Anda di halaman 1dari 32

SISTEM PENCERNAAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ILEUS

OLEH:
KELOMPOK 8
B10-A

1. NI LUH MADE YUDIANI (173222792)


2. NI LUH SUARTINI (173222793)
3. NI MADE CINTIA PRATIWI (173222794)
4. NI MADE CYNTHIA RINI ARYANA (173222795)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2018
KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, kami memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan Tugas
Makalah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Ileus”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pencernaan. Dalam
menyelesaikan makalah ini, kami telah banyak mendapat masukan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang setulus-
tulusnya kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk
itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini. Kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca. Akhir kata kami
mengucapkan terima kasih atas perhatiannya.

Denpasar, Januari 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................................ i


KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................... 2
D. Metode Penulisan ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
KONSEP PENYAKIT ILEUS
A. Pengertian Ileus ................................................................................................. 3
B. Klasifikasi Ileus ................................................................................................. 3
C. Etiologi Ileus ..................................................................................................... 5
D. Patofisiologi Ileus .............................................................................................. 6
E. Pathway Ileus ..................................................................................................... 7
F. Manifestasi Klinis Ileus ..................................................................................... 7
G. Pemeriksaan Penunjang Ileus ............................................................................ 8
H. Penatalaksanaan Ileus ........................................................................................ 9
I. Komplikasi Ileus ............................................................................................... 12
J. Prognosis Ileus ................................................................................................. 12
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian ........................................................................................................ 12
B. Diagnosa Keperawatan .................................................................................... 17
C. Rencana Keperawatan ..................................................................................... 21
D. Implementasi .................................................................................................... 27
E. Evaluasi ............................................................................................................ 27
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................................................... 28
B. Saran ................................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 33

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pencernaan makanan merupakan proses mengubah makanan dari ukuran besar menjadi
ukuran yang lebih kecil dan halus, serta memecah molekul makanan yang kompleks menjadi
molekul yang sederhana dengan menggunakan enzim dan organ-organ pencernaan. Enzim ini
dihasilkan oleh organ-organ pencernaan dan jenisnya tergantung dari bahan makanan yang
akan dicerna oleh tubuh. Luasnya daerah permukaan saluran cerna dan fungsi digestifnya
menunjukan betapa pentingnya makna pertukaran antara organisme manusia dengan
lingkungannya. Kelainan inflamasi dan malabsorpsi akan mengganggu keutuhan fungsi traktus
gastrointestinal. (Dona L.Wong, 2008)
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering
dijumpai, merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis akut.
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh adanya obstruksi lumen usus atau oleh adanya
gangguan peristaltik. Obstruksi intestinal atau disebut juga ileus obstruktif (obstruksi mekanik)
dapat disebabkan oleh strangulasi, invaginasi atau adanya sumbatan dalam lumen usus.
Obstruksi usus merupakan gangguan peristaltik baik di usus halus maupun di kolon. Obstruksi
mekanik dapat disebabkan karena adanya lesi pada bagian dinding usus, di luar usus maupun
di dalam lumen usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total. Obstruksi usus
kronik biasanya mengenai kolon sebagai akibat adanya karsinoma. Sebagian besar obstruksi
justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan kegawatan yang memerlukan
diagnosa dini dan tindakan bedah darurat (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus. Setiap tahunnya 1
dari 1000 penduduk dari segala usia di diagnosis ileus. Di Amerika diperkirakan sekitar
300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya. Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus
paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang di rawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan
(Departemen Kesehatan RI, 2010).
Dari data diatas penulis akan membahas mengenai asuhan keperawatan pada pasien
dengan ileus.

1
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, masalah yang dapat kami kaji dalam makalah ini diantaranya:
1. Bagaimanakah konsep penyakit dari ileus?
2. Bagaimanakah penerapan proses keperawatan pada pasien dengan ileus?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian ileus, klasifikasi ileus, etiologi ileus, patofisiologi
ileus, pathway ileus, manifestasi klinis ileus, pemeriksaan penunjang ileus,
penatalaksanaan ileus, komplikasi dan prognosis.
2. Untuk mengetahui pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,
implementasi, evaluasi pada pasien dengan ileus.

D. METODE PENULISAN
Metode yang kami gunakan dalam menulis makalah ini, yaitu:
1. Metode Kepustakaan
Adalah metode pengumpulan data yang digunakan penulis dengan mempergunakan
buku atau refrensi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas.
2. Metode Media Informatika
Adalah metode dengan mencari data melalui situs-situs di internet.

2
BAB II
PEMBAHASAN

KONSEP PENYAKIT ILEUS


A. PENGERTIAN ILEUS
Ileus adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran
usus. Obstruksi usus dapat bersifat akut maupun kronis, parsial maupun total. Obstruksi usus
kronis biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma atau pertumbuhan tumor dan
perkembangannya lambat. Sebagian besar obstruksi mengenai usus halus (Price & Wilson,
2006).
Ileus adalah suatu kondisi hipomotilitas (kelumpuhan) saluran gastrointestinal tanpa
disertai adanya obstruksi mekanik pada intestinal. Pada kondisi klinik sering disebut dengan
ileus paralitik (Mansjoer, 2011). Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus
dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau mengganggu jalannya isi usus
(Sabara, 2007). Obstruksi ileus adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
menghambat proses pencernaan secara normal (Sjamsuhidayat, 2005).

B. KLASIFIKASI ILEUS
1. Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik.
Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata kronis akibat karsinoma
yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi
batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses (Nurarif & Kusuma, 2015).
Penyebab obstruksi usus mekanis yang paling sering adalah perlekatan akibat
pembedahan (pita fibrosa jaringan parut). Penyebab lain adalah intususepsi (invaginasi
salah satu bagian usus ke dalam bagian berikutnya), volvulus (terpelintirnya usus,
biasanya mengenai kolon sigmoid), dan inkarserasi atau strangulasi lengkung usus
dalam hernia inguinalis atau femoralis (Price & Wilson, 2006).
Obstruksi mekanis selanjutnya digolongkan sebagai obstruksi mekanis simpleks
(hanya terdapat satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (sedikitnya
terdapat 2 tempat obstruksi). Obstruksi lengkung tertutup tidak dapat didekompresi,
sehingga tekanan intralumen meningkat cepat dan mengakibatkan terjadinya
penekanan pembuluh darah, iskemia dan infark (Price & Wilson, 2006).

3
Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstrukif atau ileus mekanik dibedakan
menjadi, antara lain (Mansjoer, 2000):
a. Ileus obstruktif letak tinggi: obstruksi mengenai usus halus (dari gaster sampai
ileumterminal).
Obstruksi usus halus dapat disebabkan oleh perlekatan usus, hernia, neoplasma,
intususepi, volvulus, benda asing, batu empedu yang masuk ke usus melalui
fistula kolesisenterik, penyakit radang usus (inflammatory bowel disease),
striktur, fibrokistik dan hematoma
b. Ileus obstruktif letak rendah: obstruksi mengenai usus besar (dari ileum terminal
sampai rectum).
Kira-kira 15% obstruksi usus terjadi di usus besar. Obstruksi dapat terjadi di
setiap kolon tetapi paling sering di sigmoid. Penyebabnya adalah karsinoma,
volvulus, kelainan divertikular, inflamasi, tumor jinak, impaksi fekal dan lain-
lain.
Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya,
antara lain (Manif, 2008):
a. Obstruksi sebagian (partial obstruction): obstruksi terjadi sebagian sehingga
makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit.
b. Obstruksi sederhana (simple obstruction): obstruksi/ sumbatan yang tidak disertai
terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah), antara lain
karena atresia usus dan neoplasma.
c. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction): obstruksi disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan
nekrosis atau gangren. Seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan
volvulus.
Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3, antara lain
(Pasaribu, 2012):
a. Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi (postoperative),
hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma (karsinoma), dan abses
intraabdominal.
b. Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan
kongenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s disease, diverticulitis), neoplasma,
traumatik, dan intususepsi.

4
c. Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di dalam usus,
misalnya benda asing, batu empedu
2. Neurogenik/Fungsional/Non-mekanis (Ileus Paralitik)
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ilius paralitik ini
bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer,
tindakan operasi yang berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang
dapat mepengaruhi kontraksi otot polos usus. Contoh penyakit tersebut, amyloidosis,
distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus atau gangguan neurologis
seperti penyakit Parkinson (Nurarif & Kusuma, 2015).
Obstruksi usus fungsional (ileus paralitik) disebabkan oleh sentuhan pada visera
abdomen dan hambatan peristaltik akibat pembedahan, terutama pembedahan abdomen
ileus paralitik juga berkaitan dengan berbagai cedera traumatik (mis. fraktur iga atau
vertebra) (Price & Wilson, 2006).

C. ETIOLOGI ILEUS
1. Ileus Obstruktif (Nurarif & Kusuma, 2015; Smeltzer & Bare, 2002)
a. Perlekatan/Adhesi
Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada
jaringan parut setelah pembedahan abdomen. 3 atau 4 hari pascaoperatif keadaan
ini menghasilkan perputaran lengkung usus.
b. Intusepsi
Salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya
akibat penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik kedalam segmen
berikutnya oleh gerakan peristaltik yang memperlakukan segmen itu seperti usus.
Paling sering terjadi pada anak-anak dimana kelenjar limfe mendorong dinding
ileum kedalam dan terpijat disepanjang bagian usus tersebut (ileocaecal) lewat
coecum kedalam usus besar (colon) dan bahkan sampai sejauh rectum dan anus.
c. Volvulus
Usus memutar dan kembali kekeadaan semula. Lumen usus menjadi tersumbat.
Gas dan cairan berkumpul dalam usus yang terjebak.

5
d. Hernia
Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen.
Aliran usus mungkin tersumbat total. Aliran darah ke area tersebut dapat
tersumbat juga.
e. Tumor
Tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus atau tumor diluar usus
menyebabkan tekanan pada dinding usus. Lumen usus menjadi tersumbat
sebagian; bila tumor tidak diangkat mengakibatkan obstruksi lengkap.
2. Ileus Paralitik (Djumahana dalam Sudoyo, 2009)
a. Neurogenik
Pascaoperasi, kerusakan medula spinalis, keracunan timbal, kolik ureter, iritasi
persarafan, splanknikus, pankreatitis.
b. Metabolik
Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia), uremia, komplikasi
DM, penyakit sistemik seperti SLE, sekrosis multipel
c. Obat-obatan
Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin, antihistamin.
d. Infeksi
Pneumonia, empiema, urosepsis, peritonitis, infeksi sistemik berat lainnya.
e. Iskemia usus

D. PATOFISIOLOGI ILEUS
Terdapat kemiripan proses patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus, tanpa
memandang penyebab obstruksi yang disebabkan oleh mekanis atau fungsional. Perbedaan
utamanya adalah pada obstruksi paralitik, peristaltic dihambat sejak awal, sedangkan pada
obstruksi mekanis, awalnya peristaltic diperkuat, kemudian timbul intermiten, dan akhirnya
menghilang (Price & Wilson, 2006).
Akumulasi isi usus, cairan dan gas terjadi di daerah diatas usus yang mengalami
obstruksi. Distensi dan retensi cairan mengurangi absorpsi cairan dan merangsang lebih banyak
sekresi lambung. Dengan peningkatan distensi, tekanan dalam lumen usus meningkat,
menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena dan arteriola. Pada gilirannya hal ini akan
menyebabkan edema, kongesti, nekrosis dan akhirnya ruptur atau perforasi dari dinding usus,
dengan akibat peritonitis. Muntah refluks dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah
mengakibatkan kehilangan ion hydrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan

6
penurunan klorida dan kalium dalam darah yang akhirnya mencetuskan alkalosis metabolic.
Dehidrasi dan asidosis yang terjadi kemudian disebabkan karena hilangnya cairan dan natrium.
Dengan kehilangan cairan akut, syok hipovolemik dapat terjadi (Smeltzer & Bare, 2002).
Seperti pada obstruksi usus halus, obstruksi usus besar mengakibatkan isi usus, cairan,
dan gas berada proksimal disebelah obstruksi. Obstruksi dalam kolon dapat menimbulkan
distensi hebat dan perforasi kecuali gas dan cairan dapat mengalir balik melalui katup ileal.
Obstruksi usus besar, meskipun lengkap, biasanya tidak dramatis bila suplai darah ke kolon
tidak terganggu. Apabila suplai darah terhenti, terjadi strangulasi usus dan nekrosis (kematian
jaringan); kondisi ini mengancam hidup. Pada usus besar, dehidrasi terjadi lebih lambat
dibandingkan pada usus kecil karena kolon mampu mengabsorpsi isi cairannya dan dapat
melebar sampai ukuran yang dipertimbangkan diatas kapasitas normalnya (Smeltzer & Bare,
2002).

E. PATHWAY ILEUS
(Terlampir)

F. MANIFESTASI KLINIS ILEUS


Terdapat 4 tanda gejala khas ileus obstruktif:
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi abdomen
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi)
Obstruksi mekanis usus halus ditandai dengan nyeri abdomen bagian tengah seperti kram
yang cenderung bertambah berat sejalan dengan semakin beratnya obstruksi dan bersifat kolik.
Pada auskultasi, terdengar borborygmus nada tinggi bersamaan dengan nyeri kolik. Gejala
muntah paling sering ditemukan dan timbulnya lebih awal dan lebih profus. Pada obstruksi
ileum yang rendah, muntahannya menjadi fekulen, yaitu berwarna coklat-jingga dengan bau
busuk. Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya
distensi abdomen. Obstipasi dan kegagalan mengeluarkan gas melalui rektum merupakan
gejala yang sering ditemukan bila obstruksinya komplit, meskipun pada permulaan setelah
timbul obstruksi komplit beberapa feses dan gas dapat dikeluarkan secara spontan atau setelah
pemberian enema. Diare kadang terdapat pada obstruksi parsial. Darah dalam feses jarang
ditemukan tetapi muncul pada kasus intususepsi (Smeltzer & Bare, 2002; Harrison, 2000).

7
Obstruksi usus besar berbeda secara klinis dari obstruksi usus halus, dalam hal ini gejala
terjadi dan berlanjut relatif lambat. Obstruksi mekanis pada usus besar menimbulkan nyeri
perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi
intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah munculnya terakhir, terutama bila katup ileosekal
kompeten. Secara berlawanan, muntahan fekulen jarang ditemukan. Riwayat baru adanya
perubahan pada kebiasaan buang air besar dan darah dalam feses adalah lazim karena
karsinoma dan divertikulitas merupakan penyebab tersering. Konstipasi menjadi progresif dan
obstipasi dengan kegagalan mengeluarkan gas. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan
distensi abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus dan akan
terdengar metallic sound pada auskultasi. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan
nyeri (Smeltzer & Bare, 2002; Harrison, 2000; Mansjoer, 2000).
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal distention),
anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan perut
kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus
obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung tidak disertai nyeri kolik
abdomen yang paroksismal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen,
perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama
sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak
ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negative). Apabila penyakit
primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis
(Djumahana dalam Sudoyo, 2009).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ILEUS


1. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen sangat membantu menegakkan diagnosis. Pada ileus
paralitik akan ditemukan distensi lambung usus halus dan usus besar. Air fluid
level ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan
air fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan gambaran stepladder
(seperti anak tangga). Apabila dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih
meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan foto abdomen dengan mempergunakan
kontras.

8
b. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus.
Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak
rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada anak-anak
dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema barium tidak hanya sebagai diagnostic
tetapi juga mungkin sebagai terapi.
c. CT-Scan
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai
adanya strangulasi. CT-Scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya
kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum. CT-Scan harus
dilakukan dengan memasukkan zat kontras ke dalam pembuluh darah. Pada
pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
d. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya
obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi.
Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang terjangkau dalam hal
transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi.
e. USG
Ultrasonografi dapat memberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi dengan
melihat pergerakan dari usus halus. USG dapat memperlihatkan peristaltik,
sehingga dapat membantu membedakan obstruksi mekanik dengan ileus paralitik.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit dan
menunjukkan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma. Pemeriksaan yang
penting untuk dimintakan yaitu leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa darah
dan amilasi. Leukositosi mungkin menunjukkan adanya strangulasi. Pada urinalisa
mungkin menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan asidosis
atau alkalosis metabolik.

H. PENATALAKSANAAN ILEUS
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki
peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan
dan fungsi usus kembali normal (Price & Wilson, 2006).

9
1. Ileus Obstruktif
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu
penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan
oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di rumah sakit (De
Jong, 2005 dalam Nurarif & Kusuma, 2015).
a. Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan
mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian
dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum.
Setelah keadaanoptimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi
parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif
(Nurarif & Kusuma, 2015).
b. Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah
pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila: strangulasi,
obstruksi lengkap, hernia inkarserata, tidak ada perbaikan dengan pengobatan
konservatif (dengan pemasangan NGT, infus, oksigen dan kateter) (Nurarif &
Kusuma, 2015).
Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah yang dilakukan pada
obstruksi ileus (Sabara, 2007):
1) Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata
non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus baru yang
“melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intraluminal,
Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi,misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa

10
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,
kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
c. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.
Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang
cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan
paralitik (Nurarif & Kusuma, 2015).
2. Ileus Paralitik
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya
berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa
atau penyakit primer dan pemberian nutrisi yang adekuat. Beberapa obat-obatan jenis
penyakit simpatik (simpatolitik) atau obat parasimpatomimetik pernah dicoba,
ternyata hasilnya tidak konsisten (Nurarif & Kusuma, 2015).
Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastric (bila perlu dipasang
juga rektal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral
hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip pemberian nutrisi
parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk
gastropresis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pasca-operasi dan klonidin
dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan.
Neostigmine sering diberikan pada pasien ileus paralitk pasca operasi (Nurarif &
Kusuma, 2015).
Bila bising usus sudah mulai ada dapat dilakukan test feeding, bila tidak ada
retensi, dapat dimulai dengan diit cair kemudian disesuaikan sejalan dengan toleransi
ususnya (Nurarif & Kusuma, 2015).
Menurut Pierce (2006) penatalaksanaan penting yang dapat dilakukan pada penderita
obstruksi usus adalah:
1. Dekompresi usus yang mengalami obstruksi: pasang selang nasogastrik
2. Ganti kelilangan cairan dan elektrolit: berikan ringer laktat atau NaCl dengan
suplemen K+
3. Pantau pasien-diagram keseimbangan cairan, kateter urine, diagram suhu, nadi, dan
napas regular, pemeriksaan darah.
4. Minta pemeriksaan penunjang sesuai dengan penyebab yang mungkin

11
5. Hilangkan obstruksi dengan pembedahan jika:
a. Penyebab dasar membutuhkan pembedahan (misalnya hernia, karsinoma kolon)
b. Pasien tidak menunjukan perbaikan dengan terapi konservattif (misalnya
obstruksi akibat adhesi); atau
c. Terdapat tanda-tanda starngulasi atau peritonitis.

I. KOMPLIKASI
1. Peritonitis karena absorbs toksin dalam rongga peritoneum sehingga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ intra
abdomen.
3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis yang tidak tertangani dengan baik dan cepat
4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner & Suddarth, 2001)

J. PROGNOSIS
Banyak kasus ileus adinamik yang dapat sembuh hanya dengan dekompresi intubasi saja.
Obstruksi usus halus jauh lebih berbahaya dan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan
obstruksi kolon. Mortalitas obstruksi tanpa strangulasi adalah 5 sampai 8% asalkan dapat
segera dilakukan operasi. Keterlambatan pembedahan atau timbulnya strangulasi atau penyulit
lain akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40% (Price & Wilson, 2006).

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ILEUS


A. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, status perkawinan,
suku bangsa.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya
terus-menerus, demam, nyeri tekan dan nyeri lepas, abdomen tegang dan kaku.
Pasien dengan ileus paralitik cenderung tidak merasa nyeri perut, sebaliknya

12
pasien dengan ileus obstruksi merasakan nyeri yang bisa hilang timbul dengan
pola memberat atau nyeri menetap (pada kasus strangulata).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji
dengan menggunakan pendekatan PQRST:
1) P=Provoking Incident: Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
2) Q=Quality of Pain: Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang
timbul atau terus-menerus (menetap).
3) R=Region; Radiation, Relief: Di daerah mana gejala dirasakan
4) S=Severity (Scale) of Pain: Seberapa keparahan yang dirasakan klien
dengan memakai skala numerik 1 s/d 10.
5) T=Time: Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan
memperingan keluhan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami penyakit pada sistem pencernaan
atau adanya riwayat operasi pada sistem pencernaan. Perlu dikaji apakah klien
pernah menderita penyakit yang sama, riwayat ketergantungan terhadap
makanan/minuman, zat dan obat-obatan. Pada ileus paralitik dapat diperoleh
riwayat minum obat-obatan antidiare atau diare atau obat-obatan lain yang
mempengaruhi gerak usus. Pada ileus obstruksi harus dicari adanya riwayat
operasi sebelumnya, tumor atau hernia.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien.
f. Pola Kebutuhan Dasar (Gordon)
1) Pola persepsi kesehatan dan penanganan kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan.
Persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan kesehatan,
kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.
2) Pola nutrisi-metabolik
Menggambarkan masukan nutrisi; keseimbangan cairan dan elektrolit;
kondisi kulit, rambut dan kuku. Pada penderita ileus, pemenuhan nutrisi
terganggu karena adanya mual dan muntah, anoreksia. Obstruksi usus yang
terjadi mengakibatkan penimbunan cairan intra lumen akibat peningkatan
ekskresi cairan kedalam lumen usus. Hal ini merupakan penyebab kehilangan

13
cairan dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinya penurunan ekstra
celluler fluid (ECF) sehingga terjadi hipovolemik.
3) Pola eliminasi
Menggambarkan pola fungsi ekskresi usus, kandung kemih dan kulit. Pada
penderita ileus, mengalami gangguan konstipasi dan tidak bisa flatus karena
peristaltik usus menurun dilihat dari adanya distensi abdomen.
4) Pola aktifitas-latihan
Menggambarkan pola latihan dan aktivitas, fungsi pernafasn dan sirkulasi.
Pada penderita ileus mengalami kesulitan dalam ambulasi karena adanya
kelelahan yang dirasakan pasien. Selain itu, kontraksi otot-otot diafragma
dan relaksasi otot-otot diafragma terganggu menyebabkan ekspansi paru
menurun sehingga respirasi tidak efektif.
5) Pola tidur-istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi tentang tingkat energy.
Pada penderita ileus obstruktif akibat dari distensi abdomen dan adanya nyeri
yang intermiten maka istirahat klien kurang atau terganggu.
6) Pola kognitif-perseptual
Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecapan, perabaan,
penghidu, persepsi nyeri, bahasa, memori dan pengambilan keputusan. Pada
penderita ileus, nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Nyeri abdomen terjadi akibat adanya distensi abdomen dan akibat kontraksi
peristaltik kuat dinding usus melawan obstruksi.
7) Pola persepsi-konsep diri
Menggambarkan sikap terhadap diri dan persepsi terhadap kemampuan,
harga diri, gambaran diri dan perasaan terhadap diri sendiri.
8) Pola peran-hubungan
Menggambarkan keefektifan hubungan dan peran dengan keluarga-lainnya.
9) Pola seksualitas-reproduksi
Menggambarkan kepuasan/masalah dalam seksualitas-reproduksi.
10) Pola koping-toleransi stress
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan penggunaan
sistem pendukung. Perawat perlu mengkaji reaksi yang tejadi dari aspek
psikologis pasien tentang cemas dan takut. Cemas karena obstruki dan

14
pelaksanaan pemeriksaan dan diagnosa. Sedangkan rasa takut timbul
terhadap nyeri, kram, distensi dan muntah.
11) Pola nilai-keyakinan
Menggambarkan spiritualitas, nilai, sistem kepercayaan dan tujuan dalam
hidup.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita
yang kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus)
maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada
saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga
pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik. Selain itu, dapat juga melakukan pemeriksaan inspeksi pada:
b. Palpasi
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen. Palpasi bertujuan mencari adanya
tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup “defance
musculair” involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang
abnormal. Nyeri yang terlokasi dan terabanya massa menunjukkan adanya
strangulasi. Pada ileus paralitik pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak
pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri
lepas negatif).
c. Auskultasi
Pada auskultasi ileus obstruksi, terdengar borborygmus nada tinggi bersamaan
dengan nyeri kolik, tetapi temuan ini sering tidak ada beberapa waktu lamanya
pada obstruksi strangulasi dan non-strangulasi. Bising usus yang meningkat dan
metallic sound dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di
daerah distal.
d. Perkusi
Jari telunjuk (jari tangan) yang biasa digunakan untuk melakukan perkusi pada
daerah abdomen. Pada pasien ileus obstruksi terdengar suara timpani saat
melakukan pemeriksaan dengan cara perkusi. Pada ileus paralitik, perkusi timpani

15
dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama
sekali.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum
dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani
biasanya cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila
telah terjadi perforasi akibat obstruksi. Mukosa rektum dapat ditemukan licin dan
apabila penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum
maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah permukaan,
konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat
dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general
misalnya pada keadaan peritonitis. Kita juga menilai ada tidaknya feses di dalam
kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus feses tidak teraba pada colok dubur dan
tidak ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan darah
apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsic di dalam usus
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005)

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos abdomen
2) Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
3) CT-Scan
4) MRI
5) USG
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit dan
menunjukkan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma. Pemeriksaan
yang penting untuk dimintakan yaitu leukosit darah, kadar elektrolit, ureum,
glukosa darah dan amilasi. Leukositosi mungkin menunjukkan adanya
strangulasi. Pada urinalisa mungkin menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah
dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik.

16
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Analisa Data
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1. Batasan Karakteristik: Distensi abdomen Nyeri Akut
a) Mengucapkan secara (00132)
verbal atau melaporkan Tekanan intralumen ↑
nyeri dengan isyarat Domain 12:
b) Posisi untuk Tekanan vena & arteri ↓ Kenyamanan
mengindari nyeri Kelas 1:
c) Respon autonomic Iskemia dinding usus Kenyamanan Fisik
(misalnya: diaforesis;
perubahan tekanan Metabolism anaerob
darah, pernapasan atau
nadi; dilatasi pupil). Merangsang pengeluaran
d) Perubahan selera mediator kimia
makan
e) Perilaku distraksi Merangsang reseptor nyeri
f) Mengekspresikan
perilaku (misalnya: Nyeri akut
gelisah, merengek,
menangis, waspada,
iritabilitas, mendesah).
g) Gangguan tidur
2. Batasan Karakteristik: Mual, muntah, kembung Kekurangan
a) Penurunan turgor kulit anoreksia Volume Cairan
dan lidah (00027)
b) Membran mukosa dan Dehidrasi
kulit kering Domain 2: Nutrisi
c) Peningkatan hematokrit Ketidakmampuan absorpsi Kelas 5: Hidrasi
d) Penurunan haluaran air
urine
Intake cairan ↓

17
e) Peningkatan
konsentrasi urine Kekurangan volume cairan
3. Batasan Karakteristik: Gangguan gastrointestinal Ketidakseimbangan
a) Mengeluh asupan nutrisi: kurang dari
makanan kurang dari Asam lambung ↑ kebutuhan tubuh
RDA (recommended (00002)
daily allowance) Mual, muntah, kembung,
b) Nyeri abdomen anoreksia Domain 2: Nutrisi
c) Menghindari makan Kelas 1: Makan
d) Berat badan 20% atau Asupan nutrisi tidak
lebih di bawah berat adekuat
badan ideal
e) Bising usus hiperaktif Ketidakseimbangan nutrisi
f) Membran mukosa pucat kurang dari kebutuhan
g) Tonus otot menurun tubuh
4. Batasan Karakteristik: Kerja usus melemah Konstipasi
a) Nyeri tekan abdomen (00011)
dengan atau tanpa Gangguan peristaltik usus
teraba resistensi otot Domain 3:
b) Borborigmi Hilangnya kemampuan Eliminasi dan
c) Distensi abdomen intestinal dalam pasase Pertukaran
d) Tidak dapat material feses Kelas 2: Fungsi
mengeluarkan feses Gastrointestinal
e) Rasa rektal penuh Konstipasi

f) Mengejan pada saat


defekasi
5. Definisi: Dehidrasi Risiko Syok
Berisiko terhadap (Hipovolemia)
ketidakcukupan aliran darah Ketidakmampuan absorpsi (00205)
ke jaringan tubuh, yang air
dapat mengakibatkan Domain 4:
disfungsi seluler yang Cairan intrasel ↓ Aktivitas/Istirahat
mengancam jiwa Kelas 4:

18
Intake cairan ↓ Respons
Faktor risiko: Kardiovaskular/
a. Hipovolemia Risiko syok hipovolemia Pulmonal
6. Definisi: Mual, muntah, kembung, Resiko
Berisiko mengalami anoreksia Ketidakseimbangan
perubahan kadar elektrolit Elektrolit
serum yang dapat Dehidrasi (00195)
mengganggu kesehatan
Kehilangan cairan dan Domain 2: Nutrisi
Faktor risiko: elektrolit Kelas 5: Hidrasi
a) Defisiensi volume
cairan Risiko ketidakseimbangan
b) Muntah elektrolit
c) Efek samping obat
(mis., medikasi, drain)
7. Batasan Karakteristik: Respon psikologis Ansietas
a) Gelisah misintrepretasi perawatan (00146)
b) Kontak mata yang dan pengobatan
buruk Domain 9:
c) Insomnia Kecemasan pemenuhan Koping/Toleransi
d) Mengekspresikan kebutuhan informasi Stres
kekhawatiran karena Kelas 2: Respons
perubahan dalam Ansietas Koping
peristiwa hidup
8. Batasan Karakteristik: Nyeri Gangguan Pola
a) Menyatakan sering Tidur
terjaga dan tidak merasa Merangsang susunan saraf (00198)
cukup istirahat otonom, mengaktivasi
b) Perubahan pola tidur norepinephrine Domain 4:
normal Aktivitas/Istirahat
Saraf simpatis terangsang Kelas 1:
untuk mengaktivasi RAS Tidur/Istirhat

19
mengaktifkan kerja organ
tubuh

Pasien terjaga

REM ↓

Gangguan pola tidur

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen ditandai dengan pasien
mengucapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebihan, mual dan
muntah ditandai dengan penurunan turgor kulit dan lidah, membran mukosa dan
kulit kering, peningkatan hematokrit, penurunan haluaran urine, peningkatan
konsentrasi urine
3) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorbsi nutrisi ditandai dengan nyeri abdomen, menghindari makan,
bising usus hiperaktif, membran mukosa pucat, tonus otot menurun
4) Konstipasi berhubungan dengan hipomotilitas atau kelumpuhan intestinal ditandai
dengan nyeri tekan abdomen dengan atau tanpa teraba resistensi otot, borborigmi,
distensi abdomen, tidak dapat mengeluarkan feses, rasa rektal penuh, mengejan
pada saat defekasi
5) Risiko syok (hipovolemia) berhubungan dengan penurunan volume darah,
penurunan hidrasi, ketidakmampuan absorbs cairan oleh kolon
6) Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan keluarnya cairan tubuh
dari muntah, ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal
7) Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit ditandai dengan gelisah, kontak
mata yang buruk, insomnia, mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan
dalam peristiwa hidup
8) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ditandai dengan
pasien menyatakan sering terjaga dan tidak merasa cukup istirahat

20
C. RENCANA KEPERAWATAN
Prioritas Diagnosa
1) Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen ditandai dengan pasien
mengucapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebihan, mual dan
muntah ditandai dengan penurunan turgor kulit dan lidah, membran mukosa dan
kulit kering, peningkatan hematokrit, penurunan haluaran urine, peningkatan
konsentrasi urine
3) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorbsi nutrisi ditandai dengan nyeri abdomen, menghindari makan,
bising usus hiperaktif, membran mukosa pucat, tonus otot menurun
4) Konstipasi berhubungan dengan hipomotilitas atau kelumpuhan intestinal ditandai
dengan nyeri tekan abdomen dengan atau tanpa teraba resistensi otot, borborigmi,
distensi abdomen, tidak dapat mengeluarkan feses, rasa rektal penuh, mengejan
pada saat defekasi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


No Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut NOC: NIC:
berhubungan 1. Pain Level, Observation
dengan distensi 2. Pain control, 1. Observasi reaksi nonverbal dari
abdomen ditandai 3. Comfort level ketidaknyamanan
dengan pasien Setelah dilakukan asuhan 2. Monitor vital sign sebelum dan
mengucapkan keperawatan selama …x sesudah pemberian analgesik
secara verbal atau 24 jam, diharapkan pasien pertama kali
melaporkan nyeri tidak mengalami nyeri,
dengan isyarat dengan kriteria hasil: Nursing treatment
1. Mampu mengontrol 1. Lakukan pengkajian nyeri
nyeri (tahu penyebab secara komprehensif termasuk
nyeri, mampu lokasi, karakteristik, durasi,
menggunakan tehnik frekuensi, kualitas dan faktor
nonfarmakologi untuk presipitasi

21
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No Intervensi
Keperawatan Hasil
mengurangi nyeri, 2. Kaji tipe dan sumber nyeri
mencari bantuan) untuk menentukan intervensi
2. Melaporkan bahwa 3. Berikan analgetik untuk
nyeri berkurang mengurangi nyeri
dengan menggunakan 4. Tingkatkan istirahat
manajemen nyeri
3. Mampu mengenali Education
nyeri (skala, 1. Ajarkan tentang teknik non
intensitas, frekuensi farmakologi: napas dalam,
dan tanda nyeri) relaksasi, distraksi, kompres
4. Menyatakan rasa hangat/ dingin
nyaman setelah nyeri 2. Berikan informasi tentang nyeri
berkurang seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur

Collaboration
1. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
2. Kekurangan NOC: NIC:
volume cairan 1. Fluid balance Observation
berhubungan 2. Hydration Fluid Management
dengan output 3. Nutritional Status: 1. Monitor status hidrasi
berlebihan, mual Food and Fluid Intake (kelembaban membran mukosa,
dan muntah Setelah dilakukan asuhan nadi adekuat, tekanan darah
ditandai dengan keperawatan selama …x ortostatik ), jika diperlukan.
penurunan turgor 24 jam, diharapkan 2. Monitor vital sign (tekanan
kulit dan lidah, kekurangan volume cairan darah, nadi, suhu tubuh)
membran mukosa

22
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No Intervensi
Keperawatan Hasil
dan kulit kering, teratasi dengan kriteria 3. Monitor masukan
peningkatan hasil: makanan/cairan dan hitung
hematokrit, 1. Mempertahankan intake kalori harian
penurunan haluaran urine output sesuai 4. Monitor status nutrisi
urine, peningkatan dengan usia dan BB, Hypovolemia Management
konsentrasi urine BJ urine normal 1. Monitor tingkat Hb dan
2. Tekanan darah hematokrit
(120/80 mmHg), nadi 2. Monitor adanya tanda gagal
(60-100x/mnt), suhu ginjal
tubuh (36,5oC-37,5oC)
dalam batas normal Nursing treatment
3. Tidak ada tanda tanda Fluid Management
dehidrasi 1. Pertahankan catatan intake dan
4. Elastisitas turgor kulit output yang akurat
baik, membran 2. Dorong masukan oral
mukosa lembab, tidak 3. Berikan penggantian nasogatrik
ada rasa haus yang sesuai output
berlebihan 4. Tawarkan snack (jus buah, buah
segar)

Education
Fluid Management
1. Jelaskan kemungkinan sebab
dan akibat kehilangan cairan
atau penurunan asupan cairan

Collaboration
Fluid Management
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
3. Ketidakseimbangan NOC: NIC:
nutrisi: kurang dari Observation

23
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No Intervensi
Keperawatan Hasil
kebutuhan tubuh 1. Nutritional Status: 1. Monitor adanya penurunan
berhubungan Food and Fluid Intake berat badan
dengan gangguan 2. Nutritional Status: 2. Monitor turgor kulit
absorbsi nutrisi Nutrient Intake 3. Monitor mual dan muntah
ditandai dengan 3. Weight control 4. Monitor kadar albumin, total
nyeri abdomen, Setelah dilakukan asuhan protein, Hb dan kadar Ht
menghindari keperawatan selama …x 5. Monitor pucat, kemerahan dan
makan, bising usus 24 jam, diharapkan nutrisi kekeringan jaringan
hiperaktif, kurang teratasi dengan konjungtiva
membran mukosa kriteria hasil:
pucat, tonus otot 1. Adanya peningkatan Nursing treatment
menurun berat badan sesuai 1. Kaji adanya alergi makanan
dengan tujuan 2. Anjurkan pasien untuk
2. Berat badan ideal meningkatkan intake Fe,
sesuai dengan tinggi protein dan vitamin C
badan 3. Berikan substansi gula
3. Mampu 4. Yakinkan diet yang dimakan
mengidentifikasi mengandung tinggi serat untuk
kebutuhan nutrisi mencegah konstipasi
4. Tidak ada tanda-tanda 5. Kaji kemampuan pasien untuk
malnutrisi mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
6. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papilla
lidah dan cavitas oral

Education
1. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi

Collaboration

24
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
4. Konstipasi NOC: NIC:
berhubungan 1. Bowel elimination Constipation Management
dengan 2. Hydration Observation
hipomotilitas atau Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor tanda dan gejala
kelumpuhan keperawatan selama …x konstipasi
intestinal ditandai 24 jam, diharapkan 2. Monitor bising usus
dengan nyeri tekan konstipasi pasien teratasi 3. Monitor feses: frekuensi,
abdomen dengan dengan kriteria hasil: konsistensi dan volume
atau tanpa teraba 1. Pola BAB dalam batas 4. Monitor tanda dan gejala ruptur
resistensi otot, normal usus/peritonitis
borborigmi, 2. Feses lunak dan
distensi abdomen, berbentuk Nursing treatment
tidak dapat 3. Cairan dan serat 1. Identifikasi faktor-faktor yang
mengeluarkan adekuat menyebabkan konstipasi
feses, rasa rektal 4. Aktivitas adekuat 2. Dorong peningkatan aktivitas
penuh, mengejan yang optimal
pada saat defekasi
Education
1. Jelaskan pada pasien manfaat
diet (cairan dan serat) terhadap
eliminasi

Collaboration
1. Kolaborasi pemberian laksatif
2. Kolaborasi dengan ahli gizi diet
tinggi serat dan cairan

25
D. IMPLEMENTASI
Implementasi sesuai dengan rencana keperawatan yang dibuat

E. EVALUASI
1. Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen ditandai dengan pasien
mengucapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat.
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebihan, mual dan muntah
ditandai dengan penurunan turgor kulit dan lidah, membran mukosa dan kulit kering,
peningkatan hematokrit, penurunan haluaran urine, peningkatan konsentrasi urine.
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
d. Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang
berlebihan
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorbsi nutrisi ditandai dengan nyeri abdomen, menghindari makan, bising
usus hiperaktif, membran mukosa pucat, tonus otot menurun.
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
4. Konstipasi berhubungan dengan hipomotilitas atau kelumpuhan intestinal ditandai
dengan nyeri tekan abdomen dengan atau tanpa teraba resistensi otot, borborigmi,
distensi abdomen, tidak dapat mengeluarkan feses, rasa rektal penuh, mengejan pada
saat defekasi.
a. Pola BAB dalam batas normal
b. Feses lunak dan berbentuk
c. Cairan dan serat adekuat
d. Aktivitas adekuat

26
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Ileus adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran
usus. Obstruksi usus dapat bersifat akut maupun kronis, parsial maupun total. Obstruksi usus
kronis biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma atau pertumbuhan tumor dan
perkembangannya lambat. Sebagian besar obstruksi mengenai usus halus.
Penyebab obstruksi usus mekanis yang paling sering adalah perlekatan akibat
pembedahan (pita fibrosa jaringan parut). Penyebab lain adalah intususepsi (invaginasi salah
satu bagian usus ke dalam bagian berikutnya), volvulus (terpelintirnya usus, biasanya mengenai
kolon sigmoid), dan inkarserasi atau strangulasi lengkung usus dalam hernia inguinalis atau
femoralis Obstruksi usus fungsional (ileus paralitik) disebabkan oleh sentuhan pada visera
abdomen dan hambatan peristaltik akibat pembedahan, terutama pembedahan abdomen ileus
paralitik juga berkaitan dengan berbagai cedera traumatik (mis. fraktur iga atau vertebra).
Terdapat kemiripan proses patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus, tanpa
memandang penyebab obstruksi yang disebabkan oleh mekanis atau fungsional. Perbedaan
utamanya adalah pada obstruksi paralitik, peristaltic dihambat sejak awal, sedangkan pada
obstruksi mekanis, awalnya peristaltic diperkuat, kemudian timbul intermiten, dan akhirnya
menghilang. Terdapat 4 tanda gejala khas ileus obstruktif: nyeri abdomen, muntah, distensi,
kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki
peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan
dan fungsi usus kembali normal.

B. SARAN
Diharapkan kepada para pembaca khususnya mahasiswa/i Stikes Wira Medika PPNI Bali
dapat memahami konsep dari konsep keperawatan pada pasien dengan tumor ganas kulit serta
meningkatkan kemampuan individu masing masing dalam menerapkan asuhan keperawatan
pada pasien dengan tumor ganas kulit.

27
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. E., dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: EGC
Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Manif. 2008. Prinsip-Prinsip Penyakit Dalam Edisi XI. Jakarta: EGC
Mansjoer, A. et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Nurarif, A. H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda NIC-NOC Jilid 2. Yogyakarta: Media Action Publishing
Pasaribu, Nelly. 2012. Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif Yang Dirawat Inap Di Rsud
Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-2010. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.
Available: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34591/3/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada tanggal 28 Desember 2017
Pierce A. Grace & Neil R. Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah Edisi III. Jakarta: Erlangga
Price, S. A. & Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Sabara. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C & Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC
Sudoyo, A. W. et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing

28
Hernia inkarserata, adhesi, intususepsi, askariasis, volvulus, tumor, batu empedu

ILEUS OBSTRUKTIF
PATHWAY ILEUS
Akumulasi gas dan cairan intra lumen disebelah proksimal dari letak obstruktif

Distensi abdomen Gelombang peristaltik berbalik arah, isi Kerja usus melemah Respon psikologis
usus terdorong ke lambung kemudian misintrepretasi
mulut perawatan dan
Tekanan Gangguan pengobatan
intralumen ↑ peristaltik usus
Asam lambung ↑
Risiko Kecemasan
Tekanan vena Hilangnya
ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan
& arteri ↓ Mual, muntah, kemampuan
elektrolit informasi
kembung, anoreksia intestinal dalam
pasase material
feses
Iskemia Kehilangan Dehidrasi Ansietas
dinding usus cairan dan
elektrolit Konstipasi
Ketidakmampuan absorpsi air
Metabolism
anaerob
Asupan nutrisi Ketidakseimbangan
Cairan intrasel ↓ Intake cairan ↓ nutrisi: kurang dari
tidak adekuat
Merangsang kebutuhan tubuh
pengeluaran Kekurangan
Risiko syok
mediator kimia volume cairan
(hipovolemia)

Merangsang reseptor Merangsang susunan Saraf simpatis terangsang


utk mengaktivasi RAS REM ↓ Pasien terjaga
nyeri saraf otonom,
mengaktivasi mengaktifkan kerja organ
norepinephrine tubuh Gangguan
29
Nyeri pola tidur
akut

Anda mungkin juga menyukai