Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

M DENGAN APPENDIKSITIS

DI INSTALASI GAWAT DARURAT

RSI IBNU SINA PADANG

Disusun Oleh :

Apella Putri Rulef Amd.Kep 2215142013297

Asva Saviati Amd.Kep 2215142013575

Ira Sartika Sari Amd.Kep 2215142013574

Putri Rahma Illahi Amd.Kep 2215142013572

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Dewi Kurniawati, S.Kep,MN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MOHAMMAD NATSIR BUKITTINGGI

2022

0
KATA PENGANTAR

Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillah, segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan kami kesehatan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat
beriringan salam, semoga dilimpahkan kepada baginda tercinta kita, yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah, untuk memenuhi tugas mata
pelajaran konsep dasar keperawatan dan judul makalah ini adalah “ Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Appendiksitis “.

Kami ucapkan terima kasih kepada ibu dosen pembimbing, dan kepada semua pihak
yang sudah membantu dalam penulisan makalah dari awal hingga selesai. Kami mohom maaf
apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini. Dan kami juga sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk bahan pertimbangan perbaikan makalah.

Padang, 17 November 2022

Penulis
1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................. 1


Daftar Isi ............................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 3
B. Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 5
C. Ruang Lingkup ............................................................................................................ 5
D. Metode Penulisa .......................................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian ............................................................................................................... 7
B. Etiologi.................................................................................................................... 8
C. Patofisiologi ........................................................................................................... 10
D. Manifestasi Klinis ................................................................................................... 11
E. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................... 13
F. Pengkajian Keperawatan ......................................................................................... 14
G. Diagnosa Keperawatan ........................................................................................... 19
H. Intervensi Keperawatan .......................................................................................... 20
I. Implementasi Keperawatan ..................................................................................... 23
J. Evaluasi Keperawatan ............................................................................................. 24
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan ......................................................................................... 26
B. Diagnosa Keperawatan ........................................................................................... 34
C. Intervensi Keperawatan .......................................................................................... 34
D. Implementasi keperawatan...................................................................................... 34
E. Evaluasi Keperawatan ............................................................................................. 34
F. Pelaksanaan ............................................................................................................. 37
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 38
B. Saran ............................................................................................................................ 38
Daftar Pustaka

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Appendiksitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsangan peritoneum local. Gejala klasik appendiksitis ialah samar-samar dan
tumpul yang merupakan nyeri versibel di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan
ini sering disertai mual dan kadang muntah. Appendiksitis merupakan bedah mayor yang
paling sering terjadi, penyebab paling utama dari appendiksitis karena adanya obstruksi
lumen yang biasanya disebabkan oleh fekalit (feses keras yang terutama disebabkan oleh
serat). Dengan terjadinya obstruksi lumen maka terjadi penyumbatan pengeluaran sekret
mucus sehingga mengakibatkan pembengkakan infeksi, (Price, 2005. Hal: 448).

World Health Organization (WHO) menyebutkan insidensi appendiksitis di Asia


dan Afrika pada tahun 2014 adalah 4,8% dan 2,6% penduduk dari total populasi, dan WHO
juga memperkirakan insiden appendiksitis di dunia akan meningkat di tahun 2015
mencapai 7%. Dan dari tujuan persen penduduk yang menderita appendiksitis terdapat
lebih dari 200.000 apendiktomi dilakukan di Amerika Serikat setiap tahunya (Juliansyah,
2008).

Berdasarkan survey di 12 provinsi tahun 2008 menunjukan jumlah appendiksitis


yang dirawat di Rumah Sakit sebanyak 3.251 kasus. Jumlah ini meningkat drastic
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 1.236 orang. Di awal tahun 2009,
tercatat 2.159 orang di Jakarta yang dirawat di Rumah Sakit akibat appendiksitis
(ummualya, 2008), melihat data tersebut dan kenyataan bahwa masih banyak kasus
appendiksitis yang tidak terlaporan.

Departemen Kesehatan menganggap appendicitis merupakan isu prioritas


kesehatan di tingkat lokal dan nasional karenan mempunyai dampak besar para kesehatan
masyarakat (Depkes RI, 2010). Berdasarkan catatan medical record di Rumah Sakit Umum

3
Daerah Koja Jakarta Utara dari Desember 2014 sampai dengan Juni 2015, pasien yang
menjalani perawatan bedah di ruang perawatan lantai V blok C, sebanyak 1800 orang
dengan jumlah keseluruhan DHF berjumlah 178 orang (9,9%), Appendiksitis berjumlah 74
orang (4,1%), Diabetes Mellitus berjumlah 62 orang (3,4%), Ca mamae berjumlah 55 orang
(3,1%), Infeksi saluran kemih berjumlah 49 (2,7%), Celulitis berjumlah 16 orang (0,8),
BPH berjumlah 6 orang (0,3%), lain-lain (76,5%).

Dengan demikian, resiko komplikasi yang timbul apabila appendiksitis tidak segera
ditangani maka akan mengakibatkan ganggren dan perforasi appendik yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi secara umum 24 jam setelah
awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7°C atau lebih tinggi, penampilan
toksik, dan nyeri tekan abdomen yang kontinyu.

Untuk meminimalisir komplikasi di atas perawat mempunyai peran penting dalam


menanggulangani penykit appendiksitis yang meliputi empat aspek yaitu promotive,
prefentif, kuratif, dan rehabilitative. Peran dan fungsi perawat dalam upaya pelayanan yang
bersifat Preventif (untuk mencegah infeksi antara lain tirah baring, diit, lingkungan
menggunakan tehnik aseptic dan antiseptic dalam melakukan tindakan keperawatan),
Promotif (memberikan penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan status kesehatan dan
menjaga pola makan dan istirahat yang cukup), Kuratif (mengatur diet sesuai kebutuhan
tubuh yang cukup kalori dan protein serta memberikan obat-obatan untuk mengobati
penyebab dasar), Rehabilitatif (dokter, perawat dan peran serta kelurga dalam perbaiki
mobilisasi fisik dan perawatan diri yang optimal).

Berdasarkan masalah diatas maka diatas penulis terkait untuk membahas tentang
bagaimana memberikan “ Asuhan Keperawatan pada Klien Ny. M dengan Appendiksitis
Akut di Ruangan Perawatan Lantai V blok C RSUD Koja Jakarta Utara” dengan
pendekatan proses keperawatan.

4
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan Appendiksitis Akut.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya adalah penulis dapat:
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengn Appendiksitis Akut.
b. Mampu menentukan diagnose keperawatan pada klien dengan Appendiksitis Akut.
c. Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan Appendiksitis Akut.
d. Mampu melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan
Appendiksitis Akut.
e. Mampu melakukan evaluasi pada klien dengan Appendiksitis Akut.
f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus nyata
pada klien dengan Appendiksitis Akut.
g. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta mencari
solusi dalam memecahan masalah.
h. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan Appendiksitis
Akut.

C. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi lingkup bahasanya pada satu
kasus yaitu suhan keperawatan klien Ny. M dengan Appendiksitis Akut di Ruangan
Perwatan Lantai V blok C blok C kamar 521 Rumah Sakit Daerah Koja Jakarta Utara
yang dilaksanakan dari tanggal 01 Desember 2015 sampai dengan 03 Desember 2015.

5
D. Metode Penulisan
Metode dalam penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode deskriptif
dan metode studi kepustakan. Dalam metode deskriptif pendekatan yang digunakan
adalah studi kasus, dimana penulis mengelola satu klien yang mengalami appendiksitis
akut secara langsung, lalu menerapkan asuhan keperawatan yang sudah penulis lakukan
melaui studi kepustakaan dengan memperlajari buku-buku keperawatan dan medis
untuk mendapatkan keterangan dan dasar-dasar teoritis yang berhubungan dengan
penyakit Appendiksitis Akut.

6
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Appendiks adalah ujung jari seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10
cm (4 inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal (Smeltzer, 2002. Hal:
1097). Menurut Black J.M (2014. Hal: 171) appendiksitis adalah peradangan appendiks
yang terjadi sebagai besar pada remaja dan dewasa muda, karena struktur yang
terpuntir, apendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi. Sementara menurut Smeltzer S. C (2011. Hal: 57) bahwa Appendiks
adalah umbai kecil menyerupai jari yang menempel pada sekum tepat di bawah katup
ileosekal. Karena pengosongan isi appendiks ke dalam kolom tidak efektif dan ukuran
lumenya kecil, appendiks mudah tersumbat dan rentan terinfeksi atau disebut
appendiksitis. Selain itu juga, menurut Price S. A (2003. Hal: 448) bahwa appendiksitis
merupakan penyakit bedah mayor yang sering terjadi. Walapun apendiksitis terjadi
pada setiap usia, namun paling sering terjadi pada remaja dan dewasa muda.
Appendiksitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut (Arif Mansjoer, 2000).
Apendisitis akut merupakan inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. (Brunner&Suddarth,
2014). Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (Wim de Jong et al, 2010).
Peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ, dimana patogenis
utamanya diduga karena obstruksi pada lumen yang disebabkan oleh fekalit (feses keras
yang terutama disebabkan oleh serat) (Wim de Jong et al, 2010).
Usus buntu atau apendiks merupakan bagian usus yang terletak dalam
pencernaan. Untuk fungsinya secara ilmiah belum diketahui secara pasti, namun usus
buntu ini terkadang banyak sekali sel-sel yang berfungsi untuk mempertahankan atau
7
imunitas tubuh. Dan bila bagian usus ini mengalami infeksi akan sangat terasa sakit
yang luar biasa bagi penderitanya (Saydam Gozali, 2011).
Jadi, dari referensi diatas yang di maksud dengan apendisitis merupakan suatu
peradangan pada bagian usus (Caecum) yang disebabkan karena ada obstruksi yang
mengharuskan dilakukannya tindakan bedah.

B. Etiologi
Penyebab terjadinya apendisitis dapat terjadi karena adanya makanan keras
yang masuk ke dalam usus buntu dan tidak bisa keluar lagi. Setelah isi usus tercemar
dan usus meradang timbulah kuman-kuman yang dapat memperparah keadaan tadi
(Saydam Gozali, 2011).
Apendiksitis akut merupakan infeksi bakteri. berbagai hal sebagai faktor
pencetusnya:
1. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor pencetus terjadinya appendiksitis.
2. Penyebab lain penyebab apendiks karena parasit seperti E. hystolitica.
3. Penelitian epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan makanan yang
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menarik bagian intrasekal, yang berakibat timbulnya tekanan intrasekal dan
terjadi penyumbatan sehingga meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon (R
Tsamsuhidajat & Wim De jong, 2010).
Apendiksitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor
predisposisi yaitu:
1) Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya fekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Struktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2) Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus.

8
3) Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa
tersebut.
4) Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendiks yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks (Krismanuel, H., 2012).
Jadi, berdasarkan referensi diatas yang menyebabkan terjadinya apendisitis
yaitu disebabkan oleh adanya obstruksi yang diakibatkan juga karena gaya hidup
manusia yang kurang dalam mengkonsumsi makanan tinggi serat

9
C. Patofisiologis

10
1. Manifestasi Klinis

a. Tahap awal
1) Nyeri abdomen (nyeri epigastrik ataupun pada daerah umbilikus) hal ini
terjadi hilang timbul.
2) Mual dan muntah
3) Demam
b. Tahap pertengahan
1) Rasa sakit menjalar dari daerah epigastrik ke arah titik Mc. Burney.
2) Anoreksia
3) Kelesuan, badan terasa lemah
4) Terkadang kekakuan otot
5) Suhu subfebris
c. Tahap akut yang disertai perforasi.
1) Terjadi peningkatan rasa sakit di daerah titik Mc. Burney.
2) Muntah
3) Peningkatan temperatur suhu hingga > 38,5oC
4) Kekakuan abdomen
5) Tungkai kanan tidak dapat diluruskan/dilipat
6) Leukositosis
7) Takikardia.
Manisfestasi klinis lainya adalah:
a. Nyeri dikuadran kanan bawah disertai dengan demam ringan, dan terkadang
muntah kehilangan nafsu makan kerap dijumpai konstipasi dapat terjadi.
b. Pada titik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilicus dan spina
anterior ileum), terasa nyeri tekan local dan kekakuan otot bagian bawah rektus
kanan.
c. Nyeri pantul dapat dijumpai lokasi apendiks menentukan kekuatan nyeri tekan,
spasme otot dan adanya diare atau konstipasi.
d. Jika apendiks pecah, nyeri lebih menyebar abdomen menjadi lebih terdistensi
akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk. (Brunner & Suddarth, 2014).

11
e. Tanda Rovsing (muncul dengan mempalpasi kuadran kiri bawah, yang anehnya
menyebabkan nyeri kuadran kanan bawah).

Jadi berdasarkan referensi diatas, manisfestasi yang sering muncul pada kasus
apendisitis adalah nyeri namun kadang bisa juga tanpa nyeri namun terjadinya
konstipasi. Pada anak-anak biasanya ditemukan data yaitu nafsu makan menurun,
terjadinya penurunan kesadaran hingga terjadinya perforasi.

2. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi apabila terjadi keterlambatan penanganan. Faktor
keterlambatan dapat terjadi dari pasien ataupun tenaga medis. Faktor penderita dapat
berasal dari pengetahuan dan biaya. Faktor tenaga medis dapat berupa kesalahan dalam
mendiagnosa, keterlambatan mengangani maslah dan keterlambatan dalam merujuk ke
rumah sakit dan penangggulangan. Hal ini dapat memacu meningkatnya angka
morbiditas dan mortalitas. Proporsi yang sering adalah terjadi pada anak kecil dan orang
tua.
Komplikasi 93% lebih sering terjadi pada anak kecil dibawah usia 2 tahun dan
40-75% terjadi pada orang tua. Pada anak-anak dinding apendiks masih sangat tips,
omentum lebh pendek, dan belum berkembang secara sempurna sehingga mudah
terjadi apendisitis. Sedangkan pada orang tua, terjadi gangguan pada pembuluh darah.
Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak
di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi
bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit,
tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif
pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak
12
sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritontis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum.
Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang,
dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. (Mansjoer, 2009).
Berdasarkan penjelasan diatas, hal yang bisa mengakibatkan
keparahan/komplikasi penyakit apendisitis dikarenakan dua hal yaitu faktor
ketidaktahuan masyarakat dan keterlambatan tenaga medis dalam menentukan
tindakan sehingga dapat menyebabkan abses, perforasi dan peritonitis.

D. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnosa apendiksitis
telah ditegakkan dan harus segera dilakukan untuk mengurangi risiko
perforasi.
2) Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan pemebedahan
dilakukan.
3) Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
4) Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakkan yang harus dilakukan
adalah operasi membuang apendiks (apendiktomi). Penundaan apendiktomi
dengan cara pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Pada abses apendiks dilakukan drainage. (Brunner & Suddarth, 2014).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah defisit
volume cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko infeksi yang
13
disebabkan oleh gangguan potensial atau aktual pada saluran
gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit dan mencapai nutris yang
optimal.
2. Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai jalur
Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik (bila terbukti
ada ileus paralitik), jangan berikan laksatif.
3. Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik narkotik
sesuai program, berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi.
4. Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendiktomi.
Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.
Teknik laparoskopi sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang
lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka
yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra
abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk
diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada
wanita. (Rahayuningsih dan Dermawan, 2010).
Jadi berdasarkan pembahasan diatas, tindakan yang dapat dilakukan
terbagi dua yaitu tindakan medis yang mengacu pada tindakan
pembedahan/apendictomy dan pemberian analgetik, dan tindakan
keperawatan yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan klien sesuai dengan
kebutuhan klien untuk menunjang proses pemulihan.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling), rongga perut
dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
b) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng Sign) yang
mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.
c) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di angkat tingi-
tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).

14
d) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila pemeriksaan
dubur dan vagina terasa nyeri.
e) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang lagi
adanya radang usus buntu.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih hingga sekitar 10.000-18.000/mm3. jika
terjadi peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks telah mengalami
perforasi (pecah).
3. Pemeriksaan Radiologi
a) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu).
b) Ultrasonografi, CT-Scan.
c) Berdasarkan referensi diatas, yang menjadi kunci tata laksana penentuan
diagnosa apendisitis yaitu dengan dilakukan pemeriksaan fisik yaitu salah
satunya dengan mempalpasi bagian perut bagian kanan bawah akan terjadi
blumbeng sign, lalu dengan memeriksa laboratorium dengan melihat
peningkatan leukosit dan pemeriksaan USG.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a) Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil meningkat sampai 75%,
b) Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.
c) Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material apendiks
(fekalit), ileus terlokalisir. (Doengoes, Marilynn E, 2014).

F. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan yang meliputi aspek
bio, psiko, sosial dan spiritual secara komprehensif agar di peroleh data tentang pasien.
Data di dapat dari pasien, keluarga dan dari catatan yang telah ada, yang di peroleh dari
hasil wawancara, observasi langsung maupun secara medis, (Dinarti, dkk. 2009. Hal:
79).
Data yang diperoleh haruslah mampu menggambarkan status kesehatan klien
ataupun masalah utama yang dialami oleh klien. Dalam melakukan pengkajian,
15
diperlukan teknik khusus dari seorang perawat, terutama dalam menggali data, yaitu
dengan menggunakan komunikasi yang efektif dan teknik terapeutik. (Tarwoto &
Wartonah, 2011).
Pengkajian fokus pada klien appendiksitis akut menurut Bararah dan Jauhar (2013)
antara lain:
1. Identitas Identitas
Klien appendicitis akut yang menjadi pengkajian dasar meliputi: nama, umur,
jenis kelamin, no rekam medis.
2. Keluhan utama
Berisi keluhan utama pasien saat dikaji, klien appendicitis akut biasanya
mengeluh nyeri pada perut kanan bawah.
3. Riwayat penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat Penyakit Sekarang ditemukan saat pengkajian yaitu diuraikan dari
masuk tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian. Keluhan sekarang dikaji
dengan menggunakan PQRST (Provokatif, Quality, Region, Severitys cale and
Time). Dengan appendicitis akut pada umumnya mengeluh nyeri pada perut
kanan bawah yang akan bertambah saat digerakkan atau ditekan dan umumnya
berkurang setelah diberi obat dan diistirahatkan. Nyeri dirasakan seperti
ditusuk-tusuk dengan skala nyeri lebih dari lima (0-10). Nyeri akan terlokalisasi
dapat pula menyebar diseluruh abdomen dan paha kanan dan umumnya
menetap sepanjang hari. Nyeri mungkin dapat mengganggu aktivitas seperti
rentang toleransi klien masing-masing.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh kepada
penyakit apendisitis yang diderita sekarang serta apakah pernah mengalami
pembedahan sebelumnya.
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit
yang sama seperti klien menderita penyakit apendisitis, dikaji pula mengenai
adanya penyakit keturunan atau menular dalam keluarga.
16
4. Riwayat psikologis
Secara umum klien dengan appendicitis akut tidak mengalami penyimpangan
dalam fungsi psikologis. Namun demikian tetap perlu dilakukan mengenai kelima
konsep diri klien (citra tubuh, identitas diri, fungsi peran, ideal diri dan harga diri).
5. Riwayat Sosial
Klien dengan appendicitis akut tidak mengalami gangguan dalam hubungan
sosial dengan orang lain, akan tetapi harus dibandingkan hubungan sosial klien
antara sebelum dan sesudah menjalani operasi.
6. Riwayat Spiritual
Pada umumnya klien yang menjalani perawatan akan mengalami keterbatasan
dalam aktivitas begitu pula dalam hal ibadah. Perlu dikaji keyakinan klien terhadap
keadaan sakit dan motivasi untuk kesembuhannya.
7. Kebiasaan sehari-hari
Klien dengan appendicitis akut pada umumnya mengalami kesulitan dalam
beraktivitas karena nyeri yang akut dan kelemahan. Klien dapat mengalami
gangguan dalam perawatan diri. Klien akan mengalami pembatasan masukan oral
sampai fungsi pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya. Kemungkinan
klien akan mengalami mual muntah dan konstipasi. Pola istirahat klien dapat
terganggu maupun tidak terganggu, tergantung toleransi klien terhadap nyeri yang
dirasakan.
8. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum Klien
Klien dengan appendicitis akut menunjukkan keadaan sakit ringan
sampai berat tergantung periode akut rasa nyeri. Tanda vital (tensi darah, suhu
tubuh, respirasi, nadi) umumnya stabil kecuali akan mengalami ketidakstabilan
pada klien yang mengalami perforasi apendiks. Adapun pemeriksaan yang
dilakukan pada kasus apendisitis.
2) Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling), rongga
perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).

17
b. Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng Sign)
yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.
c. Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di angkat
tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).
d. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila
pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
e. Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang
lagi adanya radang usus buntu.
3) Sistem Pernafasan
Klien appendicitis akut akan mengalami penurunan atau peningkatan
frekuensi nafas (takipneu) serta pernafasan dangkal, sesuai rentang yang dapat
ditoleransi oleh klien.
4) Sistem Kardiovaskuler
Umumnya klien mengalami takikardi (sebagai respon terhadap stress dan
hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap nyeri),
hipotensi (kelemahan dan tirah baring). Pengisian kapiler biasanya normal,
dikaji pula keadaan konjungtiva, adanya sianosis dan auskultasi bunyi
jantung.
5) Sistem Pencernaan
Adanya nyeri pada abdomen kanan bawah saat dipalpasi. Klien
appendicitis akut biasanya mengeluh mual muntah, dan penurunan bising
usus.
6) Sistem Perkemihan
Klien appendicitis akut tidak mengalami kelainan fungsi perkemihan.
Akan tetapi petap perlu dikaji keadekuatan fungsi kemih.
7) Sistem Muskuloskeletal
Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena nyeri dan
kekakuan. Kekuatan otot berangsur membaik seiring dengan peningkatan
toleransi aktivitas.

18
8) Sistem Integumen
Selanjutnya akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah
bekas sayatan operasi disertai kemerahan. Turgor kulit akan membaik seiring
dengan peningkatan intake oral.
9) Sistem Persarafan
Pengkajian fungsi persarafan meliputi: tingkat kesadaran, saraf kranial
dan reflek.
10) Sistem Pendengaran
Pengkajian yang dilakukan meliputi: bentuk dan kesimetrisan telinga,
ada tidaknya peradangan dan fungsi pendengaran.
11) Sistem Endokrin
Klien appendicitis akut tidak mengalami kelainan fungsi endokrin.
Akan tetapi petap perlu dikaji keadekuatan fungsi endokrin (tiroid dan lain-
lain).
12) Pemeriksaan Laboratorium
Di lihat dari kenaikan leukosit 5.000-10.000/mm3, bila lebih maka
sudah terjadi perforasi. Normalnya Tidak terjadinya peningkatan leukosit
melebihi batas normal.

13) Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan USG Normal: Tampak ada peradangan pada bagian Mc.
Burney.
b. Foto polos Normal: Tampak ada kelainan pada organ.
G. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan yang ditemukan pada penyakit appendiksitis menurut
Doenges M. E, dkk. (Hal: 509. 2002)

Pre Operasi Appendiksitis:

1. Hipertermia berhubungan dengan respon sistemik dari inflamsi gastrointestinal.


2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh
inflamasi.
19
3. Cemas berhubungan dengan dampak dari tindakan pembedahan atau inflamsi.
4. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah
praoperasi, pembatasan pascaoperasi (contoh puasa), status hipermetabolik (contoh
demam, proses penyembuhan), inflamasi peritoneum dengan cacing asing.
5. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah informasi, tidak mengenal
sumber informasi.

Post Operasi Appediksitis:

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat luka, pendarahan.


2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pembedahan, prosedur invasive.
3. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan mobilitas fisik sekunder
terhadap pembedahan.
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan dirumah berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri saat pasien pulang.

H. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA
NO SLKI SIKI
KEPERAWATAN
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Managemen nyeri
intervensi keperawatan Observasi
selama 1x2 jam, maka • Identifikasi karakteristik
tingkat nyeri menurun nyeri, lokasi, durasi,
dengan kriteria hasil: frekuensim kualitas, dan
1. Keluhan nyeri intensitas nyeri
menurun (skala nyeri • Identifikasi skala nyeri
2) • Identifikasi respon nyeri
2. Gelisah menurun non verbal
3. Wajah meringis/ Terapeutik
menyeringai menurun • Berikan teknik
4. Vital sign membaik nonfarmakologis untuk
TD : Systole 110-120 mengurangi rasa nyeri
Diastol 70-80 Edukasi
HR : 60-90 x/menit • Ajarkan teknik
RR : 12-20 x/menit nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
20
5. Keringat berlebih/ Kolaborasi
diaphoresis menurun • Kolaborasi pemberian
analgesic, jika perlu

2 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia


keperawatan 1x2 jam,
termoregulasi membaik Observasi
dengan kriteria hasil :
• Identifikasi penyebab
1. Suhu tubuh membaik hipertermia
2. Suhu kulit membaik • Monitor suhu tubuh
3. Tekanan darah • Monitor komplikasi akibat
membaik hipertermia

Terapeutik
• Sediakan lingkungan yang
dingin
17• Longgarkan atau lepaskan
pakaian
• Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
• Ganti linen tiap hari jika
mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
• Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
• Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
• Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
• Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

21
3 Nausea Setelah dilakukan Manajemen mual
intervensi keperawatan Observasi
selama 1x2 jam, maka • Identifikasi pengalaman
tingkat nausea menurun mual
dengan kriteria hasil : • Identifikasi faktor
1. Rasa mual menurun penyebab mual
2. Nafsu makan • Monitor mual
meningkat • Monitor asupan nutrisi
dan kalori
Terapeutik
• Kendalikan factor
lingkungan penyebab
mual (mis: bau tak sedap,
suara, dan rangsangan
visual)
• Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual
(mis: kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
• Berikan makanan dalam
jumlah sedikit dan
menarik
• Berikan makanan dingin,
19 cairan bening, tidak
berbau

Edukasi
• Anjurkan istirahat dan
tidur yang cukup
• Anjurkan sering
membersihkan mulut,
kecuali jika merangsang
mual
• Anjurkan makan tinggi
karbohidrat dan rendah
lemak
• Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologis
untuk mengatasi mual
(mis: hipnotik, relaksasi,
terapi musik)
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian
antiemetik

22
H. Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
(Tarwoto, 2012. Hal: 87).

Tahapan pelaksanaan terdiri dari:

1. Persiapan
Kesiapan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan
a. Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap penrencanaan
b. Menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan
c. Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul
d. Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan
e. Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan tindakan yang
dilakukan
f. Mengidentifikasi aspek hukum dan etika terhadap resiko dari potensial
tindakan.
2. Intervensi
Intervensi adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk
memenuhi kebutuhan fisik dan emosial. Tindakan keperawatan dibedakan
berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab secara professional sebagaimana
terdapat dalam standar praktek keperawatan meliputi:
a. Independen
Tindakan keperawatan independent adalah suatu tindakan yang dilaksanakan
oleh perawat tanpa petunjuk dari perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainya.
b. Interdependen
Interdependen tindakan keperawatan menjelaksan suatu kegiatan yang
memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan lainya, misalnya: tenaga sosial,
ahli gizi, fisioterapi dan dokter.
c. Dependent
Tindakan dependent berhubungan dengan pelaksanaan rencana medis.

23
3. Dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap
dan akurat terhadap dalam proses keperawatan.

I. Evaluasi Keperawatan
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat
dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
(Tarwoto & Wartonah, 2011).

▪ Tehnik Pelaksanaan SOAP


S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan diberikan.
O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
A (Analisis) adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan
tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi
sebahagian, atau tidak teratasi.
P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan
hasil analisa.

▪ Proses Evaluasi
a. Mengukur pencapaian tujuan
b. Membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan
(penentuaan keputusan pada tahap evaluasi) pada tahap ini ada 3 kemungkinan
keputusan yakni:
• Klien telah mencapai hasil yang telah ditentukan dalam tujuan
• Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan
• Klien tidak dapa mencapai hasil yang telah di tentukan

24
Komponen untuk mengevaluasi kwalitas tindakan keperawatan yaitu:

❖ Proses (formatif)
Fokus tipe evaluasi hasil adalah aktivitas dari proses keperawatan dan kuantitas
pelayanan tindakan keperawatan sistem penulisan pada tahap evaluasi ini dapat
menggunakan sistem SOAP atau model dokumentasi lainnya.
❖ Hasil (sumatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada
akhir tindakan keperawatan. Tipe ini dilaksanakan secara paripurna pada akhir tindakan
keperawatan, sumatife evaluasi adalah objektif, fleksibel dan efisien.
Perawatan dalam evaluasi untuk melihat sejauh mana tujuan yang telah dicapai
oleh klien setelah mendapatkan tindakan atau asuhan keperawatan. Evaluasi yang dapat
digunakan yaitu evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif evaluasi yang dilakukan pada akhir
dari seluruh proses asuhan keperawatan yang diberikan dan dilakukan secara terus
menerus dengan menilai respon terhadap tindakan yang dilakukan.

25
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan
Penulis melakukan pengkajian pada hari Rabu tanggal 16 November 2022 pada
pukul 20.30 WIB. Pasien masuk melalui Instalasi Gawat Darurat pada pukul 20.30 WIB
dengan diagnosa medis appendiksitis akut.
1. Identitas
Nama Pasien : Tn.M
No.MR : 177103
Tanggal Lahir : 22 Desember 2000
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikkan : Tamatan SLTA
Alamat : Jl. Korong Gadang No. 23
Status Perkawinan : Belum Menikah
Suku : Tanjung
Agama : Islam
Asal Masuk RS : IGD
Tanggal Masuk RS : 16 November 2022

PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. N
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Permpuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikkan : Tamatan SLTA

26
2. Resume
Tn. M berumur 22 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Padang
pada tanggal 16 November 2022 pada pukul 20.30 WIB dengan diagnosa dokter
Appendiksitis. Pada saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan nyeri perut di
bagian kanan bawah sejak 5 hari yang lalu, nyeri seperti ditusuk tusuk, skala nyeri 7
dan tubuh teraba demam sejak 1 hari yll. Pasien mengatakan mual dan muntah 5x,
badan terasa letih, tanda- tanda vital pasien TD 116/72 mmHg, nadi 84 x/menit,
pernapasan 20 x/menit, suhu 38 °C.
Dari hasil pemeriksaan fisik, pada system pernafasan dalam batas normal,
system kardiovaskuler dalam batas normal, system pengindraan dalam batas normal,
pada system persyarafan dalam batas normal, pada system perkemihan dalam batas
normal, pada system percernaan didapatkan bising usus menurun. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil leukosit tinggi yaitu 18000/mm3.

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Pasien nyeri perut di bagian kanan bawah sejak 5 hari yang lalu, nyeri seperti ditusuk
tusuk, skala nyeri 7 dan badan teraba panas. Pasien mengatakan mual dan muntah 5x.
Sementara faktor pencetusnya yaitu saat bekerja dan beraktifitas dengan timbulnya nyeri yang
mendadak. Lamanya keluhan sudah sekitar 5 hari yang lalu, dan upaya klien untuk mengatasi
dengan pergi berobat ke Rumah Saki

b. Riwayat kesehatan masa lalu

Pasien mempunyai riwayat penyakit sebelumnya yaitu maag. Pasien tidak mempunyai
riwayat alergi.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Pasien mengatakan kedua orang tuanya sudah hidup. Ayahnya bekerja sebagai
karyawan swasta dan ibunya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien mengatakan dalam
keluarganya mempunyai 3 orang bersaudara, dan pasien adalah anak pertama. Sementara anak

27
kedua berumur 19 tahun, dan anak ketiga berumur 15 tahun. Kedua orang tua pasien tidak
memilki riwayat penyakit.

d. Riwayat psikososial dan spiritual

Pasien mengatakan orang terdekat dengan pasien saat ini adalah orang tua pasien. Saat
ini, pola komunikasi dalam keluarga berjalin baik, dengan pembuat keputusan dalam keluarga
adalah ayah pasien. Pasien mengatakan tidak aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Sementara
itu, masalah yang mempengaruhi pasien saat ini adalah kondisi kesehatan pasien yang
mengakibatkan pasien tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya. Mekanisme koping
terhadap masalah yang digunakan adalah pemecahan masalah dengan cara tidur dan cari
pertolongan. Sementara persepsi pasien terhadap penyakit saat ini adalah pasien memikirkan
untuk istirahat bekerja sementara, dengan harapan setelah mengalani pengobatan adalah cepet
sembuh. Dan perubahan yang dirasakan setelah sakit adalah pasien menjadi sadar akan
pentingnya kesehatan. Pasien mengatakan tidak ada sistem nilai kepercayaan yang
bertentangan dengan kesehatan, dan aktivitas agama atau kepercayaan yang dilakukan sholat
dan berdoa. Kondisi lingkungan yang mempengaruhi kesehatan tidak ada.

a. Pola kebiasaan sehari-hari di Rumah dan di Rumah Sakit


1. Pola nutrisi
Frekuensi makan dirumah 3x sehari, nafsu makan baik, porsi makanan yang
dihabiskan 1 porsi makanan, makanan yang tidak disukai tidak ada. Pasien tidak
ada alergi makanan. Pasien tidak minum obat penambah nafsu makan dan tidak
menggunakan alat bantu makan. Selama di IGD, pasien tidak ada nafsu makan,
Pasien tidak ada alergi makanan, dan tidak ada makanan pantanganPola eliminasi
a. BAK
Pola eliminasi BAK pasien sebelum masuk rumah sakit 5-6 kali sehari
warna kuning jernih, tidak ada keluhan saat BAK, dan pasien tidak
menggunakan alat bantu BAK ( kateter ). Pola eliminasi pasien selama di IGD
hanya 1kali, warna kuning jernih, tidak ada keluhan saat BAK, dan tidak
menggunakan alat bantu BAK ( kateter ).

28
b. BAB
Pola eliminasi BAB pasien sebelum masuk rumah sakit adalah pasien
BAB 1 kali sehari, dan selama pasien di IGD, pasien tidak ada BAB.
2. Pola personal hygiene
Kebiasaan pasien sebelum masuk umah sakit, pasien mandi 2 kali sehari
waktunya pagi dan sore hari menggunakan sabun mandi, oral hygiene 2 kali sehari
pada waktu pagi dan malam, passien mencuci rambut 2 kali dalam sehari
menggunakan shampo. Sedangakan selama di rumah sakit pasien tidak melakukan
tindakan mandi, oral hygiene dan bershampo.
3. Pola istirahat dan tidur
Sebelum pasien masuk rumah sakit, pasien tidur 6-7 jam sehari, pasien tidak
ada tidur siang, dan kebiasan sebelum tidur adalah nonton TV dan berdo’a.
Sedangkan selama di rumah sakit, pasien tidak ada tidur, karena merasakan sakit.
4. Pola aktivitas dan Latihan
Sebelum pasien masuk rumah sakit kegiatan pasien dalam sehari-hari adalah
pasien bekerja sebagai karyawan swasta, berolah raga, main game dan suka
ngumpul sama teman – teman. Selama di rumah sakit pasien mengatakan sering
mengeluh nyeri di daerah perut dan pasien sedikit kesulitan dalam melakukan
aktivitas.
5. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Pasien mengatakan mempunyai kebiasan merokok, tetapi pasien tidak
mempunyai kebiasaan meminum - minuman keras dan tidak mengkonsumsi obat-
obatan terlarang/NAPZA.

3. Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan fisik umum
Berat badan pasien sebelum sakit 68 kg, dan berat badan saat ini 67 kg, tinggi badan
pasien 167 cm, keadaan umum sedang, dan tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening.

29
b. Sistem penglihatan
Posisi mata simestris kiri dan kanan, kelopak mata normal, pergerakan bola mata
nomal, konjungtiva tidak anemis, kornea mata normal, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, tidak ada tanda-tanda radang, pasien tidak menggunakan kaca mata,dan
tidak memakai lensa kontak.
c. Sistem pendengaran
Daun telinga klien normal, tidak ada serumen, kondisi gendang telinga normal,
tidak ada cairan yang keluar dari telinga, fungsi pendengaran baik, tidak ada
gangguan keseimbangan, tidak memakai alat bantu dengar.
d. Sistem warna
Warna kulit pasien sawo matang
e. Sistem pernapasan
Tidak ada sumbatan pada jalan nafas pasien, pernapasan normal, tidak
menggunakan alat bantu nafas, frekuensi nafas 20x/menit, irama nafas teratur, jenis
pernafasan spontan, pasien tidak mengalami batuk dan tidak ada sputum, palpasi
suara nafas vesikuler, tidak ada nyeri saat bernafas, tidak memakai alat bantu nafas.
f. Sistem kardiovaskuler
Pada sirkulasi perifer nadi 84x/menit, irama teratur, denyutan kuat, tekanan darah
116/72 mmHg, tidak ada distensi vena jugalaris kiri maupun kanan, temperature
kulit hangat, warna kulit kemerahan, pengisian kapiler 2 detik, tidak terdapat
edema. Sementara pada sirkulasi jantung kecepatan denyut apical 84x/menit, irama
teratur, tidak ada kelainan jantung, dan tidak sakit dada.
g. Sistem syaraf pusat
Tidak ada keluhan kepala pusing, tingkat kesadaran compos mentis, nilai Glasgow
coma scale (GCS) E: 4, M: 6, V; 5, tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakarnial, tidak ada gangguan system persyarafan. Reflek fisiologis normal, tidak
ada reflek patologis.
h. Sistem pencernaan
Keadaan mulut: terdapat caries, tidak menggunakan gigi palsu, tidak terdapat
stomatitis, lidah tidak kotor, salifa normal, klien tidak muntah, klien mengatakan

30
nyeri diperut, lokasi nyeri di perut bagian kanan bawah dan nyerinya menyebar,
skala nyeri 7, bising usus 14x/ menit, tidak ada diare, tidak ada konstipasi.
i. Sistem endokrin
Saat di lakukan pemeriksaan fisik tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, nafas tidak
berbau keton.
j. Sistem integument
Tugor kulit baik dan elastis, temperature kulit hangat, warna kulit sawo matang,
keadaan kulit baik, kondisi kulit pemasangan infus baik tidak ada tanda-tanda
infeksi, keadaan rambut tekstur baik, dan rambut bersih.
k. Sistem muskuloskletal
Pasien mengalami kesulitan dalam pergerakan karena pemasangan infus di tangan
sebelah kiri, tidak ada nyeri sendi maupun nyeri kulit, klien tidak mengalami
fraktur, tidak ada kelainan bentuk tulang sendi, tidak ada kelainan struktur tulang
belakang, keadaan tonus dan kekuatan otot normal.

l. Data penunjang
Pada tanggal 16 november 2022 didapatkan hasil laboratorium pasien yaitu :
• Hemoglobin 15,2 g/dl
• Leukosit 18.000/mm3
• Trombosit 264.000/mm3
• Hematokrit 46%
• Waktu Perdarahan 2’30” menit
• Waktu Pembekuan 4’ menit
• Gula Darah Sewaktu 98mg/dl
Dan hasil pemeriksaan RO-Thorak pasien didapatkan hasil : cor dan pulmo dalam
batas normal.
m. Pentalaksanaan
Therapy infus: RL 500 cc 28 tts/i
Therapy injeksi: injeksi ceftriaxone 2x1 gr
injeksi ranitidine 2x1 ampul

31
therapi oral : paracetamol 3x500mg
Diet yang didapat pasien : makanan lunak

4. Data Fokus
➢ Data Subjektif:
Pasien mengatakan mengatakan nyeri perut di bagian kanan bawah sejak 5 hari
yang lalu, nyeri seperti ditusuk tusuk, skala nyeri 7, tubuh teraba demam sejak 1 hari
yll dan pasien mengatakan mual dan muntah 5x dan badan terasa letih.
➢ Data Objektif:
Kondisi umum pasien sedang, wajah pasien tampak meringis kesakitan, saat
dilakukan palpasi pada perut bagian kanan bawah, nyeri tekan pada bagian kanan
bawah, pasien terlihat pucat, pasien terlihat gelisah, abdomen teraba adanya distensi,
bising usus 14 kali/menit, klien terlihat lemas, tanda – tanda vital pasien TD 116/72
mmHg, nadi 84x/menit, pernapasan 20x/menit, suhu 38°C. Hasil Laboratorium tanggal
16 November 2022, didapatkan hemoglobin: 15,2g/dl, leukosit:18000/mm3,
hematrokit: 46% dan trombosit: 264000/mm3.

5. Analisa Data

NO DATA MASALAH ETIOLOGI


1. DO Gangguan rasa Distensi jaringan usus
• Pasien tampak meringis kesakitan nyaman: nyeri oleh inflamasi
• pasien terlihat gelisah
• abdomen teraba adanya distensi
TD = 116/72 mmHg
N = 84x/i
P = 20x/i
S = 38%C

32
DS
• Pasien mengatakan mengatakan
nyeri perut di bagian kanan bawah
sejak 5 hari yang lalu
• Pasien mengatakan nyeri seperti
ditusuk tusuk
• Pasien mengatakan skala nyeri 7
• Leukosit 18.000/mm3
2. DO Hipertermia Respon sistemik dari
• Tubuh pasien teraba demam inflamasi gastrointestinal
TD = 116/72 mmHg
N = 84x/i
P = 20x/i
S = 38%C
DS
• Pasien mengatakan tubuh teraba
demam
• Pasien mengatakan demam sejak 1
hari yll

3. DO Resiko Mual dan muntah


• Pasien tampak mual kekurangan
• Pasien tampak muntah volume cairan
DS tubuh
• Pasien mengatakan mual
• Pasien mengatakan muntah 5x
• Pasien mengatakan badan letih

33
B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi.

2. Hipertermia berhubungan dengan respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal

3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah

C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

DIAGNOSA EVALUASI
NO INTERVENSI IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa Setelah dilakukan • Mengidentifikasi S = pasien mengatakan
nyaman nyeri b/d intervensi keperawatan karakteristik nyeri masih di
distensi jaringan selama 2 jam, maka nyeri, lokasi,
usus oleh inflamasi tingkat nyeri menurun durasi, rasakan
dengan kriteria hasil: frekuensim
O = pasien masih
• Skala nyeri 1-4, kualitas, dan
intensitas nyeri tampak meringis
ekspresi
• Mengidentifikasi kesakitan
• wajah tenang, skala nyeri
• Mengidentifikasi A = masalah nyeri
• nyeri hilang,
respon nyeri non masih di rasakan
• tanda-tanda vital verbal
• Berikan teknik P = intervensi di
dalam batas
nonfarmakologis hentikan pasien ke
normal untuk mengurangi
rasa nyeri ruangan operasi
intervensi keperawatan : • Ajarkan teknik untuk dilakukan
nonfarmakologis
tindakan
• Identifikasi untuk mengurangi
karakteristik nyeri, rasa nyeri appendiktomi
lokasi, durasi, • Kolaborasi
frekuensi kualitas, pemberian
dan intensitas nyeri analgesic, jika
• Identifikasi skala perlu
nyeri
• Identifikasi respon
nyeri non verbal
• Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi

34
rasa nyeri (distraksi
dan relaksasi
• Kolaborasi
pemberian analgesik

2. Hipertermia b/d Setelah dilakukan • Mengidentifikasi S= pasien mengatatakan


respon sistemik dari tindakan keperawatan penyebab demamnya berkurang
inflamasi 1x2 jam, termoregulasi hipertermia
gastrointestinal membaik dengan • Memonitor suhu O = suhu tubuh pasien
kriteria hasil : tubuh pasien teraba hangat
• Memonitor
• Suhu tubuh - Suhu 37’C
komplikasi akibat
membaik
hipertermia
• Suhu kulit A = masalah hipertermi
• Melonggarkan
membaik teratasi
atau melepaskan
• Tekanan darah
pakaia P = intervensi
membaik
• Mengompres
hangat pada dahi, dihentikan pasien
Intervensi keperawatan
leher, dan aksila keruangan operasi
• Identifikasi
penyebab untuk dilakukan
hipertermia tindakan
• Monitor suhu
tubuh pasien appendiktomi
• Monitor
komplikasi
akibat
hipertermia
• Longgarkan
atau
melepaskan
pakaia
• Kompres
hangat pada
dahi, leher, dan
aksila

3. Resiko kekurangan Setelah dilakukan • Mengidentifikasi S = pasien mengatakan


intervensi keperawatan pengalaman mual
volume cairan b/d mual dan muntah
selama 2 jam, maka • Mengidentifikasi
mual dan muntah kekurangan volume faktor penyebab berkurang
cairan dapat teratasi mual O = pasien tamapak
• Memonitor mual
35
sebagiandengan kriteria • Mengurangi atau tidak muntah lagi
hasil : menghilangkan
A = masalah
• Rasa mual keadaan yang
Menurun dapat kekurangan cairan
• Nafsu makan menyebabkan
tubuh teratasi
meningkat mual (mis:
Intervensi keperawatan : kecemasan, sebagian
• Identifikasi ketakutan,
P = intervensi di
pengalaman kelelahan)
mual hentikan pasien ke
• Identifikasi kamar operasi
faktor penyebab
mual untuk
• Monitor mual dilakukantindakan
• Kurangi atau
menghilangkan appendiktomi
keadaan yang
dapat
menyebabkan
mual (mis:
kecemasan,
ketakutan, 19
kelelahan)

E. Pelaksanaan
Pada tanggal 16 November 2022 pada pukul 20.30 WIB, Tn. M berumur 22
tahun datang ke IGD Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Padang denagn keluhan nyeri perut
di bagian kanan bawah sejak 5 hari yang lalu, nyeri seperti ditusuk tusuk, skala nyeri 7
dan tubuh teraba demam sejak 1 hari yll. Pasien mengatakan mual dan muntah 5x,
badan terasa letih, tanda- tanda vital pasien TD 116/72 mmHg, nadi 84 x/menit,
pernapasan 20 x/menit, suhu 38 °C.
Dari hasil pemeriksaan fisik, pada system pernafasan dalam batas normal,
system kardiovaskuler dalam batas normal, system pengindraan dalam batas normal,
pada system persyarafan dalam batas normal, pada system perkemihan dalam batas
normal, pada system percernaan didapatkan bising usus menurun. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil leukosit tinggi yaitu 18000/mm3, dan hasil pemeriksaan
RO-Thorak pasien didapatkan hasil : cor dan pulmo dalam batas normal.

36
Dari hasil pemeriksaan yang telah di lakukan, pasien di konsulkan ke dr.Avit
Sucitra SpB Digestif, dan pasien di diagnosa penyakit appendiksitis. Pasien dianjurkan
untuk di lakukan tindakan operasi appendiktomi dengan segera / cito. Keluarga dan
pasien dijelaskan tentang prosedur operasi yang akan di lakukan. Setelah pasien dan
keluarga diberikan waktu untuk mengambil keputusan, pasien dn keluarga setuju untuk
di lakukan tindan operasi. Pasien dianjurkan untuk puasa makan dan minum. Setelah
puasanya tercukupi, dan administrasi selesai, pasien langsung di antarkan ke ruangan
operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan / appendiktomi.

37
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Appendiks adalah ujung jari seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4
inci), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal (Smeltzer, 2002. Hal: 1097). Menurut
Black J.M (2014. Hal: 171) Apendisitis adalah peradangan appendiks vermiform yang terjadi
sebagai besar pada remaja dan dewasa muda, karena struktur yang terpuntir, apendiks
merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi. Jika Appendiksitis
tidak ditangani dengan segera akan mengakibatkan komplikasi utama yaitu perforasi
appendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses.

Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan yang meliputi aspek bio,
psiko, sosial dan spiritual secara komprehensif agar di peroleh data tentang pasien. Data di
dapat dari pasien, keluarga dan dari cacatan yang telah ada, yang di peroleh dari hasil
wawancara, observasi langsung maupun secara medis, (Dinarti, dkk. 2009. Hal: 79).

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien appendiksitis adalah : hipertermia


berhubungan dengan respon sistemik dari inflamsi gastrointestinal, gangguan rasa nyaman
nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi, cemas berhubungan dengan
dampak dari tindakan pembedahan atau inflamsi, resiko tinggi terhadap kekurangan volume
cairan berhubungan dengan muntah praoperasi, pembatasan pascaoperasi (contoh puasa),
status hipermetabolik (contoh demam, proses penyembuhan), inflamasi peritoneum dengan
cacing asing, kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah informasi, tidak mengenal sumber
informasi.

B. Saran

Diharapkan dengan terselesainya makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan


Appendiksitis Akut. Dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca khususnya tenaga kesehatan
agar dapat mengerti pemberian Asuhan Keperawatan Appendiksitis Akut dan dapat
mengaplikasikannya.

38
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M, et.al. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi kedelapan Buku 2 Elsevier.
Jakarta: Salemba Medika.

Doenges, M. E, et.al. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi ketiga. Jakarta: EGC.

Muttaqin, A dan Sari, K. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta: Salemba Medika.

Price, A dan S. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 6, volume 2.
Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi keduabelas. Jakarta: EGC.

39

Anda mungkin juga menyukai