dosa kita mungkin kan ntah gimana kan...”
(P4)
“ ini adalah cobaan dari Allah untuk saya... mungkin dengan
Allah memberi saya penyakit ini, Allah angkat dosa – dosa saya
bisa diampuni. Itu saja yang saya pikirkan jadi semangat lagi
saya.. “ (P5)
“ sekarang sudah tidak apa – apa... istilahnya kan sudah
terbiasa kan.. kan sitilahnya kalau sakit kita obati gitu kan buk...
tapi kalau sudah ajalnya disana ya sudah tidak bisa dihindarkan
63

tapi kan kita mencoba... jadi gimana giitu istilahnya saya sudah
pasrah kan.. “ (P6)

Beberapa partisipan sudah mulai menjalankan ibadah seperti

sholat walaupun ada yang hanya shalat dirumah dan mengulang

wudhu karena kentut keluar atau BAB keluar, seperti penyataan

partisipan berikut:

“ tu... kita kalau mau shalat witir shalat tarawih itu kan aa tu
sampai berapa kali saya ulang wudhu itu... sampai berapa kali
suami ibu menunggu selama lima tahun itu haa ibu dirumah saja
sholatnya...” (P1)
“ untuk ibadah kak.. saya bertanya ke pak ustaddz kak... waktu
di m.djamil juga pernah saya tanyakan kak... saya tanya pak...
kalau seandainya sholat kami yang berpenyakit seperti ini
bagaimana pak.. jadi dijawab sama ustadz itu kak.. kalau itu kan
bukan najis.. itu kan penyakitnya yang diberi oleh Allah jadi kita
kembalikan semua ke Allah... apakah diterima atau tidak ibadah
kita ini kan yang penting kita tidak lalai... kita tidak lupa... masih
lah waktu itu” (P2)
“ ibu sudah tanya – tanya juga kan katanya boleh shalat, tapi
yaa itu kan yang oenting kita menjalankan ya.. bagaimana -
bagaimana nya nanti itu Allah yang menentukan.. masih kuat
ibu shalat berdiri.. Cuma kalau habis kemo ini kan suka pusing
– pusing gitu ibu duduk.. nanti kalau udah habis kemo 2 hari ee
3 hari 4 hari ibu udah mulai berdiri.. udah ilang pusingnya kan..
“ (P4)
“ jadi saya tanya ke ustadz di dekat rumah bagaimana cara saya
shalat.. ustadznya bilang tidak apa – apa shalat saja itu kan
penyakit.. jadi Alhamdulillah sejak saat itu saya shalat.. yaa
sering ulang – ulang jadinya.. kan yang menentukan itu Allah
kan.. apakah shalat kita diterima atau tidak kan Allah yang
menentukan yang penting kita menjalankan..” (P5)
“kalau BAB nya keluar saya ulang lagi shalatnya.. yaa
lumayansering saya ulang – ulang seperti itu jadinya kan.. yaa
tapi tetap juga saya shalat.. yaa namanya kita seperti ini kan...
kita lagi sakit.. kalau masalah diterima atau tidaknya itu kita
serahkan kepada Allah kan.. yang penting kita menjalankan”
(P6)
64

4.2.2.3.Adanya Dukugan Sosial yang membantu mengatasi dampak

psikososial

Partisipan bisa melalui kecemasan dan ketakutan tidak terlepas

dari adanya dukungan yang diberikan baik oleh pasangan,

keluarga, orang disekitar partisipan, dukungan sesama penyintas

dan dukungan dari tenaga kesehatan. Seperti pernyataan

partisipan berikut ini:

“ akhirnya ibu pergi ke jakarta tempat pesta itu kan.. aa tu ndak


ada keluarga ibu tu.. bahkan mereka tidur dengan ibu.. ibu
tanya.. apa ibu berbau.. ndak.. ndak ada berbau kata mereka..
ibu.. eee.. suami ibu seperti itu pula kan kalau apa da.. kalau
uda mau berumah tangga lagi silahkan da.. begitu ibu bilang ke
bapak kan.. e jangan macam – macam.. saya tidak mau berumah
tangga lagi.. itu jawaban suami ibu.. Alhamdulillah Bapak
selalu mendampingi ibu selama ibu sakit...” (P1)
“ waktu itu anak saya masih kecil kak.. umur 14 bulan.. itu lah
yang membuat saya tegar kak... karena memikirkan anak kan...
masih bersyukur kita masih diberi kehidupan kita kan kak... saya
percaya Allah itu tidak akan selamanya memberikan saya sakit
seperti ini kan kak... walaupun kita sakit tapi kita bisa bersama
anak... bisa juga kita melihat anak terus... anak sehat... udah itu
yang saya pikirkan lagi kak... dari segi keluarga mendukung
semua kak... sampai saya menjalani kemo sampai rambut saya
botak licin... Alhamdulillah keluarga mendukung terus kak...”
(P2)
“ karena uni memikirkan anak kan.. anak – anak yang
menguatkan uni kan... anak uni ber-enam orang, yang besar
SMP kelas 3, yang kecil umur 5 tahun... jadi pikiran uni
bagaimana uni biar bisa cepat sembuh... kasihan lihat anak –
anak masih kecil – kecil kan...” (P3)

“ saya megiingat anak – anak saya yang masih kecil – kecil, saya
masih ingin berbuat yang terbaik untuk anak – anak saya... saya
sudah sadar sekarang kan... jadi saya ingin sehat bagaimana
saya bisa berbuat yang terbaik untuk anak.. dengan melihat
anak – anak itu yang membuat saya kembali bersemangat..”
(P5)
65

Beberapa partisipan mengatakan bahwa mereka mendapatkan

dukungan dari teman – teman seperti berikut:

“ Alhamdulillah kan orang itu mengerti juga kan,, kata orang


itu kan,, yang kami ini juga belum tahu nantinya akan seperti
apa.. tidak usah lah minder , kami ini kan belum tahu juga..
susah senang kita rasakan sama – sama.. kamu juga nanti belum
tahu bagaimana keadaan kamu nanti... aaa Alhamdulillah sudah
berapa lama kami duduk disini tidak ada kami mencium bau –
bau katanya... aa tu Alhamdulillah.. yang ibu pikirkan itu nggak
ada terjadi... tidak ada.. bahkan mereka merasa kasihan melihat
kita kan.. mereka malah mendukung kita.. yang merasa jijik itu
tidak ada...” (P1)

“ teman itu lah yang jadi penyemangat saya kak.... kadang


banyak juga teman – teman yang memberikan dukungan kak..
mereka bilang.. apa yang I pikirkan, kami juga kedepannya
belum tau seperti apa... mungkin kami lebih parah dari ini besok
– besok... masih tetap saya kumpul – kumpul dengan teman –
teman kak...” (P2)

“ saya ini orangnya tidak bisa diam – diam begitu, jadi saya
pergi keluar.. tidak ada yang melihat jijik ke saya kan.. saya
sekarang ini sudah bisa pergi kepasar..” (P6)

Partisipan bisa menerima keadaan mereka karena merasa tidak

sendiri, dan ada ostomate lain untuk berbagi cerita

“ itu kan... terus kan ada juga yang sama dengan ibu
penyakitnya... jadi kita ada ceirta – cerita juga kan... ibu lihat
yang lain kuat – kuat juga kan kita jadi ikut semangat juga
kan...” (P4)

“ waktu saya mau berobat ulang saya lihat ternyata tidak hanya
saya yang memiliki penyakit ini, saya lihat banyak juga yang
sama dengan saya ya istilahnya tidak saya sendiri.. jadi
sekarang yaa sudah biasa saja ya...” (P5)

“..karena saya melihat juga kan ada juga yang seperti saya..
tidak hanya saya sendiri... jadi sudah tidak apa – apa.. sudah
biasa saja “ (P6)

Partisipan juga mendapatkan dukungan dari tenaga kesehatan

sehingga bisa beradaptasi dengan stoma


66

“aa terus kontrol yang kedua saya cerita sama asisten dokter
yang menolong waktu operasi kak... saya ceritakan lah kak.. trus
dokter itu bilang apa yang ibuk pikirkan.. maklumi saja.. orang
– orang itu tidak pernah tau mengenai penyakit ibu... kalau
disini kan sering bapak itu bilang... yang sekarang ini jalani
dulu.. apa obat yang dikasi.. berobat kita... kontrol ibu dulu...
Allah yang akan menentukan itu nantinya.. kami sebagai dokter
ini tenaga medis.. kami bisa menolong semaksimal mungkin
untuk ibu ndak usah lah ibu pikirkan itu..” (P2)

“ ooo ibu tanya – tanya.. ibu tanya sama dokter pas ibu kontrol
kan... kayak makanan apa yang gak boleh ibu makan, trus kalau
ada apa – apa kan ibu tanya ke dokternya.. Alhamdulillah ooo
kalau ibu tanya dijelaskan sama dokternya “ (P4)

4.2.3. Adaptasi
Partisipan mengatakan saat ini sudah terbiasa dengan stoma dan
sudah mampu membersihkan stoma sendiri

“Alhamdulillah lah nak.. sampai ibu pergi pesta ke jakarta tidak


ada ibu minder.. kita kan takutny dulu kan orang – orang melihat
kita itu.. orang tidak mau dekat – dekat kita kan.. itu pikiran ibu
dulu.. aaa tapi itu Alhamdulillah yang ibu pikirkaan itu tidak
terjadi..” (P1)

“Alhamdulillah kak... sekarang sudah biasa aja kak.. sudah


seperti orang normal saja kak.. sudah bisa saya sekarang pergi
pakai motor kak” (P2)

“Alhamdulillah sekarang tidak mengganggu... seperti biasa


saja” (P3)

“ yaa.. semangat aja kita kan.. kita tetap berusaha gitu kan...
tenaga gak apa – apa.. massih biasa gitu kan... sekarang ini ibu
jalani aja kan.. tidak terlalu masalah lah gitu kan...” (P4)

“sekarang karena sudah biasa kan ya... sudah merupakan


kewajiban saya untuk membersihkannya kan.. jadi yaa,, sudah
biasa saja” (P5)
BAB 5

PEMBAHASAN

Bab ini akan membahas hasil penelitian yang telah dilakukan dan

membandingkannya dengan teori – teori yang mendukung serta penelitian –

penelitian sebelumnya. Interpretasi hasil penelitian sesuai dengan tujuan

penelitian yaitu untuk mengeksplor pengalaman adapatasi pasien dengan stoma

pada pasien kaker kolorektal. Keterbatasan penelitian akan dibahas berkaitan

dengan pengalaman peneliti selama melakukan peneltian. Implikasi penelitian

akan dibahas pada akhir bab ini, pada bagian ini akan dibahas mengenai

implikasi yang dapat diaplikasikan pada praktek keperawatan dalam

memfasilikasi proses adaptasi pasien terhadap stoma pada kanker kolorektal.

5.1. Interpretasi Hasil Penelitian

5.1.1. Dampak stoma sebagai stimulus

5.1.1.1. Dampak Fisik

Prosedur terapeutik tidak hanya mengobati penyakit tetapi juga


mempengaruhi kualitas hidup pasien. prosedur kolostomi
bertujuan untuk mengurangi gejala gastrointestinal dan
mencegah progresi penyakit, tetapi perubahan pada fisik yang
tidak terelakkan akan mengakibatkan disorder fungsi tubuh dan
mempengaruhi sejumlah aspek kehidupan partisipan.
Kekhawatiran partisipan meliputi gangguan citra tubuh,
ketakutan akan inkontinensia, bau, dan keterbatasan aktivitas
(Virk & Kaur, 2017).

67
68

Pada penelitian ini partisipan menyatakan bahwa mereka

merasakan dampak terhadap fisik akibat stoma, beberapa

partisipan mengatakan buang air besar yang tidak bisa

terkontrol, tidak nafsu makan, kesulitan untuk tidur dan hanya

melakukan aktivitas yang ringan – ringan saja.

Keluhan lain yang juga dirasakan partisipan dalam penelitian ini

terkait dengan stoma seperti rasa sakit saat mengganti kantong

stoma, stoma yang terasa membengkak saat berdiri atau

beraktivitas dan kulit yang kemerahan, lembab dan gatal.

Ostomate mengalami perubahan fisik dimana waktu defekasi

dan flatus tidak diketahui karena stoma tidak memiliki sfingter

sehingga flatus dan defekasi tidak bisa dikontrol. Kontak yang

lama dengan efluen bisa mengakibatkan reaksi yang sama

dengan luka bakar kimia. Masalah dengan perekat kantong

stoma terutama apabila sering diganti juga menjadi keluhan

ostomate dan menyebabkan iritasi kulit (Alwi & Asrizal, 2018).

Pembedahan usus berkontribusi dalam pelepasan hormon yang

menyebabkan penurunan nafsu makan, sehingga pasien hanya

makan sedikit dan mengakibatkan penurunan berat badan

(Changyai, Kongvattananon, & Somprasert, 2020). Hal ini juga

di ungkapkan oleh beberapa partisipan dalam penelitian ini yang

mengatakan bahwa mereka tidak nafsu makan sehingga berat


69

badan mereka kurang dari berat badan ideal pada periode awal

post operasi.

Penelitian yang dilakukan oleh cengiz (2017), juga mengatakan

bahwa beberapa ostomate melaporkan kesulitan untuk tidur

dikarenakan stoma yang mengharuskan mereka terbangun pada

malam hari untuk mengganti kantong dan kebutuhan pengaturan

posisi tidur agar tidak mengganggu stoma, serta kekhawatiran

mengenai kebocoran kantong. Beberapa partisipan dalam

penelitian ini mengatakan bahwa mereka hanya melakukan

aktivitas yang ringan saja, dan aktivitas berat dilakukan oleh

anggota keluarga yang lain. Mereka merasa takut aktivitas berat

akan berakibat buruk pada stoma. Penelitian lain

mengungkapkan bahwa aktivitas fisik mengalami penurunan

pada pasien kanker kolorektal, dan penurunan akan menjadi

lebih besar lagi pada pasien yang menjalani kolostomi.

Penurunan aktivitas fisik pada ostomate dikarenakan rasa nyeri

atau perasaan tidak nyaman pada area disekitar stoma (Beeken

et al., 2019).

Pasien dengan stoma biasanya tidak melakukan atau hanya

melakukan aktivitas seperti olahraga dikarenakan kekhawatiran

mengenai kantong kolostomi, kebutuhan membersihkan

kantong selama melakukan aktivitas fisik dan masalah fisik atau


70

kesehatan (Campos et al., 2017). Pasien melaporkan bahwa

mereka tidak bisa mengangkat barang dengan berat lebih dari 5

kg (Dabirian, Yaghmaei, Rassouli, & Tafreshi, 2010).

5.1.1.2. Dampak Psikososial

Dampak psikososial yang diungkapkan partisipan pada

penelitian ini meliputi harga diri rendah, isolasi sosial dan

adannya gangguan citra tubuh, partisipan menyatakan pada saat

awal terpasang stoma mereka tidak mau keluar rumah karena

mereka merasa sedih, kecewa, menyesali keadaan malu dengan

kondisi mereka, merasa bahwa orang lain akan jijik melihat dan

merasa bau. Partisipan juga menyampaikan malu karena tempat

buang air besar yang dipindahkan ke perut akan membuat orang

lain merasa jijik dan takut melihat mereka. Sama halnya dengan

penelitian yang dilakukan oleh Salome (2017), partisipan dalam

penelitiannya memiliki harga diri dan citra diri yang rendah

sehingga mereka memiliki perasaan negatif mengenai diri

mereka. Kehilangan yang dirasakan oleh pasien stoma meliputi

kehilangan psikologis dan fugsi anatomis defekasi, sehingga

mereka mengahadapi perasaan frustasi , ketidakberdayaan,

penolakan diri, dan mengakibatkan perubahan pada harga diri

dan citra tubuh.


71

Pembatasan interaksi sosial diakibatkan oleh stoma, kesulitan

dalam bergabung dengan lingkungan sosial merupakan

ketakutan terbesar bagi ostomate. Mereka takut mengenai reaksi

orang lain terhadap mereka, hal ini dimanifestasikan dengan

pengurangan aktivitas sosial, tidak adanya keinginan untuk

keluar rumah, dan menghindari orang lain.

Pasien dengan penyakit kanker sebagai alasan kolostomi

memiliki skor penyesuaian psikososial yang rendah yang

mungkin dikarenakan adanya stigma di negara – negara asia

bahwa penyakit kanker tidak bisa disembuhkan dan

disinonimkan dengan penyakit menuju kematian (Gautam,

Koirala, Poudel, & Paudel, 2016). Saat berinteraksi dengan

orang lain hal yang menjadi perhatian bagi ostomate adalah

adanya perasaan gugup dan menjadi introvert (Alwi & Asrizal,

2018).

Saat pasien mulai menyadari bahwa gas dan bau keluar melalui

stoma, dan ketika komplikasi muncul maka dibutuhkan lebih

dari satu perubahan. Kondisi tersebut membuat pasien

menngalami perubahan biopsikososial. Kebanyakan pasien

merasa malu, dan pada akhirnya merasa tidak mau, tidak mampu

untuk bekerja, belajar, dan mengambil bagian dalam aktivitas

sehari – hari (Salomé et al., 2014). Konsekuensi sosial dari stoma


72

adalah isolasi, walaupun pasien terkadang mengatakan bahwa

mereka bisa menerima kondisi dengan stoma tetapi mungkin

mereka merasa bahwa lingkungan menolak. Beberapa faktor

penyebabnya antara lain perasaan tidak aman mengenai

kebocoran dan bau dalam situasi sosial (Sarabi, 2020). Silva

(2006) dalam penelitiannya juga mengungkapkan bawa pasien

dengan stoma mengalami kesulitan dalam reintegrasi sosial.

Beberapa faktor yang menyebabkannya antara lain kesedihan

dan keputusasaan, takut mengunjungi tempat – tempat publik

akibat stigma sehingga terjadi isolasi sosial.

Fase post operasi merupakan fase kritis bagi pasien dengan

stoma dan suatu tantangan tersendiri bagi mereka. Pemahaman

awal pasien terhadap stoma sebagai suatu ancaman sehingga

membuat mereka tertekan dan direaksikan dengan kekagetan

serta kesedihan. Tidak lama setelah itu pasien menyadari bahwa

mereka memiliki masalah lain seperti ketidakmampuan mereka

mengontrol efek yang tidak menyenangkan sehingga mereka

menghindari untuk bertemu orang lain (Sarabi, 2020).

Ketakutan terhadap tampilan stoma merupakan salah satu topik

menarik yang diungkapkan oleh partisipan. Partisipan sering

merasakan ketakutan, kehilangan dan perasaan putus asa pada

saat pertama kali melihat stoma pada dinding abdomen. Sebagai


73

bagian dari organ, usus tersembunyi dibawah dinding abdomen,

tidak banyak orang yang bekesempatan melihatnya secara

lagsung, sehingga melilhat dan merawat stoma merupakan suatu

tantangan pada awalnya (Gao, 2012). Sama halnya dalam

penelitian ini, pada awalanya partisipan merasa takut dan tidak

berani untuk membersihkan stoma sendiri. Tidak hanya takut

reaksi awal yang diungkapkan oleh partisipan setelah terpasang

stoma beragam anatara lain partisipan berpikir bahwa orang lain

akan merasa jijik, ada perasaan risih dan tidak nyaman serta

merasa malu memiliki stoma.

Diaz (2016) menyatakan bahwa hubungan sosial partisipan

dikondisikan oleh ketakutan partisipan terhadap bau dan suara

yang mungkin dikeluarkan oleh stoma serta adanya

kemungkinan orang lain bisa melihat kantong stoma yang

digunakan, Kondisi ini bisa memicu terjadinya kondisi isolasi.

penelitian lain juga mengatakan bahwa partisipan merasakan

ketidaknyamanan setelah terpasang stoma, mereka melaporkan

bahwa stoma mengakibatkan distress emosional bagi mereka

dan keluarga. Partisipan yang baru terpasang stoma

menunjukkan ketakutan akan mengganggu pasangan karena

perubahan fisik mereka, ada beberapa yang melaporkan bahwa

mereka tidur dikamar yang terpisah (Cengiz & Bahar, 2017).


74

Ostomate pada umumnya memiliki perasaan yang negatif

terhadap diri sendiri, perasaan tersebut meliputi rasa takut,

perasaan kesepian, sengsara, mudah sedih, merasa inferior, dan

memalukan (Alwi & Asrizal, 2018). Penyebab utama dari rasa

malu yang diungkapkan pasien yaitu adanya masalah kebocoran,

bau dan suara yang dikeluarkan stoma (Sarabi, Navipour, &

Mohammadi, 2017).

5.1.1.3. Dampak Spiritual

Satu orang partisipan mengatakan bahwa pada saat baru

terpasang stoma bertanya – tanya bahwa dosa apa yang telah ia

lakukan sehingga Allah memberikan penyakit dan menyesali

keadaannya, hal ini dikarenakan saat terpasang stoma partisipan

masih berusia dewasa muda. Orang yang lebih tua memiliki

kesejahteraan spiritual yang lebih tinggi karena memiliki

kepercayaan yang lebih kuat serta harapan hidup yang lebih

(Seraji, Shojaezade, & Rakhani, 2016).

Dampak spiritual lainnya yang dialami oleh partisipan dalam

penelitian ini adalah kesulitan dalam melaksanakan shalat,

mereka ragu untuk melakukan shalat karena merasa bau, buang

air besar dan kentut yang tidak bisa di kontrol. Akibatnya

partisipan mengulang wudhu kembali, dan beberapa partisipan

yang biasanya shalat ke mesjid saat ini hanya shalat di rumah


75

saja dan hanya melakukan shalat fardhu saja. Hal yang sama juga

diungkapkan dalam penelitian akgul (2016) bahwa pasien

dengan stoma fecal menghadapi hambatan yang berhubungan

dengan melaksanakan ibadah tertentu, pasien meningkatkan

frekuensi wudhu dan pengulangan shalat.

Setelah menjalani kolostomi, pasien terbatas dalam menjalani

ibadah dikarenakan perasaan bahwa ibadah mereka tidak akan

diterima akibat adanya bau dari stoma (Alwi & Asrizal, 2018).

Penelitian yang dilakukan oleh rangki (2014) juga

mengungkapkan bahwa ostomate mengalami kesulitan dalam

menjalani ibadah, terutama untuk shalat berjemaah di mesjid.

Hal ini dikarenakan adanya rasa risih akibat sering kentut serta

bau yang ditimbulkan dari kotoran yang keluar dari stoma.

Adanya rasa malu untuk mengahadap Allah dalam keadaan

kotor juga menjadi salah satu pertimbangan bagi ostomate, dan

banyak dari mereka yang frustasi akibat kondisi mereka

tersebut.

5.1.2. Mekanisme Koping

5.1.2.1. Strategi Mengatasi Dampak Fisik

Setelah beberapa saat, partisipan mulai melakukan pengaturan

diet seperti makan sedikit tapi sering, mengurangi penggunaan

penyedap dalam masakan, lebih banyak makan buah dan sayur


76

serta ada pembatasan jenis makanan yang dilakukan oleh

partisipan. Beberapa jenis makanan yang dibatasi partisipan

seperti mengurangi makanan yang mengandung banyak air dan

makanan yang berbau menyengat dengan tujuan agar dapat

mengatur konsistensi faeces yang keluar. Partisipan melakukan

penyesuaian terhadap diet dengan bertanya kepada tenaga

kesehatan baik itu dokter, perawat maupun ahli gizi. Pegaturan

diet juga dilakukan oleh partisipan pada peneltian lain seperti

membatasi jenis makanan yang dimakan, serta waktu makan

mereka. Beberapa partisipan menggambarkan kebiasaan makan

yang sering namun dalam jumlah yang sedikit untuk mengatur

keluaran stoma, dan kebutuhan untuk mengunyah makanan

secara baik. Pengaturan diet sangatlah individual dan biasanya

berdasarkan prinsip “trial and error” (Sun et al., 2013).

Tujuan dari terapi diet pada ostomate adalah mencegah

terjadinya penyumbatan stoma setelah operasi, membantu

penyembuhan luka stoma, dan meminimalisir ketidaknyamanan

gastrointestinal seperti flatulen, diare, konstipasi, dan bau

(Akbulut, 2011). Tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan

adanya keuntungan terapeutik pada diet khusus bagi pasien

dengan berbagai tipe stoma, namun sama halnya dengan orang

lain ada kecendrungan untuk membatasi makanan yang akan

menghasilkan gas. Beberapa pasien mengatakan bahwa mereka


77

tidak mengikuti diet khusus karena stoma, dan yang lainnya

mengatakan bahwa mereka melakukan modifikasi diet.

Makanan yang mereka hindari karena stoma seperti buah segar,

kacang, santan, dan sayuran seperti jagung, popcorn, kol, kacang

hijau, dan bawang. Reguler diet direkomendasikan bagi

ostomate (Willcutts & Touger-Decker, 2013).

Adaptasi yang dilakukan oleh partisipan dalam penelitian ini

mengenai masalah stoma untuk mencegah terjadinya iritasi kulit

dengan mengganti kantong stoma apablia sudah setengah penuh.

Salah seorang partisipan mengungkapkan bahwa ia harus

mengganti kantong sekitar 6- 7 kali dalam sehari. Untuk

mencegah iritasi, stomahesive, barrier kulit harus digunakan.

Sangat penting memberikan edukasi kepada ostomate sehingga

mereka bisa kembali ke kehidupan sehari – hari. Perawat

memiliki peranan penting dalam melatih dan memberikan

bimbingan kepada ostomate (Alwi & Asrizal, 2018).

5.1.2.2. Strategi Megatasi Dampak Spiritual

Pada penelitian ini, partisipan telah menggunakan stoma selama

minimal empat bulan dan pada saat ini partisipan telah mulai

menerima kondisi mereka. Partisipan menunjukkan

kesejahteraan spiritual yang positif dengan mengatakan bahwa

mereka berpikir Allah masih menyayanginya karena Allah tidak


78

memberikan penyakit yang lebih berat, dan partisipan lain

menyatakan bahwa dengan memberikan cobaan penyakit ini,

Allah akan mengampuni dosa mereka. Beberapa partisipan juga

beranggapan bahwa setiap penyakit itu atas izin Allah dan

mereka harus bersabar menghadapinya.

Kesejahteraan spiritual positif yang ditunjukkan oleh partisipan

merupakan salah satu komponen yang membentuk identitas

personal adalah bagian dari mode adaptasi konsep diri. Mode

konsep diri didefinisikan sebagai gabungan antara kepercayaan

dan perasaan seseorang mengenai dirinya sendiri atau orang lain

pada suatu waktu. Mode konsep diri terdiri dari fisik diri ( citra

tubuh dan body sense) serta identitas personal ( pemikiran

mereka, moral-etik dan spiritualitas). Pemikiran awal partisipan

mengenai stoma yang negatif ditepis dengan adanya

kepercayaan kepada Allah serta respon positif dari keluarga dan

teman.

Dalam menghadapi stress di kehidupannya, agama merupakan

elemen yang sangat penting. Spiritualitas seseorang mem-

pengaruhi mereka dalam mengatasi stoma, dengan memiliki

keyakinan yang kuat akan memberikan pandangan mengenai

kehidupan yang lebih positif (Helen & Putri, 2014). Tahap

pertama terdiri dari penerimaan diagnosis penyakit yang


79

kemudian pasien harus menerima bahwa mereka akan menjalani

kolostomi. Dengan adanya penerimaan tersebut memungkinkan

pasien tidak hanya memulai proses adaptasi terhadap realitas

tubuh mereka yang baru tetapi juga untuk mendapatkan adaptasi

yang lebih baik daripada mereka yang tidak menerima diagnosis

dan kehadiran stoma (Capilla-Díaz et al., 2019). Kesejahteraan

spiritual memfasilitasi penyembuhan dengan meningkatkan

kekuatan diri, kenyamanan, kedamaian, dan kemampuan koping

sehingga mengurangi distress yang dialami pasien (Li, Rew, &

Hwang, 2012).

Untuk melakukan ibadah partisipan bertanya kepada ustadz

mengenai tata cara sholat bagi mereka. Hasil yang sama juga

diungkapkan pada penelitian yang dilakukan oleh Daibirian

(2010), sebagian besar dari pasien dengan stoma merasa mampu

melajutkan ibadah seperti biasanya, namun beberapa rukun

terkait ibadah terganggu akibat kolostomi.

Peningkatan kesejahteraan spiritual akan dicapai bila adanya

peran dari tokoh agama yang dapat dijadikan tempat untuk

bertanya bagi pasien, serta dukungan secara psikologis dari

tenaga kesehatan terutama dokter dan perawat sejak sebelum

operasi sampai setelah operasi sehingga dapat mengurangi

terjadinya masalah yang berkaitan dengan spiritual (Rangki et


80

al., 2014). Bagi seorang muslim, menjadi bersih dan bebas dari

kotoran merupakan hal yang penting saat menjalani ibadah.

Sangat penting bagi perawat untuk lebih memerhatikan aspek

spiritual dan kebutuhan beribadah pasien (Alwi & Asrizal,

2018).

Fatwa MUI tentang shalat pagi penyandang stoma menetapkan

bahwa 1) shalat bagi penyandang stoma selama masih bisa

melepaskan atau membersihkan kantong stoma sebelum shalat,

maka wajib baginnya untuk melepaskan atau membersihkannya

2) sedangkan apabila tidak dimunginkan untuk melaksanakan

ketentuan pada nomor satu, maka baginya shalat dengan kondisi

apa adanya, karena dalam kondisi tersebut ia termasuk daim al

hadast (orang yang hadastnya tidak bisa disucikan), yakni

dengan berwudhu setiap akan melaksanakan shalat fardhu dan

dilakukan setelah masuh waktu shalat (Majelis Ulama Indonesia,

2009).

5.1.2.3. Adanya dukungan sosial membantu mengatasi dampak

psikososial

Partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa adanya

dukungan dari keluarga, lingkungan, sesama penyintas dan

petugas kesehatan memberikan kekuatan kepada mereka dalam

melalui hari – hari beratnya. Penerimaan dan dukungan dari


81

keluarga dan teman - teman sangat berarti bagi partisipan dalam

menyesuaikan kehidupan sosial mereka. Saat pikiran negatif

mereka di tepis oleh pernyataan lingkungan (teman dan

keluarga) seperti mengatakan bahwa mereka tidak jijik dan tidak

ada bau yang keluar, partisipan mulai berpikir untuk melakukan

interaksi sosial seperti berkumpul dengan keluarga besar dan

teman – teman lainnya.

Ostomate melihat stoma sebagai mutilasi anatomikal, oleh

karena itu keluarga sangat penting dalam implementasi

perencanaan terapeutik, rahabilitatif, dan ireintegrasi sosial

(Salomé et al., 2017). Keluarga merupakan sumber primer dari

dukungan sosial, pasangan memainkan peranan penting sebagai

sosok pendukung (Capilla-Díaz et al., 2019). Ostomate menilai

keluarga adalah tempat yang aman, dan apabila bukan karena

keluarga, mereka tidak tahu bagaimana harus melaui proses

perjalanan penyakit dan kolostomi (Campos et al., 2017). Pasien

yang menerima dukungan dari keluarga menggambarkannya

sebagai suatu hal yang meningkatkan adaptasi mereka terhadap

stoma (Cengiz & Bahar, 2017).

Dukungan yang diberikan tenaga kesehatan menurut partisipan

adalah dengan memberikan dukungan emosional dan edukasi

mengenai cara perawatan stoma setelah keluar dari rumah sakit


82

yang diberikan oleh perawat sebelum partisipan pulang serta

edukasi lanjutan yang diberikan apabila partisipan bertanya

kepada petugas kesehatan. Edukasi stoma lebih efektif bila

diberikan sebelum operasi dilakukan, yang akan menurunkan

lama hari rawatan dan kebutuhan pemecahan masalah mengenai

stoma setelah pasien dipulangkan. Dukungan emosional dengan

mendengarkan dan memberi respon terhadap cerita maupun

pertanyaan dirasakan sangat membantu bagi partisipan. Berbagi

cerita mengenai kejadian yang sangat membuat pasien tertekan

dalam konteks suportif merupakan komponen kunci dari

keberhasilan koping pasien (Zhang et al., 2017).

Edukasi pre operatif secara signifikan menurunkan kejadian

komplikasi stoma. Komunikasi antara perawat stoma dengan

dokter bedah harus digunakan secara efektif untuk memastikan

ostomate tidak mengalami kesulitan nantinya (Richbourg,

Thorpe, & Rapp, 2007). Semua pasien yang akan menjalani

kolostomi membutuhkan edukasi dan konseling mengenai

manajemen stoma dan adaptasi secara psikologis terhadap

kehidupan dengan stoma. seorang peran luka, ostomi dan

kontinen (WOCN) adalah sumber edukasional yang berharga

dan sudah banyak bukti mengenai manfaat yang diberikan

kepada pasien, keluarga dan dokter bedah. Sehingga ASCRS

merekomendasikan bahwa edukasi ostomi harus memiliki


83

komponen pre operatif, post operatif dan harus menyertakan

profesional seperti WOCN, apabila memungkinkan. Periode pre

operatif merupakan waktu yang optimal untuk membangun

keterampilan primer dan pengetahuan yang sesuai bagi pasien.

Internis mengatakan bahwa “dischard starts at admission”.

Namun pada edukasi stoma, disharge starts in the preoperative

clinic (Wasserman & Mcgee, 2017).

Partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa mereka mulai

menerima keadaan dengan stoma setelah mengetahui dan

melihat ada orang lain yang juga memiliki stoma dan merasa

mereka tidak sendiri. Penelitian lain juga mengungkapkan

pasien berkomentar bahwa dengan mengetahui tentang orang

lain yang juga dengan stoma membuat mereka merasa rileks

(Cengiz & Bahar, 2017). Ostomate memperlihatkan kebutuhan

yang signifikan terhadap kelompok mutual, edukasi kesehatan,

dan konsultasi dengan profesional kesehatan untuk

meningkatkan perawatan diri. Keefektifan perawatan diri,

dipelajari melalui pelatihan langsung dengan perawat, kelompok

mutual yang memberikan ostomate beberapa trik atau strategi

yang akan membantu mereka menerima realitas baru,

meminimalisir keterbatasan dan membantu terjadinya adaptasi

(Capilla-Díaz et al., 2016).


84

Ostomate juga mengharapkan adanya asosiasi unntuk berbagi

pengalaman dan mendiskusikan hal – hal yang berkaitan dengan

kolostomi. Menggabungkan kelompok pendukung pada stoma

terapi memungkinkan pasien dengan stoma berinteraksi dengan

membagikan pengalamannya sehingga memfasilitasi terjadinya

perawatan diri dan menunjukkan bahwa mereka tidak sendiri

dalam perjalanan ini sehingga meningkatkan kualitas hidup

mereka (Alwi & Asrizal, 2018). Penelitian lain menunjukkan

bahwa usia, jenis kelamin, status fungsional, pekerjaan, asuransi

kesehatan, akses ke perawat stoma, keanggotaan dalam

komunitas ostomi, menerima pelatihan perawatan stoma dan

bertemu dengan ostomate lainnya merupakan faktor yang

berontribusi dalam adaptasi terhadap stoma (Sarabi, 2020).

Dukungan dari sesama penyintas yang telah lebih dulu

merasakan pengalaman yang sama memberikan keuntungan

bagi ostomat. Sesama penyintas memiliki pengalaman

psikologis yang sama dengan mereka, dan mereka mengetahui

cara terbaik karena telah melaluinya. Mereka memiliki

kredibilitas yang tinggi dalam mendukung ostomate (Zhang et

al., 2017). Partisipasi kelompok pendukung membantu ostomate

untuk beradaptasi lebih cepat. Program ostomate to ostomate

mengambangkan penerimaan dan pengungkapan perasaan yang


85

sangat penting dalam proses adaptasi terhadap stoma (Summers,

2018).

Sistem pendukung yang dirasakan oleh partisipan baik dari

pasangan, keluarga, dan teman membuat partisipan merasa

mampu dan siap untuk melakukan interaksi sosial kembali

seperti mengikuti majelis ta’lim dan menghadiri acara keluarga.

Dukungan yang diberikan oleh sesama ostomate dan tenaga

kesehatan membantu mereka pempersepsikan diri.

5.1.3. Adaptasi pada pasien kanker kolorektal terhadap stoma

Callista Roy dalam teorinya memandang manusia sebagai suatu

sistem terbuka yang berespon terhadap stimulus baik internal

maupun eksternal melalui mekanisme koping kognator dan

regulator yang dimanifestasikan dengan penyakit pasien.

Adaptasi dipertimbangkan sebagai respon efektif terhadap

stimulus (Naga & Al-Khasib, 2014). Input stimulus pada sistem

adaptif dipandang sebagai berbagai macam stresor yang

memaksa terjadinya suatu perubahan. Roy membagi stimulus

kedalam tiga kategori yaitu fokal, kontekstual dan residual

(Perrett, 2007). Stimulus fokal didefinisikan sebagai stimulus

internal dan ekternal yang langsung berhadapan dengan sistem

adaptif , stimulus kontekstual adalah semua selain stimulus fokal

yang mempengaruhi situasi dan stimulus residual adalah


86

stimulus yang memiliki efek tidak pasti terhadap stimulus

(Fawcett, 2017). Stimulus fokal dalam penelitian ini adalah

dampak yang dirasakan oleh partisipan yang membuat partisipan

harus melakukan penyesuaian dengan berbagai strategi.

Stimulus kontekstual dalam penelitian ini adalah kanker

kolorektal dan stimulus residualnya adalah faktor resiko dari

kanker kolorektal.

Dalam penelitian ini adaptasi fisik yang diungkapkan oleh

partisipan meliputi cara partisipan melakukan berbagai strategi

baik dalam melakukan penyesuaian terhadap nutrisi, aktivitas

istirahat serta proteksi yang dalam konsep model adaptasi roy

termasuk kedalam mode adaptasi fisiologis. Mode fisiologis

berhubungan dengan jawaban atau respon fisik seseorang

terhadap stimulus (Erol Ursavas et al., 2014), partisipan

memiliki mode adaptasi fisiologis yang positif dibuktikan

dengan perilaku partisipan dalam mengatasi dampak yang

terjadi pada mereka seperti melakukan pengaturan diet untuk

mengatasi frekuensi dan konsistensi fekal, memodifikasi posisi

tidur untuk memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur pasien,

mengganti kantong stoma dengan rata – rata 6 – 7 kali dalam

sehari untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit akibat

terpapar fekal, serta melakukan penyesuaian dengan mengikat

stoma atau kantong stoma sehingga bisa melakukan aktivitas.


87

Dalam penelitian ini, partisipan saat ini telah memiliki mode

adaptasi konsep diri positif dibuktikan dengan citra tubuh yang

positif dimana seorang partisipan yang awalnya takut dan keget

melihat stoma sehingga tidak mau membersihkan sendiri, saat

ini telah mampu melakukannya. Dengan adanya dukungan dari

keluarga dan teman partisipan mengatakan bahwa mereka sudah

tidak minder lagi sehingga bisa melakukan kegiatan sosial serta

aktivitas seperti biasa. Hal ini membuktikan bahwa partisipan

mampu memenuhi indikator adaptasi konsep diri dan peran yang

positif.

5.2. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan diantaranya yaitu 1) Proses penelitian

yang terhambat dikarenakan situasi pandemi sehingga hanya beberapa

partisipan yang bersedia untuk di wawancara di rumah dan beberapa

partisipan lain memilih untuk diwawancarai di rumah sakit saat sedang

menjalani kemoterapi sehingga privasi partisipan sulit untuk dijaga 2)

keterbatasan pada peneliti yang merupakan peneliti pemula dalam riset

kualitatif sehingga peneliti kesulitan dalam mengembangkan pertanyaan

penelitian mengenai masalah seksualitas. Penelitian ini dilakukan pada

partisipan yang menjalani kemoterapi yang mendapatkan dukungan

keluarga sehingga sulit untuk melihat adaptasi pada pasien yang tidak

mendapatkan dukungan keluarga.


88

5.3. Implikasi Hasil Penelitian

Penelitian ini menunjukkan bahwa stoma menyebabkan berbagai dampak

bagi kehidupan pasien kanker kolorektal baik dari fisik, psikososial maupun

spiritual. Partisipan mampu beradaptasi dengan menggunakan beberapa

strategi tetapi ada banyak faktor yang mempengaruhi adaptasi seseorang,

untuk itu pelayanan kesehatan harus merancang pelayanan multi disiplin

seperti memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mulai dari

menyiapkan pasien yang akan menjalani tindakan hingga follow – up pasien

yang telah keluar dari rumah sakit. Program edukasi pasien stoma sebaiknya

diberikan juga peningkatan keterampilan perawat sehingga pendidikan

keperawatan diharapkan mampu menciptakan perawat spesialis dengan

keahlian perawatan stoma. Media edukasi dengan membuat video ostomate

lain yang telah lebih dulu menjalani hidup dengan stoma juga bisa

dilakukan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa adaptasi pasien juga

tercapai dengan adanya dukungan dari pasien lain yang terapasang stoma

(ostomate), untuk itu perlu adanya suatu lembaga atau organisasi ostomate

di Padang sebagai tempat berbagi pengalaman.


BAB 6

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat

disimpulkan bahwa makna dari addaptasi pasien kanker kolorektal

terhadap stoma sebagai berikut:

6.1.1. Setelah dilakukan penelitian mengenai pengalaman adaptasi

pasien kanker kolorektal terhadap stoma didapatkan 2 Selective

coding dan 1 kategori inti antara lain dampak stoma sebagai

stimulus bagi pasien kanker kolorektal, mekanisme koping yang

dilakukan dan adaptasi pasien kanker kolorektal terhadap stoma

6.1.2. Dampak yang dirasakan pasien antara lain dampak fisik (stoma,

nutrisi, dan aktivitas), dampak psikososial, dan dampak spiritual.

6.1.3. Mekanisme koping yang dilakukan oleh pasien dengan berbagai

strategi untuk mengatasi dampak fisik, spiritual dan dengan

adanya dukungan sosial dari keluarga, teman, tenaga kesehatan

sertia ostomate membantu mengatassi dampak psikososial

6.1.4. Adaptasi pasien kanker kolorektal terhadap stoma efektif

dibuktikan dengan terpenuhinya indikator – indikator pada mode

– mode adaptasi (fisik/fisiologis, konsep diri, peran dan

interdependensi).

89
90

6.2. Saran

6.2.1. Institusi pelayanan keperawatan

Diharapkan perawat mampu meningkatkan peran dalam

perawatan pasien dengan stoma seperti membuat program stoma

yang dimulai pada fase pre operasi seperti melakukan

pengkajian tidak hanya pegkajian kesehatan pasien tetapi juga

mengenai persepsi pasien dan keluarga tentang penyakit dan

stoma serta akses pasien untuk mendapatkan informasi.

Diharapkan juga perawat mampu memberikan edukasi

mengenai stoma seperti perubahan – perubahan yang terjadi

akibat pemasangan stoma, perawatan stoma, dan beribadah baik

secara langsung maupun dengan membuat leaflet. Edukasi

diharapkan tidak hanya kepada pasien tetapi juga melibatkan

keluarga karena keluarga adalah pendukung utama yang

membantu pasien beradaptasi dengan stoma. Pelatihan khusus

perawat stoma juga diharapkan diberikan oleh institusi kepada

perawat untuk meningkatkan kemampuan memberikan asuhan

keperawatan pada pasien dengan stoma

6.2.2. Pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

dan keterampilan mahasiswa keperawatan dalam merencanakan

asuhan keperawatan pada pasien kanker kolorektal dengan

stoma yang dimulai dari melakukan pengkajian lanjut pada

sistem digestif khususnya dengan stoma. Pendidikan


91

keperawatan diharapkan dapat mengembangkan edukasi

mengenai perawatan stoma.

6.2.3. Penelitian keperawatan selanjutnya

Penelitian ini merupakan penelitian awal mengenai proses

adaptasi pasien kanker kolorektal dengan stoma. Penelitian ini

dapat dilanjutkan dengan jumlah partisipan yang lebih besar dan

dengan demografi yang beragam serta pengalaman adaptasi

pasien dengan pasangan dan yang terkait dengan cara

berpakaian, hobi, dan seksualitas dengan pasangan. Diharapkan

penelitian selanjutnya juga dapat melihat efek dukungan sosial

terhadap adaptasi pasien dengan stoma dan harapan pasien

terhadap peran perawat.


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (IV). Jakarta: FKUI.

Abebe, E., Engida, A., Ayelign, T., Mahteme, B., & Aida, T. (2016). Types and
Indications of Colostomy and Determinants of Outcomes of Patients After
Surgery. Ethiop J Health Science, 26(2), 117–120.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.4314/ejhs.v26i2.5

Afiyanti, Y., & Rachmawati, I. N. (2014). Metodologi Penelitian KUalitatif dalam


Riset keperawatan (1st ed.). Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Akbulut, G. (2011). Stomali{dotless;} hastalarda beslenme: Diyet tedavisine pratik


bir baki{dotless}ş. UHOD - Uluslararasi Hematoloji-Onkoloji Dergisi, 21(1),
61–66. https://doi.org/10.4999/uhod.10082

Akgül, B., & Karadaǧ, A. (2016). The effect of colostomy and ileostomy on acts of
worship in the islamic faith. Journal of Wound, Ostomy and Continence
Nursing, 43(4), 392–397. https://doi.org/10.1097/WON.0000000000000237

Akinsanya, J., Cox, G., Crouch, C., & Fletcher, L. (1994). The Roy Adaptation
Model in Action. (B. Price, Ed.). London: The Macmillan Press.

Alligood, M. R. (2018). Nursing Theorists and Their Work (ninth). St. Louis:
Mosby Elseivier.

Alwi, F., & Asrizal, A. (2018). Coloproctology Quality of life of persons with
permanent colostomy : a phenomenological study. Journal of Coloproctology,
7(x x), 4–10. https://doi.org/10.1016/j.jcol.2018.06.001

Ambe, P. C., Kurz, N. R., Nitschke, C., Odeh, S. F., Mslein, G., & Zirngibl, H.
(2018). Intestinal Ostomy- classification, indications, ostomy care and
complication management. Deutsches Arzteblatt International, 115(11), 182–
187. https://doi.org/10.3238/arztebl.2018.0182

American Cancer Society. (2017). Colorectal Cancer: Facts and Figures 2017-2019.
Atlanta: American Cancer Society.

Andersson, G., Engstrom, A., & Soderberg, S. (2010). A chance to live: Women’s
experiences of living with a colostomy after rectal cancer surgery.
International Journal of Nursing Practice, 603–608.
https://doi.org/10.1111/j.1440-172X.2010.01887.x

92
Arafah, M., Saleh, A., Kaelan, C., Yusuf, S., Makassar, U. H., Makassar, U. H., &
Makassar, U. H. (2017). Pengalaman Spiritual Pasien Kanker Kolon dengan
Kolostomi Permanen: Studi Fenomenologi. Journal of Islamic Nursing, 2.

Ayaz-Alkaya, S. (2019). Overview of psychosocial problems in individuals with


stoma: A review of literature. International Wound Journal, 16(1), 243–249.
https://doi.org/10.1111/iwj.13018

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. (2018).


Laporan Nasional Riskesdas 2018. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Badr Naga, B., & Al-atiyyat, N. (2013). Roy Adaptation Model: A Review. Middle
East Journal of Nursing, 7(January 2013), 58–61. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/262912248_Roy_Adaptation_Mod
el_A_Review

Beeken, R. J., Haviland, J. S., Taylor, C., Campbell, A., Fisher, A., Grimmett, C.,
… Hubbard, G. (2019). Smoking, alcohol consumption, diet and physical
activity following stoma formation surgery, stoma-related concerns, and desire
for lifestyle advice: A United Kingdom survey. BMC Public Health, 19(1), 1–
10. https://doi.org/10.1186/s12889-019-6913-z

Benson, A. B., Venook, A. P., Al-Hawary, M. M., Cederquist, L., Chen, Y. J.,
Ciombor, K. K., … Gurski, L. (2018). Rectal cancer, version 2.2018 clinical
practice guidelines in Oncology. JNCCN Journal of the National
Comprehensive Cancer Network, 16(7), 874–901.
https://doi.org/10.6004/jnccn.2018.0061

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen


Klinis untuk Hasil yang diharapkaan. (A. Suslia, F. Ganiajri, & P. Lestari,
Eds.) (8th ed., Vol. 2). Jakarta: Salemba Medika.

Bray, F., Ferlay, J., & Soerjomataram, I. (2018). Global Cancer Statistics 2018 :
GLOBOCAN Estimates of Incidence and Mortality Worldwide for 36 Cancers
in 185 Countries, 394–424. https://doi.org/10.3322/caac.21492

Campos, K. De, Henrique, L., Bot, B., Petroianu, A., Rebelo, P. A., Alves, A., …
Panhoca, I. (2017). Coloproctology. Journal of Coloproctology, (x x), 3–8.
https://doi.org/10.1016/j.jcol.2017.03.004

Capilla-Díaz, C., Black, P., Bonill-De Las Nieves, C., Gómez-Urquiza, J. L.,
Zambrano, S. H., Montoya-Juárez, R., … Hueso-Montoro, C. (2016). The
patient experience of having a stoma and its relation to nursing practice:
Implementation of qualitative evidence through clinical pathways.
Gastrointestinal Nursing, 14(3), 39–46.
https://doi.org/10.12968/gasn.2016.14.3.39

93
Capilla-Díaz, C., Bonill-de las Nieves, C., Hernández-Zambrano, S. M., Montoya-
Juárez, R., Morales-Asencio, J. M., Pérez-Marfil, M. N., & Hueso-Montoro,
C. (2019). Living With an Intestinal Stoma: A Qualitative Systematic Review.
Qualitative Health Research, 29(9), 1255–1265.
https://doi.org/10.1177/1049732318820933

Cengiz, B., & Bahar, Z. (2017). Perceived barriers and home care needs when
adapting to a fecal ostomy: A phenomenological study. Journal of Wound,
Ostomy and Continence Nursing, 44(1), 63–68.
https://doi.org/10.1097/WON.0000000000000271

Changyai, K., Kongvattananon, P., & Somprasert, C. (2020). The experiences of


colorectal cancer patients in postoperative recovery: integrative review.
Journal of Health Research, 34(3), 259–269. https://doi.org/10.1108/JHR-05-
2019-0103

Corbin, J. M., & Strauss, A. (1990). Grounded theory research: Procedures, canons,
and evaluative criteria. Qualitative Sociology, 13(1), 3–21.
https://doi.org/10.1007/BF00988593

Cresswell, J. W. (2014). Peneitian Kualitatif dan Desain Riset: Memilih diantara


Lima Pendekatan (Third). Jakarta: Pustaka Pelajar.

Cuesta, M. A., & Bonjer, H. J. (2014). Treatment of postoperative complications


after digestive surgery. Treatment of Postoperative Complications After
Digestive Surgery. https://doi.org/10.1007/978-1-4471-4354-3

Da Silva, A. L., & Shimizu, H. E. (2006). The meaning of the new way of life of
individuals with permanent intestinal ostomy. Revista Latino-Americana de
Enfermagem, 14(4), 483–490. https://doi.org/10.1590/s0104-
11692006000400003

Dabirian, A., Yaghmaei, F., Rassouli, M., & Tafreshi, M. Z. (2010). Quality of life
in ostomy patients: A qualitative study. Patient Preference and Adherence, 5,
1–5. https://doi.org/10.2147/PPA.S14508

Davidson, F. (2016). Quality of life, wellbeing and care needs of Irish ostomates,
(August).
Donsu, J. D. T. (2016). Metodologi Penelitian Keperawatan (1st ed.). Yogyakarta:
PUSTAKABARUPRESS.

Erol Ursavas, F., Karayurt, Ö., & Iseri, Ö. (2014). Nursing Approach Based on Roy
Adaptation Model in a Patient Undergoing Breast Conserving Surgery for
Breast Cancer. The Journal of Breast Health, 10(3), 134–140.
https://doi.org/10.5152/tjbh.2014.1910

94
Fawcett, J. (2009). Using the Roy Adaptation Model to Guide Research and / or
Practice : Construction of Conceptual- Systems of Knowledge. Aquichan,
9(3), 297–306.

Fawcett, J. (2017). Applying Conceptual Models of Nursing: Quality Quality


Improvement, Research, and Practice.

Gao, Y. (2012). NEW STOMA PATIENTS ’ EXPERIENCES DURING POST-


OPERATIVE NURSING CARE School of Health and Social Studies,
(February).

Gautam, S., Koirala, S., Poudel, A., & Paudel, D. (2016). Psychosocial adjustment
among patients with ostomy: a survey in stoma clinics, Nepal. Nursing:
Research and Reviews, Volume 6, 13–21. https://doi.org/10.2147/nrr.s112614

Hamza, A. H., Aglan, H. A., & Hanaa, H. (2017). Recent Concepts in the
Pathogenesis and Management of Colorectal Cancer Colorectal Cancer
Overview Morphology of Colon. Recent Advances in Colon Cancer, 2–79.

Helen, & Putri, Y. S. E. (2014). Kualitas Hidup Pasien dengan Stoma Permanen di
Rumah Sakit Kanker Dharmais. FIK UI, 1–8.

Hooper, J Gutman, N. (2017). Colostomy Guide. United Ostomy Associations of


America, 1–24. Retrieved from https://www.ostomy.org/wp-
content/uploads/2018/03/ColostomyGuide.pdf

Horsfall, J., Cleary, M., Walter, G., & Hunt, G. E. (2007). Conducting mental health
research: Key steps, practicalities, and issues for the early career researcher:
Feature article. International Journal of Mental Health Nursing, 16(SUPPL.
1), 1–20. https://doi.org/10.1111/j.1447-0349.2007.00460.x

Hueso-montoro, C., Bonill-de-las-nieves, C., Celdrán-mañas, M., Hernández-


zambrano, S. M., Amezcua-martínez, M., & Morales-asencio, J. M. (2016).
Experiences and coping with the altered body image in digestive stoma
patients 1. https://doi.org/10.1590/1518-8345.1276.2840

Ian Peate. (2014). Nursing Practice Knowledge and Care. (I. Peate, K. Wild, & M.
Nair, Eds.). Chichester, West Sussex: Wiley Blackwell.

Japhet, L., & Usman, T. (2013). The use of grounded theory technique as a practical
tool for qualitative data collection and analysis. Electronic Journal of Business
Research Methods, 11(1), 29–40.

Jayarajah, U., & Samarasekera, D. (2017). Psychological adaptation to alteration of


body image among stoma patients: A descriptive study. Indian Journal of
Psychological Medicine, 39(1), 63. https://doi.org/10.4103/0253-
7176.198944

95
Komite Penanggulangan Kanker Nasional. (2017). Panduan Penatalaksanaan
Kanker KOlorektal. Jakarta: Kementrian Kesehatan.

Korstjens, I., & Moser, A. (2018). Series: Practical guidance to qualitative research.
Part 4: Trustworthiness and publishing. European Journal of General
Practice, 24(1), 120–124. https://doi.org/10.1080/13814788.2017.1375092

Krishnamurty, D. M., Blatnik, J., & Mutch, M. (2017). Stoma Complications.


Clinical Colon Rectal Surgery, 30, 193–200.
https://doi.org/https://doi.org/10.1055/s-0037-1598160

Leon, M. P. de, & Percesepe, A. (2014). Pathogenesis of Colorectal Cancer.


Metabolism of Human Diseases: Organ Physiology and Pathophysiology,
149–154. https://doi.org/10.1007/978-3-7091-0715-7_24

Lewis, S. L., Dirkensen, S. R., Heitkemper, M. M., Li, & Bucher, N. (2014).
Medical - Surgical Nursing: Assesment and Management of Clinical Problems
(9th ed.). Canada: Mosby Elseivier.

Li, C. C., Rew, L., & Hwang, S. L. (2012). The relationship between spiritual well-
being and psychosocial adjustment in Taiwanese patients with colorectal
cancer and a colostomy. Journal of Wound, Ostomy and Continence Nursing,
39(2), 161–169. https://doi.org/10.1097/WON.0b013e318244afe0

Liao, C., & Qin, Y. (2014). ScienceDirect Factors associated with stoma quality of
life among stoma patients. International Journal of Nursing Sciences, 1(2),
196–201. https://doi.org/10.1016/j.ijnss.2014.05.007

Majelis Ulama Indonesia. (2009). Shalat bagi penyandang stoma (Ostomate).


HFMI jour.

Martha, E., & Kresno, S. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Bidang
Kesehatan. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

McEwen, M., & Wills, E. . M. (2014). Theoretical Basis for Nursing.


https://doi.org/10.1073/pnas.0703993104

Mishra, P. (2016). Textbook of Surgical Gastroenterology (first). New Delhi:


Jaypee Brothers Medical.

Naga, B. S. H. B., & Al-Khasib, E. A. (2014). Roy Adaptation Model: Application


of Theoritical Framework. Middle East Journal of Family Medicine, 12(8),
48–51. https://doi.org/10.1097/MPH.0b013e318249ad34

Palomero-rubio, R., Pedraz-marcos, A., & Palmar-santos, A. M. (2018).


Approaching the experience of people through the process of a colostomy ଝ.
Enfermería Clínica (English Edition), 28(2), 81–88.
https://doi.org/10.1016/j.enfcle.2017.12.002

96
Perrett, S. E. (2007). Review of Roy adaptation model-based qualitative research.
Nursing Science Quarterly, 20(4), 349–356.
https://doi.org/10.1177/0894318407306538

Pine, J., & Stevenson, L. (2014). Ileostomy and colostomy. Intestinal Surgery,
32(4), 212–217. https://doi.org/10.1016/j.mpsur.2014.01.007

Rangki, L., Ibrahim, K., & Nuraeni, A. (2014). Pengalaman Hidup Pasien Stoma
Pascakolostomi. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 2.
https://doi.org/https://doi.org/10.24198/jkp.v2i2.70.g94

Richbourg, L., Thorpe, J. M., & Rapp, C. G. (2007). Difficulties experienced by the
ostomate after hospital discharge. Journal of Wound, Ostomy and Continence
Nursing, 34(1), 70–79. https://doi.org/10.1097/00152192-200701000-00011

Roy, S. C. (2014). Generating Middle-range Theory: Evidence for Practice. (J.


Morita, Ed.). New York: Springer Publishing Company.

RUkajat, A. (2018). Penddekatan Penelitian KUalitatif (pertama). Yogyakarta:


Deepublish.

Salomé, G. M., Almeida, S. A. De, & Silveira, M. M. (2014). Coloproctology


Original article Quality of life and self-esteem of patients with intestinal
stoma. Journal of Coloproctology, 34(4), 231–239.
https://doi.org/10.1016/j.jcol.2014.05.009

Salomé, G. M., De Lima, J. A., Muniz, K. D. C., Faria, E. C., & Ferreira, L. M.
(2017). Health locus of control, body image and self-esteem in individuals
with intestinal stoma. Journal of Coloproctology, 37(3), 216–224.
https://doi.org/10.1016/j.jcol.2017.04.003

Sarabi, N. (2020). Hopelessness and suicide ideation in ostomy patients: a mixed


method study. Journal of Coloproctology, 40(3), 214–219.
https://doi.org/10.1016/j.jcol.2020.05.008

Sarabi, N., Navipour, H., & Mohammadi, E. (2017). Relative Tranquility in Ostomy
Patients’ Social Life: A Qualitative Content Analysis. World Journal of
Surgery, 41(8), 2136–2142. https://doi.org/10.1007/s00268-017-3983-x

Saunders, S., & Brunet, J. (2018). A qualitative study exploring what it takes to be
physically active with a stoma after surgery for rectal cancer. Supportive Care
in Cancer. https://doi.org/http://doi.org/10.1007/s00520-018-4516-3

Seraji, M., Shojaezade, D., & Rakhani, F. (2016). Original Article The Relationship
between Spiritual Well-Being and Quality of Life among the, 2(2), 84–88.

Smeltzer, S. C., & Barre, B. G. (2017). Textbook of meical-Surgical Nursing


Volume 1. (M. Farrell, Ed.) (Fourth Edi). Sydney: Julie Stegman.

97
Sulo, R., Sasmithae, L., Mustika, S., Irxqg, R. H., Vdpsohv, H., Frpsulvhg, Z., …
Fdqfhu, U. (2017). Incidence of Colorectal Cancer in Saiful ANwar Hospital,
Malang, Januari 2010 - April 2015. The Indonesian Journal of
Gastroenterology Heppatology and Digestive Endoscopy, 18(3), 165–168.

Summers, M. C. (2018). The Effect of Ostomate-to-Ostomate Support on


Psychosocial Adaptation to Stoma. Doctor of Nursing Practice Capstone
Projects, 28.

Sun, V., Grant, M., McMullen, C. K., Altschuler, A., Mohier, M. J., Hornbrook, M.
C., … Krouse, R. S. (2013). Surviving Colorectal Cancer: Long-Term,
Persistent Ostomy-Specific Concerns and Adaptations. Journal Wound
Ostomy Continence Nurse, 40(1), 2.5.
https://doi.org/10.1097/WON.0b013e3182750143.Surviving

Susanty, S., & Rangki, L. (2016). Changes and adaptation patient post colostomy.
Iosr Jnhs, 5(6), 123–129. https://doi.org/10.9790/1959-050601123129

Thomson, S. B. (2011). Sample size and grounded theory. Journal of


Administration & Governance, 5(1), 45–52.

Thorpe, G., & McArthur, M. (2017). Social adaptation following intestinal stoma
formation in people living at home: a longitudinal phenomenological study.
Disability and Rehabilitation, 39(22), 2286–2293.
https://doi.org/10.1080/09638288.2016.1226396

Timby, B. K., & SMith, N. E. (2010). Introductory Medical - Surgical Nursing


(10th ed.). China: Lippincot Williams and WIlkins.

Virk, S. S., & Kaur, J. (2017). International Journal of Current Medical and
Pharmaceutical Navjot Sraw ., Prabhjot Saini ., Shivani Kalra ., Satpal Singh
Virk and Jasbir Kaur, 6–12.

Wasserman, M. A., & Mcgee, M. F. (2017). Preoperative Considerations for the


Ostomate. Clinics in Colon and Rectal Surgery, 30(3), 157–161.

Willcutts, K., & Touger-Decker, R. (2013). Nutritional management for ostomates.


Topics in Clinical Nutrition, 28(4), 373–383.
https://doi.org/10.1097/01.TIN.0000437411.43694.eb

Zhang, J., Kam, F., Wong, Y., & Zheng, M. (2017). European Journal of Oncology
Nursing The preoperative reaction and decision-making process regarding
colostomy surgery among Chinese rectal cancer patients. European Journal of
Oncology Nursing, 28, 107–113. https://doi.org/10.1016/j.ejon.2017.03.006

98
Lampiran 1

MATRIKS HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Matriks Hasil Wawancara dengan Partisipan Tentang Dampak Stoma

Transkrip Open Coding


Dampak P
Pernyataan Poin
1 2 3 4 5
Dampak 1 pertamanya iya... pertama baru – baru terpasang itu kan harga diri rendah
ada rasa minder ibu untuk ini kan.. tapi orang – orang kan minder
mau datang bezuk juga kan.. yang kita tkutkan itu kan apa minder
nanti berbau kitanya kan.. minder
suami ibu seperti itu pula kan ibu bilang kalau bau malu ke suami
ibu biarlah da kata ibu kan.. kalau bau kamar ini da.. malu ke suami
biarlah saya tidur dikamar yang lain da... malu ke suami
berpikir orang tidak mau
takutnya dulu kan orang – orang melihat kita itu... orang
mendekat
berpikir orang tidak mau
tidak mau dekat – dekat kita kan.. ppikiran ibu itu aja
mendekat
dulu... tidak ada yang mau mendekati ibu karena takut ibu berpikir orang jijik melihat
berbau kan... takut ibu orang – orang merasa jijik melihat berpikir orang jijik melihat
ibu kan.. apa takut orang lihat kita kan... berpikir orang jijik melihat
2 hmm.. rasanya gimana gitu kak... ada sedihnya. sedih

1
1 2 3 4 5
campur aduk lah kak perassaan ini kak.. kecewa juga ada.. kecewa
gimana itu kak... istilahnya kak... banyak lah perasaan
saya bercerita dengan kakak itu, saya menangis terus kak....
gimana ya... saya menyesali keadaan saya ini kak.. terus
oo itu lah kak... yang saya bilang tadi itu... ada juga malu
rasa malu kak... malu
5 perasaan saya waktu terpasang itu yaa.. ada sedihnya,, sedih
malu juga.. tapi lama kelamaan kan saya berpikir mungkin malu
merasa bagaimanaya... ada rasa malunya bertemu dengan
malu bertemu teman
teman
malu bertemu teman, merasa
dalam kondisi seperti ini... saya takut nanti saya bau...
bau
itu yang menjadi alasan saya malu bertemu orang – orang...
ada perasaan kalau orang tidak mau merasa bau
dekat – dekat dengan saya karena saya buang air itu tidak
merasa bau
terasa kan
6 perasaan saya... bagaimana ya... yaaa yang biasanya malu
buang air besar di bawah,, sekarang dipindahkan... yaa ada malu
malu nya ya.. malu
yaaa... rasanya saya itu berbau gitu kan... berbau
1 kebetulan ada yang pesta di Jakarta aa tu datang juga lah isolasi sosial
ke sini.. kata keluarga kan, ibu jawab biar lah ibu tidak tidak mau pergi
pergi.. kakak ibu saja yang pergi kata ibu kan.. terus di tidak mau pergi
2 waktu pertama itu kak.. saya dirumah saja.. sekitar dikamar saja
sebulan lah kak.. saya dikamar saja kak.. dikamar saja

2
1 2 3 4 5
5 semangat lagi saya.. dulu waktu baru terpasang stoma saya
tidak pernah keluar rumah.. malu rasanya kalau bertemu tidak keluar rumah
teman - teman
1 minggu lah saya seperti itu...
6 saya dulu juga tidak seperti ini buk.. karena dulu itu
kan saya tidak bisa membayangkan kalau saya bisa sehat gitu
saya dirumah saja gitu buk.. di rumah saja
gangguan citra
5 ya.. saya kaget kan lihat stoma itu... biasanya kita kaget melihat stoma
tubuh
buang air besar dari bawah kan.. sekarang keluarnya dari kaget melihat stoma
perut.. yang biasanya kita tahu kapan keluarnya,, sekarang
kaget melihat stoma
tidak terasa
terasa kan.. dulu saya takut kalau harus membersihkannya,, takut membersihkan stoma
saya selalu minta tolong kepada istri untuk dibersihkan,, takut membersihkan stoma
1 keluarnya itu tidak bisa terkontrol kan BAB tidak terkontrol perubahan fisik
kadang kan kita baru mau sholat itu kan kadang – kadang
kentut keluar.. kadang – kadang BAB itu yang keluar sedikit kentut tidak terkontrol
2 tidak sampai penuh kak.. bisa lembab dia kak... di perut itu.. lembab
jadi merah – merah gitu kak...gatal – gatal jadinya kak.. gatal
pernah waktu itu saya lama di atas mobil kak.. tidak sempat
untuk menukarnya kan.. makanya jadi lembab dia kak..
kemerahan
daging
kemerahan
itu jadi merah – merah kak...

3
1 2 3 4 5
4 kalau tidur kan bagian – bagian yang usus itu gak apa – apa,
kalau berdiri bagian usus
tapi kalau dibawa berdiri kan bengkak, bengkak itu ntah
bengkak
kalau berdiri bagian usus
apanya itu ya... bagian perut itu kan bengkak gitu
bengkak
nusuk nusuk gitu kan... usus tu makin lama oo kalau kita
udah kelamaan dulu kan agak mendingan keras, kalau
lembek dan perih
kemaren
itu kan lembek gitu kan perih gitu, ada perih – perihnya lembek dan perih
kena kantongnya gitu kan, lembek dan perih
I: yang di sekitar usus itu... jadi kayaknya kalau kelamaan lembek dan merah
ibu ganti kantongnya gitu jadi agak merah – merah lembek lembek dan merah
6 kan... aaa jadi sekarang kalau saya banyak
bergerak banyak berjalan kan... usus saya ini membesar..
– apa... tapi saya kan takut kok kalau saya berjalan usus membesar
ususnya membesar rasanya mau jatuh.. usus membesar
pembatasan
2 tidak kak... waktu itu saya menunggu di toko saja... tidak aktivitas berat
aktivitas
tidak saya yang pergi kalau belanja itu kan berat kak..
Alhamdulillah aktivitas lain lanjut aja kak..
3 seperti biasa saja... tapi tidak yang berat – berat tidak aktivitas berat
kerjaannya.. seperti mencuci yaa.. mencuci baju kan ada
anak uni yang menolong. Kalau mencuci piring itu uni yang
kerjakan.. membersihkan rumah uni juga... kalau mencuci

4
baju itu kan berat ya,,, itu aja yang nggak uni kerjakan..
1 2 3 4 5
kalalu untuk belanja kan ada warung dekat – dekat rumah uni
yang pergi....
4 I: yaa aktiviitasnya ibu batasi juga, Cuma geraknya seperti
biasalah... Cuma.. Cuma... apa seperti biasalah Cuma ibu kerja kantoran
gak banyak kerja, kerja kantoran gitu doang.. kerja kantoran
aktivitas yang berat – berat aja ibu batasi tidak aktivitas berat
5 sekarang ini saya hentikan aktivitas yang berat – berat tidak aktivitas berat
kan sudah satu tahun ini.. tidak aktivitas berat
ya... Seperti mengangkat angkat barang di warung itu kan ada
keponakan
Saya
6 sekarang ini sudah bisa pergi ke pasar tapi kalau saya tidak aktivitas berat
belanja pergi sama anak atau sama suami saya... soalnya tidak aktivitas berat
kan membawa barang – barang yang berat itu saya tidak bisa tidak aktivitas berat
2 waktu terpasang itu badan saya kurus kak... Cuma 36 kg... tidak nafsu makan gangguan nutrisi
makan tidak mau,, makan waktu itu sepiring ntah habis ntah
tidak nafsu makan
ndak kak..
mungkin karena beban pikiran juga kak..
5 ini kemo yang ke 10.. Alhamdulilah dulu berat badan saya Berat badan turun
turun 20 kilogram, sekarang sudah naik lagi berat badan saya
4 yaa agak risih aja awal – awalnya kan... gimana gitu.. awalnya risih, tidak nyaman ketidaknyamanan
karena terasa ya.. jadi nggak nyaman gitu kan... jadi awalnya risih, tidak nyaman
karena gak nyaman itu, trus.. kadang – kadang kantong itu
nusuk nusuk gitu kan... Jadinya sakit kan.. nyeri

5
3 iya ada kesulitannya, uni kalau tidur itu susah miring – susah posisi tidur ketidaknyamanan
1 2 3 4 5
miring gitu kan,,, nah.. susah posisi tidur
waktu uni membuka kantong itu kan sakit.. sangat sakit sakit membuka kantong ketidaknyamanan
sekali entah karena pengaruh kemo atau pengaruh apa gitu sakit membuka kantong
kan.. uni gak tau juga....
1 aaa kalau ibadah ibu memang ada pengaruhnya.. kadang – pengaruh ke ibadah gangguan ibadah
kadang kan kita baru mau sholat itu kan kadang – kadang
kentut keluar.. kadang – kadang BAB itu yang keluar sedikit
kan... aaa jadinya ibu yang sholat ke mesjid itu nggak tidak sholat ke mesjid
pernah pas terpasang stoma itu kan.. selama lima tahun itu tidak sholat ke mesjid
ibu tu... tapi yaaa terganggu kita kalau ibadah itu ya...
3 kalau untuk beribadah kan uni ada keinginan untuk ibadah,
tapi pakaian uni ini kan berbau kan... masih ragu – ragu masih ragu - ragu ibadah
juga uni untuk shalat kan... uni sudah mau menanyakan ke masih ragu - ragu ibadah
dokternya apa boleh uni shalat dalam keadaan seperti ini
apa tidak.. jadi belum ada uni shalat lagi,,, kalau BAB itu
saking banyak nya keluar kan baunya itu menempel ke baju tu karena baju berbau
kan jadinya shalat kita tidak sah kan.. itu uni ingin karena baju berbau
shalat kan tapi lantaran karena menempel ke baju itu kan... karena baju berbau
BAB itu memang nggak kena ke baju tapi baunya itu
karena baju berbau
menempel
kan...
4 sholat... pas baru – baru yaaa pas baru terpasang ya ndak gerakan shalat terganggu
bisa ibu.. sudah tu duduk tapi pas duduk ndak bisa terlalu
bungkuk ibu, sekarang udah gak apa – apa, udah kayak biasa..

6
tapi shalat sunat yang ibu kurangi..
1 2 3 4 5
5 dulu saya memang ragu kalau mengenai sholat ini kan... ragu shalat
saya merasa bagaimana ya.. karena keluarnya tidak terasa merasa tidak bersih
kan... jadi saya merasa tidak bersih kan.... merasa tidak bersih
6 saya awal – awalnya ragu juga kan buk mau shalat gitu... ragu shalat
Rasanya kita tu gak bersih gitu kan... Apa sah apa ndak shalat
kita
2 ini kak.. pemikiran saya waktu itu kak.. rasanya itu.. apa
ada orang lain yang juga memiliki penyakit seperti ini,,, merasa berdosa dosa
apa hanya saya saja... apalah dosa yang sudah saya perbuat merasa berdosa
kan kak... sampai dapat sakit ini... merasa berdosa

7
Tabel 2. Matriks Hasil Wawancara dengan Partisipan Tentang Proses Koping

Transkrib
Koping P Open Coding
Pernyataan Partisipan Poin
1 2 3 4 5
koping 1 Alhamdulillah bisa ibu mengontrolnya baunya gitu... bisa mengontrol bau strategi merawat
ooo ibu tidak tunggu penuh dulu kantongnnya itu nak... bisa mengontrol bau stoma
jadi ibu kira – kira aja.. kalau sudah lebih – lebih dari bisa mengontrol bau
setengah kan kantongnya itu isinya... ibu ganti lagi.... bisa mengontrol bau
jadi ibu kira – kira aja.. jadi gak kelluar baunya gitu kan. bisa mengontrol bau
ibuk yang ibu hindari makanan jengkol dan petai itu ya... bisa mengontrol bau
2 oo untuk BAB tu kak saya beli kantongnya kak.. kira –
kira saya tukar itu sehari itu bisa 8 – 9 kali tukar sering tukar kantong
kantongnya kak... sering tukar kantong
ooo.. tidak sampai penuh kak.. tidak sampai penuh
4 sekarang ini yaa... tidak terlalu masalah lah kantong itu
lah gitu kan.. kalau penuh yaa cepat – cepat ibu ganti kan.. ganti kantong
kalau gak gitu takutnya nanti berbau sama lembek dia ganti kantong
bagian – bagian itunya itu kan... biar nggak terasa
bergoyang – goyang ibu pakai pampers... ibu jalani aja lagi. pakai diaper
.. kan.... pakai diaper
gak.. gak terganggu.. soalnya ibu pake pampers... menahan stoma

8
pampers nya itu ibu kepitin gitu kan,, jadi gak terlalu.. menahan stoma
oo kalau dia bengkak gitu kan.. dia goyang – goyang gitu menahan stoma
1 2 3 4 5
sakit tu... aa kalau pake pampers kan ada celana lagi.. dua menahan stoma
kali lipat di dalam pake pampers pake celana lagi.. gak tidak berbau
terlalu.. kuat.. gak apa – apa.. ooo bau nya juga gak tidak berbau
keluar kan.. tidak berbau
6 ususnya membesar rasanya mau jatuh.. jadi sekarang saya
kasih kain.. saya ikatkan ke pinggang jadi aman rassanya... di ikat
saya ini buk... hmmm... apa ya namanya.. orangnya itu di ikat
lassak buk... tidak pernah diam – diam seperti ini tidak
ada kerjaan.. saya banyak beraktivitas buk... macam –
macam
lah yang saya kerjakan di rumah kerjaan di rumah itu kan
tidak mau selesai – selesai ya buk... saya itu kan aktif
orangnya buk... Cuma kalau apa gitu namanya jadi saya di ikat
ikatkan ke pinggang kan kuat dia jadinya buk gak bergoyang di ikat
– goyang gitu jadinya saya semangat kan buk... di ikat
kalau makanan yang lain ibu makan semua.. Aa Cuma ibu
1 banyak makan buah dan sayur strategi nutrisi
banyak makan
buah dan sayur itu aja..
2 semacam- macam toge itu tidak pernah saya makan sampai tidak makan toge
sekarang kak.. sebab kata dokter gizi itu toge ini cepat tidak makan toge
pertumbuhan tumor apa kanker gitu kak,,, sampai sekarang tidak makan toge
Alhamdulillah tidak pernah saya menccoba toge itu kak...
kalau untuk seperti yang gatal – gatal itu kak,, kadang

9
– kadang berair itu jadi di bilang sama dokternya kak.. itu
pintar – pintarnya saya aja makannya itu lagi kak... kita atur makan
1 2 3 4 5
sendiri yang mengatur dan mengira – ngiranya kak... soalnya atur makan
kalau kita banyak makan makanan yang berair itu kan... air atur makan
aja yang keluarnya lagi kak... kalau banyak makan yang atur makan
keras... keras pula BAB itu keluarnya kak... aa jadi nya atur makan
saya atur aja pola makan itu kak... istilahnya kan... nasi atur makan
sepiring itu jadinya saya bikin setengahnya saja... biarlah atur makan
sering tapi tidak banyak... itu katanya kak,, jadinya atur makan
terkontrol keluarnya BAB itu kak... atur makan
3 kalau makanan ada yang uni hindari seperti mie dan bakso,
makanan – makanan yang pakai penyedap, es – es.. terus tidak pakai penyedap
makanan di rumah juga tidak pakai penyedap lagi kan..
tidak pakai penyedap
untuk
sementara kan.. Cuma pakai garam aja uni masak lagi kan..
itu aja yang uni hindari yang lainnya makanan uni seperti
biasa kan...
4 makan gak... kata dokter itu kan.. makan aja apa yang
ibu mau.. saya gak mau juga sebangsa ada tambahan – tidak pakai penyedap
tambahan itu kan saya gak mau.. kayak kue bolu – bolu tu tidak pakai penyedap
kan pake pasta apa segala macam ibu gak mau... ibu batasin
itu nanti kalau berbalik ke rumah sakit lagi kalau ulang
ini lagi tambah ini lagi kan.. yaa dokter sih gak masalah..
ya kan makan aja apa yanng ibu mau asal gak menyakitkan..
yaa dari ibu aja ya ibu stop gitu kan.. makan – makan yang tidak pakai penyedap

10
ada penyedapnya gitu ibu stop kan.. ibu makan yang buatan tidak pakai penyedap
sendiri lagi kan tau kita bahan – bahanya kita gak pakai
1 2 3 4 5
penyedap, gak ada makanan beli – beli warung itu..
tenaga gak apa – apa masih biasa gitu kan.. Cuma kalau makan sayur dan buah
makan.. suka makan buah sayur gitu kan.. makan sayur dan buah
untuk makanan saya sekarang tidak ada masalah ya... yaa
5
saya juga
tidak tau ya,, kalau dokter disini bilang makan yang banyak
kan... jadi saya makan saja semua ya... aa tapi kalau makan tidak pakai penyedap
– makan mie, penyedap – penyedap seperti itu sudah saya tidak pakai penyedap
hentikan... makan seperti bakso somay yang seperti itu tidak pakai penyedap
sudah saya hentikan sudah setahun ini sejak saya sakit ini tidak pakai penyedap
oooo... kalau itu sekarang ini saya atur sediri makanan atur makan
itu... saya perhatikan... sekarang saya makan sedikit – atur makan
sedikit tapi sering seperti itu saya autr makan. Sama saya atur makan
kurang – kurang – kurangi makan yang berair itu supaya atur makan
terkontrol keluarnya kan... jadi saya sendiri yang
mengaturnya,
katanya kan harus banyak makan sayur makan buah –
6 banyak makan buah dan sayur
buahan... kalau sejak
sakit ini sudah banyak saya makan sayur,, kalalu nggak kan banyak makan buah dan sayur
3 lebih sering ke sebelah kanan... kalau ke sebelah sini tidur miring ke kanan strategi mengatasi
kan (kiri) jadinya dia terhimpit kan... jadi miring ke tidur miring ke kanan ketidaknyamanan
sebelah kanan lebih sering.. kalau tidur telentang gitu kan tidur miring ke kanan
uni nggak nyaman rasanya...

11
1 2 3 4 5
1 tu... kita kalau mau shalat
Strategi
witir shalat tarawih itu kan aa tu sampai berapa kali saya mengulang wudhu
mengatasi
ulang wudhu itu... sampai berapa kali suami ibu menunggu mengulang wudhu dampak spiritual
selama lima tahun itu haa ibu dirumah saja sholatnya... sholat dirumah saja
selagi ibu sadar ha.. Masih ingat ibu sama ibadah tadi itu ha.. tetap menjalankan ibadah
masuk waktu shalat udah terdengar adzan kan.. walaupun ibu tetap menjalankan ibadah
sakit terbaring di tempat tidur ibu tetap menjalankan tetap menjalankan ibadah
ibadah... sebab kan ibu berpikiran kan aaa.. kalau kita itu tetap menjalankan ibadah
bisa saja mati besok pagi kan... itu aja pikiran ibu,,
kalau malam hari ibu mikirnya bisa saja meninggal besok
pagi.. kalau pagi bisa saja kita meninggal nanti malam kan..
ha.. ha... itu saja yang terpikir lagi...
2 untuk ibadah kak.. saya bertanya ke pak ustaddz kak... bertanya kepada ustadz
waktu di m.djamil juga pernah saya tanyakan kak... saya bertanya kepada ustadz
tanya pak... kalau seandainya sholat kami yang berpenyakit bertanya kepada ustadz
seperti ini bagaimana pak.. jadi dijawab sama ustadz itu bertanya kepada ustadz
kak.. kalau itu kan bukan najis.. itu kan penyakitnya yang
diberi oleh Allah jadi kita kembalikan semua ke Allah...
apakah diterima atau tidak ibadah kita ini kan yang penting tidak lalai beribadah
kita tidak lalai... kita tidak lupa... masih lah waktu itu tidak lalai beribadah
kak... disini pun saya ikut wirid gitu kak,, tidak lalai beribadah

12
4 tanya juga kan katanya boleh sholat, tapi yaa itu kan yang
penting kita menjalankan ya.. bagaimana – bagaimana nya tetap menjalankan ibadah
nanti itu Allah yang menentukan. Masih kuat ibu shalat tetap menjalankan ibadah
1 2 3 4 5
berdiri.. Cuma kalau habis kemo ini kan suka pusing – tetap menjalankan ibadah
pusing gitu ibu duduk.. nanti kalau udah habis di kemo 2
hari 3 hari eee 3 hari 4 hari ibu udah mulai berdiri.. udah
ilang pusingnya kan..
5 tanya ke ustadz di dekat rumah bagaimana cara saya sholat... tanya kepada ustadz
ustadznya bilang tidak apa – apa sholat saja itu kan tanya kepada ustadz
penyakit.. jadi Alhamdulillah sejak saat itu saya shalat.. tanya kepada ustadz
yang penting menjalankan
ya sering saya ulang – ulang jadinya... kan yang menentukan
ibadah
yang penting menjalankan
itu Allah kan... apakah sholat kita diterima atau tidak kan
ibadah
yang penting menjalankan
Allah yang menentukan yang penting kita menjalankan...
ibadah
6 tapi saya tetap mau shalat,, kalau BAB nya keluar saya tetap menjalankan ibadah
ulang lagi shalat nya.. yaa lumayan sering saya ulang – tetap menjalankan ibadah
ulang seperti itu jadinya kan... yaa tapi tetap juga saya tetap menjalankan ibadah
shalat.. yaa namanya kita seperti ini kan... kita lagi tetap menjalankan ibadah
sakit.. kalau masalah diterima atau tidaknya itu kita
serahkan kepada Allah kan... yang penting kita
menjalankannya,...
2 bersyukur kita massih diberi kehidupan kita kan kak... saya bersyukur penerimaan
percaya Allah itu tidak akan selamanya memberikan saya percaya kepada Allah

13
jawab kak.. apa yang membuat saya malu... kalau memang
itu
jalan yang diberi Allah kan... saya percaya Allah tidak percaya kepada Allah
1 2 3 4 5
akan selamanya memberi saya penyakit seperti ini... seperti percaya kepada Allah
itu jawaban saya kak... tegar saja saya jadinya kalau
memikirkan semuanya dikembalikan ke Allah...
3 uni berfikir kalau penyakit itu kan datangnya dari Tuhan penyakit dari Allah
kan... jadi kita bersabar menghadapi penyakit ini lagi kan.. sabar menghadapi penyakit
4 yaa.. yang sekarang ini kan ibu jalani aja... semua kan semua dari Allah
dari Allah, kalau sakit kita obati kan gitu aja...
kita gak tau Tuhan itu kan ntah angkat dosa kita mungkin Allah angkat dosa
kan ntah gimana kan... Allah angkat dosa
5 ini adalah cobaan dari Allah untuk saya... mungkin dengan cobaan dari Allah
Allah memberi saya penyakit ini, Allah angkat dosa – dosa
saya bisa diampuni. Itu saja yang saya pikirkan jadi di ampuni dosa
semangat lagi saya..
sekarang sudah tidak apa – apa... istilahnya kan sudah
6 sudah biasa, sudah terbiasa
terbiasa kan..
kan sitilahnya kalau sakit kita obati gitu kan buk... tapi ajal sudah ditentukan Allah
kalau sudah ajalnya disana ya sudah tidak bisa dihindarkan ajal sudah ditentukan Allah
tapi kan kita mencoba... jadi gimana giitu istilahnya saya ajal sudah ditentukan Allah
sudah pasrah kan.. ajal sudah ditentukan Allah

1 Alhamdulillah kan orang itu mengerti juga kan,, pengertian orang dukungan teman
m.. kata orang itu kan,, yang kami ini juga belum tahu

14
nantinya akan seperti apa.. tidak usah lah minder , kami tidak perlu minder
ini kan belum tahu juga.. hidup senang kita rasakan sama – tidak perlu minder
sama.. kamu juga nanti belum tahu bagaimana keadaan kamu tidak perlu minder
1 2 3 4 5
nanti... aaa Alhamdulillah sudah berapa lama kami duduk tidak tercium bau
disini tidak ada kami mencium bau – bau katanya... aa tu tidak tercium bau
Alhamdulillah.. yang ibu pikirkan itu nggak ada terjadi... orang tidak jijik melihat kita
orang mendukung, orang
Itidak ada.. bahkan mereka merasa kasihan melihat kita kan..
merasa kasihan
orang mendukung, orang
mereka malah mendukung kita.. yang merasa jijik itu tidak
merasa kasihan
orang mendukung, orang
ada...
merasa kasihan
2 teman itu lah yang jadi penyemangat saya kak....
kadang banyak juga teman – teman yang memberikan
dukungan teman - teman
dukungan
kak.. mereka bilang.. apa yang I pikirkan, kami juga dukungan teman - teman
kedepannya belum tau seperti apa... mungkin kami lebih dukungan teman - teman
parah dari ini besok – besok... masih tetap saya kumpul – dukungan teman - teman
kumpul dengan teman – teman kak...
1 katanya kan.. akhirnya ibu pergi ke jakarta tempat pesta
dukungan
itu kan.. aa tu ndak ada keluarga ibu tu.. bahkan mereka tidur bersama keluarga
keluarga
tidur dengan ibu.. ibu tanya.. apa ibu berbau... ndak.. tidur bersama keluarga
ndak ada berbau kata mereka.. ibu.. eee (partisipan tampak tidak berbau
aaa jangan banyak – banyak cerita juga.. aaa itu kata suami
dukungan pasangan
ibu.. aa

15
itu ibu kan... untung lah suami ibu itu haa... sabar lah suami sabar
menghadapi ibu tu haa.. mendampingi ibu kan... jadi waktu
suami ibu sampai ibu bilang waktu itu kan.. saya da...
1 2 3 4 5
kalau apa da.. kalau uda mau berumah tangga lagi silahkan
da.. begitu ibu bilang ke bapak kan.. trus ee jangan macam
– macam... saya tidak mau berumah tangga lagi.. itu jawaban suami mendampingi
suami ibu... Alhamdulillah bapak selalu mendampingi ibu suami mendampingi
selama ibu sakit... 3 kali ibu operasi bapak yang merawat suami mendampingi
2 mau ngapa – ngapain masih bisa kan kak... waktu itu anak
saya masih kecil kak.. umur 14 bulan.. itu lah yang membuat memikirkan anak
saya tegar kak... karena memikirkan anak kan... masih tegar
bersyukur kita massih diberi kehidupan kita kan kak... saya
percaya Allah itu tidak akan selamanya memberikan saya
sakit seperti ini kan kak... walaupun kita sakit tapi kita masih bisa bersama anak
bisa bersama anak... bisa juga kita melihat anak terus... masih bisa bersama anak
anak sehat... udah itu yang saya pikirkan lagi kak...
dari segi keluarga dukungan keluarga
mendukung semua kak... sampai saya menjalani kemo
dukungan keluarga
sampai
rambut saya botak licin... Alhamdulillah keluarga
dukungan keluarga
mendukung
terus kak... yaaa karena dukungan dari keluarga dan teman – dukungan keluarga
3 karena uni memikirkan anak kan.. anak – anak yang dukungan anak
menguatkan uni kan... anak uni ber-enam orang, yang besar dukungan anak
SMP kelas 3, yang kecil umur 5 tahun... jadi pikiran uni

16
usaha untuk cepat sembuh demi
bagaimana uni biar bisa cepat sembuh... kasihan lihat anak anak

1 2 3 4 5
usaha untuk cepat sembuh demi
– anak masih kecil – kecil kan...
anak
4 saya megiingat anak – anak saya yang masih kecil – kecil. dukungan anak
.. saya masih ingin berbuat yang terbaik untuk anak – anak
saya... saya sudah sadar sekarang kan... jadi saya ingin
sehat bagaimana saya bisa berbuat yang terbaik untuk anak..
dengan melihat anak – anak itu yang membuat saya kembali
bersemangat..
2 itu tu kan kak.... aa terus kontrol yang kedua saya cerita cerita ke dokter dukungan tenaga
sama asisten dokter yang menolong waktu operasi kak... saya cerita ke dokter kesehatan
ceritakan lah kak.. trus dokter itu bilang apa yang ibuk dukungan tenaga kesehatan
pikirkan.. maklumi saja.. orang – orang itu tidak pernah dukungan tenaga kesehatan
tau mengenai penyakit ibu... kalau disini kan sering dukungan tenaga kesehatan
bapak itu bilang... yang sekarang ini jalani dulu.. apa
obat yang dikasi.. berobat kita... kontrol ibu dulu... dukungan tenaga kesehatan
Allah yang akan menentukan itu nantinya.. kami sebagai dukungan tenaga kesehatan
dokter ini tenaga medis.. kami bisa mneolong semaksimal dukungan tenaga kesehatan
mungkin untuk ibu ndak usah lah ibu pikirkan itu.. untuk dukungan tenaga kesehatan
bercerita kepada tenaga
4 ooo ibu tanya – tanya.. ibu tanya sama dokter pas ibu
kesehatan
kontrol kan... kayak makanan apa yang gak boleh ibu makan,
trus kalau ada apa – apa kan ibu tanya ke dokternya..

17
Alhamdulillah ooo kalau ibu tanya dijelaskan sama
dokternya

1 2 3 4 5
4 itu kan... terus kan ada juga yang sama dengan ibu
bercerita dengan sesama
penyakitnya... jadi kita ada ceirta – cerita juga kan... dukungan
penyintas
ibu lihat yang lain kuat – kuat juga kan kita jadi ikut ostomate
semangat juga kan...
5 waktu saya mau berobat
ulang saya lihat ternyata tidak hanya saya yang memiliki saya tidak sendiri
penyakit ini, saya lihat banyak juga yang sama dengan saya
ya istilahnya tidak saya sendiri.. jadi sekarang yaa sudah
biasa saja ya...
6 terbiasa kan... karena saya melihat juga kan ada juga yang
seperti saya.. tidak hanya saya sendiri... jadi sudah tidak saya tidak sendiri
apa – apa.. sudah biasa saja

18
Tabel 3. Kesesuaian Hasil Penelitian dengan Teori Adaptasi Roy
No. Open Coding Axial Coding Selective Coding Teori Adaptasi
1.  Harga diri rendah Dampak psikososial yang Dampak stoma sebagai Stimulus
 Isolasi sosial dirasakan oleh partisipan stimulus
 Gangguan citra tubuh

 Gangguan nutrisi Dampak fisik yang


 Perubahan fisik dirasakan oleh partisipan
 Ketidaknyamanan
 Pembatasan aktivitas

 Gangguan ibadah
Dampak spriritual yang
 Perasaan berdosa
dirasakan oleh partisipan
2  Merawat stoma Strategi mengatasi dampak Srategi koping pasien dalam Mekanisme coping
 Strategi nutrisi fisik sebagai mekanisme mengatasi dampak stoma
 Strategi mengatasi koping dalam menghadapi
ketidaknyamanan stimulus

 Penerimaan
Strategi mengatasi dampak
spiritual sebagai mekanisme

19
 Strategi mengatasi gangguan koping dalam menghadapi
stimulus
ibadah

Adanya sumber dukungan


yang memantu mengatasi
dampak psikososial
 Dukungan keluarga
 Dukungan teman
 Dukungan tenaga kesehatan
 Dukungan ostomate

20
Lampiran 2: Kategori Inti
open coding axial Coding selectiv coding
Kategori Inti

Harga diri rendah


Dampak
Isolasi Sosial
Psikososial
Gangguan citra
tubuh

Gangguan nutrisi
Dampak Dampak
Perubahan Fisik stoma
Fisik
Pembatasan sebagai
Aktivitas stimulus bagi

ketidaknyamanan pasien
kanker
Gangguan ibadah Dampak kolorektal Adaptasi

Perasaan berdosa spiritual pasien


kanker
Merawat stoma
kolorektal
Strategi
Strategi nutrisi mengatasi terhadap
dampak fisik stoma
Strategi
mengatasi Strategi
ketidaknyamanan
koping
Penerimaan Strategi pasien dalam
mengatasi mengatasi
Keinginan untuk dampak
beribadah Spiritual dampak
stoma

Dukungan keluarga Adanya


Dukungan teman dukungan sosial
Dukungan tenaga yang membantu
kesehatan mengatasi
Dukungan ostomate dampak
psiksosial
Lampiran 3: Izin Penelitian Fakultas Keperawatan Universitas Andalas
Lampiran 4: Izin Penelitian RSUP Dr. M. Djamil Padang
Lampiran 5: Izin Uji Etik Fakultas Keperawatan Universitas Andalas
Lampiran 6: Ethical Clearance
Lampiran 7

PEDOMAN WAWANCARA
Pengalaman Adaptasi Pasien Kanker Kolorektal terhadap Stoma
di Kota Padang

Hari/ Tanggal/ Jam :


Tempat :
Nama/Inisial Informan :
Umur :
Pekerjaan Informan :
Jenis Stoma :
Lama pemakaian stoma :

PELAKSANAAN WAWANCARA
1. Perkenalan dari pewawancara
2. Menjelaskan tujuan dari wawancara
3. Meminta kesediaan waktu untuk melakukan wawancara

Daftar Pertanyaan

1. Bagaimana perasaan Ibu/Bapak saat hari pertama terpasang stoma?

2. Bagaimana pengalaman Bapak/Ibu hidup dengan stoma?

3. Bagaimana pengalaman Bapak/Ibu merawat stoma?

4. Dampak apa yang Bapak/Ibu rasakan setelah terpasang stoma (fisik,

psikologis, spiritual)?

5. Bagaimana dampak tersebut mempengaruhi kehidupan Bapak/Ibu?

6. Bagaimana cara Bapak/Ibu menyiasati dampak tersebut?

7. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu mengenai stoma saat ini?


Lampiran 8

Hal: Permohonan menjadi partisipan

Kepada Yth. Bapak/Ibu/Sdr/Sdri partisipan


Di
Tempat

Assalumu’alaikum Wr. Wb
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia kepada kita semua, sehingga
kita diberikan kemudahan dalam melaksanakan kegiatan kita sehari – hari. Aamiin.
Dengan surat ini saya sampaikan kepada Bapak/Ibu/Sdr/Sdri bahwa saya
bermaksudd untuk melaksankan penelitian mengenai “ Pengalaman Adaptasi
Pasien Kanker Kolorektal Terhadap Stoma di Kota Padang” dalam rangka
menyelesaikan Magister Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas
Andalas Padang.

Hasil penelitian ini akan direkomendasikan sebagai landasan dalam mneingkatkan


pelayanan keperawatan terhadap pasien. Peneliti menjamin bahwa penelitian ini
tidak akan membawa dampak negatif terhadap partisipan. Peneliti juga menjamin
kerahasiaan identitas dan informasi Bapak/Ibu/Sdr/Sdri dari pengumpulan,
pengolahan maupun dalam presentasi hasil penelitian.

Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/Sdri berpartisipasi


dalam penelitian ini. Atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/Sdri, peneliti mengucapkan
terima kasih.

Wassalam,
Hormat saya,

Fira Firdausia
Lampiran 9

INFORMED CONSENT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama :
Tempat/Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin :
Alamat :

Setelah memahami penjelasan yang diberikan oleh peneliti, maka saya bersedia
menjadi partisipan dalam penelitian dengan judul “ Pengalaman Adaptasi Pasien
Kanker Kolorektal terhadap Stoma di Kota Padang Tahun 2019”.
Saya memahami penelitian ini tidak akan membawa akibat yang merugikan saya
dan penelitian ini hanya untuk mengetahui informasi yang diperlukan. dengan ini
saya menyatakan bersedia menjadi partisipan tanpa adanya paksaan atau ancaman
dari pihak manapun.

Padang, 2019
Partisipan,

( )
Lampiran 10: Lembar Konsultasi Pembimbing I
Lampiran 11: Lembar Konsultasi Pembimbing II
Lampiran 12

JADWAL PENELITIAN

No. Kegiatan Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021

April- Sept Okt Nov- Jan Feb Mar- Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des Jan
Agust Des Mei

1 Pembuatan
Proposal

2 Pra Kolokium

3 Kolokium

4 Perbaikan Proposal

5 Pengumpulan Data

6 Pengolahan Data

7 Penulisan Tesis

8 Ujian Hasil

9 Kompre
RIWAYAT HIDUP

Nama : FIRA FIRDAUSIA

Tempat/tanggal lahir : Padang/ 10 Maret 1987

Agama : Islam

Alamat : Jl. Tekukur No.05 Air Tawar Barat, Kecamatan Padang

Utara, Kota Padang, Sumatera Barat

PENDIDIKAN

1. SDN 04 Alai Timur Kota Padang, lulus tahun 1998

2. SLTPN 25 Kota Padang, lulus tahun 2001

3. SMUN 2 Kota Padang, lulus tahun 2004

4. S1 Keperawatan + Ners, lulus tahun 2010

PERKERJAAN

1. STIKES Amanah Padang, tahun 2010

2. RSUD Pariaman, tahun 2011 - sekarang

Anda mungkin juga menyukai