Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN A DENGAN

DIAGNOSA HERNIA INGUINALIS DI RUANG DAHLIA


dr DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Oleh :
KRISEVI HANDAYANI
( 2017.C.09a.0895 )

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Krisevi Handayani
NIM : 2017.C09a.0895
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn.A Dengan Diagnosa Medis
Hernia Inguinalis Di ruang Dahlia RSUD Doris Sylvanus
Palangka Raya.

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan 2 Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Dian Mitra D Silalahi, S.kep, Ners Ria Asihai, S.Kep, Ners

Me ngetahui,
Ketua Program Studi S1 Keperawatan

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Asuhan
Keperawatan di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya ini dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penyusunan Asuhan Keperawatan ini bertujuan untuk memenuhi tugas
Praktik Praklinik Keperawatan 2 (PPK II) pada Program Studi S-1 Keperawatan.
Selain itu, Asuhan Keperawatan ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi
pembaca maupun kami sebagai penulis. Sehingga pada waktu yang akan datang
materi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis menyadari bahwa pelaksanaan dan penyusunan Asuhan
Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu perkenankan penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes, selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep, Selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ria Asihai, S.Kep.Ners Selaku kepala ruangan Ruang Bougenville RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya dan Pembimbing Lahan yang telah
memberikan izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik
manajemen keperawatan di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
4. Dian Mitra D Silalahi, S.kep, Ners Selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberi arahan, masukan dan bimbingan dalam penyelesaian
Asuhan Keperawatan ini.
5. Semua pihak yang turut ambil bagian dalam membantu penulis
menyelesaikan LaporanAsuhan Keperawatan ini, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Semoga Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, untuk perbaikan
dimasa yang akan mendatang. Akhir kata penulis mengucapkan sekian dan terima
kasih.

Palangka Raya, 18 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ i


KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit ............................................................................................. 3
2.1.1 Definisi .................................................................................................. 3
2.1.2 Anatomi fisiologi .................................................................................. 4
2.1.3 Etiologi .................................................................................................. 5
2.1.4 Klasifikasi ............................................................................................. 6
2.1.5 Patofisiologi .......................................................................................... 7
2.1.6 Manifestasi Klinik ................................................................................. 9
2.1.7 Komplikasi ............................................................................................ 9
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................ 10
2.1.9 Penatalaksanaan Medis ......................................................................... 11
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan.................................................................. 24
2.3.1 Pengkajian Keperawatan ....................................................................... 24
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 24
2.3.3 Intervensi Keperawatan ........................................................................ 25
2.3.4 Implementasi Keperawatan ................................................................... 25
2.3.5 Evaluasi Keperawatan ........................................................................... 25
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajia ......................................................................................................... 26
3.2 Diagnosa.......................................................................................................... 43
3.3 Intervensi ......................................................................................................... 44
3.4 Implementas .................................................................................................... 46
3.5 Evaluasi ........................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1.Konsep Penyakit
1.1.1 Definisi
Hernia merupakan kelemahan atau defek di dinding rongga peritoneum
dapat menyebabkan peritoneum menonjol membentuk kantung yang di lapisi oleh
serosa dan disebut kantung hernia (Robbins & Cotran : 2010 ). Hernia merupakan
protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga yang bersangkutan (R. Sjamsuhidayat & Wim de Jong : 2005).
Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus yang
terletak disebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis inguinalis
dan keluar ke rongga perut melalui anulus inguinalis eksternus (Arif Mansjoer :
2000) Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa hernia adalah
penonjolan isi suatu organ seperti peritoneum, lemak, usus dan kandung kemih
melalui bagian yang lemah dari dinding abdomen sehingga menimbulkan kantung
berisikan material abnormal dengan penyebab congenital ataupun yang didapat.

1.1.2 Anatomi
Secara letak anatomi, anterior dinding perut terdiri atas otot-otot
multilaminar yang terdiri dari aponeurosis, facia, lemak, dan kulit. Aponeurosis
merupakan otot-otot yang memiliki tendon. Terdapat tiga lapisan otot pada bagian
lateral dengan fosa oblik yang saling berhubungan. Untuk mencegah terjadinya
hernia inguinalis terdapat otot transversus abdominalis merupakan otot internal
lateral yang terdiri dari otot-otot dinding perut dan lapisan dinding perut. Pada
bagian kauda otot 6 yang membentuk lengkungan aponeurotik transversus
abdominalis yang merupakan bagian tepi atas cincin inguinal internal dan diatas
dasar medial kanalis inguinalis. Yang menghubungkan tuberkulum pubikum dan
spina iliaka anterior superior adalah ligamentum inguinal. Pada bagian medial
bawah, diatas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh anulus kanalis
ingunalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis muskulus oblikus eksternus.

1
2

Pada bagian atas terdapat aponeurosis muskulus oblikus eksternus dan bagian
bawah terdapat ligamentum inguinalis.15 Segitiga Hasselbach bagian medial
dibatasi oleh lateral rektus abdominis, bagian lateral dibatasi oleh pembuluh darah
vena dan arteri epigastrika inferior, pada bagian basis dibatasi oleh ligamentum
inguinal.16 Gambar 2.2.Anatomi kanalis inguinalis. Kanalis inguinalis adalah
saluran yang melalui dinding perut bagian bawah berbentuk tabung yang
merupakan tempat turunnya testis ke dalam skrotum. Kanalis inguinalis dibatasi
oleh anulus inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia
transversalis dan aponeurosis muskulus transversus abdominalis.13 Pada laki-laki,
funikulus spermatikus (s.c) melewati kanal inguinalis yang merupakan tempat
testis di dalam kantong skrotum. 7 Funikulus spermatikus memiliki banyak
pembuluh darah arteri, saraf, dan duktus deferen yang menghubungkan testis
dengan vesikula seminalis.17

1.1.3 Etiologi
Factor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis adalah :
1. Keadaan yang dapat menyebabkan tekanan intraabdominal di anatranya ;
kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat, mengejan
pada saat defekasi, dan mengejan pada saat miksi, hipertropi prostat
2. Adanya prosesus vaginalis yang terbuka.
3. Kelemahan otot dinding perut.
4. Anulus internus yang cukup lebar.

1.1.4 Patofisiologi
Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus
yang terletak di sebalah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis
inguinalis dan keluar ke rongga perut malalui anulus inguinalis eksternus. Kanalis
inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan,
terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan
menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum
yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir,
3

umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak
dapat melalui kanal tersubut. Namun dalam beberapa hal,seringkali kanalis ini
tidak menutup karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis
kanan lebih sering terbuka. bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan
juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup
pada usia 2 bulan. bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi)
akan timbul hernia inguinalis lateral kongenital.
8

Bagan 2.1 WOC Hernia (Grace, 2007)

5. WOC (Web OfCausion)


HerniaBayi baru lahir Pekerjaan berat, ngkat beban, riwayat
jatuh, batuk lama, mengejan, bersin PEMBEDAHAN

Prosesu
Peningkatan tekanan intraabdomen
vaginalisperitonie
tidak terobilitasi
Terputusnya MK: destruksi
Kanalis ingunalis kontinuitas Kerusakan pertahanan
Fasia abdomen tidak mampu menhaan
terbuka jaringan lunak integritas
tekanan
jaringan
masuknya
Peritoneum Fasia mikroorganisme
Terputusnya
tertarik kedaerah terkoyak
simpul
skrotum Keterbatasan
gerak respon
Hernia inguinalis Hernia inguinalis inflamasi
lateralis lateralis akuisita MK: Gangguan
kongenital *akuisita=didapat Rasa Nyaman
/Nyeri MK: Risiko
Infeksi
MK: Imobilitas
HERNIA Fisik

Peningkatan isi abdomen ( usus )


memasuki kantong hernia Perubahan
status kesehatan

Penekanan terhadap cincin hernia Obstruksi usus Peristaltic


Kesulitan Kurang terpapar
berjalan/berpindah usus
informasi
Penekanan terganggu
Kantong hernia tidak dapat kembali kesehatan
ke posisi semula pembuluh darah
MK:Mual/
MK:
Regurgitasi Nausea MK: Defisit
Gangguan Isi hernia nekrosis
Usus terjepit isi usus Pengetahuan
imobilitas
fisik
MK: Gangguan MK: kerusakan MK: Ketidakseimbangan
Mual intake
integritas jaringan
Rasa muntah menurun nutrisi kurang dari
Nyaman/Nyeri kebutuhan tubuh
9

6. Manifestasi klinik
Menurut Grace (2007), manifestasi klinis pada pasien dengan hernia
yaitu :
a. Pasien datang dengan benjolan di tempat hernia.
b. Hernia femoralis berada dibawah dan lateral dari tuberkulum pubikum.
Biasanya hernia ini mendatarkan garis-garis kulit di lipatan paha.
Hernia femoralis tidak dapat di kembalikan ketempat semula.
c. Hernia inguinalis dimulai pada bagian atas dan medial terhadap
tuberkulum pubikum namun dapat turun lebih luas jika membesar.
d. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan
e. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada
komplikasi
f. Terdapat keluhan kencing berupa disuria pada hernia femoralis yang
berisi kandung kencing

7. Komplikasi
Grace, (2007) dan Oswari (2006) Menyebutkan komplikasi yang
dapat terjadi pada penderita hernia adalah:
5

1.1.5 Klasifikasi
a) Hernia ireponibel. Merupakan kebalikan dari hernia reponibel ( hernia
tidak masuk kembali ) biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantung
pada peritoneum.
b) Hernia inkaserata. Pada hernia ini isi perut atau usus yang masuk
kedalam kantung hernia tidak dapat kembali disertai dengan gangguan
aliran khusus. Gambaran klinis obstruksi usus dengan gambaran
keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa. Keadaan ini hernia bisa
terjepit oleh cincin hernia. Sehingga isi kantung bisa terperangkap dan
tidak dapat kembali ke rongga perut, akibatnya terjadi gangguan
passase dan hernia ini lebih dimaksudkan hernia irreponibel
c) Hernia strangulata Pada hernia ini pembuluh darah yang
mempengaruhi usus yang masuk ke dalam kantung hernia terjepit
sehingga usus kehilangan system perdarahannya sehingga
mengakibatkan nekrosis pada usus. Pada pemeriksaan lokal usus tidak
dapat dimasukan kembali di sertai adanya nyeri tekan.

1.1.6 Patofisiologi
Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus
yang terletak di sebalah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis
inguinalis dan keluar ke rongga perut malalui anulus inguinalis eksternus. Kanalis
inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan,
terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan
menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum
yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir,
umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak
dapat melalui kanal tersubut. Namun dalam beberapa hal,seringkali kanalis ini
tidak menutup karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis
kanan lebih sering terbuka. bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan
juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup
pada usia 2 bulan. bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) 6
akan timbul hernia inguinalis lateral kongenital.

1.1.7 Manifestasi klinik


Pada pasien terlihat adanya masa bundar pada anulus inguinalis eksterna
yang mudah mengecil bila pasien tidur. Karena besarnya defek pada dinding
posterior maka hernia jarang sekali menjadi ireponibilis. Hernia ini disebut
direkta karena langsung menuju anulus inguinalis eksterna sehingga meskipun
anulus inguinalis interna di tekan bila pasien berdiri atau mengejan, tetap akan
timbul bejolan. Bila hernia ini sampai skrotum, maka hanya akan sampai kebagian
atas skrotum, sedangkan testis dan funikulus spermatikus dapat dipisahkan dari
masa hernia. Bila jari di masukan dalam anulus inguinalis eksterna, tidak akan di
temukan dinding belakang. Bila pasien di suruh mengejan tidak akan terasa
tekanan dan ujung jari dengan mudah meraba ligamentum Cowperi pada ramus
superior tulang pubis. Pada pasien kadang-kadang di temukan gejala mudah n
kencing karena buli-buli ikut membentuk dinding medial hernia.

1.1.8 Komplikasi
a. Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia
sehingga isi hernia tidak dapat di masukan kembali. Keadan ini disebut
hernia inguinalis ireponiblis. pada keadaan ini belum ada gangguan
penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan
ireponible adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia
dan isisnya dapat menjadi besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih
sering menyebabkan ireponibilis dari pada usu halus
b. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat makin banyaknya usus
yang masuk keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus diikuti
dengan gangguan vaskuler (proses strangulasi). Keadaan ini disebut hernia
inguinalis strangulata pada keadaan strangulata akan timbul gejala ileus,
yaitu perut kembung, muntah dan obstipasi. Pada strangulasi nyeri yang
7

timbul akan lebih hebat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi merah, dan
pasien menjadi gelisah.

1.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada hernia dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
konservatif dan pembedahan.
a) Konservatif
Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara,
misalnya pemakaian korset. Tapi untuk hernia inguinalis pamakaian korset
tidak dianjurkan karena alat ini dapat melemahkan otot dinding perut. Pada
terapi konservatif dapat pula di berikan obat anti analgetik yaitu
mengurangi nyeri.
b) Pembedahan
Prinsip dasar hernia terdiri dari herniotomy ( memotong hernia ) dan
menjepit kantung hernia ( herniorafi ). Pada bedah elektif, kanalis dibuka, isi
hernia dimasukan, kantong diikat, dan dilakukan bassiny plasty untuk
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Pasien yang telah
dilakukan tindakan pembedahan disarankan untuk tidak boleh mengendarai
kendaran, aktifitas dibatasi, seperti tidak boleh mengangkat benda berat,
mendorong atau menarik benda paling sedikit 6 minggu.
8

1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat Tanda dan gejala: Atropi otot, gangguan dalam
berjalan, riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk
dalam waktu lama.
2. Eliminasi Gejala: Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi adanya
inkontinensia atau retensi urin.
3. Integritas ego Tanda dan gejala: Cemas, depresi, menghindar ketakutan
akan timbulnya paralisis, ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga.
4. Neuro sensori Tanda dan gejala: Penurunan reflek tendon dalam
kelemahan otot hipotonia, nyeri tekan, kesemutan, ketakutan kelemahan
dari tangan dan kaki.
5. Nyeri atau ketidaknyamanan Gejala: Sikap, perubahan cara berjalan, nyeri
seperti tertusuk benda tajam, semakin memburuk dengan batuk, bersin
membengkokkan badan.
6. Keamanan Gejala: adanya riwayat masalah punggung yang baru saja
terjadi.

1.2.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dan intervensi yang dapat
dilakukan adalah:
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan kompresi syaraf,
spasme otot. Kriteria hasil:
a) Melaporkan nyeri hilang dan terkontrol.
b) mengungkapkan metode yang memberi penghilangan.
c) mendemonstrasikan penggunaan intervensi terapeutik.
Intervensi:
1) Kaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi lamanya serangan,
faktor pencetus atau yang memperberat
Rasional: Membantu menentukan pilihan intervensi dan
memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap
terapi
2) Pertahankan tirah baring selama fase akut letakkan pasien pada
posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut
dalam keadaan fleksi, posisi terlentang dengan atau tanpa
meninggikan kepala 10-30 derajat pada posisi lateral Rasional:
Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien
untuk menurunkan spasme otot menurunkan penekanan pada
bagian tubuh tertentu dan memfasilitasi terjadinya reduksi dari
tonjolan discus.
3) Batasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan
Rasional: Menurunkan gaya gravitasi dan gerak yang dapat
menghilangkan spasme otot dan menurunkan edema dan
tekanan pada struktur sekitar discus intervertebralis.
4) Instruksikan pada pasien untuk melakukan teknik relaksasi atau
visualisasi
Rasional: Memfokuskan perhatian klien membantu
menurunkan tegangan otot dan meningkatkan proses
penyembuhan.
5) Kolaborasi dalam pemberian terapi
Rasional: Intervensi cepat dan mempercepat proses
penyembuhan.
2. Koping individu tidak efektif (ansietas) sehubungan dengan krisis
situasional, perubahan status kesehatan. Kriteria hasil:
a) Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang.
b) Mengkaji situasi terbaru dengan akurat mendemonstrasikan
ketrampilan pemecahan masalah.
Intervensi:
1) Kaji tingkat ansietas klien, tentukan bagaimana pasien
menangani masalahnya sebelumnya dan sekarang
Rasional: Mengidentifikasi keterampilan untuk mengatasi
keadaannya sekarang.
2) Berikan informasi yang akurat
Rasional: Memungkinkan pasien untuk membuat keputusan
yang didasarkan pada pengetahuannya.
3) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
masalah yang dihadapinya
Rasional: Kebanyakan pasien mengalami permasalahan yang
perlu diungkapkan dan diberi respon.
4) Catat perilaku dari orang terdekat atau keluarga yang
meningkatkan peran sakit pasien
Rasional: Orang terdekat mungkin secara tidak sadar
memungkinkan pasien untuk mempertahankan
ketergantungannya.
3. Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan nyeri, spasme otot
Kriteria hasil:
 Mengungkapkan pemahaman tentang situasi atau faktor resiko
dan aturan pengobatan individual.
Intervensi:
1) Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi
yang spesifik
Rasional: Tergantung pada bagian tubuh yang terkena atau
jenis prosedur yang kurang hati-hati akan meningkatkan
kerusakan spinal.
2) Catat respon emosi atau perilaku pada saat immobilisasi,
berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien
Rasional: Immobilitas tang dipaksakan dapat memperbesar
kegelisahan, peka terhadap rangsang.
3) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif
Rasional: Keterbatasan aktivitas tergantung pada kondisi tang
khusus tetapi biasanya berkembang dengan lambat sesuai
toleransi.
4) Ikuti aktivitas atau prosedur dengan periode istirahat
Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan membentuk
kekuatan otot.
5) Berikan atau bantu pasien untuk melakukan latihan rentang
gerak aktif, dan pasif
Rasional: Memperkuat otot abdomen dan fleksor tulang
belakang, memperbaiki mekanika tubuh.
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan muntah, mual, gangguan peristaltic usus
Kriteria hasil:
a) Meningkatkan masukan oral.
b) Menjelaskan faktor penyebab apabila diketahui.
Intervensi:
1) Tentukan kebutuhan kalori harian yang adekuat, kolaborasi
dengan ahli gizi.
Rasional: Mencukupi kalori sesuai kebutuhan, memudahkan
menentukan intervensi yang sesuai dan memper cepat proses
penyembuhan.
2) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat, negosiasikan dengan
klien tujuan masukan untuk setiap kali makan dan makan
makanan kecil Rasional: Klien dapat mengontrol masukan
nutrisi yang adekuat sesuai kebutuhan, yang digunakan sebagai
cadangan energi yang untuk beraktivitas.
3) Timbang berat badan dan pantau hasil laboratorium
Rasional: Dapat digunakan untuk memudahkan melakukan
intervensi yang akurat dan sesuai dengan kondisi klien.
4) Anjukan klien untuk menjaga kebersihan mulut secara teratur
pantau klien dalam melakukan personal hygiene.
Rasional: Meningkatkan nafsu makan dan memberi
kenyamanan dalam mengkonsumsi makanan sehingga
kebutuhan kalori terpenuhi.
5) Atur rencana perawatan untuk mengurangi atau menghilangkan
ketidaknyamanan yang dapat menyebabkan mual, muntah, dan
mengurangi nafsu makan
Rasional: Menentukan intervensi yang sesuai meningkatkan
masukan oral.
5. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah
pembentukan hematoma
Kriteria hasil:
 Melaporkan atau mendemonstrasikan situasi normal.
Intervensi:
1) Lakukan penilaian terhadap fungsi neurologist secara periodik
Rasional: Penurunan atau perubahan mungkin mencerminkan
resolusi edema, inflamasi sekunder.
2) Pertahankan pasien dalam posisi terlentang sempurna selama
beberapa jam
Rasional: Penekanan pada daerah operasi dapat menurunkan
resiko hematoma.
3) Pantau tanda-tanda vital catat kehangatan, pengisian kapiler
Rasional: Perubahan kecepatan nadi mencerminkan hipovolemi
akibat kehilangan darah, pembatasan pemasukan oral mual,
muntah.
4) Kolaborasi dalam pemberian cairan atau darah sesuai indikasi
Rasional: Terapi cairan pengganti tergantung pada derajat
hipovolemi.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc Jilid 2. Jogjakarta : MediAction
Dermawan. 2010. Keperawatan medikal bedah (sistem pencernaan). Yogyakarta:
Gosyen Publishing:
http://eprints.ums.ac.id/33991/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf.diakses pada
tanggal 18 November 2019, pukul 15.53 WIB
Bulechek, Butcher, Dochterman, Wagner. 2013. Nursing Interventions Classification
(NIC). Edisi ke-6. Jakarta: Mocomedia

Anda mungkin juga menyukai