Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Evaluasi karya ilmiah yang otentik pada publikasi ilmiah jurnal nasional
(Indonesia) sampai saat ini belum pernah dilakukan kajian yang mendalam, sebaliknya
di kalangan penerbit jurnal internasional, karya ilmiah yang diterbitkan harus memenuhi
aspek “asli” dan “otentik” (genuine and verified). Di beberapa negara, tindakan
pemalsuan karya ilmiah (dan segala bentuknya) bisa dikenakan sanksi tegas mulai dari
sanksi administratif, sanksi akademis, hingga sanksi pidana. Sebagai contoh di Amerika,
telah terbentuk lembaga khusus untuk mengendalikan “mutu” kegiatan ilmiah
(penelitian, publikasi, dll) yang dilakukan oleh para peneliti, dosen, mahasiswa, industri,
laboratorium, dsb. Lembaga tersebut adalah Office of Research Integrity (ORI).
Tidak semua informasi yang diterima yang berupa jurnal penelitian ilmiah
ataupun literatur yang dapat dijadikan sebagai clinicl practice guidline dapat dijadikan
pengetahuan yang diyakini kebenarannya untuk dijadikan panduan dalam tindakan.
Demikian halnya dengan informasi yang dihasilkan tidak selalu merupakan informasi
yang benar. Informasi tersebut perlu dilakukan pengkajian melalui berbagai kriteria
seperti kejelasan, ketelitian, ketepatan, reliabilitas, kemampu-terapan, bukti-bukti lain
yang mendukung, argumentasi yang digunakan dalam menyusun kesimpulan,
kedalaman, keluasan, serta dipertimbangkan kewajarannya. Proses dan kemampuan
tersebut digunakan untuk memahami konsep, menerapkan, mensintesis dan
mengevaluasi informasi yang didapat atau informasi yang dihasilkan
Proses berpikir untuk menilai informasi tersebut dilakukan secara sistematis
dengan menggunakan kriteria tersebut pada setiap bagian informasi seperti tujuannya,
permasalahan atau pokok persoalan yang ingin dicarikan jalan keluarnya, asumsi dan
konsep yang digunakan, dasar-dasar empiris, dampak atau akibat yang dapat
ditimbulkan, alternatif lain yang dapat digunakan. Keputusan atau kesimpulan yang
dilakukan dengan berpikir kritis merupakan informasi terbaik yang telah melalui
pengkajian dari berbagai sumber informasi termasuk mengkaji kesimpulan yang
dihasilkan dengan memberikan bukti-bukti yang mendukung.
2

Proses membangun informasi merupakan proses aktif menggunakan informasi


dan mengevaluasi hasil kesimpulan yang dibuat terhadap permasalahan yang dihadapi.
Proses tersebut memerlukan berbagai macam ketrampilan seperti:
1. Ketrampilan menangkap dan interpretasi untuk memahami argumentasi dan
pendapat orang lain
2. Ketrampilan untuk mengevaluasi secara kritis argumentasi dan pendapat
3. Ketrampilan untuk mengembangkan dan mempertahankan argumentasi yang dibuat
dengan dasar yang kuat.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa defenisi critical appraisal?
2. Apa defenisi evidence based medicine?
3. Apa kelebihan dan kekurangan critical appraisal?
4. Apa langkah-langkah yang dilakukan dalam critical appraisal?
5. Bagaimana penilaian critical appraisal?
6. Bagaimana telaah critical appraisal prognosis?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk memenuhi tugas evidence based
2. Untuk mengetaui defenisi critical appraisal
3. Untuk mengetaui evidence based medicine
4. Untuk mengetaui kelebihan dan kekurangan critical appraisal
5. Untuk mengetaui langkah-langkah yang dilakukan dalam critical appraisal
6. Untuk mengetaui penilaian critical appraisal
7. Untuk mengetaui telaah critical appraisal prognosis

1.4. Manfaat Penulisan


1. Dapat memenuhi tugas evidence based
2. Dapat mengetaui defenisi critical appraisal
3. Dapat mengetaui evidence based medicine
4. Dapat mengetaui kelebihan dan kekurangan critical appraisal
5. Dapat mengetaui langkah-langkah yang dilakukan dalam critical appraisal
3

6. Dapat mengetaui penilaian critical appraisal


7. Dapat mengetaui telaah critical appraisal prognosis
4

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Defenisi Critical Appraisal


Criticals appraisal adalah proses sistematis untuk menguji validitas, hasil, dan
relevansi dari sebuah bukti ilmiah (hasil penelitian) sebelum digunakan untuk
mengambil keputusan. Telaah kritis merupakan bagian penting dari evidence-based
medicine karena dapat menjembatani jurang antara hasil riset dengan aplikasi praktis.
(Chamber, R. 1998).
Critical appraisal adalah telaah kritis dimana para klinisi mampu menilai secara
efisien apakah suatu literatur kedokteran dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan
klinis dan mampu menilai metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian
tertentu sehingga dapat diputuskan apakah hasil penelitian tersebut dapat diterima atau
tidak.
Criticals appraisal menjadi suatu keharusan bagi seorang klinisi (ex. Dokter)
untuk menerapkan pengetahuan baru dalam praktek sehari-hari. Criticals appraisal
digunakan untuk menilai validitas (kebenaran) dan kegunaan dari suatu artikel atau
journal ilmiah.
Jadi bagaimana kita dapat mengetahui bahwa data-data penelitian yang kita
dapatkan berkualitas baik, dapat dan layak dipercaya? Bagaimana kita dapat
memutuskan penelitian mana yang akan kita percaya jika seandainya kita memperoleh
dua data yang meliki topik yang sama namun kesimpulannya berbeda. Karena hal-hal
inilah kita perlu melakukan critical appraisal. Adapun evaluasi dari critical appraisal
ini meliputi:
1. Relevansi
2. Peneliti : pakar, pemula, tempat
3. Sponsor : sumber dana
4. Rancangan penelitian : sesuai dengan tujuan penelitian
5. Perfomance penelitian : keandalan definisi operasional, alat
6. Prosedur menganalisa data
7. Pembahasan
8. Kesimpulan
5

Sedangkan Critical appraisal memiliki fungsi sebagai:


1. Secara sistematik mengevaluasi literature ilmiah
2. Dapat memilih literature yang akan diambil
3. Memutuskan artikel manakah yang akan mempengaruhi pekerjaan yang akan
dilakukan
4. Memisahkan penghalang antara peneliti dengan hasil penelitian
5. Mendukung perkembangan dari Evidence Based Practice (EBP).

Prognosis mengacu pada kemungkinan outcome dalam perjalanan klinik suatu


penyakit dan frekuensi kejadiannya dalam satu waktu (misalnya: kematian pada
penderita demensia) (Tugwell, 1981, Laupacis, dkk, 1994). Faktor prognosis adalah
faktor-faktor karakteristik (dermografi, klinik, penyakit penyerta) yang dapat digunakan
untuk meramalkan outcome suatu penyakit (Laupacis, dkk, 1994). Sebagai contoh:
adalah gangguan perilaku pada demensia, pasien demensia dengan gangguan perilaku
memiliki kemungkinan outcome yang lebih buruk daripada pasien demensia tanpa
gangguan perilaku.
Rancangan penelitian yang paling baik untuk mempelajari prognosis dan faktor
prognosis adalah kohort. Rancangan penelitian uji klinik seringkali tidak dapat
digunakan pada penelitian tentang prognosis karena alasan etika (Laupacis, dkk, 1994).
Rancangan penelitian kasus kontrol dapat pula dipakai dengan menggali faktor-faktor
prognosis secara retrospektif antara kelompok pasien dengan outcome tertentu dan yang
tidak (Laupacis, dkk, 1994). Kelemahan utama rancangan kohort dibanding kasus
kontrol adalah perlunya waktu dan biaya yang relatif lebih banyak (Rowe, 2000,
Williams, 2001).
Dalam penelitian tentang prognosis maka kriteria outcome harus didefinisikan
secara jelas, spesifik, dan obyektif (Tugwell, 1981). Kriteria outcome harus
didefinisikan secara jelas sebelum penelitian dimulai (Laupacis, dkk, 1994). Pada
penelitian kohort, sekelompok subyek (kohort) dengan atau tanpa faktor prediktor
prognosis akan diikuti secara longitudinal sampai muncul outcome (Seibert dan
Zakowski, 1999). Kesimpulan hasil penelitian kohort didapatkan dengan
membandingkan proporsi subyek dengan outcome yang positif antara kelompok subyek
6

dengan faktor prediktor positif dan kelompok subyek tanpa faktor prediktor (Page, dkk,
1996).

2.2. Evidence Based Medicine (EBM)


Evidence based medicne (EBM) merupakan praktik kedokteran klinis yang
memadukan bukti terbaik yang ada, keterampilan klinis, dan nilai-nilai pasien. EBM
bertujuan membantu klinisi agar pelayanan medis memberikan hasil klinis yang
optimal kepada pasien. Penggunaan bukti ilmiah dari riset terbaik memungkinkan
pengambilan keputusan klinis yang lebih efektif, bisa diandalkan, aman, dan cost-
effective.
EBM terdiri atas lima langkah:
1. Merumuskan pertanyaan klinis tentang masalah pasien
2. Mencari bukti dari sumber database hasil riset yang otoritatif
3. Menilai kritis bukti tentang validitas, kepentingan, dan kemampuan
4. penerapan bukti
5. Menerapkan bukti pada pasien
6. Mengevaluasi kinerja penerapan bukti yang telah dilakukan pada pasien

EBM menggunakan segala pertimbangan bukti ilmiah (evidence) yang sahih yang
diketahui hingga kini untuk menentukan pengobatan pada penderita yang sedang kita
hadapi. Ini merupakan penjabaran bukti ilmiah lebih lanjut setelah obat dipasarkan dan
seiring dengan pengobatan rasional. EBM merupakan integrasi dari 3 unsur, yaitu bukti
klinis (best research evidence), keterampilan klinis (clinical expertise), serta Patient
Concerns, Values and Expectation.
Keterampilan klinis adalah keterampilan dan kemampuan menilai oleh dokter
yang didapat dari pengalaman dan prakterk klinik. Bukti klinis adalah penilaian yang
relevan secara klinis, dapat berupa ilmu-ilmu kedokteran dasar, tetapi terutama dari
riset-riset yang berorientasi pasien. Sebuah penemuan klinis dapat mengganti sebuah uji
metoda diagnosis maupun terapi yang telah diterima ke metode baru yang lebih kuat,
tepat, efektif, dan aman. Sehingga dalam menerapkan suatu EBM, dokter tidak hanya
melihat berdasarkan pada keluhan pasien semata, tetapi juga dokter harus dapat mencari
informasi yang valid tentang penyakit yang tengah diderita pasien. Dari informasi yang
diperoleh, dokter diharapkan mampu mengaplikasikannya sesuai dengan keadaan
pasien.
Pengambilan keputusan dalam bidang kedokteran antara lain pada diagnosis,
pengobatan, pencegahan, prognosis, etiologi.
7

2.3. Kelebihan Dan Kekurangan Critical Appraisal


Kelebihan critical appraisal adalah:
1. Merupakan metode yang sistematis utk menilai hasil, validitas, dan kegunaan dari
publikasi artikel ilmiah.
2. Jalan untuk mengurangi jurang antara riset dengan praktis.
3. Mendorong penilaian objektif tentang kegunaan sebuah informasi ilmiah.
4. Critical appraisal merupakan keterampilan yang tidak sulit dikuasai dan
dikembangkan.
Kekurangan critical appraisal adalah:
1. Membutuhkan banyak waktu, terutama pada awal.
2. Tidak selalu memberikan jawaban yang mudah.
3. Mengurangi semangat, terutama bila akses terhadap hasil penelitian yang baik pada
bidang tertentu sangat terbatas.

2.4. Langkah-Langkah Yang Perlu Dilakukan


Secara formal penilaian kritis (critical appraisal) perlu dilakukan terhadap kualitas
bukti-bukti yang dilaporkan oleh artikel riset pada jurnal. Penilaian kritis kualitas bukti
dari artikel riset meliputi penilaian tentang validitas (validity), kepentingan
(importance), dan kemampuan penerapan (applicability) buktibukti klinis tentang
etiologi, diagnosis, terapi, prognosis, pencegahan, kerugian, yang akan digunakan
untuk pelayanan medis individu pasien, disingkat “VIA”.
1. Validity
Setiap artikel laporan hasil riset perlu dinilai kritis tentang apakah kesimpulan
yang ditarik benar (valid), tidak mengandung bias. Bias adalah kesalahan
sistematis (systematic error) yang menyebabkan kesimpulan hasil riset yang
salah tentang akurasi tes diagnosis, efektivitas intervensi, akurasi prognosis,
maupun kerugian/ etiologi penyakit.
Validitas (kebenaran) bukti yang diperoleh dari sebuah riset tergantung dari
cara peneliti memilih subjek/ sampel pasien penelitian, cara mengukur variabel,
dan mengendalikan pengaruh faktor ketiga yang disebut faktor perancu
(confounding factor). Untuk memperoleh hasi riset yang benar (valid), maka
sebuah riset perlu menggunakan desain studi yang tepat.
2. Importance
Bukti yang disampaikan oleh suatu artikel tentang intervensi medis perlu dinilai
tidak hanya validitas (kebenaran)nya tetapi juga apakah intervensi tersebut
memberikan informasi diagnostik ataupun terapetik yang substansial, yang cukup
penting (important), sehingga berguna untuk menegakkan diagnosis ataupun
memilih terapi yang efektif.
8

Suatu tes diagnostik dipandang penting jika mampu mendiskriminasi


(membedakan) pasien yang sakit dan orang yang tidak sakit dengan cukup
substansial, sebagaimana ditunjukkan oleh ukuran akurasi tes diagnostik. Suatu
intervensi medis yang mampu secara substantif dan konsisten mengurangi risiko
terjadinya hasil buruk (bad outcome), atau meningkatkan probabilitas terjadinya
hasil baik (good outcome), merupakan intervensi yang penting dan berguna untuk
diberikan kepada pasien. Suatu intervensi disebut penting hanya jika mampu
memberikan perubahan yang secara klinis maupun statistik signifikan, tidak bisa
hanya secara klinis signifikan atau hanya secara statistik signifikan.
Ukuran efek yang lazim digunakan untuk menunjukkan manfaat terapi dalam
mencegah risiko terjadinya hasil buruk adalah absolute risk reduction (ARR),
relative risk reduction (RRR), dan number needed to treat (NNT). Ukuran efek
yang lazim digunakan untuk menunjukkan manfaat terapi dalam meningkatkan
kemungkinan terjadinya hasil baik adalah absolute benefit increase (ABI), relative
benefit increase (RBI), dan number needed to treat (NNT).
Setiap intervensi medis di samping berpotensi memberikan manfaat juga
kerugian (harm). Ukuran efek yang digunakan untuk menunjukkan meningkatnya
risiko terjadi kerugian oleh suatu intervensi medis adalah rasio risiko (RR), odds
ratio (OR), absolute risk increase (ARI), relative risk increase (RRI), dan number
needed to harm (NNH).

3. Applicability
Bukti yang valid dan penting dari sebuah riset hanya berguna jika bisa
diterapkan pada pasien di tempat praktik klinis. Bukti terbaik dari sebuah setting riset
belum tentu bisa langsung diekstrapolasi (diperluas) kepada setting praktik klinis
dokter. Untuk memahami pernyataan itu perlu dipahami perbedaan antara konsep
efikasi (efficacy) dan efektivitas (effectiveness). Efikasi (efficacy) adalah bukti
tentang kemaknaan efek yang dihasilkan oleh suatu intervensi, baik secara klinis
maupun statistik, seperti yang ditunjukkan pada situasi riset yang sangat terkontrol.
Situasi yang sangat terkontrol sering kali tidak sama dengan situasi praktik klinis
sehari-hari. Suatu intervensi menunjukkan efikasi jika efek intervensi itu valid secara
internal (internal validity), dengan kata lain intervensi itu memberikan efektif
ketika diterapkan pada populasi sasaran.
9

Agar intervensi efektif ketika diterapkan pada populasi yang lebih luas, yang tidak
hanya meliputi populasi sasaran tetapi juga populasi eksternal (external population),
maka intervensi tersebut harus menunjukkan efektivitas. Efektivitas (effectiveness)
adalah bukti tentang kemaknaan efek yang dihasilkan oleh suatu intervensi, baik
secara klinis maupun statistik, sebagaimana ditunjukkan/ diterapkan pada dunia yang
nyata (“the real world”).
Efektivitas menunjukkan manfaat praktis-pragmatis dari sebuah intervensi
ketika diterapkan pada lingkungan pelayanan dokter yang sesungguhnya, di mana banyak
terdapat ketidakteraturan (irregularity) dan ketidakpastian (uncertainty), meskipun pada
lingkungan yang sangat terkontrol alias terkendali intervensi itu mungkin efektif.
Kemampuan penerapan intervensi dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya
kesesuaian antara karakteristik populasi pasien dalam riset dan pasien di tempat praktik,
kesesuaian antara variabel hasil yang diteliti dalam riset dan hasil yang diinginkan pada
pasien (perbaikan klinis), akseptabilitas dan kepatuhan pasien, keamanan (jangka pendek
maupun jangka panjang), biaya, cost-effectiveness, fisibilitas (kelayakan), perbandingan
dengan alternatif intervensi lainnya, preferensi pasien, akseptabilitas sosial, dan
sebagainya. Pertimbangan semua faktor tersebut diperlukan untuk menentukan
kemampuan penerapan intervensi.
Dokter bekerja di dunia nyata, bukan dunia maya atau ―dunia lain. Karena itu
keputusan untuk menggunakan/ tidak menggunakan intervensi perlu
mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas (effectiveness)
intervensi. Suatu riset yang menemukan efektivitas intervensi, dengan kata lain
intervensi yang efektif ketika diterapkan pada populasi umum (populasi eksternal),
maka temuan riset itu dikatakan memiliki validitas eksternal (external validity).
Berdasarkan fakta tersebut maka dalam praktik EBM, “bukti efektivitas” (“evidence
of effectiveness”) lebih bernilai daripada “bukti efikasi” (“evidence of efficacy”)

2.5. Penilaian Critical Apraisal


1. Deskripsi umum:
a. Desain
b. Populasi target, terjangkau, sampel.
c. Cara pemilihan sampel.
d. Variabel bebas.
e. Variabel tergantung.
2. Validitas interna, hubungan non-kasual
a. Bias
b. Chance
10

c. Confounding
3. Validitas interna, hubungan kausal
a. Hubungan waktu
b. Asosiasi kuat
c. Hubungan dosis
d. Hasil konsisten
e. Hubungan bersifat spesifik
f. Koherensi
g. Hasil biologically plausible.
4. Validitas eksterna
a. Hasil dapat diterapkan pada subjek terpilih.
b. Hasil dapat diterapkan pada populasi terjangkau.
c. Hasil dapat diterapkan pada populasi yang lebih luas.
5. Clinical practice Guidlines
Clinical practice guidelines adalah suatu pernyataan-pernyataan yang
sistematis yang memiliki dasar yang kuat untuk membantu praktisi dalam
mengambil keputusan bagi pasien tentang kesesuaian dalam pelayanan kesehatan
dalam cakupan spesifik. CPG merupakan salah satu jenis dari alat ilmu
pengetahuan yang mempunyai peranan penting dalam rangka proses peningkatan
kualitas.
Sejak 10 tahun terakhir Perkembangan dari CPGs yang dipublikasikan dalam
literature atau textbook sangat pesat, hal ini dapat dilihat dari banyaknya textbook
yang dicetak ataupun bahkan banyak muncul textbook terbaru di tiap cabang ilmu.
Bagaimanapun juga perkembangan CPGs ini menghasilkan beberapa perbedaan
oleh beberapa kelompok dalam rekomendasi terapi. Proses sistematis dalam
perkembangan CPGs dapat diartikan sebagai upaya untuk memastikan bahwa CPG
ini berdasarkan dari bukti-bukti terbaik yang ada didukung oleh ahli-ahli klinis dan
hasil yang didapatkan pada pasien.
Tujuan CPG:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan pada pasien dan hasil akhir pelayanan
kesehatan
2. Meringkas temuan hasil-hasil penelitian dan membuat keputusan klinis lebih
transparan.
3. Mengurangi perbedaan-perbedaan dalam pelayanan kesehatan.
4. Meningkatkan efisiensi serta pemanfaatan sumber daya yang ada
5. Mencari perbedaan dalam hal ilmu pengetahuan dan prioritas penelitian
11

6. Menyediakan tuntunan bagi konsumen, memberikan keleluasaan bagi pasien.


7. Memberi tahu kebijakan publik.
8. Mendukung dalam hal mengontrol kualitas meliputi audit pada praktek klinik
atau rumah sakit.

2.6. Telaah Kritis Critical Appraisal Prognosis


1. Apakah Hasilnya Valid?
a. Apakah ada sampel pasien yang representatif dan didefinisikan secara jelas
pada titik yang sama/ similar point dalam perjalanan penyakit / course of the
disease?
Pasien yang ikut dalam penelitian harus ada pada titik yang sama/ uniformly
early point penyakit. Waktu yang ideal adalah ketika manifestasi klinik muncul
pertama kali. Hal ini disebut sebagai "inception cohort."
b. Apakah follow-up lengkap dan cukup lama/ sufficiently long and complete?
Pasien harus diikuti sampai mereka pulih sempurna atau salah satu outcome
penyakit muncul (misalnya: kematian). Waktu follow-up harus cukup panjang
untuk mendapatkan gambaran tentang penyakit. Jumlah subyek yang hilang
selama periode pengamatan (loss of follow up) dapat mengancam validitas
penelitian, semakin besar jumlah subyek yang hilang dalam pengamatan akan
semakin besar ancaman terhadap validitas penelitian.
c. Apakah digunakan kriteria outcome yang obyektif dan tidak berbias?
Beberapa outcome didefinisikan secara jelas, seperti kematian atau sembuh
sempurna. Diantara keduanya ada variasi yang luas dalam hal outcome, yang
sulit untuk didefinisikan. Peneliti harus menetapkan kriteria yang spesifik
untuk masing-masing outcome. Peneliti yang menilai outcome harus buta/
"blinded" terhadap karakteristik pasien dan faktor prognostik untuk
meminimalkan munculnya bias.
d. Apakah ada penyesuaian/adjustment terhadap faktor prognostik yang penting?
Untuk dapat membandingkan 2 kelompok, maka peneliti harus
mempertimbangkan apakah karakteristik pasien diantara kedua kelompok
serupa atau tidak. Penyesuaian kedua kelompok dapat dilakukan berbasis pada
usia, jenis kelamin, atau variabel karakteristik lainnya.
12

2. Apakah hasil penelitian ini penting?


a. Bagaimana gambaran outcome menurut waktu?
Pertanyaan yang sering muncul adalah “bagaimana peluang saya untuk tetap
hidup dalam kurun waktu sekian tahun setelah terdiagnosa penyakit?”.
Gambaran prognosis sering diperlihatkan sebagai: (1) x year survival rate
(jumlah pasien yang tetap hidup sampai pengamatan x tahun dari titik tertentu),
(2) case fatality (jumlah pasien yang meninggal akibat penyakit tersebut), (3)
rekuren, (4)) relaps, (5) remisi, atau (6) digambarkan dalam bentuk kurva
kesintasan (survival curve)
b. Seberapa tepat perkiraan prognosis?
Presisi digambarkan dengan nilai interval kepercayaan. Nilai interval
kepercayaan untuk RR lebih baik bila semakin menjauhi angka 1 (lebih besar
atau lebih kecil), dengan rentang yang sempit (3,2-4,1 lebih baik daripada 1,9-
5,1 untuk RR=3,5). Nilai interval kepercayaan yang di dalam rentangnya ada
nilai 1 (contoh: 0,86-1,22 atau 0,76-2,3) berarti tidak bermakna.

3. Apakah hasil penelitian ini dapat diaplikasikan?


a. Apakah pasien dalam penelitian ini serupa dengan pasien kita?
Karakteristik dermografi dan karakteristik klinik subyek pada penelitian harus
diperhatikan, apakah serupa dengan pasien yang kita hadapi.
b. Apakah hasil penelitian membantu dalam keputusan pemilihan terapi?
Data prognosis sering kali membantu keputusan untuk memberikan terapi atau
memilih terapi tertentu. Sebagai contoh: warfarin dipakai secara luas untuk
mencegah stroke pada pasien dengan atrial fibrilasi non rheumatik, namun
sebuah penelitian menunjukkan bahwa frekuensi stroke pada populasi dengan
atrial fibrilasi saja tanpa faktor risiko lain adalah 1,3% dalam kurun waktu 15
tahun. Frekuensi ini sangat kecil, sehingga risiko pemberian warfarin jangka
panjang pada kelompok pasien ini adalah “do more harm than good”.
c. Apakah hasil penelitian berguna untuk konseling pada penderita atau
keluarganya?
13

Apabila hasil penelitian tentang prognostik mungkin tidak dapat membantu


kita dalam memilih terapi, namun hasil tersebut dapat saja tetap berguna untuk
pemberian konseling. Hal itu terutama berlaku bagi penelitian yang valid,
presisinya tinggi, dengan cakupan pasien yang luas.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Criticals appraisal adalah proses sistematis untuk menguji validitas, hasil, dan
relevansi dari sebuah bukti ilmiah (hasil penelitian) sebelum digunakan untuk
mengambil keputusan. Telaah kritis merupakan bagian penting dari evidence-based
medicine karena dapat menjembatani jurang antara hasil riset dengan aplikasi praktis.
(Chamber, R. 1998).
Dalam penelitian tentang prognosis maka kriteria outcome harus didefinisikan
secara jelas, spesifik, dan obyektif (Tugwell, 1981). Kriteria outcome harus
didefinisikan secara jelas sebelum penelitian dimulai (Laupacis, dkk, 1994). Pada
penelitian kohort, sekelompok subyek (kohort) dengan atau tanpa faktor prediktor
prognosis akan diikuti secara longitudinal sampai muncul outcome (Seibert dan
Zakowski, 1999). Kesimpulan hasil penelitian kohort didapatkan dengan
membandingkan proporsi subyek dengan outcome yang positif antara kelompok subyek
dengan faktor prediktor positif dan kelompok subyek tanpa faktor prediktor (Page, dkk,
1996).

3.2. saran
Penulis berharap agar makalah ini dapat menjadi acuan untuk mempelajari
“Critical appraisal of prognosis article”. Tentunya dalam pembuatan makalah ini banyak
terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dari pembaca, agar
dapat diperbaiki untuk kedepannya.
14

Anda mungkin juga menyukai