Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. R (8 bln)

DENGAN DIAGNOSA MEDIS ATRESIA ANI FISTEL RECTOVESTIBULAR

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak II

Dosen Pengampu :

Eli Lusiani, S. Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun oleh :

Anggy Agustina Rahayu (032016060) Cut Afnon Zulfa R (032016061)

Achef Fajar Sidiq (032016037) Elis Rohaeti (032016047)

AlifaFitri Vianisha MQZ (032016036) Farhan Fauzi (032016011)

Nadya Khairunnisa (032016023) Badriatun Naimah (032016062)

Siti Patimah (032016009) Vinolia Cantika A (032016048)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG

TAHUN AKADEMIK 2018-2019


KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena anugerah dari-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan pada An. R
dengan ATRESIA ANI FISTEL RECTOVESTIBULAR” ini. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar kita, yaitu Nabi uhammad SAW
yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam
yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.

Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan mengenai ATRESIA ANI FISTEL RECTOVESTIBULAR. Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat untuk di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah yang kami buat ini dapat di pahami oleh siapa saja yang
membacanya, dan semoga dapat bermanfaat bagi kami dan bagi siapa saja yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan,
dan kami mohon adanya kritik dan saran agar dapat memperbaiki disaat yang akan
datang.

Bandung, November 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB II ........................................................................................................................... 3
TINJAUAN TEORI ...................................................................................................... 3
A. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan ........................................................... 3
B. Definisi ........................................................................................................... 5
C. Klasifikasi ....................................................................................................... 6
D. Etiologi ........................................................................................................... 7
E. Manifestasi Klinis........................................................................................... 8
F. Patofisiologi .................................................................................................... 9
G. Komplikasi ..................................................................................................... 9
H. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang ........................................................ 12
I. Penatalaksanaan ............................................................................................ 14
BAB IV ....................................................................................................................... 16
PEMBAHASAN KASUS ........................................................................................... 16
A. Kasus ............................................................................................................ 16
B. Pengkajian .................................................................................................... 17
C. Pemeriksaan Fisik......................................................................................... 18
D. Analisa Data ................................................................................................. 28
E. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Standar Prioritas ................................ 31

ii
F. Intervensi Keperawatan .................................................................................... 32
BAB IV ....................................................................................................................... 35
PENUTUP ................................................................................................................... 35
A. Kesimpulan ................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 36

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Jurnal Kedokteran Meditek Vol. 22 No. 58 Januari-April 2016,
atresia ani adalah suatu kelainan kongenital yang menunjukan keadaan tanpa
anus atau dengan anus yang tidak sempurna. Malformasi anorektal merupakan
kelainan kongenital yang sering kita jumpai pada kasus bedah anak. Diagnosis
penyakit kongenital ini sangat mudah ditegakkan melalui pemeriksaan fisik
yang cermat dan teliti sehingga hal ini harus diketahui oleh para dokter.
Malformasi anorektal terjadi pada 1 dari 4000-5000 kelahiran baru. Frekuensi
pada anak laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan

Dalam jurnal jom FK volume 1 No.2 Oktober 2014, Insiden


malformasi anorektal di Eropa antar daerah bervariasi antara 1,14 sampai
dengan 5,96 per 10.000 orang dan dapat berubah-ubah setiap tahunnya. Pada
banyak penelitian dilaporkan malformasi anorektal lebih banyak terjadi pada
laki-laki dibandingkan perempuan. Hasil penelitian yang dilakukan di RS
Sardjito oleh Pratomo tahun 1998 – 2003 melaporkan perbandingan antara
pasien malformasi anorektal laki-laki dan perempuan adalah 21 : 19.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan W di RSUD Arifin
Achmad, jumlah kasus malformasi anorektal periode 2007 – 2009 sebanyak
93 kasus, diperkirakan terdapat 34 kasus malformasi anorektal setiap tahun.
Pasien malformasi anorektal terbanyak adalah laki-laki dengan perbandingan
23 : 14 kasus.

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan ?
2. Apa definisi dari atresia ani ?
3. Bagaimana klasifikasi atresia ani ?
4. Bagaimana etiologi dari atresia ani ?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari atresia ani ?
6. Bagaimana patofisiologi dari atresia ani ?
7. Bagaimana komplikasi dari atresia ani ?
8. Bagaimana diagnosis dan pemeriksaan penunjang dari atresia ani ?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari atresia ani ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada An. R dengan atresia ani fistel
rectovestibular ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
2. Untuk mengetahui definisi dari atresia ani
3. Untuk mengetahui klasifikasi atresia ani
4. Untuk mengetahui etiologi dari atresia ani
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari atresia ani
6. Untuk mengetahui patofisiologi dari atresia ani
7. Untuk mengetahui komplikasi dari atresia ani
8. Untuk mengetahui diagnosis dan pemeriksaan penunjang dari atresia ani
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari atresia ani
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada An. R dengan atresia ani
fistel rectovestibular
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan

Dalam buku Dasar-Dasar Anatomi Fisiologi. Ross and Wilson (2011)


Sistem pencernaan dapat dikelompokkan menjadi lima : ingesti, yaitu
memasukkan makanan ke dalama saluran cerna (misal makan dan minum),
propulsi yaitu mencampur makanan dan memindahkan sari makanan ke dalam
saluran cerna : digesti (mencerna) terdiri atas penghancuran makanan secara
mekanik (misal : mengunyah) dan pencernaan makanan secara kimia dengan
enzim : absorpsi, yaitu proses penyerapan makanan yang dicerna ke dalam
dinding organ saluran cerna : dan eliminasi (defekasi), yaitu proses
pengeluaran substansi makanan yang tidak dapat dicerna dan di absorpsi di
saluran cerna dalam bentuk feses.
1. Organ sistem pencernaan
Organ sistem pencernan terdiri atas :

3
4

a. Saluran cerna, disebut juga saluran gastrointestinal merupakan saluran


panjang yang dilalui makanan/minuman dan terdiri atas mulut, faring,
esofagus, usus halus, lambung, usus besar, serta saluran anus
b. Kelenjar aksesori yang merupakan kelenjar melapisi organ yang terdiri
atas 3 pasang kelenjar ludah, pankreas, hati, dan saluran empedu.

Susunan saluran pencernaan terdiri dari :

a. Mulut
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan.
b. Lidah
Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai alat
pengecap dan menelan, serta merasakan makanan.
c. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (esophagus)
d. Esofagus
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan
lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk
kardiak di bawah lambung.
e. Lambung
Fungsi lambung menampung makanan, menghancurkan dan
menghaluskan makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
f. Usus halus
Fungsi usus halus :
1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui
kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
3) Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
g. Duodenum
5

Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk


sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas.
h. Jejunum dan ileum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima bagian
atas adalah jejunum dengan panjang ± 23 m, dan ileum dengan panjang 4-
5 m. Lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding abdomen
posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas
dikenal sebagai mesenterium.
i. Usus besar
Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal
bakteri.
j. Rektum
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan
os koksigis. Organ ini berfungsi untuk tempat penyimpanan feses
sementara.
k. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak didasar pelvis,
dindingnya diperkuat oleh sfingter :
1) Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
2) Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
3) Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendaki.

B. Definisi
Dalam buku Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC tahun 2015, menurut kamus kedokteran atresia
berarti tidak adanya lubang pada tempat yang seharusnya berlubang. Sehingga
atresia ani berarti tidak terbentuknya lubang pada anus.
6

Dalam buku Pengantar Ilmu Keperawatan Anak tahun 2006, anus


imperforata (atresia anal) merupakan suatu kelainan malformasi kongenital
dimana tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau
tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang tetap
pada daerah anus.

Dalam Buku Ajar Keperawatan Anak, atresia ani adalah tidak


komplitnya perkembangan embrionik pada distal (anus) atau tertutupnya anus
secara abnormal.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa atresia ani merupakan kondisi


dimana lubang anus tidak terbentuk.

C. Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :

1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses


tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum
dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.

Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi


yaitu :

1. Anomali rendah / infralevator


Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis,
terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.
7

2. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal
dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Anomali tinggi / supralevator
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal
ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius – retrouretral
(pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum
sampai kulit perineum lebih dari1 cm.

D. Etiologi
Dalam buku Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC tahun 2015, atresia dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain :

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu / 3
bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah
usus, rectum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan

Dalam Jurnal Kedokteran Meditek Vol. 22 No. 58 Januari-April 2016,


etiologi malformasi anorektal belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli
berpendapat bahwa kelainan ini sebagai akibat dari abnormalitas
perkembangan embriologi anus, rektum dan traktus urogenital, dimana
septum tidak membagi membran kloaka secara sempurna. Terdapat beberapa
faktor prognostic yang mempengaruhi terjadinya morbiditas pada malformasi
anorektal, seperti abnormalitas pada sakrum, gangguan persarafan pelvis,
sistem otot perineal yang tidak sempurna, dan gangguan motilitas kolon.
8

Menurut Purwanto (2011), adanya gangguan atau berhentinya


perkembangan embriologik didaerah usus, rectum bagian distal serta traktus
urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia
kehamilan. Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti,
namun ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di
sebabkan oleh :

1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena


gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena
ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan
otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang
terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini.
Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat
kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang
mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan
kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani

E. Manifestasi Klinis
Dalam buku Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC tahun 2015, manifestasi klinis dari atresia ani
meliputi :
9

1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran


2. Tidak dapat dilakukan suhu rectal pada bayi
3. Mekoniumkeluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula)
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
6. Pada pemeriksaan rektal touche terdapat adanya membrane anal
7. Perut kembung

F. Patofisiologi
Dalam buku Pengantar Ilmu Keperawatan Anak tahun 2006,
terjadinya atresia ani karena kelainan kongnital dimana saat proses
perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan
rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang
berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genito urinari dan
struktur anorectal. Atresia anal ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi
dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu selama perkembangan
janin. Kegagalan migrasi tersebut juga karena gagalnya agenesis sakral dan
abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi.
Atresia anal dapat terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang
keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.

G. Komplikasi
Dalam Jurnal Malformasi Anorektal menurut Irene Lokanata tahun
2014, sebagian besar bayi dengan malformasi anorektal memiliki satu atau
lebih kelainan yang mempengaruhi sistem organ yang lain antara lain

1. Fistula Tracheo-esophageal.
2. Atresia duodenal.
3. Undescended testis.
10

4. Hypospadia.
5. Down syndrome.
6. Refluks Vesicoureteral.
7. VACTERL (Vertebra, Anal, Cardiac, Tracheal, Esophageal, Renal, Limb)

Dalam buku Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan menurut Catzel


(1992) menyebutkan malformasi rektum dan anus kongenital terdiri atas
agenesis rektum (tidak ada rektum dan anus), agenesis anus (hanya anus yang
ada), dan membran anus imperforata, yang ditandai dengan lubang anus
tertutup oleh membran dan berbagai ketebalan. Lubang anus dapat
ditunjukkan oleh sebuah lekuk.
Pathway Atresia Ani
Faktor kongenital dan factor lain yang
tidak diketahui/ idiopatik

Atresia Ani

Ujung rektum buntu

Ketidakmampuan fekal dikeluarkan

Pre-operatif Fekal menumpuk Dilakukan pembedahan

Kurang pengetahuan Obstruksi Terputusnya Merangsang mediator


tentang tindakan operasi kontinuitas jaringan kimia diujung-ujung
Distensi abdomen saraf bebas
Respon psikologis Pot de entry
Merangsang peningkatan mikroorganisme Reseptor nyeri perifer
Pasien dan keluarga cemas peristaltic usus
Memudahkan Impuls ke SSP
Ansietas b.d kurang Pergerakan makanan masuknya kuman ke
pegetahuan tentang lambat dalam tubuh Persepsi nyeri
pembedahan
Rasa penuh di perut Peningkatan HCl Nyeri akut b.d
luka insisi bedah
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari Anorexia, mual, muntah
kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
mencerna makanan Resiko Infeksi
11
12

H. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


Dalam Jurnal Kedokteran Meditek Vol. 22 No. 58 Januari-April 2016,
anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat penting dalam
menegakkan diagnosis malformasi anorektal. Bayi ditempatkan dalam posisi
litotomi dengan pencahayaan yang cukup, dilakukan penelusuran lubang anus
dengan menggunakan termometer, pipa sonde ukuran 5 F, spekulum nasal
atau probe ductus lakrimalis. Pada bayi laki-laki dilakukan penelusuran dari
anal dimple ke medial sampai ke arah penis. Sedangkan pada perempuan
dilakukan penelusuran dari lubang di perineum ke arah vestibulum.

Pada bayi laki-laki, oleh Pena dilakukan pemeriksaan perineal dan


dilanjutkan dengan pemeriksaan urinalisa. Apabila diketemukan fistula
perineal, bucket handle, stenosis ani atau anal membrane berarti atresia ani
letak rendah. Sedangkan apabila pada pemeriksaan urinalisa didapatkan
mekoneum, udara dalam vesica urinaria serta flat bottom berarti letak tinggi.
Apabila masih ada keraguan dilakukan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan
radiologis ini dilakukan dengan posisi kepala bayi diletakan di bawah selama
3-5 menit, dengan petanda yang ditempelkan ke kulit. Posisi ini pertama kali
ditemukan oleh Wangensten dan Rice pada tahun 1930. Apabila hasil
invertogram akhiran rektum kurang dari 1 cm dari kulit berarti letak rendah
dan apabila akhiran rektum lebih dari 1 cm berarti malformasi anorektal letak
tinggi.

Pada bayi perempuan didapatkan 90% dengan fistel, apabila tidak


diketemukan adanya fistel maka dilakukan invertogram. Apabila hasil
invertogram akhiran rectum kurang dari 1 cm dari kulit berarti letak rendah
dan segera dilakukan minimal PSARP, apabila akhiran rektum lebih dari 1 cm
berarti malformasi anorektal letak tinggi dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
13

Dalam buku Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC-NOC tahun 2015, pemeriksaan penunjang pada
atresia ani yaitu :

1. X-ray, menunjukkan adanya gas dalam usus


2. Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius, misalnya
suatu sistrouretrogram mikturasi akan memperlihatkan hubungan
rektrourinarius dan kelainan urinarius
3. Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
meconium

Menurut Purwanto (2011) Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan


pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh
karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rektum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
14

7. Rontgenogram abdomen dan pelvis


Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius.

I. Penatalaksanaan
Dalam buku Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC tahun 2015, penatalaksanaan atresia ani
tergantung dari klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan
kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penaganan atresia ani
menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak
menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi.

Pena dan Defries (1982) memperkenalkan metode operasi dengan


pendekatan postero sagital anoreltoplasti (PSARP), yaitu dengan cara
membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk
memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel.

Keberhasilan penatlaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara


jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik
serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat harus ditentukan
ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara
lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis, dan USG.

Dari beberapa klasifikasi, penatalaksanaannya berbeda tergantung


pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada tidknya fistula. Leape (1987)
menganjurkan :

1. Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau
TCD dahulu, setelah 6-12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif
(PSARP)
15

2. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplastik, dimana


sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk
indentifikasi batas otot sfingter ani eksternus.
3. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion.
4. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena
dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.

Menurut Alberto Pena, seorang ahli bedah anak di Amerika Serikat


memperkenalkan penatalaksanaan untuk malformasi anorektal berdasarkan
klasifikasi yang telah dibuatnya.

1. Tindakan kolostomi merupakan prosedur yang ideal untuk


penatalaksanaan awal malformasi anorektal. Tindakan kolostomi
merupakan upaya dekompresi, diversi dan sebagai proteksi terhadap
kemungkinan terjadinya obstruksi usus. Pena menganjurkan dilakukan
kolostomi kolon desenden.
2. Postero sagittal anorectoplasty merupakan operasi pembuatan anus yang
memberikan beberapa keuntungan dalam operasi fistula rektourinaria
maupun rektovaginal dengan cara membelah otot dasar pelvis, sling dan
sfingter. PSARP dibagi menjadi tiga yaitu: minimal, limited dan full
3. PSARP.
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

A. Kasus
An.R, usia 8 bulan, perempuan, klien dibawa oleh orangtua untuk pembuatan
lubang anus sesuai dengan instruksi dokter bedah sebelumnya. Operasi
PSARP akan dilakukan besok. Kondisi saat ini BAB lancar, flatus ada, mual
muntah tidak ada, produksi stoma lancar, kembung tidak ada. Saat dilakukan
pengkajian, klien tampak lemas, suhu tubuh 36,9 celsius, Nadi 110 x/ mnt,
Respirasi 30 x/mnt.orang tua klien tapak scemas menghadapi operasi
anaknya,. Orang tua tampak bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan
kepada anaknya. Anak tampak rewel, tidak mau lepas dari gendongan ibunya.
Klien BAB spontan sejak lahir namun tidak dari lubang anus melainkan dari
lubang vagina (menurut persepsi orang tua saat itu). Klien lalu dirujuk ke
RSCM dan terdiagnosis Atresia ani fistel rectovestibular. Klien dilakukan
kolostomi sigmoid pada tanggal usia 3 bulan. Klien lahir pada usia kehamilan
39 minggu, spontan, ditolong oleh bidan, dengan BBL 3000 gr, PBL 48 cm,
langsung menangis. Selama hamil ibu tidak mengalami masalah serius.

Terapi : Parasetamol 3x150 mg (k/p), Cefotaxime 2x500 mg, IVFD KaEN3B


1000 cc +KCl 25 meq, Ventolin : Bisolvon : NaCl = 1:1:1 (2x 1cc).
Pemeriksaan Penunjang : DPL: Hb: 9,8 gr/dl ; Ht 27,9 % Leukosit :
15.000 gr/dl ; Trombosit 45.000 ; LED 40 mm : Elektrolit: K: 2,56 meq/dl,

Pengkajian fisik pasca PSARP: Abdomen sebelah kiri terdapat kolostomi


dengan produksi feses lancar, terdapat kemerahan pada area sekitar anus.
Paska operasi tampak luka jahitan di anus. Ibu memfiksasi posisi an.R dengan
membedong bagian pinggang kebawah dengan kain gendongan. BB 6,8 kg,

16
17

TB 64 cm, klien tampak rewel dan gelisah, selalu menangis ketika ada
perawat yang datang untuk melakukan tindakan. Skala nyeri (FLACC Scale)
5. Makan bubur/tim habis ½ porsi. Paska operasi minum bertahap. Kesadaran
compos mentis, suhu 380C, frekuensi nadi 115 x/mnt, RR 36 x/mnt, mukosa
bibir lembab, turgor kulit elastis, bising usus normal, akral hangat, CRT <2
dtk, suara napas ronchi, terdengar batuk sesekali, tidak terdapat nafas cuping
hidung dan retraksi.

B. Pengkajian
1. Data Demografi Identitas Pasien dan Keluarga

Nama : An. R

Umur : 8 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Tidak terkaji.

Pekerjaan : Tidak bekerja

Nomor RM : Tidak terkaji

Diagnosa Medis : Atresia ani fistel rectovestibular

Tanggal Masuk RS : Tidak terkaji

Tanggal Pengkajian : Tidak terkaji

Identitas Penanggung Jawab Klien

Tidak terkaji
18

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Nyeri dengan skala nyeri (FLACC Scale) 5
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dibawa oleh orangtua untuk pembuatan lubang anus sesuai
dengan instruksi dokter bedah sebelumnya. Operasi PSARP akan
dilakukan besok. Kondisi saat ini BAB lancar, flatus ada, mual muntah
tidak ada, produksi stoma lancar, kembung tidak ada. Saat dilakukan
pengkajian, klien tampak lemas.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien BAB spontan sejak lahir namun tidak dari lubang anus melainkan dari
lubang vagina (menurut persepsi orang tua saat itu). Klien dilakukan
kolostomi sigmoid pada tanggal usia 3 bulan. Klien lahir pada usia
kehamilan 39 minggu, spontan, ditolong oleh bidan, dengan BBL 3000 gr,
PBL 48 cm, langsung menangis. Selama hamil ibu tidak mengalami masalah
serius.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
b.GCS (Gasglow Coma Scale) : Eye =4
Motorik =5
Verbal =6
c. Tanda-Tanda Vital
TD:
Nadi: 110 x/menit (pre operatif)
115 x/menit (post operatif)
Suhu: 36,9o C (pre operatif)
38o C (post operatif)
19

RR: 30 x/ menit (pre operatif)


36 x/menit (post operatif)

b. Antropometri
Berat badan sekarang : 6.8 kg
Berat badan dahulu : Tidak terkaji
Tinggi badan : 64 cm
IMT : 16.6
c. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Pernafasan
Suara napas ronchi (+), terdengar batuk sesekali, tidak terdapat nafas
cuping hidung dan retraksi.
2) Sistem Kardiovaskuler
Akral hangat, CRT <2 dtk, kebiruan pada dada tidak terkaji, suara
jantung tidak terkaji, suara jantung tambahan tidak terkaji, JVP tidak
terkaji, konjungtiva anemis tidak terkaji.
3) Sistem Integument
Terdapat kemerahan pada area sekitar anus, paska operasi tampak luka
jahitan di anus, terdapat kemerahan pada area sekitar anus, turgor kulit
elastis, abdomen sebelah kiri terdapat kolostomi.
4) Sistem Musculoskeletal
Adanya deformitas tidak terkaji, penggunaan alat bantu berjalan tidak
terkaji, oedema tidak terkaji, nyeri tekan tidak terkaji, masa tidak
terkaji. ROM tidak terkaji, Gangguan tonus otot tidak terkaji, terjadinya
kelemahan otot tidak terkaji.
5) Sistem Perkemihan-Genital
Pemasangam folley kateter tidak terkaji, kebersihan alat genital tidak
terkaji, warna urine tidak terkaji, jumlah urine tidak terkaji, perubahan
pola berkemih tidak terkaji.
20

6) Sistem Pencernaan
Produksi feses lancar, mukosa bibir lembab, kesimetrisan abdomen
tidak terkaji, warna abdomen tidak terkaji, asites tidak terkaji, bau
mulut tidak terkaji. Auskultasi: bising usus normal. Sensasi pada lidah
tidak terkaji, kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan
Faringeal) tidak terkaji.
7) Sistem Persepsi-Sensori
Kelemahan Tinitus tidak terkaji, Gangguan rasa pengecapan,
penciuman dan penglihatan tidak terkaji, penurunan memori tidak
terkaji, kehilangan kemampuan masuknya rangsang visual tidak terkaji,
tidak mampu merekam gambar tidak terkaji, tidak mampu
membedakan kanan/kiri tidak terkaji
8) Sistem Persyarafan
Afasia motorik tidak terkaji, Hilangnya rangsangan sensorik
kontralateral
a) Nervus I (Olfaktorius): Tidak terkaji. Kaji apakah klien dapat
membedakan bau.
b) Nervus II (Optikus): Tidak terkaji, kaji apakah klien dapat melihat
objek benda berupa papan nama dengan jarak 30cm,
c) Nervus III, IV, V (Okulomotoris, troclearis, dan abdusen):
Tidak terkaji. Kaji respon pupil klien terhadap cahaya (miosis
ketika terkenan cahaya dan medriasis ketika tidak diberi cahaya),
Kaji pergerakan mata klien dengan cara memberikan objek benda
dengan pola bintang
d) Nervus VI (Trigeminus): Tidak terkaji. Kaji reflek mengedip klien
dan sensasi pada kelopak mata ketika diberi sentuhan kapas dengan
mata tertutup.
21

e) Nervus VII (Fasialis): Tidak terkaji. Kaji adanya tremor atau


kelumpuhan dimuka, kejang kaku seluruh tubuh (+), saat kejang
wajah klien menoleh kekiri.
f) Nervus VIII (Vestibulochoclearis): Tidak terkaji. Kaji apakah
klien dapat menjawab pertanyaan yang diberikan perawat dan
keseimbangan ketika berjalan.
g) Nervus IX dan X (Glossofaringeus dan Vagus): Tidak terkaji.
Kaji reflex muntah dan menelan.
h) Nervus XI (Accesorius) :Tidak terkaji. Kaji kemampuan klien
untuh menoleh kearah kanan dan kiri terhadap lawanan yang
diberikan, kejang kaku seluruh tubuh (+), saat kejang wajah klien
menoleh kekiri.
i) Nervus XII (Hipoglosus): Tidak terkaji. Kaji kesimetrisan lidah
klien.
9) Sistem Endokrin
Tidak terkaji, kaji apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar
limfe di servikal.

d. Riwayat ADL (Activity Daily Living)

No Aktivitas Di rumah Di rumah sakit


1. Nutrisi
a. Makan
Makan bubur/tim habis
Frekuensi Tidak terkaji
½ porsi
Jenis
Keluhan
22

b. Minum
Frekuensi Paska operasi minum
Tidak terkaji
Jenis bertahap
Keluhan
2. Eliminasi
a. BAB
Abdomen sebelah kiri
Frekuensi
terdapat kolostomi
Konsistensi
dengan produksi feses
Bau
lancar
Warna
Keluhan
b. BAK
Frekuensi
Warna Tidak terkaji Tidak terkaji
Bau
Keluhan
3. Istirahat tidur
a. Siang Tidak terkaji Tidak terkaji
b. Malam
4. Personal hygiene
a. Mandi
Tidak terkaji Tidak terkaji
b. Keramas
c. Gosok gigi
5. Olahraga Tidak terkaji Tidak terkaji

d. Data Psikologis
1) Status Emosi
Tidak terkaji
23

2) Konsep Diri
a) Gambaran Diri
Tidak terkaji
b) Harga Diri
Tidak terkaji
c) Peran Diri
Tidak terkaji
d) Identitas Diri
Tidak terkaji
e) Ideal Diri
Tidak terkaji
3) Pola Koping
Tidak terkaji
4) Gaya Komunikasi
Tidak terkaji
e. Data Sosial
1) Pendidikan dan Pekerjaan
Belum bekerja
2) Gaya Hidup
Tidak terkaji
3) Hubungan Sosial
Tidak terkaji
f. Data Spiritual
1) Konsep ke Tuhanan
Tidak terkaji
2) Ibadah Praktik
Tidak terkaji
3) Makna Sehat – Sakit Spiritual
Tidak terkaji
24

4) Kecemasan
Tidak terkaji
5) Support Spiritual
Tidak terkaji. Kaji hubungan klien dengan Allah, spirit dari siapa saja,
melaksanakan sholat saat sehat-sakit, sakit menurut agama klien seperti apa.
2. Data Penunjang
1) Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Temuan Hasil Normal Satuan Interpretasi

DPL
Hemoglobin 9,8 10.0 - 16.0 g/dL Rendah

Hematokrit 27,9 33.0 – 38.0 % Rendah

Leukosit 15.000 9000 – 12.000 /mm3 Tinggi

Trombosit 45.000 150.00–400.00 /mm3 Rendah

LED 40 3 – 13 mm Tinggi

Elektrolit
Kalium 2,56 3,6 - 5,8 meq/dl Rendah

3. Terapi

NO. Nama Obat Indikasi Efek samping


1. Parasetamol 3x150 mg Sebagai obat penurun Ruam atau
(k/p) panas (analgesik) dan pembengkakan – ini bisa
dapat digunakan sebagi menjadi tanda dari reaksi
obat penghilang rasa sakit alergi, hipotensi (tekanan
dari segala jenis seperti darah rendah) ketika
sakit kepala, sakit gigi, diberikan di rumah sakit
nyeri pasca operasi, nyeri dengan infus, kerusakan
25

NO. Nama Obat Indikasi Efek samping


sehubungan dengan pilek, hati dan ginjal, ketika
nyeri otot pasca-trauma, diambil pada dosis lebih
dll. tinggi dari yang
direkomendasikan
(overdosis)
2. Cefotaxime 2x500 mg Antibiotik sefalosporin Diare, pusing, nyeri atau
yang berfungsi untuk pembengkakan di bagian
membunuh bakteri yang disuntik, ruam kulit,
penyebab infeksi, seperti demam
pada sepsis (infeksi
dalam darah), meningitis,
peritonitis (infeksi pada
selaput yang melapisi
rongga perut), gonore
(kencing nanah), serta
osteomielitis (infeksi
pada tulang). Penggunaan
antibiotik ini juga bisa
untuk mencegah infeksi
pada luka operasi.
3. IVFD KaEN3B 1000 cc Menyalurkan atau Alkalosis, edema otak,
memelihara paru, dan perifer,
keseimbangan air dan intoksikasi air dan
elektrolit pada keadaan hiperkalemia,
dimana asupan makanan tromboflebitis
tidak cukup atau tidak
dapat diberikan secara per
26

NO. Nama Obat Indikasi Efek samping


oral (melalui mulut).
4. KCl 25 meq Mengobati atau Mual, muntah,
mencegah jumlah kalium berkeringat, gatal-gatal,
yang rendah dalam darah gatal, kesulitan bernapas,
pembengkakan wajah,
bibir, lidah, atau
tenggorokan, atau merasa
seperti akan pingsan
5. Ventolin 2 x 1cc - Umumnya digunakan - Efek samping yang
untuk mengobati umum adalah
bronkospasme palpitasi, nyeri dada,
(penyempitan pada denyut jantung cepat,
dinding saluran tremor terutama pada
pernafasan), misalnya tangan, kram otot,
: penyakit asma sakit kepala dan
karena alergi tertentu, gugup.
asma bronkial, - Efek samping lain
bronkitis asmatis, yang sering terjadi
emfisema pulmonum, diantaranya :
dan penyakit paru vasodilatasi perifer,
obstruktif kronik takikardi, aritmia,
(PPOK). ganguan tidur dan
- Obat ini bisa gangguan tingkah
digunakan untuk laku.
mengobati - Efek samping yang
hiperkalemia akut lebih berat tetapi
(kelebihan kalium kejadiannya jarang
27

NO. Nama Obat Indikasi Efek samping


dalam darah) karena misalnya
kemampuannya bronkospasme
merangsang aliran paradoksikal,
kalium ke dalam sel urtikaria, angiodema,
sehingga konsentrasi dan hipotensi.
kalium dalam darah - Seperti agonis
berkurang. adrenoseptor beta-2
- Untuk pengobatan lainnya, ventolin
kejang bronkus pada (salbutamol) juga bisa
pasien yang memiliki menyebabkan
penyakit jantung atau hipokalemia terutama
tekanan darah tinggi, jika diberikan pada
ventolin (salbutamol) dosis tinggi.
lebih dipilih karena - Penggunaan dosis
bekerja lebih lama tinggi telah
dan lebih aman, dilaporkan
dibanding beta-2 memperburuk
adrenergic lainnya. diabetes mellitus dan
ketoasidosis.
6. Bisolvon 2 x 1cc Meredakan batuk yang Kembung, diare, pusing,
disertai dahak. nyeri di bagian ulu hati,
sakit kepala, gangguan
pencernaan, mual,
berkeringat
7. NaCl 2 x 1cc Sebagai penambah Hipertermi, infeksi pada
elektrolit dan menjaga tempat penyuntikan,
keseimbangannya pada thrombosis vena atau
28

NO. Nama Obat Indikasi Efek samping


dehidrasi. tromboflebitis yang
meluas dari tempat
penyuntikan,
ekstravasasi.

D. Analisa Data
NO. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. Ds : - Atresia ani Ansietas b.d kurang
Do : pegetahuan tentang
- Orang tua klien Pre-operasi pembedahan
tampak cemas
menghadapi operasi Kurang pengetahuan
anaknya tentang tindakan operasi
- Orang tua tampak
bertanya tentang
tindakan yang akan Respon psikologis
dilakukan kepada
anaknya
Keluarga cemas

Ansietas
2. Ds : Atresia ani Nyeri akut b.d luka
- Klien tampak rewel insisi bedah
dan gelisah Dilakukan tindakan
- Selalu menangis operasi
ketika ada perawat
29

NO. Data Etiologi Masalah Keperawatan


yang datang untuk Terputusnya kontinuitas
melakukan tindakan jaringan
Do :
- Skala nyeri (FLACC Merangsang mediator
Scale) 5 kimia (bradikinin,
serotonin,
histamine,prostaglandin)
diujung-ujung saraf
bebas

Reseptor nyeri perifer

Impuls ke SSP

Persepsi nyeri

Nyeri akut
3. Ds : - Atresia ani Resiko Infeksi
Do :
- Leukosit : 15.000 gr/dl Dilakukan tindakan
- Suhu 380C operasi
- Terdapat kemerahan
pada area sekitar Terputusnya kontinuitas
anus jaringan

Pot de entry
mikroorganisme
30

NO. Data Etiologi Masalah Keperawatan

Memudahkan masuknya
kuman ke dalam tubuh

Resiko Infeksi
4. Ds : - Atresia Ani Ketidakseimbangan
Do : nutrisi : kurang dari
- Makan bubur/tim kebutuhan tubuh b.d
habis ½ porsi Ujung rektum buntu ketidakmampuan
- BB 6,8 kg mencerna makanan
- TB 64 cm
- IMT 16.6 Ketidakmampuan fekal
dikeluarkan

Fekal menumpuk diatas

Obstruksi

Distensi abdomen

Merangsang
peningkatan peristaltic
usus

Pergerakan makanan
lambat
31

NO. Data Etiologi Masalah Keperawatan


Rasa penuh diperut

Peningkatan HCl

Anoreksia, mual,
muntah

Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh

E. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Standar Prioritas


1. Ansietas b.d kurang pegetahuan tentang pembedahan
2. Nyeri akut b.d luka insisi bedah
3. Resiko Infeksi
4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan mencerna makanan
32

F. Intervensi Keperawatan
Nama Pasien : An. R
No Medrec : Tidak terkaji
Dx Medis : Atresia Ani Fistel Rectovestibular
Usia : 8 bulan

No. Diagnosa NOC NIC Rasional


1. Ansietas b.d kurang Setelah diberikan - Ajarkan untuk mengekspresikan - Agar klien dapat mengekspresikan
pegetahuan tentang tindakan selama 1x24 perasaan. perasaannya kepada keluarga dan
pembedahan jam diharapkan - Beri informasi pada orang tua perawat
kecemasan orang tua tentang operasi PSARP. - Agar orang tua mengerti mengenai
dapat berkurang dengan - Berikan terapi murotal untuk prosedur operasi PSARP
kriteria hasil : mengurangi kecemasan (dalam - Terapi murotal memiliki aspek yang
- Keluarga akan Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol. V, No. sangat diperlukan dalam mengatasi
mengekspresikan 2, September 2012 oleh Firman kecemasan, yakni kemampuanya
perasaan dan Faradisi) dalam membentuk koping baru
pemahaman terhadap untuk mengatasi kecemasan
kebutuhan intervensi sebelum operasi. Terapi murotal
mempunyai dua poin penting,
memiliki irama yang indah dan juga

32
33

No. Diagnosa NOC NIC Rasional


secara psikologis dapat memotivasi
dan memberikan dorongan
semangat dalam menghadapi
problem yang sedang dihadapi.
2. Nyeri akut b.d luka Setelah diberikan - Kaji skala nyeri. - Mengetahui skala nyeri klien
insisi bedah tindakan selama 3x24 - Kaji lokasi, waktu dan intensitas - Untuk mengetahui lokasi nyeri,
jam diharapkan nyeri nyeri. kapan terjadinya
dapat hilang atau - Berikan lingkungan yang tenang. - Supaya klien tidak rewel dan merasa
berkurang dengan - Atur posisi klien. tenang
kriteria hasil : - Agar klien merasa nyaman dan
- Klien tampak tenang nyeri diharapkan berkurang
- Klien tidak rewel
3. Resiko Infeksi Setelah dilakukan - Ukur suhu tubuh setiap jam sekali - Untuk mengontrol suhu klien
tindakan keperawatan - Gunakan teknik septik dan aseptik - Untuk mencegah terjadinya infeksi
selama 3x24 jam resiko medik - Untuk menimilisir terjadinya resiko
infeksi dapat teratasi - Lakukan perawatan luka dengan infeksi
dengan batasan hati-hati agar luka tetap bersih - Dengan balutan dapat meningkatkan
karakteristik : - Ganti balutan luka setelah tiga hari kelembapan dan mempertambah

33
34

No. Diagnosa NOC NIC Rasional


- Leukosit dalam batas post operasi secara kering dengan penyembuhan luka
normal cara luka di balur betadine dan - Digunakan untuk pencegahan
- Suhu normal ditutup kasa kering infeksi secara sistemik
- Kemerahan disekitar - Kolaborasi pemberian antibiotic - Mengetahui kadar leukosit
anus berkurang - Kolaborasi pemeriksaan
laboratorium darah
4. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan - Menanyakan jika pasien mempunyai - Menghindari pemberian makanan
nutrisi : kurang dari tindakan keperawatan alergi makanan yang dapat menyebabkan alergi
kebutuhan tubuh b.d 3x24 jam status nutrisi - Memastikan pilihan makanan yang pasien sehingga tidak menambah
ketidakmampuan pasien dapat teratasi tepat untuk pasien masalah pada pasien
mencerna makanan dengan kriteria hasil : - Menjaga kebutuhan makanan klien - Menyesuaikan diet yang tepat bagi
- Porsi makan habis - Beri makan sedikit tapi sering pasien
- BB dalam rentang - Kebutuhan nutrisi tetap adekuat
normal

34
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Anus imperforata (atresia anal) merupakan suatu kelainan malformasi
kongenital dimana tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian
anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada
lubang tetap pada daerah anus. Dimana penyebab pastinya belum diketahui.

Pada kasus An. R usia 8 bulan, setelah dilakukan pengkajian, diagnosa


yang bisa diambil pada pengkajian pre-operasi yaitu ansietas b.d kurang
pegetahuan tentang pembedahan. Sedangkan diagnose post operasi yang bisa
diambil meliputi nyeri akut b.d luka insisi bedah, resiko infeksi, dan
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan mencerna makanan.

35
DAFTAR PUSTAKA
Irene Lokananta, & Rochadi. (2016). Malformasi Anorektal. Jurnal Kedokteran
Meditek Vol. 22 No. 58 Januari-April 2016

Yolanda P, Gizka et al. (2014). Angka Keberhasilan Posterosagittal Anorectoplasty


(PSARP) Yang Dinilai Dari Skor Klotz Pada Pasien Malformasi Anorektal
Dibangsal Bedah Rsud Arifin Achmad Provinsi Riau Periode Januari 2009 –
Desember 2014. jom FK volume 1 No.2 Oktober 2014. Hal 1-8

Kusuma, Hardhi & Amin Huda N. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : MediAction

Alimul H, Aziz. (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba


Medika

Sodikin, M. Kes. (2011). Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta : EGC

Nurrachmah, Elly et al. (2011). Dasar-Dasar Anatomi Fisiologi Adaptasi


Indonesia dari Ross and Wilson Anatomy and Psychology in Health and Illnes
10thed. Singapore : Elsevier Singapore Pte Ltd.

36

Anda mungkin juga menyukai