Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN. M DENGAN DIAGNOSA MEDIS INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

DI RUANG FLAMBOYAN RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Praktik Pra Klinik Keperawatan II

Di Susun Oleh :

Mahasiswa Tingkat III A/Semester V

Anjuwita

NIM. 2019.C.11a.0999

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PRODI S1 KEPERAWATAN

TAHUN 2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Anjuwita
NIM : 2019.C.11a.0999
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada An.M Dengan Diagno
sa Medis Infeksi Saluran Kemih (ISK) di Ruang Flamboyan RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya ”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh Praktik Pra
klinik Keperawatan II (PPK II) Pada Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu K
esehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Yelstria Urina T, S.Kep., Ners Erista Rusana, S.Kep., Ners


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang berjudul “La
poran Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada An G Dengan Diagnosa Medis Febris Di Pu
skesmas Kayon Palangkaraya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas Praktik
Praklinik Keperawatan II (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ing
in mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Yelstria Urina T, S.Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan keperawatan
ini.
4. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners Selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah Praktik
Praklinik Keperawatan II.
5. Ibu Erista Rusana, S.Kep., Ners selaku CI Lahan yang telah banyak memberikan arahan,
masukan dan bimbingan dalam penyelesaian Asuhan Keperawatan ini.
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan pengabdian kepada
masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan
sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Palangka Raya, 08 November 2021
Mahasiswa

Anjuwita
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................
KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................
1.1 Konsep Dasar Infeksi Saliran Kemih (ISK)..............................................
1.1.1 Definisi ...................................................................................................
1.1.2 Anatomi Fisiologi ...................................................................................
1.1.3 Etiologi....................................................................................................
1.1.4 Klasifikasi................................................................................................
1.1.5 Patofisiologi.............................................................................................
1.1.6 WOC........................................................................................................
1.1.7 Manifestasi Klinis....................................................................................
1.1.8 Penatalaksanaan Medis ...........................................................................
1.1.9 Komplikasi...............................................................................................
1.1.10 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................
1.2. Konsep Keperawatan Anak .......................................................................
1.2.1 Definisi Anak...........................................................................................
1.2.2 Kedudukan Anak di Indonesia ................................................................
1.2.3 Filosofi Keperawatan Anak.....................................................................
1.2.4 Prinsif Keperawatan Anak.........................................................................
1.2.5 Paradigma Keperawatan Anak................................................................
1.2.6 Peran Perawat dalam Keperawatan Anak................................................
1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan.............................................................
1.3.1 Pengkajian................................................................................................
1.3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................
1.3.3 Intervensi Keperawatan...........................................................................
1.3.4 Implementasi Keperawatan.....................................................................
1.3.5 Evaluasi Keperawatan.............................................................................
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................
2.1 Analisis Data...............................................................................................
2.2 Prioritas Masalah........................................................................................
2.3 Rencana Keperawatan................................................................................
2.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan..................................................
BAB III PENUTUP..................................................................................................
3.1 Kesimpulan................................................................................................
3.2 Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar Infeksi Saluran Kemih (ISK)


1.1.1 Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan dimana kuman atau mikroba
tumbuh dan berkembang biak dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna (IDAI,
2016). Istilah ISK umum digunakan untuk menandakan adanya invasi mikroorganisme
pada saluran kemih (Haryono, 2017). ISK merupakan penyakit dengan kondisi dimana
terdapat mikroorganisme dalam urin yang jumlahnya sangat banyak dan mampu
menimbulkan infeksi pada saluran kemih (Dipiro dkk, 2016).
ISK) adalah keadaan adanya infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi parenkim ginjal sampai
kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna (Soegijanto, 2018)
1.1.2 Anatomi Fisiologi
Struktur saluran kemih bagian bawah diyakini turut meningkatkan insidensi
bakteriuria pada wanita. Uretra yang pendek dengan panjang sekitar 2 cm (3⁄4 inci) pada
anak perempuan dan 4 cm (1 1⁄2 inci) pada wanita dewasa memberikan kemudahanjalan
masuk invasi organism. Di samping itu, penutupan uretra pada akhir mikturisi dapat
mengembalikan bakteri pengontaminasi ke dalam kandung kemih. Uretra laki-laki yang
panjang (sampai sepanjang 20 cm (8 inci) pada pria (dewasa) dan sifat antibakteri yang di
miliki oleh secret prostat akan menghambat masuk serta tumbuhnya kuman-kuman
pathogen (Wong, 2012).
1.1.3 Etiologi
Infeksi saluran kemih sebagian besar disebabkan oleh bakteri,virus dan jamur tetapi
bakteri yang sering menjadi penyebabnya. Penyebab ISK terbanyak adalah bakteri gram-
negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus dan akan naik ke sistem saluran
kemih antara lain adalah Escherichia coli, Proteus sp, Klebsiella, Enterobacter (Purnomo,
2014). Pasca operasi juga sering terjadi infeksi olehPseudomonas, sedangkan
ChlamydiadanMycoplasmabisa terjadi tetapi jarang dijumpai pada pasien ISK. Selain
mikroorganisme, ada faktor lain yang dapat memicu ISK yaitu faktor predisposisi (Fauci
dkk., 2016). E.coli adalah penyebab tersering. Penyebab lain ialah klebsiela,
enterobakteri, pseudomonas, streptokok, dan stafilokok (SudoyoAru, dkk 2017).
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain :
a. Escherichia Coli : 90% penyebab ISK uncomplicated ( simple )
b. Psedomonas, proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan lain-lain
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain :
a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung
kemih yang kurang efektif.
b. Mobilitas menurun
c. Nutrisi yang sering kurang baik
d. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
e. Adanya hambatan pada aliran darah
f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat
Berbagai jenis orgnisme dapat menyebabkan ISK. Escherichia coli (80% kasus)
dan organism enterik garam-negatif lainny merupakan organisme yang paling sering
menyebabkan ISK : kuman-kuman ini biasanya ditemukan di daerah anus dan perineum.
Organisme lain yag menyebabkan ISK antara lain Proteus, Pseudomonas, Klebsiella,
Staphylococcus aureus, Haemophilus, dan Staphylococcus koagulse- negatif. Beberapa
faktor menyebabkan munculnya ISK di masa kanak-kanak (Wong, 2012).
1.1.4 Klasifikasi
Menurut Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak infeksi saluran kemih pada
anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi, dan kelainan saluran
kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK asimtomatik dan simtomatik.
Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan menjadi ISK atas dan ISK bawah, dan
berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK dibedakan menjadi ISK simpleks dan ISK
kompleks (Pardede et al, 2011).
a. ISK berdasarkan gejalanya
ISK asimtomatik ialah bakteriuria bermakna tanpa gejala. ISK simtomatik yaitu
terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda klinik. Sekitar 10-20% ISK
yang sulit digolongkan ke dalam pielonefritis atau sistitis baik berdasarkan gejala klinik
maupun pemeriksaan penunjang disebut dengan ISK non spesifik (Pardede et al, 2016).
b. ISK berdasarkan lokasi infeksi
1. Infeksi Saluran Kemih Bawah (Sistitis)
Sistitis adalah keadaan inflamasi pada mukosa buli-buli yang disebabkan oleh
infeksi bakteri. Bakteri penyebab infeksi saluran kemih bawah (sistitis) terutama
bakteri Escherichia coli, Enterococcus, Proteus, dan Staphylococcus aureus yang
masuk ke buli-buli melalui uretra (Purnomo, 2017).
2. Infeksi Saluran Kemih Atas (Pielonefritis)
Pielonefritis adalah keadaan inflamasi yang terjadi akibat infeksi pada pielum
dan parenkim ginjal. Bakteri penyebab infeksi saluran kemih atas (pielonefritis)
adalah Escherichia coli, Klebsiella sp, Proteus, dan Enterococcus fecalis (Purnomo,
2016). Gambaran klinis yang terjadi pada pasien ISK atas, antara lain demam tinggi,
nyeri di daerah pinggang dan perut, mual serta muntah, sakit kepala, disuria, sering
berkemih (Imam, 2018). Jumlah koloni bakteri yang ditemukan pada pasien ISK atas
sebesar >104 cfu (colony forming unit)/mL (Grabe et al., 2018).
c. ISK berdasarkan kelaianan saluran kemih
Berdasarkan kelainan saluran kemih ISK diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu
ISK uncomplicated (sederhana) dan ISK complicated (rumit). Istilah ISK uncomplicated
(sederhana) adalah infeksi saluran kemih pada pasien tanpa disertai kelainan anatomi
maupun kelainan struktur saluran kemih. ISK complicated (rumit) adalah infeksi saluran
kemih yang terjadi pada pasien yang menderita kelainan anatomik atau struktur saluran
kemih, atau adanya penyakit sistemik, kelainan saluran kemih dapat berupa RVU, batu
saluran kemih, obstruksi, anomali saluran kemih, buli-buli neurogenik, benda asing, dan
sebagainyakelainan ini akan menyulitkan pemberantasan kuman oleh antibiotika
(Purnomo, 2017)
1.1.5 Patofisiologi
Infeksi saluran kemih terjadi ketika bakteri (kuman) masuk ke dalam saluran kemih
dan berkembang biak. Saluran kemih terdiri dari kandung kemih, uretra dan dua ureter
dan ginjal (Purnomo, 2014). Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urin bebas
dari mikroorganisma atau steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada saat mikroorganisme
ke dalam saluran kemih dan berkembang biak di dalam media urin (Israr, 2016).
Mikroorganisme penyebab ISK umumnya berasal dari flora usus dan hidup secara
komensal dalam introitus vagina, preposium, penis, kulit perinium, dan sekitar anus.
Kuman yang berasal dari feses atau dubur, masuk ke dalam saluran kemih bagian bawah
atau uretra, kemudian naik ke kandung kemih dan dapat sampai ke ginjal (Fitriani, 2017).
Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui empat cara, yaitu:
1. Ascending, kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari
flora normal usus dan hidup secara komensal introitus vagina, preposium penis, kulit
perineum, dan sekitar anus. Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui
empat tahapan, yaitu :
a. Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus vagina
b. Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli
c. Mulitiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung kemih
d. Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal (Israr, 2016).
2. Hematogen (descending) disebut demikian bila sebelumnya terjadi infeksi pada ginjal
yang akhirnya menyebar sampai ke dalam saluran kemih melalui peredaran darah.
3. Limfogen (jalur limfatik) jika masuknya mikroorganisme melalui system limfatik
yang menghubungkan kandung kemih dengan ginjal namun yang terakhir ini jarang
terjadi (Coyle dan Prince, 2017).
4. Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau eksogen sebagai
akibat dari pemakaian kateter (Israr, 2016)
Pemasangan kateter, Batu saluran Phimosis
kemih, Kel kongenental yang
E.Coli, Protcus, Staphylococcus
bersifat obstruktif dan refluk
cpidermidis, flora feses penderita
Keringat dan kotoran tertampung
1.1.6 WOC dipertemuan antara preputium dan
Masuknya kuman ke dalam uretra
glans penis

Berkoloni dan menginvasi sel mukosa dalam tubuh


Tempat Berkembengbiaknya Kuman

Peradangan saluran kemih

Infeksi Saluran Kemih (ISK)

B1 (Breath) B2 (Blood) B3 (Brain) B5 (Bowel) B6 (Bone)


B4 (Bledder)

MK : Tidak Bakteri masuk ke Melakukan pembedahan Bekteri masuk ke Asupan


pembuluh darah sirkumsisi Mukosa kandung
ada masalah pembuluh darah
(Bakteriernia) kemih terobek
keperawatan (bakteriemia)
Energi
Troma jaringan
Menstimulasi sel host
(diskontinuitas jaringan) Bekteri membentuk Kuman masuk ke
inflamasi seperti
(makrofag,neutrophil, sell koloni pada permukaan traktus GI Lemah, lemas
kuffer mukosa kandung kemih
Reflek spasma otot
Menempel dengan MK : Keletihan
Memproduksi endogenus
Menembus epitel sel epitel usus
pirogen (IL-I, IL-6) Pengeluaran mediator
kimia (histamine, MRS
prostaglandin, bradikinin, Menginvasi
Endothelium hipotlamus meningkatkan serotonin) Merusak jaringan
vili-vili usus
produksi prostaglandin dan neurotrasmiter perut uretra MK : Ansietas
Orang Tua
Prostaglandin berkaitan Berikan dengan reseptor IP 3 Obstruksi aliran Pelepasan vili-vili
dengan neuron preoptik di usus
hipotalamus anterior
Berikan dengan nociseptor
Penumpukan Iritasi dan Absorsi
Meningkatkan thermostat “set point” urin di ginjal spasme otot
pada pusat termoregulator Terbukanya gerbang serabut polos VU
C Peristaltic
Hidroneposis
Demam Sering kencing
Traklus spinothalamus lateral dan Spasme usus
mempengaruhi cortex cerebri tidak tuntas/
MK : Gagal Ginjal ngompol
MK : Hipertermi Mual, muntah
MK : Gangguan Rasa
MK : Perubahan pola
Nyaman (Nyeri)
Metabolisme me eliminasi urin
(Inkontinensia Urine) MK :Nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Pengeluaran keringat

MK : Kekurangan
Volume cairan
1.1.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ISK pada anak bervariasi, bergantung pada usia, tempat infeksi dalam
saluran kemih, dan beratnya infeksi atau intensitas reaksi peradangan. Menurut Pardede
(2018) manifestasi klinis tersebut yaitu :
a. Pada neonatus, gejala ISK tidak spesifik, seperti pertumbuhan lambat, muntah, mudah
terangsang, tidak mau makan, temperatur tidak stabil, perut kembung, jaundice.
b. Pada bayi, gejala klinik ISK tidak spesifik dan dapat berupa demam, nafsu makan
berkurang, cengeng, kolik, muntah, diare, ikterus, distensi abdomen, penurunan berat
badan, dan gagal tumbuh. Infeksi saluran kemih perlu dipertimbangkan pada semua
bayi dan anak berumur 2 bulan hingga 2 tahun dengan demam yang tidak jelas
penyebabnya. Infeksi saluran kemih pada kelompok umur ini terutama yang dengan
demam tinggi harus dianggap sebagai pielonefritis.
c. Pada anak besar, gejala klinik biasanya lebih ringan, dapat berupa gejala lokal saluran
kemih berupa polakisuria, disuria, urgensi, frequency, ngompol. Dapat juga
ditemukan sakit perut, sakit pinggang, demam tinggi, dan nyeri ketok sudut kosto-
vertebra. Setelah episode pertama, ISK dapat berulang pada 30-40% pasien terutama
pada pasien dengan kelainan anatomi, seperti refluks vesikoureter, hidronefrosis,
obstruksi urin, divertikulum kandung kemih, dan lain lain.
1.1.8 Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut M. Clevo Rendy dan Margareth, T.H. (2017 : hal. 221), pengobatan infeksi
saluran kemih bertujuan untuk menghilangkan gejala dengan cepat, membebaskan
saluran kemih dari mikroorganisme dan mencegah infeksi berulang, sehingga dapat
menurunkan angka kecacatan serta angka kematian. Tujuan tersebut dapat dicapai
dengan dengan perawatan berupa :
1. Meningkatkan intake cairan 2 – 3 liter/hari bila tidak ada kontra indikasi
2. Mencegah konstipasi
3. Perubahan pola hidup, diantaranya :
- Membersihkan perineum dari depan ke belakang
- Pakaian dalam tidak ketat dan dari bahan katun
- Menghilangkan kebiasaan menahan buang air kecil
- Menghindari kopi, alcohol
b. Penatalaksanaan Medis
Menurut ikatan dokter indonesia IDI (2011) dalam Wulandari (2014) penatalaksanaan
medis mengenai ISK antara lain yaitu melalui medikamentosa yaitu pemberian obat-
obatan berupa antibiotik secara empirik selama 7-10 hari untuk eridikasi infeksi akut.
Pemberian analgetik dan anti spasmodik untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
oleh penderita, obat golongan venozopyiridine/pyridium untuk meredakan gejala
iritasi pada saluran kemih. Terapi farmakologik yang dianjurkan secara empiris
disesuaikan dengan pola kuman yang ada disetiap tempat.. Pemberian obat ISK pada
penderita geriatri mengacu kepada prinsip pemberian obat pada usia lanjut, umumnya
dengan memperhitungkan kelarutan obat, perubahan komposisi tubuh, status nutrisi
(kadar albumin), dan efek samping obat (mual, gangguan fungsi ginjal).
1.1.9 Komplikasi
ISK dapat menyebabkan gagal ginjal akut, bakteremia, sepsis, dan meningitis.
Komplikasi ISK jangka panjang adalah parut ginjal, hipertensi, gagal ginjal, komplikasi
pada masa kehamilan seperti preeklampsia. Parut ginjal terjadi pada 8-40% pasien setelah
mengalami episode pielonefritis akut. Faktor risiko terjadinya parut ginjal antara lain
umur muda, keterlambatan pemberian antibiotik dalam tata laksana ISK, infeksi
berulang, RVU, dan obstruksi saluran kemih (Pardede et al, 2016). Sedangkan menurut
Purnomo (2016), adapun komplikasi yang ditimbulkan yaitu:
a. Pyelonefritis
Infeksi yang naik dari ureter ke ginjal, tubulus reflux urethrovesikal dan jaringan
intestinal yang terjadi pada satu atau kedua ginjal.
b. Gagal Ginjal
Terjadi dalam waktu yang lama dan bila infeksi sering berulang atau tidak diobati
dengan tuntas sehingga menyebabkan kerusakan ginjal baik secara akut dan kronik.
1.1.10 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase, protein, dan
darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya bakteriuria,
leukosituria biasanya ditemukan pada anak dengan ISK (80-90%) pada setiap episode
ISK simtomatik, tetapi tidak adanya leukosituria tidak menyingkirkan ISK.
Bakteriuria dapat juga terjadi tanpa leukosituria. Leukosituria dengan biakan urin
steril perlu dipertimbangkan pada infeksi oleh kuman Proteus sp., Klamidia sp., dan
Ureaplasma urealitikum. Neutrophil gelatinase associated lipocalin urin (uNGAL)
dan rasio uNGAL dengan kreatinin urin (uNGAL/Cr) merupakan petanda adanya
ISK. Peningkatan uNGAL dan rasio uNGAL/Cr > 30 ng/mg merupakan tanda ISK
(Pardede, 2018).
b. Pemeriksaan darah
Leukositosis, peningkatan nilai absolut neutrofil, peningkatan laju endap darah
(LED), C-Reactive Protein (CRP) yang positif, merupakan indikator non-spesifk ISK
atas. Kadar prokalsitonin yang tinggi dapat digunakan sebagai prediktor yang valid
untuk pielonefritis akut pada anak dengan ISK febris (febrile urinary tract infection)
dan skar ginjal. Sitokin merupakan protein kecil yang penting dalam proses inflamasi.
Prokalsitonin, dan sitokin proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β) meningkat pada fase
akut infeksi, termasuk pada pielonefritis akut (Pardede, 2018).
1.2 Konsep Keperawatan Anak
1.2.1 Definisi Anak
Menurut pengetahuan umum, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang
lahir dari hubungan pria dan wanita. Sedangkan yang diartikan dengan anak-anak atau
juvenale, adalah seseorang yang masih dbawah usia tertentu dan belum dewasa serta
belum kawin. Pengertian dimaksud merupakan pengertian yang sering kali di jadikan
pedoman dalam mengkaji berbagai persoalan tentang anak.
Menurut UU RI No. IV th 1979 tentang kesejahteraan anak, disebutkan bahwa anak
adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah Sedangkan
menurut UU RI No. I th 1974 Bab IX ps 42 disebutkan bahwa anak yang sah adalah yang
dilahirkan dalam atau sebagai perkawinan yang sah.
Dari kedua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian anak
adalah seseorang yang dilahirkan dalam atau sebagai perkawinan yang sah yang belum
mencapai usia 21 tahun dan belum menikah.
1.2.2 Kedudukan Anak Di Indonesia
Di Indonesia anak dipandang sebagai pewaris keluarga, yaitu penerus keluarga
yang kelak akan melanjutkan nilai – nilai dari keluarga serta dianggap sebagai seseorang
yang bisa memberikan perawatan dan perlindungan ketika kedua orang tua sudah berada
pada tahap lanjut usia (jaminan hari tua). Anak masih dianggap sebagai sumber tenaga
murah yang dapat membantu ekonomi keluarga. Keberadaan anak dididik menjadi
pribadi yang mandiri.
1.2.3 Filosofi Keperawatan Anak
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada anak harus memahami
bahwa semua asuhan Keperawatan anak harus berpusat pada keluarga ( family center
care ) dan mencegah terjadinya trauma ( atraumatik care ).
Family center care ( perawatan berfokus pada keluarga ) merupakan unsur penting
dalam perawatan anak karena anak merupakan bagian dari anggota keluarga, sehingga
kehidupan anak dapat ditentukan oleh lingkungan keluarga., Untuk itu keperawatan anak
harus mengenal keluarga sebagai tempat tinggal atau sebagai konstanta tetap dalam
kehidupan anak yang dapat mempengaruhi status kesehatan anak.
Sedangkan maksud dari atraumatic care adalah semua tindakan keperawatan yang
ditujukan kepada anak tidak menimbulkan trauma pada anak dan keluarga dengan
memperhatikan dampak dari setiap tindakan yg diberikan. Prinsip dari atraumatic care
adalah menurunkan dan mencegah dampak perpisahan dari keluarga, meningkatkan
kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak, mencegah dan
mengurangi cedera ( injury ) dan nyeri ( dampak psikologis), tidak melakukan kekerasan
pada anak dan modifikasi lingkungan fisik.

1.1.1 Prinsip Keperawatan Anak


Dalam keperawatan anak, perawat harus mengetahui bahwa prinsip keperawatan anak
adalah :
a) Anak bukan miniatur orang dewasa
b) Anak sebagai individu unik & mempunyai kebutuhan sesuai tahap perkembangan
c) Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada pencegahan & peningkatan derajat
kesehatan, bukan mengobati anak sakit
d) Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada kesejahteraan
anak sehingga perawat bertanggung jawab secara komprehensif dalam memberikan
askep anak
e) Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak & keluarga untuk mencegah,
mengkaji, mengintervensi & meningkatkan kesejahteran dengan menggunakan proses
keperawatan yang sesuai dengan moral ( etik ) & aspek hukum ( legal )
f) Tujuan keperawatan anak & remaja adalah untuk meningkatkan maturasi / kematangan
g) Berfokus pada pertumbuhan & perkembangan
1.1.2 Paradigma Keperawatan Anak
1. Manusia (Anak)
Anak baik sebagai individu maupun bagian dari keluarga merupakan salah satu
sasaran dalam pelayanan keperawatan. Untuk dapat memberikan pelayanan
keperawatan yang tepat sesuai dengan masa tumbuh kembangnya, anak di
kelompokkan berdasarkan masa tumbuh kembangnya yaitu:
a. Bayi : 0 – 1 th
b. Toddler : 1 – 2,5 th
c. Pra Sekolah : 2,5 – 5 th
d. Sekolah : 5 – 11 th
e. Remaja : 11 – 18 th
Terdapat perbedaan dalam memberikan pelayanan keperawatan antara orang
dewasa dan anak sebagai sasarannya. Perbedaan itu dapat dilihat dari struktur fisik,
dimana secara fisik anak memiliki organ yang belum matur sepenuhnya. Sebagai
contoh bahwa komposisi tulang pada anak lebih banyak berupa tulang rawan,
sedangkan pada orang dewasa sudah berupa tulang keras.
Proses fisiologis juga mengalami perbedaan, kemampuan anak dalam
membentuk zat penangkal anti peradarangan belum sempurna sehingga daya tahan
tubuhnya masih rentan dan mudah terserang penyakit. Pada aspek kognitif,
kemampuan berfikir anak serta tanggapan terhadap pengalaman masa lalu sangat
berbeda dari orang dewasa, pengalaman yang tidak menyenangkan selama di rawat
akan di rekam sebagai suatu trauma, sehingga pelayanan keperawatan harus
meminimalisasi dampak traumatis anak.
2. Konsep Sehat Sakit
Menurut WHO, sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik fisik,
mental, sosial, dan tidak semata-mata hanya bebas dari penyakit atau cacad. Konsep
sehat & sakit merupakan suatu spektrum yang lebar & setiap waktu kesehatan
seseorang bergeser dalam spektrum sesuai dengan hasil interaksi yang terjadi dengan
kekuatan yang mengganggunya.
3. Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap terjadinya suatu kondisi sehat maupun sakit
serta status kesehatan. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan berupa
lingkungan Internal dan lingkungan external . Lingkungan Internal yang
mempengaruhi kesehatan seperti tahap perkembangan, latar belakang intelektual,
persepsi terhadap fungsi fisik, faktor Emosional, dan spiritual. SEdangkan lingkungan
external yang mempengaruhi status kesehatan antara lain keluarga, sosial ekonomi,
budaya
4. Keperawatan
Merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang komprehensif meliputi
biologi, psikologis, social dan spiritual yang ditujukan pada individu, keluarga,
masyarakat dan kelompok khusus yang mengutamakan pelayanan promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif yang diberikan dalam kondisi sehat maupun sakit.
Anak sebagai individu maupun salah satu anggota keluarga merupakan sasaran
dalam pelayanan keperawatan Sehingga perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
harus memandang anak sebagai individu yang unik yang memiliki kebutuhan
tersendiri sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya.
1.1.3 Peran Perawat Dalam Keperawatan Anak
1. Pemberi Perawatan
Merupakan peran utama perawat yaitu memberikan pelayanan keperawatan kepada
individu, keluarga,kelompok atau masyarakat sesuai dengan masalah yang terjadi mulai
dari masalah yang bersifat sederhana sampai yang kompleks. Contoh peran perawat
sebagai pemberi perawatan adalah peran ketika perawat memenuhi kebutuhan dasar
seperti memberi makan, membantu pasien melakukan ambulasi dini.
2. Sebagai Advokat Keluarga
Sebagai client advokat, perawat bertanggung jawab untuk memebantu klien dan
keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan
informasi yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concent) atas
tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya. Peran perawat sebagai advocate
keluarga dapt ditunjukkan dengan memberikan penjelasan tentang prosedur operasi
yang akan di lakukan sebelum pasien melakukan operasi.
3. Pendidik
Perawat bertanggung jawab dalam hal pendidikan dan pengajaran ilmu keperawatan
kepada klien, tenaga keperawatan maupun tenaga kesehatan lainya. Salah satu aspek
yang perlu diperhatikan dalam keperawatan adalah aspek pendidikan, karena
perubahan tingkah laku merupakan salah satu sasaran dari pelayanan keperawatan.
Perawat harus bisa berperan sebagai pendidik bagi individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat. Memberi penyuluhan kesehatan tentang penanganan diare merupakan
salah satu contoh peran perawat sebagai pendidik (health educator).
4. Konseling
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien
terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya perubahan pola interaksi ini merupakan dasar
dalam perencanaan tindakan keperawatan. Konseling diberikan kepada individu,
keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman masa
lalu. Pemecahan masalah difokuskan pada; masalah keperawatan, mengubah perilaku
hidup sehat (perubahan pola interaksi).
5. Kolaborasi
Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga, team kesehatan lain berupaya
mengidentfikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk tukar pendapat
terhadap pelayanan yang diperlukan klien, pemberian dukungan, paduan keahlian dan
ketrampilan dari berbagai professional pemberi palayanan kesehatan. Sebagai contoh,
perawat berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat pada anak
dengan nefrotik syndrome. Perawat berkolaborasi dengan dokter untuk menentukan
dosis yang tepat untuk memberikan Antibiotik pada anak yang menderita infeks.
6. Peneliti
Seorang perawat diharapkan dapat menjadi pembaharu (innovator) dalam ilmu
keperawatan karena ia memiliki kreativitas, inisiatif, cepat tanggap terhadap
rangsangan dari lingkunganya. Kegiatan ini dapat diperoleh diperoleh melalui
penelitian. Penelitian, pada hakekatnya adalah melakukan evalusai, mengukur
kemampuan, menilai, dan mempertimbangkan sejauh mana efektifitas tindakan yang
telah diberikan. Dengan hasil penelitian, perawat dapat mengerakan orang lain untuk
berbuat sesuatu yang berdasarkan kebutuhan, perkembangan dan aspirasi individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat. Oleh karena itu perawat dituntut untuk selalu
mengikuti perkembangan memanfaatkan media massa atau media informasi lain dari
berbagai sumber. Selain itu perawat perlu melakukan penelitian dalam rangka
mengembagkan ilmu keperawatan dan meningkatkan praktek profesi keperawatan.

1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


1.3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap yang sistematis dalam mengumpulkan data tentang
individu, keluarga, dan kelompok. Proses pengkajian anak dengan infeksi saluran kemih
menurut Cempaka (2018) sebagai berikut :
a. Identitas pasien
Berisikan nama, umur, jenis kelamin, alamat, diagnosa medis dan tanggal masuk serta
tanggal pengakajian dan identitas penanggung jawab.
b. Keluhan utama
Merupakan riwayat kesehatan klien saat ini yang meliputi keluhan pasien, biasanya jika
klien mengalami ISK bagian bawah keluhan klien biasanya berupa rasa sakit atau rasa
panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit- sedikit serta rasa sakit tidak
enak di suprapubik. Dan biasanya jika klien mengalami ISK bagian atas keluhan klien
biasanya sakit kepala, malaise, mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak atau
nyeri pinggang.
c. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan riwayat kesehatan klien saat ini yang meliputi keluhan pasien, biasanya
jika klien mengalami ISK bagian bawah keluhan klien biasanya berupa rasa sakit atau
rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit- sedikit serta rasa sakit
tidak enak di suprapubik. Dan biasanya jika klien mengalami ISK bagian atas keluhan
klien biasanya sakit kepala, malaise, mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak
enak atau nyeri pinggang.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Pada pengkajian biasanya di temukan kemungkinan penyebab infeksi saluran kemih
dan memberi petunjuk berapa lama infeksi sudah di alami klien.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Merupakan riwayat kesehatan keluarga yang biasanya dapat meperburuk keadaan
klien akibat adanya gen yang membawa penyakit turunan seperti Diabetes Mellitus,
hipertensi. ISK bukanlah penyakit turunan karena penyakit ini lebih disebabkan dari
anatomi reproduksi, higiene seseorang dan gaya hidup seseorang, namun jika ada
penyakit turunan di curigai dapat memperburuk atau memperparah keadan klien.
4. Riwayat psikososial
Adanya kecemasan, mekanisme koping menurun dan kurangnya berinteraksi dengan
orang lain sehubungan dengan proses penyakit. Adakah hambatan dalam interaksi
sosial dikarenakan adanya ketidaknyamanan (nyeri hebat).
5. Riwayat kesehatan lingkungan.
Lingkungan kotor dapat menyebabkan berkembang biaknya penyakit seperti
stafilokok, juga kuman lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya ISK.
6. Riwayat imunisasi
Bagaimana riwayat imunisasi anak sejak anak lahir sampai dengan usia saat ini.
7. Riwayat tumbuh kembang
Data tumbuh kembang dapat diperoleh dari hasil pengkajian dengan mengumpulkan
data tumbang dan dibandindingkan dengan ketentuan-ketentuan perkembangan
normal. Perkembangan motorik, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif,
perkembangan emosional, perkembangan kepribadian dan perkembangan sosial.
8. Asesmen nyeri
Pengkajian nyeri dilakukan dengan cara PQRST : P (pemicu) yaitu faktor yang
mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri. Q (quality) dari nyeri, apakah rasa tajam,
tumpul atau tersayat. R (region) yaitu daerah perjalanan nyeri. S (severty) adalah
keparahan atau intensits nyeri. T (time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi
nyeri.
9. Asesmen risiko jatuh
Hal ini perlu dikaji terkait dengan usia anak, kondisi kesehatan anak, dan anak yang
berada ditempat tidur memiliki risiko jatuh yang tinggi.
10. Pola kebiasaan
a. Nutrisi
Frekuensi makan dan minum berkurang atau tidak dikarenakan bila adanya mual
dan muntah. Apakah terdapat nafsu makan menurun. Bagaimana keadaan nafsu
makan anak sebelum dan sesudah sakit.
b. Cairan
Bagaiamana kebutuhan cairan selama 24 jam, apa saja jenis minuman yang
dikonsumsi, dan berapa frekuensi minum dalam 24 jam. Bagaimana intake dan
ouput cairan.
c. Eliminasi
Buang air besar ada keluhan atau tidak, adakah dysuria pada buang air kecil,
bagaimana frekuensi miksi bertambah atau berkurang. Adakah nyeri pada bagian
suprapubik. Bagaimana bau urine pasien adakah bau kekhasan, bagaimana warna
air kencingnya, bagaimana karakteristik urine, dan bagaimana volume urine
sebelum dan setelah sakit.
d. Istirahat dan tidur
Adakah gangguan tidur karena perubahan pola buang air kecil, atau adanya rasa
nyeri dan rasa mual muntah.
e. Personal Hygine
Bagaimana personal hygine pasien ditinjau dari pola mandi, gosok gigi, mencuci
rambut, dan memotong kuku.
f. Aktivitas atau mobilitas fisik
Pergerakan terbatas atau tidak dalam melaksanakan aktivitasnya, apakah
memerlukan bantuan perawat dan keluarga.
g. Olahraga
Bagaimana kegiatan fisik keseharian dan olahraganya.
h. Rekreasi
Bagaimana kegiatan untuk melepas penat yang dilakukan.
i. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu pemeriksaan fisik head to toe yaitu
pemeriksaan yang dilakukan mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Pemeriksaan ini meliputi:
1) Kepala
Mengetahuii turgor kulit dan tekstur kulit dan mengetahui adanya lesi atau
bekas luka.
- Inspeksi : lihat ada atau tidak adanya lesi, warna kehitaman atau kecoklatan,
edema, dan distribusi rambut kulit.
- Palpasi : diraba dan tentukan turgor kulit elastik atau tidak, tekstur kepala
kasar atau halus, akral dingin atau hangat.
2) Rambut
Mengetahui warna, tekstur dan percabangan pada rambut dan untuk
mengetahui mudah rontok dan kotor.
- Inspeksi : distribusi rambut merata atau tidak, kotor atau tidak, bercabang atau
tidak.
- Palpasi : mudah rontok atau tidak, tektur kasar atau halus.
3) Wajah
Mengetahui bentuk dan fungsi kepala dan untuk mengetahui luka dan kelainan
pada kepala.
- Inspeksi : lihat kesimetrisan wajah jika muka kanan dan kiri berbeda atau
missal lebih condong ke kanan atau ke kiri, itu menunjukkan ada
parase/kelumpuhan.
- Palpasi : cari adanya luka, tonjolan patologik dan respon nyeri dengan
menekan kepala sesuai kebutuhan
4) Mata
Mengetahui bentuk dan fungsi mata (medan penglihatan visus dan otot-otot
mata), dan juga untuk mengetahui adanya kelainan atau pandagan pada mata.
Bila terjadi hematuria, kemungkinan konjungtiva anemis.
- Inspeksi : kelopak mata ada lubang atau tidak, reflek kedip baik/tidak,
konjungtiva dan sclera : merah atau konjungtivitis, ikterik/indikasi
hiperbilirubin atau gangguan pada hepar, pupil : isokor, miosis atau
medriasis.
- Palpasi : tekan secara rinagn untuk mengetahui adanya TIO (tekanan intra
okuler) jika ada peningkatan akan teraba keras pasien glaucoma/kerusakan
dikus optikus) kaji adanya nyeri tekan.
5) Telinga
Mengetahui kedalaman telinga luar, saluran telinga, gendang telinga.
- Inspeksi : daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran bentuk, kebersihan,
lesi.
- Palpasi : tekan daun telinga apakah ada respon nyeri, rasakan kelenturan
kartilago.
6) Hidung
Mengetahui bentuk dan fungsi hidung dan mengetahui adanya inflamasi atau
sinusitis.
- Inspeksi : apakah hidung simetris, apakah ada inflamasi, apakah ada secret.
- Palpasi : apakah ada nyeri tekan massa.
7) Mulut dan gigi
Mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut, dan untuk mengetahui
kebersihan mulut dan gigi.
- Inspeksi : amati bibir apa ada kelainan kongenital (bibir
sumbing)warna,kesimetrisan, kelembaban pembengkakan,lesi, amati jumlah
dan bentuk gigi, berlubang, warna plak dan kebersihan gigi.
- Palpasi : pegang dan tekan darah pipi kemudian rasakan ada massa atau
tumor, pembengkakan dan nyeri.
8) Leher
Menentukan struktur imtegritas leher, untuk mengetahui bentuk dan organ
yang berkaitan dan untuk memeriksa system limfatik.
- Inspeksi : amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan parut, amati adanya
pembengkakan kelenjar tiroid, amati kesimetrisan leher dari depan belakan
dan samping.
- Palpasi : letakkan telapak tangan pada leher klien, minta pasien menelan dan
rasakan adanya kelenjar tiroid.
9) Abdomen
Mengetahui bentuk dan gerakan perut , mendengarkan bunyi peristaltik usus,
dan mengetahui respon nyeri tekan pada organ dalam abdomen.
- Inspeksi : amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi,
penonjolan, adanya ketidak simetrisan, adanya asites.
- Palpasi : adanya massa dan respon nyeri tekan.
- Auskultasi : bising usus normal 10-12x/menit.
- Perkusi : apakah perut terdapat kembung/meteorismus
10) Dada
Mengetahui bentuk kesimetrisan, frekuensi, irama pernafasan, adanya nyeri
tekan, dan untuk mendengarkan bunyi paru.
- Inspeksi : amati kesimetrisan dada kanan kiri, amati adanya retraksi
interkosta, amati pergerakan paru.
- Palpasi : adakah nyeri tekan , adakah benjolan
- Perkusi : untuk menentukan batas normal paru.
- Auskultasi : untuk mengetahui bunyi nafas, vesikuler, wheezing/crecles.
11) Ekstremitas atas dan bawah
Mengetahui mobilitas kekuatan otot dan gangguan-gangguan pada ektremitas
atas dan bawah. Lakukan inspeksi identifikasi mengenai ukuran dan adanya
atrofil dan hipertrofil, amati kekuatan otot dengan memberi penahanan pada
anggota gerak atas dan bawah.
12) Kulit
Mengetahui adanya lesi atau gangguan pada kulit klien. Lakukan inspeksi dan
palpasi pada kulit dengan mengkaji kulit kering/lembab, dan apakah terdapat
oedem
1.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap
masalah kesehatan ataupun proses keshidupan yang dialaminya baik yang aktual maupun
potensial (SDKI, 2016). Dalam penelitian ini diagnosa keperawatan yang dapat
ditegakkan dengan anak dengan infeksi saluran kemih yang disadur dalam SDKI (2016)
adalah :
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis D.0077 Hal 172
2. Hipertermi b.d proses penyakit D.0130 Hal 284
3. Gangguan eliminasi urin b.d iritasi kandung kemih D.0040 Hal 96
4. Hipovolemi b.dkegagalan mekanisme regulasi D.0023 Hal 64
5. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi D.0073 Hal 164
1.3.3 Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan panduan dalam melakukan intervensi keperawatan dalam rangka
memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif dan etis (SIKI, 2018). Perencanaan
keperawatan yang sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan yaitu
sebagai berikut:
No Diagnosa Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
.
1. Nyeri akut b.d agen (SLKI, 2018, L.08066, hal 145) (SIKI, 2018, I.08238, hal 201)
pencedera Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
fisiologis keperawatan selama 1x7 Jam Observasi:
D.0077 Hal 172 diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi,
menurun dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas, dan
2. Meringis menurun intensitas nyeri (kaji
3. Gelisah menurun PQRST).
4. Kesulitan tidur menurun 2. Identifikasi respon nyeri non
5. Frekuensi nadi membaik (70- verbal
120x/menit sesuaikan dengan 3. Identifikasi skala nyeri
usia anak) Terapeutik:
6. Pola napas membaik (18- 4. Kontrol lingkungan dan
25x/menit, sesuaikan dengan posisi yang aman dan
usia anak) nyaman (batasi pengunjung,
kontrol suhu ruangan, dan
ciptakan suasana yang tidak
berisik)
5. Pertimbangan jenis dan
sumber nyeri dalam
penentuan intervensi
Edukasi :
6. Ajarkan teknik relaksasi
napas dalam
Kolaborasi :
7. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2. Hipertermi b.d (SLKI, 2018, L.14134, hal 129) (SIKI, 2018, I.15506, hal 181)
proses penyakit Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermi
D.0130 Hal 284 keperawatan selama 1x7 Jam Observasi :
diharapkan termoregulasi 1. Identifikasi penyebab
membaik dengan kriteria hasil: hipertermi
1. Suhu tubuh membaik (36,5o 2. Monitor suhu tubuh
– 37,25o C) 3. Monitor haluaran urine
2. Suhu kulit membaik Terapeutik:
3. Menggigil menurun 4. Berikan cairan oral (minum
yang cukup yaitu 1,5 -1,7
liter perhari.
5. Berikan kompres hangat
6. Berikan selimut tipis bila
anak mengigil
Edukasi :
7. Anjurkan tirah baring
8. Anjurkan untuk
melonggarkan pakaian atau
menghindari pakaian yang
tebal
Kolaborasi :
9. Kolaborasi pemberian
antipiretik
10.Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena

3. Gangguan (SLKI, 2018, L.04034, hal 24) (SIKI, 2018, I.04152, hal 175)
eliminasi urin b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen eliminasi urine
iritasi kandung keperawatan selama 1x7 jam Observasi :
kemih gangguan eliminasi urin dapat 1. Identifikasi tanda dan gejala
D.0040 Hal 96 membaik, dengan kriteria hasil : retensi atau inkontinensia
1. Mengompol menurun urine
2. Karakteristik urin membaik 2. Identifikasi faktor yang
(warna kuniing jernih, bau menyebabkan retensi atau
tidak menyengat, jumlah inkontinensa urine
urin output 400-800cc/hari) 3. Monitor eliminasi urine
3. Frekuensi buang air kecil (frekuensi, konsistensi,
membaik (5-7x/24 jam) aroma, volume, dan warna)
4. Desakan berkemih (urgensi) Terapeutik :
menurun 4. Ambil sampel urine tengah
5. Disuria menurun (midstream) atau kultur
5. Catat waktu-waktu dan
haluran berkemih
Edukasi:
6. Ajarkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
7. Ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluaran urine
8. Anjurkan minum yang cukup
(1,5-2 liter), jika tidak ada
kontraindikasi
9. Ajarkan mengambil sample
urine midstream

4. Hipovolemi b.d (SLKI, 2018, L.03028, hal 107) (SIKI, 2018, I.03116, hal 184)
kegagalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipovolemi
mekanisme keperawatan selama 1x7 jam Observasi :
regulasi status cairan membaik, dengan 1. Periksa tanda dan gejala
D.0023 Hal 64 kriteria hasil : hipovolemi
1. Intake cairan membaik 2. Monitor intake dan output
2. Turgor kulit meningkat cairan
3. Perasaan lemah menurun Terapeutik :
3. Berikan asupan caira oral,
minum 1,5 liter – 2 liter
Edukasi :
4. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
Kolaborasi :
5. Kolaborasi pemberian caian
IV isotonis atau hipotonis

5. Defisit (SLKI, 2018, L.12111, hal 146) (SIKI, 2018, I.12383, hal 65)
pengetahuan b.d Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan
kurang terpapar keperawatan selama 1x7 jam Observasi :
informasi diharapkan tingkat pengetahuan 1. Identifikasi kesiapan dan
D.0073 Hal 164 membaik dengan kriteria hasil : kemampuan menerima
1. Perilaku sesuai anjuran informasi
meningkat 2. Identifikasi faktor-faktor
2. Verbalisasi minat dalam yang dapat meningkatkan
belajar meningkat dan menurunkan motivasi
3. Perilaku sesuai dengan perilaku hidup bersih dan
pengetahuan meningkat sehat
4. Kemampuan menjelaskan Terapeutik :
pengetahuan tentang ISK 3. Sediakan materi dan media
meningkat pendidikan kesehatan
5. Pertanyaan tentang masalah 4. Jadwalkan pendidikan
yang dihadapi menurun kesehatan sesuai kesepakatan
6. Persepsi yang keliru 5. Berikan kesempatan untuk
terhadap masalah menurun bertanya
Edukasi:
6. Edukasi faktor risiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan terkait infeksi
saluran kemih, Edukasi cara
cebok yang benar, Edukasi
kebiasaan menahan buang air
kecil, Edukasi minum air
putih perhari min. 2
liter/hari.
7. Ajarkan PHBS

1.3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang
diperlukan untuk melaksanakan intervensi (atau program keperawatan). Perawat
melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun
dalam tahap perencanaan dan kemudia mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat
tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan tersebut (Kozier, 2016).
1.3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan
pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara yang
berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan tindakan yang
disesuaikan pada kriteria hasil dalam tahap perencanaan (Setiadi, 2017).
BAB 2

ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Anjuwita


Nim : 2019.C.11a.0999
Tempat Praktek : Ruang Flamboyan
TanggalPengkajian& Jam : 08 November 2021, Jam 08.00 WIB

2.1 Pengkajian
2.1.1 Anamnesa
2.1.1.1 Identitas Pasien
Nama Klien : An.M
TTL : 1 tahun (25/08/2020)
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Indonesia
Pendidikan : -
Alamat : Jl. Pelatuk no 40
Diagnosa medis : ISK

2.1.1.2 Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn.Syamsudin
TTL : 26 Juni 1996
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Indonesia
Pendidikan : S1
Alamat : Jl. Pelatuk no 40
Hubungan Keluarga : Ayah kandung

2.1.1.3 Keluhan Utama


Pasien dibawa oleh orang tua ke rumah sakit dengan keluhan pasien tidak bisa BAK,
pada saat BAK pasien meringis, selain itu orang tua mengatakan pasien demam sudah 2
hari yang lalu, riwayat kejang dirumah 1x, orang tua pasien mengatakan pasien dengan
riwayat sirkumsisi, saat dilakukan pengkajiann kesadaran composmentis pasien tampak
lemas, pada area genetalia (sukrotum) tampak bengkak, terdapat fimosis, badan teraba
panas. BB = 9,2 kg, TB = 62 cm. N = 158 x/menit, SH = 40ºC, RR = 28 x/menit

2.1.1.4 Riwayat Kesehatan


1) Riwayat Kesehatan sekarang
Pasien dibawa oleh orang tua ke rumah sakit dengan keluhan pasien tidak bisa BAK,
pada saat BAK pasien meringis, selain itu pasien mengeluh demam sudah 2 hari yang
lalu, riwayat kejang dirumah 1x, orang tua pasien mengatakan pasien dengan riwayat
sirkumsisi, dilakukan pengkajiann kesadaran composmentis pasien tampak lemas, pada
area genetalia (sukrotum) tampak bengkak, terdapat fimosis, badan teraba panas. BB =
9,2 kg, TB = 62 cm. N = 158 x/menit, SH = 40ºC, RR = 28 x/menit

2) Riwayat Kesehatan lalu


Keluarga mengatakan anak tidak memiliki riwayat penyakit lalu

3) Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga mengatakan didalam keluarga tidak memiliki riwayat penyakit menular muapun
tidak menular.
4) Susunan Genogram

2.1.2 Pemeriksaan Fisik


2.1.2.1 Keadaan Umum
Pasien tampak lemas
Tanda-tanda Vital
Nadi : 158 x/menit, teraba lemah
Suhu : 400C
Respirasi : 28 x/menit

2.1.2.2 Kepala dan Wajah


Bentuk kepala bulat, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada ketombe, rambut
hitam lurus kuat tidak mudah rontok, wajah tampak simetris.

2.1.2.3 Leher dan Tenggorokan


Tidak terdapat pembengkakan venajugularis dan kelenjar getah bening, tidak ada nyeri
tekan pada leher.

2.1.2.4 Mulut dan Faring


Mukosa bibir kering, faring dan dinding kerongkongan tampak sedikit merah (tidak
bengkak),

2.1.2.5 Dada
I = Dada tampak simetris, tidak ada memar, tidak ada retraksi dinding dada
P = Tidak ada nyeri tekan ataupun palpitasi
P = Terdengar Sonor
A = Terdengar suara vesikuler

2.1.2.6 Abdomen
I = Simetris, tidak ada memar, tidak ada otot bantu pernapasan perut.
A = BU ± 25 x/menit
P = Tidak ada nyeri tekan, distensi kandung kemih
P = Terdengar pekak dan timpani
2.1.2.7 Ekstremitas
a) Ekstermitas Atas
Tidak ada kelainan, edema, ataupun kelemahan otot pada tangan kanan dan kiri 5/5,
tidak ada nyeri tekan. turgor kulit kembali> 2 detik, CRT < 3 detik, akral hangat dan
terpasang infus 2 jalur di tangan kiri dan kanan.
b) Ektermitas Bawah
Kulit dan kuku tampak tidak pucat dan bersih, tidak ada kelainan kelengkapan anggota
gerak, turgor kulit kembali> 2 detik, CRT < 3 detik, terdapat kelemahan otot,
kekuatan otot 5/5, akral hangat.

2.1.2.8 Genetalia
Sukrotum tampak bengkak dan kemerahan, terdapat femosis

2.1.3 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Keluarga mengatakan anak tidak pernah mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan, keluarga rutin untuk menggecek kesehatan anaknya. Grafik berat badan
anak masih di rentang normal, anak mengikuti imunisasi lengkap. Perkembangan berfikir
anak normal, anak mampu beraktivitas secara baik, anak dapat diajak berkomunikasi 2 -
3 kata.
a. Pertumbuhan fisik
 BB ; 9,2 kg,
 TB ; 62 cm
 Waktu tumbuh gigi : Usia 10 bulan
b. Perkembangan
 Berguling : 4 bulan
 Duduk : 7 bulan
 Merangkak : 8 bulan
 Berdiri : 10 bulan
 Berjalan : 14 bulan

2.1.4 Gizi Selera makan


Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3 x sehari 3 x sehari
Porsi ½ piring makan 1 piring makan
Nafsu makan Cukup baik Baik
Jenis Makanan Sayur bening dan lauk Sayur bening dan
pauk (telur, tahu, tempe lauk pauk (telur,
dll) tahu, tempe dll)
Jenis Minuman Susu dan air putih Susu dan air putih
Jumlah minuman ±1.200cc/24 jam ±1.200cc/24 jam
Kebiasaan makan Tidak ada Tidak ada
Keluhan/masalah Keluarga pasien Tidak ada
mengatakan saat sakit
nafsu makan sedikit
berkurang

2.1.5 Kemandirian dalam bergaul


Keluarga mengatakan pasien bergaul dengan teman seusianya di rumah, anak selama
dirumah belum dapat melakukan aktivitas dengan mandiri seperti mandi, makan,minum
dan berpakaian masih dilakukan oleh orang tua.
2.1.6 Motorik halus
Keluarga mengatakan anak sering bermain mainan, anak sering mencoba sepatu ayah /
ibunya

2.1.7 Motorik Kasar


Keluarga mengatakan anak sudah dapat merangkak, berdiri dan berjalan serta melempar
bola / mainan lain.

2.1.8 Kognitif dan bahasa


Keluarga mengatakan pasien sudah mulai bisa bicara 2 – 3 kata.

2.1.9 Psikososial
Keluarga mengatakan anak belum mampu melakukan aktivitas secara mandiri seperti
makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain, anak mudah untuk berinteraksi dan
bersosialisasi dengan anak seusianya.
2.1.10 Pola Aktivitas Sehari-hari
No Pola Kebiasaan Keterangan
Nutrisi
a. Frekuensi a. 3 x sehari dengan1/2 piring makan
b. Nafsu Makan / selera b. Kurang baik
c. Jenis Makanan c. Sayur bening dan lauk pauk (telur, tahu, tempe
dll)
Eliminasi Keluarga mengatakan anak sudah BAB 1 x dalam
a. BAB sehari dengan konsistensi lembek, berwarna
b. BAK normal (kekuningan). Keluarga mengatakan saat
sakit anak tidak bisa BAK, pasien tampak
berkemih tidak tuntas BAK sedikit – sedikit
Istirahat dan tidur
a. Siang/jam a. 1 jam
b. Malam/jam b. 9 jam
Personal Hyigene
a. Mandi a. 2 x/hari
b. Oral Hygene b. 2 x/hari
2.1.11 Data Penunjang
Hasil laboratorium
Nama pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Wbc 17,58 4,6 – 10,00 103/UL
HGB 8,6 12,0 – 16,0 9/dl
HcT 22,3 35,0 – 45,0 %
Rbc 3,78 4,50 – 5,50 106/UL

2.1.12 Terapy
No Nama Obat Dosis
.
1. Ivf D5% NS 10 tpm

2. Inj paracetamol 3 x 100 mg

3. Inj ceftriaxone 2 x 450 mg

4. Diazepam 2,7 mg bila kejang


Palangka Raya, 08 November 2021

Mahasiswa,

Anjuwita

ANALISA DATA
DATA SUBYEKTIF DAN DATA KEMUNGKINAN MASALAH
OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Iritasi saluran kemih Gangguan
- Keluarga mengatakan pasien tidak Eliminasi
Kandung kemih terasa
bisa BAK urin
penuh akibat iritasi
- Keluarga mengatakan saat BAK urin
hanya menetes Urgensi
- Orang tua mengatakan pada saat
Disuria
BAK pasien meringis
DO : Gangguan eliminasi
- Sukrotum tampak bengkak dan urine

kemerahan
- Terdapat femosis
- Kandung kemih teraba penuh
- Pasien tampak berkemih tidak tuntas
BAK sedikit – sedikit
DS : Kerusakan jaringan Resiko
- Orang Tua mengatakan Pasien
Infeksi
demam sudah 2 dua hari Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh
- Orang tua mengatakan pada saat
sekunder
BAK pasien meringis
DO: Penurunan sel darah
- Sukrotum tampak bengkak dan Penurunan Hb
kemerahan
Leukosit meingkat
- Terdapat femosis
- Wbc : 17,58 Resiko infeksi
- HGB : 8,6
- SH : 40ºC, RR

DS : Proses penyakit Hipertermi


- Pasien mengeluh demam sudah 2
hari yang lalu, riwayat kejang Bakteri masuk ke
pembuluh darah
dirumah 1x

Menstimulasi sel host


DO : inflamasi
- SH : 40ºC,
Endothelium
- Badan teraba panas hipotalamus meningkat
produksi prostaglandin

Meningkatkan
thermmostat pada pusat
ternoregulator

Demam

Hipertermi

PRIORITAS MASALAH

1. Gangguan Eliminasi Urin berhubungan dengan Iritasi saluran kemih (D.0040) ditandai
dengan keluarga mengatakan pasien tidak bisa BAK, saat BAK urin hanya menetes, orang
tua mengatakan pada saat BAK pasien meringis, sukrotum tampak bengkak dan kemerahan,
terdapat femosis, kandung kemih teraba penuh dan pasien tampak berkemih tidak tuntas
BAK sedikit – sedikit.
2. Resiko Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (D.0142)
ditandai dengan pasien mengeluh demam sudah 2, orang tua mengatakan pada saat BAK
pasien meringis, sukrotum tampak bengkak dan kemerahan, terdapat femosis, Wbc = 17,58,
HGB = 8,6, SH = 40ºC.

3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (D.0130) ditandai dengan pasien mengeluh
demam sudah 2 hari yang lalu, riwayat kejang dirumah 1x, SH = 40ºC, badan teraba panas.
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : An.M
Ruang Rawat : Flamboyan
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
Gangguan eliminasi (L.04034 Hal 24) (I.04152 Hal 175) Observasi :
urin berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen eliminasi urin 1. Untuk mengetahui adanya
dengan Iritasi saluran keperawatan selama 1 x 7 Observasi : tanda – tanda retensi urine
kemih jam diharapkan gangguan 1. Identifikasi tanda dan gejala untuk mementukan tindakan
(D.0040 Hal 96) eliminasi teratasi dengan retensi urine lanjut
Kriteria Hasil : 2. Identifikasi faktor penyebab 2. Mendeteksi secara dini
1. Sensasi berkemih retensi urine penyebab retensi urine untuk
meningkat 3. Monitor eliminasi urine menentukan tindak lanjutan
2. Desakan berkemih Teurapetik : 3. Memonitor jumlah output
menurun 4. Catat waktu – waktu haluaran urine untuk mengetahui
3. Distensi kandung kemih berkemih seberapa berat gangguan
menurun 5. Batasi asupan cairan, jika perlu eliminasi utine.
4. Disuria menurun Edukasi : Teurapetik :
5. Volume residu urine 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 4. Retensi urine meningkatkan
menurun saluran kemih tekanan dalam saluran
6. Urine menetes menurun 7. Anjurkan minum yang cukup perkemihan atas yang dapat
Kolaborasi : mempengaruhi fungsi ginjal.
8. Kolaborasi pemberian obat bila 5. Peningkatan jumlah cairan
perlu. mampu membersihkan ginjal
dan saluran kencing dari
bakteri
Edukasi :
6. Untuk menambah wawasan
pasien
7. Peningkatan jumlah cairan
mampu membersihkan ginjal
dan saluran kencing dari
bakteri
Kolaborasi :
8. Mempercepat proses
penyembuhan
Resiko Infeksi (L.14137 Hal 139) (I.14539 hal 278) Observasi :
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi 1. Mendeteksi secara dini tanda
ketidakadekuatan keperawatan selama 1 x 7 Observasi : an gejala infeksi lokal dan
pertahanan tubuh jam diharapkan risiko 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik untuk menentukan
sekunder infeksi teratasi dengan lokal dan sistemik tindak lanjutan
(D.0142 Hal 304) kriteria hasil : Teurapetik : Teurapetik :
1. Demam menurun 2. Batasi jumlah pengunjung 2. Mencegah patogen yang
2. Kemerahan menurun 3. Berikan perawatan kulit pada area berasal dari luar masuk
3. Nyeri menurun yang edema 3. Untuk mengurangi rasa sakit
4. Bengkak menurun 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah pada area edema
5. Kadar sel darah putih kontak dengan pasien 4. Meminimalisir terjadinya
menurun 5. Pertahankan teknik aseptik pada infeksi nosokomial
pasien berisiko tinggi Edukasi :
Edukasi : 5. Menambah wawasan orang
6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi tua pasien
7. Ajarkan cara mebersihkan luka 6. Meminimalisir terjadinya
8. Anjurkan memperbanyak asupan infeksi yang lebih parah
cairan oral 7. Peningkatan jumlah cairan
Kolaborasi : mampu membersihkan ginjal
9. Kolaborasi pemberian obat dan saluran kencing dari
bakteri
Kolaborasi :
8. Mempercepat proses
penyembuhan
Hipertermi (L.14134 Hal 129) (I. 15506 Hal 181) Observasi :
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia 1. Mendeteksi secara dini untuk

proses penyakit keperawatan selama 1 x 7 Observasi : tindak lanjut


Terapeutik :
(D.0130 Hal 284) jam diharapkan 1. Identifikasi penyebab hipertermia
2. Pada anak dengan hipertermi
termoregulasi teratasi 2. Monitor suhu tubuh
harus menggunakan pakaian
dengan Kriteria Hasil : 3. Monitor haluan urine
yang menyerap keringat
1. Suhu tubuh membaik
3. Pada pasien hipovolemia
2. Suhu kulit membaik Teraupetik :
membutuhkan cairan oral
3. Kejang menurun 4. Longgarkan atau lepaskan pakaian
5. Berikan cairan oral yang lebih banyak
6. Sediakan lingkungan yang dingin Edukasi :
Edukasi : 4. Meningkatkan kenyamanan

7. Anjurkan tirah baring istirahat

Kolaborasi : Kolaborasi :

8. Kolaborasi pemberian cairan dan 5. Mempercepat proses

elektrolit penaikan berat badan menjadi


normal

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


No.Dx Hari / Tanggal / Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan
Jam Nama Perawat
1 Senin, 8 Nov 2021 Manajemen eliminasi urin S:
Pukul 09.00 wib Observasi : - Keluarga mengatakan pasien
1. Mengidentifikasi tanda dan gejala sudah dapat BAK lebih banyak
retensi urine - Orang tua mengatakan pada saat
2. Mengidentifikasi faktor penyebab BAK masih disertai nyeri
retensi urine diketahui pasien meringis saat
3. Memonitor eliminasi urine BAK
Teurapetik : - Keluarga mengatakan sehari
4. Mencatat waktu – waktu haluaran sering BAK dengan jumlah
berkemih yang lebih banyak dari kemarin Anjuwita
5. Membatasi asupan cairan, jika perlu ±400 cc
Edukasi : - Keluarga pasien mengatakan
6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi mengetahui tanda gejala infeksi
saluran kemih saluran kemih setelah
7. Menganjurkan minum yang cukup mendengar penjelasan dari
Kolaborasi : perawat.
8. Mengkolaborasi pemberian obat bila O:
perlu - Sukrotum tampak kemerahan
dan bengkak berkurang
- Terdapat femosis
- Kandung kemih teraba lembek
- Pasien tampak berkemih lebih
banyak
- Pemberian obat: Inj ceftriaxone 2
x 450 mg
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi

2 Senin, 8 Nov 2021 Pencegahan infeksi S :


Pukul 09.30 wib Observasi : - Keluarga mengatakan demam
1. Memonitor tanda dan gejala infeksi berkurang
lokal dan sistemik - Keluarga mengatakan bengkak
Teurapetik : pada genetalia berkurang
2. Membatasi jumlah pengunjung - Orang tua mengatakan pada saat
3. Memberikan perawatan kulit pada BAK pasien masih nyeri
area yang edema ditandai saat BAK anak
4. Mencuci tangan sebelum dan sesudah meringis
kontak dengan pasien - Orang tua mengatakan anak
5. Mempertahankan teknik aseptik pada banyak minum sehari ±1.000 ml
pasien berisiko tinggi - Keluarga pasien mengatakan
Edukasi : mengetahui tanda gejala infeksi
6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi saluran kemih setelah
7. Mengajarkan cara mebersihkan luka mendengar penjelasan dari
8. Menganjurkan memperbanyak asupan perawat. Serta mampu untuk
cairan oral menjaga kebersihan genetalia
Kolaborasi : O:
- Sukrotum tampak kemerahan
9. Mengkolaborasi pemberian obat
dan bengkak berkurang
Anjuwita
- Wbc = 11,02
- HGB = 9,3
- SH = 38,2ºC, RR
- Pemberian obat:
9. Inj ceftriaxone 2 x 450 mg,
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi

3 Senin, 8 Nov 2021 Manajemen Hipertermia S : - Orang tua pasien mengatakan


Pukul 09.40 wib Observasi : suhu tubuh
1. Mengidentifikasi penyebab dan kulit anak sudah membaik
hipertermia - Keluarga mengatakan suhu
2. Memonitor suhu tubuh tubuh normal setelah banyak
3. Memonitor haluan urine konsumsui air dan konsumsi
Teraupetik : obat sesuai dosis
4. Melonggarkan atau lepaskan pakaian - Jumlah urine sehari ±400 cc
5. Memberikan cairan oral O: Anjuwita
6. Menyediakan lingkungan yang dingin - Suhu : 38,2ᴼC
Edukasi : - Kulit teraba hangat
7. Menganjurkan tirah baring - Pemberian obat :
Kolaborasi : 1. Ivf D5% : NS 10 tpm
8. Mengkolaborasi pemberian cairan dan 2. Inj paracetamol 3 x 100 mg
elektrolit A : Masalah teratasi sebagian
P : Hentikan intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Agpoa, V., Mendoza, J. & Fernandez, A., 2016. Predict Urinary Tract Infection
and to Estimate Causative Bacterial Class in a Philipine Subspeciality Hospital. J
Nephrol Ther, pp. 64-69.
APHA, American Pharmacists Association, 2017. Drug Information Handbook.
s.l.:Wolters Kluwer Health.
Ardaya, S., 2017. Infeksi Saluran kemih dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
In: 3 ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Arisanti, P. A., 2016. Efektivitas Terapi Antibiotik Pada Pasien Rawat Inap
Penderita Infeksi Saluran Kemih Di RSD Dr. Soebandi Jember Periode Januari-
Desember 2019. [Online] Available at: http://bit.ly/1sXcn39 [Accessed 16 August
2019].
Arivo, D. & Dwiningtyas, A. W., 2019. Pola Kepekaan Eschericia Coli Penyebab
Infeksi Saluran Kemih Terhadap Antibiotik. JURNAL FARMASI
MALAHAYATI, Volume II.
Bartoletti, R. et al., 2016. . 2016. Treatment of Urinary Tract Infection and
Antibiotik Stewardship. s.l.:European Association of Urology.
Dharmawan, A. & Layanto, N., 2018. Mekanisme Resistensi Acinetobacter
baumannii terhadap Antibiotik Golongan Karbapenem. J. Kedokt Meditek,
Volume 24, p. 70.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing
Diagnoses: Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.
Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical
surgical Nursing. Mosby: ELSIVER
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai