Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN HERNIA

Disusun Oleh :
Rafika Afriyanti, S.Kep
NIM : 2114901031

Preceptor Akademik Preceptor Akedemik

(Ns. Revi Neini Ikbal, S. Kep, M. Kep) (Ns. Hidayatul Rahmi, S. Kep, M. Kep)
Preceptor Akademik Preceptor Klinik

(Ns. Willady Rasyid, S. Kep, M. Kep, Sp. Kep. MB) ()

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN AJARAN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanallah wa Ta’ala atas berkat dan
rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan Keperawatan
Medikal Bedah dalam rangka memenuhi tugas Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Alifah Padang degan judul “Laporan Pendahuluan Keperawatan Medikal Bedah Dengan
Hernia”.

Pada kesempatan ini, kelompok hendak menyampaikan terimakasih kepada semua


pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil sehingga Laporan
Pendahuluan ini dapat selesai. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada :
1. Ibu Ns. Revi Neini Ikbal, S. Kep, M. Kep selaku Preceptor Akademik dan dosen
keperawatan medikal bedah STIKes Alifah Padang
2. Ibu Ns. Hidayatul Rahmi, S. Kep, M. Kep selaku Preceptor Akademik dan dosen
keperawatan medikal bedah STIKes Alifah Padang
3. Bapak Ns. Willady Rasyid, S. Kep, M. Kep, Sp. Kep. MB selaku Preceptor
Akademik dan dosen keperawatan medikal bedah STIKes Alifah Padang

Penulis menyadari bahwa Laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kelompok mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna
menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan ini.

Padang, 04 Desember 2021

Penulis

DAFTAR ISI
COVER..............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
B. Tujuan Penelitian............................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi......................................................................................................5
2. Anatomi dan Fisiologi...............................................................................7
3. Etiologi......................................................................................................9
4. Manifestasi Klinik...................................................................................13
5. Klasifikasi...............................................................................................15
6. Patofisiologi............................................................................................16
7. Patway.....................................................................................................18
8. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................19
9. Penatalaksanaan......................................................................................20
10. Asuhan Keperawatan Teoritis
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian Keperawatan.........................................................................21
2. Diagnosa Keperawatan...........................................................................24
3. Intervensi Keperawatan..........................................................................30
4. Implementasi Keperawatan.....................................................................35
5. Evaluasi Keperawatan.............................................................................40
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan.............................................................................................70
2. Saran.......................................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan masalah berharga dan sangat penting dalam berbagai

tatanan kehidupan manusia. Perhatian masyarakat terhadap kesehatan saat ini semakin

besar, sehingga meningkatkan tuntutan masyarakat terhadap perawatan yang

berkualitas, sejalan dengan hal tersebut, maka permasalahan manusia semakin

kompleks, salah satunya yaitu kebutuhan ekonomi yang semakin mendesak, hal

tersebut menuntut manusia untuk berusaha memenuhi kebutuhannya dengan usaha

yang ekstra, tentunya itu mempengaruhi pola hidup dan kesehatannya yang dapat

menyebabkan kerja tubuh yang berat yang dapat menimbulkan kelelahan dan

kelemahan dari berbagai organ tubuh. Salah satu penyakit akibat beban kerja tubuh

yang berat yang menimbulkan kelelahan dan kelemahan dari berbagai organ tubuh

adalah hernia. (Kusuma, 2018)

Hernia merupakan prostrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek

atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. (Nurarif, A.H & Hardi Kusuma,

2018). Hernia Inguinalis lebih banyak diderita oleh laki-laki daripada perempuan. Hal

ini dikarenakan pada laki-laki dalam waktu perkembangan janin terjadi penurunan

testis dari rongga perut. Jika saluran testis tidak menutup dengan sempurna, maka akan

menjadi jalan lewatnya hernia inguninalis (Oswari, 2018)

Penyebab dari gejala hernia inguinalis adalah karena dinding otot sangat

lemah atau juga disebabkan karena membran dengan normal menjaga organ tubuh

untuk bagian yang lemah dan jugta bagian yang kendor. Penyakit hernia kebanyakan

juga dialami oleh orang-orang yang berusia lanjut, karena pada usia lanjut biasanya

otot-otot didalam organ tubuh sudah mulai melemah dan mengalami kemunduran

sehingga resiko untuk terkena penyakit hernia semakin besar. Sedangkan pada wanita,
hernia bisa disebabkan karena terjadinya obesitas atau kegemukan. (Nurarif, 2020)

Hernia inguinalis terkadang tidak memunculkan gejala apapun, bahkan klien

mungkin tidak menyadari kondisi ini. Gejalanya baru bisa dilihat dan juga dirasakan

melalui benjolan yang muncul akibat hernia. Benjolan lebih jelas akan terasa ketika

klien berdiri tegak, terutama jika bersamaan dengan batuk. Benjolan yang muncul

mungkin sensitif terhadap sentuhan dan terasa sakit. Tanda-tanda dari hernia inguinalis

adalah munculnya benjolan pada sisi manapun di daerah lipat paha depan, sensasi

nyeri perih atau rasa nyeri pada benjolan, muncul rasa sakit dan pembengkakan pada

area sekitar testis karena sebagaian usus menembus masuk kantong skrotum. (Shayid

2005 dalam Oswari, 2018)

Menurut World Health Organization (WHO), klien hernia tiap tahunnya

meningkat. Didapatkan data pada dekade tahun 2017 sampai tahun 2020 klien hernia

segala jenis mencapai 19.173.279 penderita (12,7 %) dengan penyebaran yang paling

banyak adalah negara- negara berkembang seperti Afrika, Asia Tenggara, dan negara

Uni Emirat Arab dengan jumlah klien hernia terbesar di dunia + 3.950 klien pada

tahun 2012. ( WHO, 2020). Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik

Indonesia di Indonesia periode Januari 2020 sampai dengan Desember 2020 berjumlah

1.243 yang mengalami gangguan hernia. Yang terjadi pada anak – anak berjumlah 230

kasus (5,59%). ( Dinkes, 2020).

Berdasarkan pembahasan diatas, penulis tertarik dalam membuat laporan

pendahuluan dengan juudul “Laporan Pendahulua Kepetawatan Medikal Bedah

Dengan Hernia”
B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu mengidentifikasi dan menerapkan Asuhan Keperawatan

Medikal Bedah Dengan Hernia.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu menjelaskan mengenai pengertian Hernia.

b. Mampu menjelaskan mengenai anatomi fisiologi Hernia.

c. Mampu menjelaskan mengenai etiologi Hernia.

d. Mampu menjeaslakan mengenai manfestasi Hernia.

e. Mampu menjelaskan mengenai patofisiologi Hernia.

f. Mampu menjelaskan mengenai komplikasi Hernia.

g. Mampu menjelaskan mengenai penatalaksanaan Hernia.

h. Mampu menjelaskan dan memhami konsep asuhan keperawatn Hernia.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi

Istilah hernia berasal dari bahasa Latin yaitu herniae yang berarti penonjolan

isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding

rongga yang lemah itu membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin.

Gangguan ini sering terjadi di daerah perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari

usus (Kusala, 2019).

B. Konsep Antomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan

1. Anatomi Sistem Pencernaan

Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima

makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan

jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan, dan pencampuran)

dengan enzim dan zat cair yang terbantang mulai dari mulut (oris) sampai
anus. Sistem pencernaan merupakan suatu rangkaian organ yang terdiri

dari:

a. Mulut / Oris

Mulut adalah suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan

dan air. Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap

yang berakhir di anus. Didalam rongga mulut terdapat :

1) Geligi, ada 2 (dua) macam yaitu;

- Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak-anak umur 6-7 bulan.

Lengkap pada umur 2½ tahun jumlahnya 20 buah disebut juga

gigi susu, terdiri dari 8 buah gigi seri (dens insisivus), 4 buah

gigi taring (dens kaninus) dan 8 buah gigi geraham (premolare).

- Gigi tetap (gigi permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun

jumlahnya 32 buah terdiri dari; 8 buah gigi seri (dens insisiws), 4

buah gigi taring (dens kaninus), 8 buah gigi geraham (molare)

dan 12 buah gigi geraham (premolare).

- Fungsi gigi terdiri dari; gigi seri untuk memotong makanan, gigi

taring gunannya untuk memutuskan makanan yang keras dan liat,

dan gigi geraham gunannya untuk mengunyah makanan yang

sudah dipotong-potong.

2) Lidah, Lidah dibagi menjadi 3 (tiga) bagian:

- Pangkal lidah (Radiks lingua), pada pangkal lidah yang

belakang terdapat epiglotis yang berfungsi untuk menutup jalan

napas pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan

jangan masuk ke jalan napas.

- Punggung lidah (Dorsum lingua), terdapat puting-puting


pengecap atau ujung saraf pengecap.

- Ujung lidah (Apeks lingua)

Fungsi lidah yaitu; mengaduk makanan, membentuk

suara, sebagai alat pengcepa dan menelan, serta merasakan

makanan.

- Otot lidah; otot-otot ekstrinsik lidah berasal dari rahang bawah,

(M. Mandibularis, os Hioid dan prosesus stiloid) menyebar ke

dalam lidah membentuk anyaman bergabung dengan otot

instrinsik yang terdapat pada lidah.

- M. Genioglossus merupakan otot lidah yang terkuat berasal

dari permukaan tengah bagian dalam yang menyebar sampai

ke radiks lingua.

3) Kelenjar ludah

Disekitar rongga mulut terdapat tiga buah kelenjar ludah yaitu:

- Kelenjar parotis: letaknya dibawah depan dari telinga di antara

prosesus mastoid, kiri dan kanan os mandibular, duktusnya

duktus stensoni. Duktus ini keluar dari glandula parotis

menuju ke rongga mulut melalui pipi (muskulus buksinator).

- Kelenjar submaksilaris: terletak dibawah rongga mulut bagian

belakang, duktusnya bernama duktus wartoni, bermuara di

rongga mulut dekat dengan frenulum lingua.

- Kelenjar sublingualis; letaknya dibawah selaput lendir dasar

rongga mulut bermuara di dasar rongga mulut. Kelenjar ludah

disarafi oleh saraf-saraf tersadar.

-
b. Faring

Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan

kerongkongan (osofagus), di dalam lengkung faring terdapat tonsil

(amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung

limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Ke atas bagian

depan berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaraan lubang

bernama koana. Keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut

dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.

Bagian superior disebut nasofaring, Pada nasofaring bermuara

tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian

media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar

lidah bagian inferior.

c. Esofagus

Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,

panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak

dibawah lambung. Lapisan dinding dari dalam ke luar, lapisan selaput

lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler dan

lapisan oto memanjang longitudinal.

Esofagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang

punggung setelah melalui toraks menembus diafragma masuk ke dalam

abdomen menyambung dengan lambung. Esofagus dibagi mejadi tiga

bagian;

1) Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)

2) Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)

3) Bagaian inferior (terutama terdiri dari otot halus)


d. Gaster / Lambung

Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling

banyak terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas

fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik,

terletak dibawah diapragma didepan pankreas dan limpa, menempel

disebelah kiri fundus uteri. Bagian lambung terdiri dari:

1) Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri

osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.

2) Korpus venrtikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian

bawah kurvatura minor

3) Antrum pilorus, bagian lambung membentuk tabung mempunyai otot

yang tebal membentuk sfingter pilorus.

4) Kurvantura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari

ostium kardiak sampai ke pilorus.

5) Kurvantura mayor, lebih panjang dari kurvantura minor terbentang dari

sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan

sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro lienalis terbentang dari

bagian atas kurvantura mayor sampai ke limpa.

6) Osteum kardiakum, meruapakan tempat dimana esofagus bagian

abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium

pilorik.

Fungsi lambung terdiri dari;

1) Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan

oleh peristaltik lambung dan getah lambung

2) Getah cerna lambung yang dihasilkan: Pepsin fungsinya; memecah


putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton).

3) Asam garam (HCl) fungsinya; mengasamkan makanan, sebagai anti

septik dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada pepsinogen

sehingga menjadi pepsin

4) Renin fungsinya; sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk

kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).

5) Lapisan lambung; jumlahnya sedikit memecah lemak yang

merangsang sekresi getah lambung.

e. Pankreas

Sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip dengan

kelenjar ludah panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari

duodenum samapai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gr. Terbentang

pada vertebralumbalis I dan II di belakang lambung. Bagian dari pankreas

1) Kepala pankreas, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di

dalam lelukan duodenum yang melingkarnya.

2) Badan pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini letaknya di

belakang lambung dan di depan vertebra umbalis pertama.

3) Ekor pankreas, bagian runcing di sebelah kiri yang sebenamnya

menyentuh limpa.

Fungsi pankreas

1) Fungsi eksokrin, yang membentuk getah pankreas yang berisi enzim

dan elektrolit.

2) Fungsi endokrin, sekelompok kecil sel epitelium yang berbentuk

pulau-pulau kecil atau pulau langerhans, yang bersama-sama

membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin.


3) Fungsi sekresi eksternal, yaitu cairan pankreas yang dialirkan ke

duodenum yang berguna untuk proses pencernaan makanan di

intestinum.

4) Fungsi sekresi internal, yaitu sekresi yang dihasilkan oleh pulau-pulau

lanngerhans sendiri yang langsung dialirkan ke dalam peredaraan

darah. Sekresinya disebut hormon insulin dan hormon glukagon,

hormon tersebut dibawa ke jaringan untuk membantu metabolisme

karbohidrat.

Hasil sekresi

1) Hormon insulin, hormon insulin ini langsung dialirkan ke dalam darah

tanpa melewati duktus. Sel-sel kelenjar yang menghasilkan insulin ini

termasuk sel-sel kelenjar endokrin.

2) Getah pankreas, sel-sel yang memproduksi getah pankreas ini

termasuk kelenjar eksokrin, getah pankreas ini dikirim ke dalam

duodenum melalui duktus pankreatikus, duktus ini bermuara pada

papila vateri yang terletak pada dinding duodenum

3) Pankreas menerima darah dari arteri pankreatika dan mengalirkan

darahnya ke vena kava inteferior melalui vena pankreatika.

4) Jaringan pankreas terdiri dari atas lobulus dari sel sekretori yang

tersusun mengitati saluran-saluran kecil dari lobulus yang terletak di

dalam ekor pankreas dan berjalan melalui badan pankreas dari kiri ke

kanan.

5) Saluran kecil ini menerima saluran dari lobulus lain dan kemudian

bersatu untuk membentuk saluran utama yaitu duktus wirsungi.


f. Kantung Empedu

Sebuah kantong berbentuk terang dan merupakan membran

berotot, letaknya dalam sebuah lobus di sebelah permukaan bawah hati

sampai pinggir depannya, panjangnya 812 cm berisi 60 cm³. Fungsi

kantung empedu

1) Sebagai persediaan getah empedu, membuat getah empedu menjadi

kental.

2) Getah empedu adalah cairan yang dihasilkan oleh sel-sel hati jumlah

setiap hari dari setiap orang dikeluarkan 500- 1000 cc sekresi yang

digunakan untuk mencerna lemak. 80% dari getah empedu pigmen

(warna) insulin dan zat lainnya.

g. Hati

Merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh, terletak dalam

rongga perut sebelah kanan, tepatnya dibawah difragma. Berdasarkan

fungsinya, hati juga termasuk sebagai alat sekresi. Hal ini dikarenakan

hati membantu fungsi ginjal dengan cara memecah beberapa senyawa

yang bersifat racun dan menghasilkan amonia, urea, dan asam urat

dengan memanfaatkan nitrogen dari asam amino. Proses pemecahan

senyawa racun oleh hati disebut proses detoksifikasi.

h. Usus Halus / Intestinum Minor

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan

yang terletak di antara lambung dan usus besar. Usus halus terdiri dari

tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejenum),

usus penyerapan (illeum). Pada usus dua belas jari terdapat dua muara

saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Bagian-bagian usus


halus;

1) Usus dua belas jari (duodenum) adalah bagian pertama usus halus yang

panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu kuda, dan kepalanya mengelilingi

kepala pankreas. Saluran empedu dan saluran pankreas masuk ke

dalam duodenum pada satu lubang yang disebut ampulla

hepatopankreatika, ampulla vateri, 10 cm dari pilorus.

2) Usus kosong (jejenum), menempati dua perlima sebelah atas pada

usus halus yang selebihnya.

3) Usus penyerapan (illeum), menempati tiga perlima akhir.

i. Usus Besar / Intestinum Mayor

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara

usus buntu dan rektum. Fungsi usus besar;

1) Menyerap air dari makanan

2) Tempat tinggal bakteri koli

3) Tempat feses

Bagian-bagian usus besar atau kolon;

1) Kolon asendens. Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah

kanan membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati

melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatika.

2) Kolon transversum. Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon

asendens sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen,

sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat

fleksura lienalis.

3) Kolon desendens. Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen

bagian kiri membujur dari atas ke bawah dari fleksura lienalis sampai
ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.

4) Kolon sigmoid. Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak

miring, dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf

S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.

5) Rektum. Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan

intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan

os sakrum dan os koksigis.

j. Usus Buntu

Usus buntu dalam bahasa latin disebut appendiks vermiformis.

Pada awalnya organ ini dianggap sebagai organ tambahan yang tidak

memiliki fungsi, tetati saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah

sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi

immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar

limfoid.

k. Umbai Cacing

Umbai cacing adalah organ tambahan pada usus buntu. Umbai

cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa,

umbai cacing berukuran 10 cm tetapi bisa bervariasi 2 sampai 20

cm.walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi umbai cacing bisa

berbeda-beda bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas

tetap terletak di peritoneum.

l. Rektum

Rektum dalam bahasa latin regere (meluruskan , mengatur). Organ

ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.

Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam


rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk

melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan

dikembalikan ke usus besar, dimana penyerapan air akan kembali

dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi

dan pengerasan feses akan terjadi.

m. Anus

Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan

rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis bagian

posterior dari peritoneum. Dindingnya diperkuat oleh 3 otot sfingter yaitu:

1) Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.

2) Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.

3) Sfingter ani eksternus (sebelah bawah) bekerja sesuai kehendak.

C. Klasifikasi

Hernia merupakan prostrusi atau penonjolan isi rongga melalui defek atau

bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Hernia ada beberapa jenis, yaitu:

1. Hernia hiatal

Hernia hiatal adalah kondisi dimana kerongkongan (pipa tenggorokan)

turun, melewati diafragma melalui celah yang disebut hiatus sehingga

sebagian perut menonjol ke dada (toraks).

2. Hernia epigastrik

Hernia epigastrik terjadi diantara pusar dan bagian bawah tulang rusuk

digaris tengah perut. Hernia epigastrik biasanya terdiri dari jaringan lemak dan

hernia ini sering menimbulkan rasa sakit dan tidak dapat didorong kembali

kedalam perut ketika pertama kali ditemukan.


3. Hernia umbilikal

Hernia umbilikal berkembang didalam dan disekitar umbilikus (pusar)

yang disebabkan bukaan pada dinding perut, yang biasanya menutup sebelum

kelahiran, tidak menutup sepenuhnya. Hernia jenis ini biasanya menutup secara

bertahap sebelum usia 2 tahun.

4. Hernia inguinalis

Hernia inguinalis adalah hernia yang paling umum terjadi dan muncul

sebagai tonjolan diselakangan atau skrotum. Hernia inguinalis terjadi ketika

dinding abdomen berkembang sehingga usus menerobos ke bawah melalui

celah.

5. Hernia femoralis

Hernia femoralis muncul sebagai tonjolan dipangkal paha. Tipe ini lebih

sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria

6. Hernia insisional

Hernia insisional dapat terjadi melalui luka pasca operasi perut. Hernia

ini muncul sebagai tonjolan didekat pusar yang terjadi ketika otot sekitar pusar

tidak menutup sepenuhnya.

7. Hernia nukleus pulposi (HNP)

Hernia nukleus pulposi adalah hernia yang melibatkan cakram tulang

belakang. Diantara setiap tulang belakang ada diskus intervertebralis yang

menyerap goncangan cakram dan meningkatkan elastisitas dan mobilitas tulang

belakang.
D. Etiologi

1. Umur

Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria maupun

wanita. Pada Pasien – pasien penyakit ini disebabkan karena kurang

sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis.

Pada orang dewasa khususnya yang telah berusia lanjut disebabkan oleh

melemahnya jaringan penyangga usus atau karena adanya penyakit yang

menyebabkan peningkatan tekanan dalam rongga perut (Giri Made Kusala,

2019).

2. Jenis Kelamin

Hernia yang sering diderita oleh laki – laki biasanya adalah jenis hernia

Inguinal. Hernia Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada daerah

selangkangan, hal ini disebabkan oleh proses perkembangan alat reproduksi.

Penyebab lain kaum adam lebih banyak terkena penyakit ini disebabkan karena

faktor profesi, yaitu pada buruh angkat atau buruh pabrik. Profesi buruh yang

sebagian besar pekerjaannya mengandalkan kekuatan otot mengakibatkan

adanya peningkatan tekanan dalam rongga perut sehingga menekan isi hernia

keluar dari otot yang lemah tersebut (Giri Made Kusala, 2019).

3. Penyakit penyerta

Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada

kondisi tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung kencing atau

pembesaran prostat, penyakit kolon, batuk kronis, sembelit atau konstipasi

kronis dan lain-lain. Kondisi ini dapat memicu terjadinya tekanan berlebih pada

abdomen yang dapat menyebabkan keluarnya usus melalui rongga yang lemah

ke dalam kanalis inguinalis.


4. Keturunan

Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena

hernia.

5. Obesitas

Berat badan yang berlebih menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh,

termasuk di bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia.

Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi atau

penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah.

6. Kehamilan

Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus memberi

tekanan lebih di bagian perut. Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus

terjadinya hernia.

7. Pekerjaan

Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat

menyebabkan terjadinya hernia. Contohnya, pekerjaan buruh angkat barang.

Aktivitas yang berat dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang terus-

menerus pada otot-otot abdomen. Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi

pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan organ melalui dinding organ yang

lemah.

8. Kelahiran premature

Bayi yang lahir prematur lebih berisiko menderita hernia inguinal

daripada bayi yang lahir normal karena penutupan kanalis inguinalis belum

sempurna, sehingga memungkinkan menjadi jalan bagi keluarnya organ atau

usus melalui kanalis inguinalis tersebut. Apabila seseorang pernah terkena

hernia, besar kemungkinan ia akan mengalaminya lagi. (Giri Made Kusala,


2012).

E. Patofisologi

Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau sebab yang

didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Lebih banyak pada laki-laki

ketimbang pada perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada

pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar sehingga

dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu, diperlukan pula faktor yang

dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.

Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang

terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding

perut karena usia.Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada

bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut.

Penurunan testis tersebut akan menarik peritonium ke daerah skrotum

sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis

peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini telah mengalami

obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Namun

dalam beberapa hal, kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun terlebih

dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri

terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis

yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus

(karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis

kongenital (Erfandi, 2009).Pada orang tua kanalis inguinalis telah menutup.

Namun karena merupakan lokus minoris resistensie, maka pada keadaan yang

menyebabkan tekanan intra-abdominal meningkat, kanal tersebut dapat terbuka

kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita. Kelemahan otot dinding
perut antara lain terjadi akibat kerusakan Nervus Ilioinguinalis dan Nervus

Iliofemoralis setelah apendiktomi (Erfandi, 2019).

WOC
F. Manifestasi Klinis

1. Nyeri Kolik Menetap

2. Suhu Badan Normal Normal/meninggi

3. Denyut Nadi Normal/meninggi Meninggi/tinggi sekali

4. Leukosit Normal Leukositosis

5. Rangsang peritoneum Tidak Jelas

6. Adanya benjolan (biasanya asimptomatik)

Keluhan yang timbul berupa adanya benjolan di daerah inguinal dan

atau skrotal yang hilang timbul. Timbul bila terjadi peningkatan tekanan intra

peritoneal misalnya mengedan, batuk- batuk, tertawa, atau menangis. Bila

pasien tenang, benjolan akan hilang secara spontan.

7. Nyeri

Keluhan nyeri pada hernia ini jarang dijumpai, kalaupun ada dirasakan di

daerah epigastrium atau para umbilikal berupa nyeri viseral akibat regangan pada

mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantung hernia

(Jennifer, 2017). Bila usus tidak dapat kembali karena jepitan oleh anulus

inguinalis, terjadi gangguan pembuluh darah dan gangguan pasase segmen usus

yang terjepit. Keadaan ini disebut hernia strangulata. Secara klinis keluhan pasien

adalah rasa sakit yang terus menerus.

8. Gangguan pasase usus seperti abdomen kembung dan muntah.

9. Pada Inspeksi : saat pasien mengedan dapat dilihat hernia inguinalis lateralis

muncul sebagai penonjolan diregio ingunalis yang berjalan dari lateral atas ke

medial bawah.

10. Palpasi: kantong hernia yang kosong dapat diraba pada funikulus spermatikus

sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua
permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera, tetapi umumnya

tanda ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ maka tergantung

isinya.

11. Pada palpasi mungkin teraba usus, omentum ( seperti karet ), atau ovarium.

G. Komplikasi

1. Perlekatan / hernia akreta

2. Hernia irreponibel

3. Jepitan → vaskularisasi terganggu → iskhemi → gangrene → nekrosis

4. Infeksi

5. Obstipasi → obstruksi / konstipasi

6. Hernia incarserata → Illeus

H. Pemeriksaan Diagnostik

1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik.

2. Herniografi.

3. USG

4. CT dan MRI

5. Laparaskopi

6. Operasi Eksplorasi (Hudack& Gallo, 2017).

I. Penatalaksanaan

Pengobatan konservatif terbatas mulai tindakan melakukan reposisi dan

pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah

direposisi. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar

operasi hernia terdiri dari herniotomi dan hernioplastik. Pada herniotomi dilakukan

pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia

dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit


ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Pada hernioplastik dilakukan tindakan

memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis

inguinalis. (R. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 2012).


BAB III

ASKEP TEORTITIS

A. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuaN untuk mengumpulkan

informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-

masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental sosial dan

lingkungan (Dermawan, 2012 : 36).

Proses keperawatan terdiri dari 5 (lima) tahap yaitu pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Budiono dan Pertami S.B,

2015).

1) Identitas

Pada pasien hernia adalah riwayat pekerjaan biasanya mengangkat benda

berat, nyeri seperti tertusuk pisau yang akan semakin memburuk dengan adanya

batuk dan bersin Discharge Planing pasien adalah hindari mengejan, mengangkat

benda berat, menjaga balutan luka operasi tetap kering dan bersih, biasanya

penderita hernia yang sering terkena adalah laki-laki pada hernia inguinalis dan

pada heria femoralis yang sering terkena adalah perempuan untuk usia antara 45-

75 tahun (Baradero, 2015).

2) Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus hernia adalah terasa nyeri.

Nyeri tersebut adalah akut karena disebabkan oleh diskontinuitas jaringan

akibat tindakan pembedahan ( insisi pembedahan ). Dalam mengkaji adanya

nyeri, maka digunakan teknik PQRST.


P= Provoking: Merupakan hal - hal yang menjadi faktor presipitasi timbulnya

nyeri, biasanya berupa trauma pada bagian tubuh yang menjalani prosedur

pembedahan dan biasanya nyeri akan bertambah apabila bersin, mengejan,

batuk kronik dll.

Q= Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien. Apakah seperti terbakar, ditekan, ditusuk-tusuk, diremas.

R= Region: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau

menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.

S= Scale of pain: Biasanya klien hernia akan menilai sakit yang dialaminya

dengan skala 5 - 7 dari skala pengukuran 1 - 10.

T=Time: Merupakan lamanya nyeri berlangsung, kapan muncul dan dalam

kondisi seperti apa nyeri bertambah buruk. (Muttaqin, 2008).

2) Riwayat penyakit sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari

hernia, yang nantinya membantu dalam rencana tindakan terhadap klien. Ini

bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa di

tentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. merasa

ada benjolan di skrotum bagian kanan atau kiri dan kadang-kadang

mengecil/menghilang. Bila menangis, batuk, mengangkat beban berat akan

timbul benjolan lagi, timbul rasa nyeri pada benjolan dan timbul rasa

kemeng disertai mual-muntah. Akibat komplikasi terdapat shock, demam,

asidosis metabolik, abses, fistel, peritonitis. Pada pasien post operasi hernia

juga akan merasakan nyeri dimana nyeri tersebut adalah akut karena

disebabkan oleh diskontinuitas jaringan akibat tindakan pembedahan (insisi


pembedahan).

3) Riwayat penyakit dahulu

Latar belakang kehidupan klien sebelum masuk rumah sakit yang

menjadi faktor predisposisi seperti riwayat bekerja mengangkat benda-

benda berat, riwayat penyakit menular atau penyakit keturunan, 20 serta

riwayat operasi sebelumnya pada daerah abdomen atau operasi hernia yang

pernah dialami klien sebelumnya

4) Riwayat penyakit keluarga

Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita

sakit yang sama sepert klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan

atau menular dalam keluarga.

5) Perilaku yang mempengaruhi kesehatan

Empat faktor yang mempengaruhi kesehatan yakni keturunan,

pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan. Faktor pelayanan kesehatan

meliputi ketersediaan klinik kesehatan dan fasilitas kesehatan lainya, faktor

perilaku meliputi antara lain perilaku mencari pengobatan dan perilaku hidup

bersih dan sehat, sedangkan faktor lingkungan antara lain kondisi lingkungan

yang sehat dan memenuhi persyaratan ( Notoatmodjo, 2003 ). Kerja otot yang

terlalu kuat, mengangkat beban yang berat, batuk kronik, mengejan sewaktu

miksi dan defekasi, peregangan otot abdomen karena peningkatan tekanan

intra abdomen (TIA). Seperti obesitas dan kehamilan, kelemahan abdomen

bisa disebabkan kerena cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah

lahir dan usia dapat mempengaruhi kelemahan dinding abdomen (semakin

bertambah usia dinding abdomen semakin melemah). Peningkatan tekanan


intra abdomen diantaranya mengangkat beban berat, batuk kronis, kehamilan,

kegemukan dan gerak badan yang berlebih. (Nuari, 2015)

3) Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

Keadaan klien dengan hernia biasanya mengalami kelemahan serta

tingkat kesadaran composmentis. Tanda vital pada umumnya stabil kecuali

akan mengalami ketidakstabilan pada klien yang mengalami perforasi

appendiks.

2) Tanda-tanda vital

- TD : Tekanan Darah

- N : Nadi

- P : Pernapasan

- S : Suhu

3) Sistem pernafasan

Bentuk hidung simetris keadaan bersih tidak ada sekret, pergerakan

dada simetris, Irama nafas regular tetapi ketika nyeri timbul ada kemungkinan

terjadi nafas yang pendek dan cepat. Tidak ada nyeri tekan pada dada, tidak

ada retraksi otot bantu nafas, gerakan fokal fremitus antara kanan dan kiri

sama, pada hernia inkarcerata dan strangulata di jumpai adanya peningkatan

RR (> 24 x /mnt) pada perkusi terdapat bunyi paru resonan, suara nafas

vesikuler tidak ada suara tambahan seperti ronkhi dan whezzing


4) Sistem cardiovaskular

Konjungtiva normal tidak terdapat sianosis, tidak ada peningkatan

JVP, tidak ada clubbing finger, CRT < 3 detik, tidak terdapat sianosis,

peningkatan frekuensi dan irama denyut nadi karena nyeri, terdapat bunyi

jantung pekak/redup, bunyi jantung tidak disertai suara tambahan, bunyi

jantung normal S1 S2 tunggal lup dup.

5) Sistem Persyarafan

Umumnya pada pasien hernia tidak mengalami gangguan pada

persyarafannya, namun gangguan bisa terjadi dengan adanya nyeri pada post

operasi sehingga perlu dikaji nilai GCS

6) Sitem Perkemihan

Pada Post Operasi kaji apakah terdapat benjolan pada abdomen

bagian bawah / kandung kemih. Pada hernia inkarcerata dan strangulata di

jumpai penurunan produksi urine. Ada tidaknya nyeri tekan pada kandung

kemih. Kaji PQRST.

P= Provoking: Merupakan hal - hal yang menjadi faktor presipitasi

timbulnya nyeri, biasanya berupa trauma pada bagian tubuh yang menjalani

prosedur pembedahan dan biasanya nyeri akan bertambah apabila berdin

mengejan batuk kronik dll.

Q= Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien. Apakah seperti terbakar, ditekan, ditusuk-tusuk, diremas.

R= Region: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau

menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.


S= Scale of pain: Biasanya klien hernia akan menilai sakit yang dialaminya

dengan skala 5 - 7 dari skala pengukuran 1 - 10.

T=Time: Merupakan lamanya nyeri berlangsung, kapan muncul dan dalam

kondisi seperti apa nyeri bertambah buruk. (Muttaqin, 2008)..

7) Sistem Pencernaan

Dikaji mulai dari mulut sampai anus, tidak ada asites, pada pasien

post-op biasanya sudah tidak ada benjolan pada abdomen, pada pasien post-

op biasanya ada nyeri tekan, tidak ada distensi abdomen. Terdapat suara

tympani pada abdomen, Peristaltik usus 5-21x/menit.

8) Sistem Muskuloskeletal

Bentuk kepala, extermitas atas dan ekstermitas bawah. Biasanya post

operasi herniotomy secara umum tidak memiliki gangguan, tetapi perlu dikaji

kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah,dengan nilai kekuatan otot (0-5),

adanya kekuatan pergerakan atau keterbatasan gerak. Terdapat lesi/ luka. Kaji

keadaan luka apakah terdapat push atau tidak, ada tidaknya infeksi, keadaan

luka bersih atau lembab

9) Sistem Pengindraan

Pada post herniotomy pada sistem ini tidak mengalami gangguan baik

pengindraan, perasa, peraba, pendengaran dan penciuman semua dalam

keadaan normal.

10) Sistem reproduksi

Observasi keadaan genetalia, dan perubahan fisik sistem reproduksi.


11) Sistem Neurologis

- Fungsi cerebral

- Status mental : orientasi, daya ingat dan bahasa.

- Tingkat kesadaran (eye, motorik, verbal) : dengan

menggunakan Gaslow Coma Scale (GCS).

- Kemampuan berbicara.

- Fungsi Karnial

- Fungsi motorik : Massa otot, tonus otot, dan kekuatan otot.

- Funsi sensorik : Respon terhadap suhu, nyeri, dan getaran.

- Funsi cerebrum : Kemampuan koordinasi dan keseimbangan.

B. Diagnosa

1. Nyeri akut b/d agens cedera fisik biologis

2. Gangguan Eliminasi Urine b/d Proses penyakit

3. Ansietas b/d kurangnya pengetahuan terkait penyakit

C. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan

oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai

tujuan luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa

berdasarkan SIKI adalah :

NO Diagnosa Keperawatan SLKI SDKI


1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan MANAJEMEN NYERI (I.
dengan intervensi selama 3x24 08238)
1. Agen pencedera jam. Maka tingkat Observasi
fisiologis (mis. nyeri menurun, dengan 1. lokasi, karakteristik,
Inflamasi, iskemia, kriteria hasil : durasi, frekuensi,
neoplasma) 1. Keluhan nyeri kualitas, intensitas
Agen pencedra menurun nyeri
kimiawi (mis. 2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala
Terbakar, bahan 3. Sikap protektif nyeri
kimia iritan) menurun 3. Identifikasi respon
2. Agen pencidra fisik 4. Gelisah menurun nyeri non verbal
(mis. Abses, trauma, 4. Identifikasi faktor
amputasi, terbakar, yang memperberat
terpotong, dan memperingan
mengangkat nyeri
berat,prosedur 5. Identifikasi
operasi,trauma, pengetahuan dan
latihan fisik keyakinan tentang
berlebihan nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap
respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
8. Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek
samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma
terapi, teknik
imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Control lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
PEMBERIAN
ANALGETIK (I.08243)
Observasi
1. Identifikasi
karakteristik nyeri
(mis. Pencetus,
pereda, kualitas,
lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
Identifikasi riwayat
alergi obat
2. Identifikasi
kesesuaian jenis
analgesik (mis.
Narkotika, non-
narkotika, atau
NSAID) dengan
tingkat keparahan
nyeri
3. Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
4. Monitor efektifitas
analgesik
5. Terapeutik
6. Diskusikan jenis
analgesik yang
disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
7. Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum
8. Tetapkan target
efektifitas analgesic
untuk
mengoptimalkan
respon pasien
9. Dokumentasikan
respon terhadap efek
analgesic dan efek
yang tidak
diinginkan
10. Edukasi
11. Jelaskan efek terapi
dan efek samping
obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian dosis dan
jenis analgesik,
sesuai indikasi

2 Gangguan Eliminasi Urin Setelah dilakukan Perawatan Retensi Urine


asuhan keperawatan 2. Monitor tingkat
selama ….x… jam, distensi kandung
diharapkan gangguan kemih dengan
eliminasi urin yang palpasi dan perkusi
dirasakan pasien 3. Berikan rangsangan
berkurang dengan berkemih (kompres
kriteria hasil : dingin pada
Eliminasi urin abdomen)
5. Sensasi berkemih 4. Jelaskan penyebab
meningkat retensi urine
6. Distensi kandung 5. Ajarkan cara
kemih meningkat melakukan
7. Berkemih tidak rangsangan
tuntas menurun berkemih
8. Kontinensia urin
9. Kemampuan
berkemih
meningkat
10. Residu volume
setelah berkemih
menurun
3 Ansiestas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
tindakan keperawatan 1. Monitor tanda-tanda
selama .....x24 jam ansietas
diharapakan 2. Ciptakan suasana
kecemasan menurun terapeutik untuk
atau pasien dapat menumbuhkan
tenang dengan kriteria : kepercayaan
Tingkat ansietas 3. Pahami situasi yang
11. Menyingkirkan membuat ansietas
tanda kecemasaan. 4. Diskusikan
12. Tidak terdapat perencanaan realistis
perilaku gelisah tentang peristiwa
13. Frekuensi napas yang akan datang
menurun 5. Anjurkan
14. Frekuensi nadi mengungkapkan
menurun perasaan dan
15. Menurunkan persepsi
stimulasi 6. Anjurkan keluarga
lingkungan ketika untuk selalu
cemas. disamping dan
16. Menggunakan mendukung pasien
teknik relaksasi 7. Latih teknik
untuk menurunkan relaksasi
cemas.
17. Konsentrasi
membaik
18. Pola tidur
membaik
Dukungan sosial
1. Bantuan yang
ditawarkan oleh
oranglain
meningkat

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang

dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010).

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi

kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang

diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan

pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi

implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti,

2017)
E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi

adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien,

perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012).

Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan

Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan

terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,

dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga,

dan tenaga kesehatan lainnya.

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam

mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan

(Setiadi, 2012). Menurut (Asmadi, 2008)Terdapat 2 jenis evaluasi :

1) Evaluasi formatif (Proses)

Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan

hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat

mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan

tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini meliputi 4

komponen yang dikenal dengan istilah SOPA, yakni subjektif (data keluhan

pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan data

dengan teori), dan perencanaan.

2) Evaluasi sumatif (hasil)

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua

aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini

bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah

diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah
melakukan wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan respon pasien

dan keluarga terkai pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada

akhir layanan.

Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian tujuan keperawatan,

yaitu :

1) Tujuan tercapai/masalah teratasi

2) Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian

3) Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi

BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan

Hernia merupakan prostrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui

defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. (Nurarif, A.H &

Hardi Kusuma, 2018). Hernia Inguinalis lebih banyak diderita oleh laki-laki

daripada perempuan. Hal ini dikarenakan pada laki-laki dalam waktu

perkembangan janin terjadi penurunan testis dari rongga perut. Jika saluran

testis tidak menutup dengan sempurna, maka akan menjadi jalan lewatnya

hernia inguninalis (Oswari, 2018)

Penyebab dari gejala hernia inguinalis adalah karena dinding otot sangat

lemah atau juga disebabkan karena membran dengan normal menjaga organ

tubuh untuk bagian yang lemah dan jugta bagian yang kendor. Penyakit hernia

kebanyakan juga dialami oleh orang-orang yang berusia lanjut, karena pada

usia lanjut biasanya otot-otot didalam organ tubuh sudah mulai melemah dan

mengalami kemunduran sehingga resiko untuk terkena penyakit hernia semakin

besar. Sedangkan pada wanita, hernia bisa disebabkan karena terjadinya

obesitas atau kegemukan. (Nurarif, 2020)

Hernia inguinalis terkadang tidak memunculkan gejala apapun, bahkan

klien mungkin tidak menyadari kondisi ini. Gejalanya baru bisa dilihat dan juga

dirasakan melalui benjolan yang muncul akibat hernia. Benjolan lebih jelas

akan terasa ketika klien berdiri tegak, terutama jika bersamaan dengan batuk.

Benjolan yang muncul mungkin sensitif terhadap sentuhan dan terasa sakit.

Tanda-tanda dari hernia inguinalis adalah munculnya benjolan pada sisi

manapun di daerah lipat paha depan, sensasi nyeri perih atau rasa nyeri pada

benjolan, muncul rasa sakit dan pembengkakan pada area sekitar testis karena
sebagaian usus menembus masuk kantong skrotum. (Shayid 2005 dalam

Oswari, 2018).

B. Saran

1. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan dengan adanya laporan pendahuluan ini, dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran bagi mahasiswa/i di STIKes Alifah

Padang, khususnya pada keperawatan medikal bedah tentang Asuhan

Keperawatan pada pasien dengan Hernia

2. Bagi perawat

Laporan ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi perawat yang

melakukan tindakan keperawatan medikal bedah pada pasien dengan Hernia

DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, D., & Rahayuningsih, T. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Sistem

Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Giri Made Kusala, 2009. Kumpulan Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

Haryono, R. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Kelainan Bawaan Sistem Pencernaan.

Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Liu, T., & Campbell, A. 2011. Case Files Ilmu Bedah. Jakarta: Karisma Publishing Group.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementrian RI tahun 2018.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan

Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan

Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Wilkinson, J.M., & Ahern, N.R. 2011. Diagnosis Keperawatan Edisi 9. ECG: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai