Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN IV

STASE GAWAT DARURAT DAN KRITIS


ABSES HEPAR

CHAERINA NUR AZIZA


14B019029

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PROFESI NERS
2019
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang ditandai dengan adanya
pembentukan pus hati sebagai proses invasi dan multiplikasi yang masuk
secara langsung dari cedera pembuluh darah atau sistem ductus biliaris
(Parawira, rahma, & Nasir, 2019). Prevalensi tertinggi terjadinya abses hepar
yaitu di daerah tropis dan negara berkembang dengan keadaan sanitasi yang
buruk, status sosial ekonomi yang rendah dan status gizi yang kurang baik
seperti di Meksiko, India, Amerika Tengah dan Utara, Asia dan Afrika.
Prevalensi E. Hystoliisua di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10-
18%. Diperkirakan 10% dari seluruh penduduk dunia terinfeksi oleh oleh E.
Hystolitica (Junita, Widita, & Soemohardjo, 2006).
Tanda gejala yang dapat muncul apabila seseorang mengalami abses
hepar yaitu nyeri abdomen, demam hingga menggigil, mual muntah, jaundice
atau kekuningan di bagian sklera, dan batuk. Tanda gejala yang tidak selelu
muncul pada individu yang mengalami abses hepar yaitu batuk dan menggigil
saat demam (Jayakar & Nichkaode, 2018). Penanganan yang tidak dilakukan
secara benar dapat menimbulkan tindakan kegawatan karena abses dapat
menyebar ke rongga peritoneal, celah pleura, ataupun pericardial. Apabila hal
tersebut terjadi maka pasien akan mengalami komplikasi yang serius. Oleh
sebab itu, sebagai perawat perlu untuk mengetahui mengenai abses hati serta
diagnosa keperawatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui pengertian dari abses hepar
b. Mengetahui etiologi dari abses hepar
c. Mengetahui patofisiologi dari abses hepar
d. Mengetahui manifestasi klinik dari abses hepar
e. Mengetahui pathway abses hepar
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada pasien dengan abses hepar
g. Mengetahui pengkajian, diagnosa, dan intervensi abses hepar
BAB II. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Abses hati adalah penyakit yang terjadi di hepar karena adanya infeksi
mikroorganisme yang bersumber dari sistem gastrointestinal, ditandai dengan
adanya pembentukan pus hati sebagai proses invasi dan multiplikasi yang
masuk secara langsung dari cedera pembuluh darah atau sistem ductus biliaris.
Abses hati yang paling banyak ditemukan yaitu piogenik, kemudian amoebic
ataupun campuran infeksi dari keduanya (Parawira, rahma, & Nasir, 2019).

2.2 Etiologi
Abses hati terbagi menjadi dua, yaitu abses hati amuba (AHA) dan abses
hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu jenis abses hati yang
disebabkan oleh protozoa entamoeba hystolitica, yang banyak ditemukan di
negara tropis atau yang sedang berkembang (Sudoyo dkk, 2009 dalam
Parawira, rahma, & Nasir, 2019). Pada AHP biasa disebabkan oleh
mokroorganisme lainnya seperti bakteri ataupun jamur (Rajagopalan &
Langer, 2012). Jenis mikroorganisme yang sering menyebabkan abses hepar
yaitu Escherichia coli, Streptococcus, Pseudomonas, dan entamoeba
hystolitica (Baradero, 2008).

1.3 Patofisiologi
Abses hepar timbul sebagai infeksi sekunder yang muncul di bagian tubuh
lain kemudian dibawa ke hepar melalui sistem bilier (empedu), sistem
vaskular atau sistem limfatik. Organisme poigenik dapat juga masuk ke dalam
hepar melalui luka tusuk yang mengenai hepar, sedangkan abses karena
amuba biasanya berasal dari gastrointestinal yang kemudian masuk melalui
vena porta. Perforasi abses dapat menyebabkan isi abses masuk ke dalam
celah pleura, pericardial atau peritoneal (Baradero, 2008).
Infeksi intra-abdominal seperti radang usus buntu dapat membuat bakteri
dapat masuk dan menyebar ke pembuluh portal, menyebabkan phlebitis dan
piemia portal, yang akhirnya mengarah pada pembentukan abses hepar. Rute
infeksi yang paling umum adalah jalur bilier. Sebanyak 30% -50% dari kasus
abses hepar terjadi pada rute bilier. Infeksi bilier terjadi akibat dari obstruksi
yang disebabkan oleh batu empedu, keganasan, atau penyempitan. Infeksi
bilier tersebut yang nantinya dapat menyebar hingga ke hepar (Mavilia,
Molina, & Wu, 2016).

1.4 Manifestasi Klinik


Manifestasi klinik yang dapat muncul pada pasien dengan abses hepar yaitu
(Baradero, 2008):
a. Demam: Suhu badan 38,8oC atau lebih disertai dengan menggigil dan
berkeringat banyak
b. Batuk: Keadaan batuk, sesak nafas, dan bunyi nafas tambahan terjadi
apabila infeksi menyangkut pleura
c. Nyeri: Timbul rasa nyeri dan nyeri tekan di daerah hepar
d. Mual muntah, berkurangnya nafsu makan, dan anoreksia
e. Tanda-tanda peritonitis: Apabila perforasi abses masuk ke dalam rongga
peritonitis
f. Hepatomegali
g. Ikterik: Akibat fungsi hepar terganggu menyebabkan penyerapan bilirubin
tidak aksimal
h. Asites
1.5 Pathway

Infeksi kuman

Masuk ke dalam
sistem pencernaan

Melewati:
Sistem vascular (Vena porta)
Sistem bilier
Sistem limfatik

Hepar

Mengalami peradangan Respon tubuh


meningkatkan suhu badan

Meningkatkan Menimbulkan abses hepar


ukuran hepar Demam

Menimbulkan Gangguan Abses masuk Hipertermi


nyeri tekan fungsi hepar ke rongga peritoneum

Gangguan Asites Penekanan abdomen


Nyeri Akut metabolisme

bakteri berkumpul Mendesak lambung


Menurunnya di rongga perut
cadangan makanan
Mual Muntah
Mudah lelah Resiko
Ketidakseimbangan Peritonitis
Nutrisi kurang dari
Intoleransi kebutuhan tubuh
aktivitas

1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien abses hepar yaitu
(Rajagopalan & Langer, 2012):
a. Pemeriksaan laboratorium
Biasanya ditemukan adanya kenaikan leukosit, dan tanda-tanda anemia
ringan. Selain itu, pada penderita abses hepar juga sering ditemukan
adanya hiperbilirubinaemia.
b. Chest X Ray
Non spesifik abnormalitas biasa ditemukan 50% dalam kasus abses hepar.
Terlihat adanya kenaikan diafragma, pneumonitis, atelectasis atau efusi
baik unilateral ataupun bilateral
c. Ultrasonography
Pada pemeriksaan ultrasonografi terlihat adanya lesi pada bagian hepar
lebih dari 2 cm.

1.7 Pengkajian
Identitas Pribadi
a. Identitas: nama, alamat, usia, tempat tanggal lahir, pendidikan terakhir,
pekerjaan, agama
b. Riwayat penyakit sekarang: Pasien mengeluh nyeri di bagian abdomen
kuadran kanan atas, demam, mual muntah, penurunan nafsu makan, perut
terlihat asites.
c. Riwayat penyakit dahulu: Pasien memiliki riwayat penyakit infeksi saluran
pencernaan, kolestasis, ataupun penyakit infeksi di organ lainnya.

Anamnesa
a. Airway: Tidak terdapat sumbatan pada jalan nafas, tidak terdengar suara
nafas tambahan seperti stridor, gurgling, atau snoring.
b. Breathing: Irama pernafasan pasien normal atau takipneu karena nyeri,
dispneu apabila pasien mengalami efusi pleura, terdapat retraksi dinding
dada dan menggunakan otot bantu nafas, dan saat diperkusi terdengar
bunyi redup apabila pasien mengalami efusi pleura berat, tidak ada deviasi
trakea, ekspansi paru simetris, tidak ada lebam atau jejas.
c. Circulation: Akral hangat, capillary refill <2detik, dan irama nadi kuat.
d. Disability: Pasien mengalami tidak mengalami kelemahan anggota gerak.
Pemeriksaan fisik:
a. Sistem pernafasan
Pola nafas reguler (RR> 24x/menit), takipnea karena nyeri atau karena
adanya efusi pleura, terdapat retraksi ataupun menggunakan otot bantu
pernafasan apabila mengalami efusi pleura berat. Pada saat diperkusi
terdengar bunyi redup dan saat di auskultasi terdengar suara nafas
tambahan.
b. Sistem Persarafan
Klien dengan abses hepar tidak mengalami gangguan pada otak ataupun
mengalami penurunan kesadaran.
c. Sistem Perkemihan
Tidak ada perubahan maupun gangguan perkemihan.
d. Sistem Pencernaan
Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Muntah dapat muncul
akibat infeksi pencernaan atau karena penekanan akibat asites. Bising
usus menurun atau meningkat, serta pasien mengalami konstipasi atau
diare apabila abses hepar dikarenakan infeksi saluran pencernaan.
Terdapat nyeri tekan di bagian abdomen kuadran kanan atas. Teraba
adanya pembesaran hepar.
a. Sistem kardiovaskuler/Sirkulasi
Tanda: Hipertensi normal, takikardia (respon stress, atau nyeri), tidak ada
penurunan nadi, masalah pada sistem kardiovaskuler.
b. Neurosensori dan muskuloskeletal
Tanda: tidak ada penurunan dari neurosensori maupun sistem
musculoskeletal, namun pasien terlihat anoreksia dan lemas karena adanya
mual muntah serta ketidakseimbangan metabolism tubuh. Pada saat dilihat
bagian sklera mata berwarna kuning akibat penumpukan bilirubin di aliran
darah karena terhambatnya fungsi hepar.
c. Nyeri / kenyamanan
Gejala: Nyeri berat terasa apabila pasien bergerak ataupun duduk serta
pasien mengalami nyeri tekan sehingga kenyamanan akan terganggu.
1.8 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Hipertermi
d. Intoleransi aktivitas

Diagnosa Rasional
NOC Intervensi
keperawatan
Nyeri (akut) Pain level : Pain management  Menyediakan data
 Pasien tidak melaporkan  lakukan pengkajian dasar untuk
nyeri yangkomprehensif PQRST. memantau perubahan
 Ekspresi nyeri wajah tidak  observasi reaksi nonverbal dari dan
nampak ketidaknyaman seperti raut wajah mengevaluasi
 Dapat beristirahat atau meringis. intervensi.
 Tidak kehilangan nafsu  gunakan teknik komunikasi  Untuk memastikan
makan terapetik untuk mengetahui skala nyeri dari reaksi
pengalaman nyeri pasien. non verbal
Pain control:  kontrol lingkungan yang dapat  Menghindari
 pasien dapat mengontrol mempengaruhi nyeri. timbulnya nyeri atau
nyerinya dengan  kurangi faktor presipitasi nyeri. memperparah rasa
menggunakan teknik  ajarkan teknik nonfarmakologi nyeri
nonfarmakologi dan nafas dalam atau terapi musik.  Memberikan terapi
farmakologi  berikan analgetik untuk non farmakologi
 Pasien melaporkan mengurangi nyeri seperti apabila pasien
perubahan terhadap tingkat pemberian ketorolac. memiliki nyeri ringan
nyeri  tingkatkan istirahat.  Memberikan terapi
 Pasien dapat menggunakan farmakologi apabila
analgesik sesuai indikasi nyeri pasien terasa
berat
 Mengurangi
munculnya nyeri
Ketidakse Status Nutrisi Manajemen nutrisi  Menyediakan data
imbangan  Nafsu makan meningkat  Kaji status nutrisi (Perubahan dasar untuk
nutrisi  Tidak terjadi penurunan berat badan, pengukuran memantau perubahan
kurang BB antropometrik, dan nilai dan
dari laboratorium). mengevaluasi
 Masukan nutrisi adekuat
kebutuhan  Kaji pola diet dan nutrisi pasien intervensi.
tubuh  Menghabiskan porsi
 Kaji faktor-faktor yang dapat  Pola diet sekarang
makan dan dahulu dapat
merubah masukan nutrisi
 Hasil lab normal (Anoreksia, mual dan muntah, dipertimbangkan
(albumin, kalium) atau diet yang tidak dalam menyusun
menyenangkan bagi pasien) menu.
 Kolaborasi dengan ahli gizi  Menghilangkan
untuk menentukan jumlah kalori faktor yang berperan
dan jenis nutrisi yang dalam menimbulkan
anoreksia.
dibutuhkan untuk memenuhi
 Kolaborasi agar dapat
kebutuhan nutrisi. menentukan jenis diet
 Anjurkan memulai dengan yang tepat bagi
makan dengan konsentrasi pasien.
lunak secara perlahan  Untuk mengurangi
 Timbang berat badan harian. beban kerja sistem
pencernaan.
 Untuk memantau
status cairan dan
nutrisi.
Hipertermi Termoregulasi Pengaturan suhu  Mengetahui apabila
 Tingkat pernapasan normal  Monitor suhu setiap 2 jam sesuai suhu tubuh terus
12-24x/menit kebutuhan meningkat, serta
sebagai evaluasi
 Tidak hipertermia atau suhu  Tingkatkan intake cairan dan
pemberian medikasi
normal 36,5-37,5oC nutrisi adekuat penurun demam
 Tidak ada peningkatan suhu  Berikan antipiretik bila suhu  Untuk mengurangi
kulit diatas 37,5oC demam dan mencegah
 Melaporkan kenyamanan  Gunakan matras pendingin, mandi dehidrasi
suhu air hangat, kantong es, atau gel  Sebagai terapi
untuk menurunkan suhu tubuh farmakologi yang
cepat dapat
menurunkan demam
 Membantu penurunan
demam dengan terapi
nonfarmakologi
Intoleransi Konservasi Energi Manajemen Energi  Untuk mengetahui hal-
akvitas  Pasien dapat  Kaji yang menyebabkan faktor hal yang dapat
menyeimbangkan aktivitas kelelahan memperparah
dan istirahat  Monitor nutrisi dan sumber energi keletihan pasien
 Pasien menggunakan tidur yang adekuat sehingga dapat
siang untuk memulihkan  Observasi adanya pembatasan klien mengurangi keletihan.
energi dalam melakukan aktivitas  Agar pasien
 Pasien dapat menyesuaikan  Monitor pola tidur dan istirahat mendapatkan energi
gaya hidup dengan tingkat klien yang cukup dan
energi mengurangi keletihan.
 Kekuatan beraktivitas yang  Mencegah keletihan
dilaporkan yaitu terpenuhi Bantuan Perawatan Diri bertambah parah
1. Monitor kemampuan  Untuk mengetahui bila
perawatan diri secara mandiri pola tidur
2. Memberikan bantuan mempengaruhi
perawatan diri seperti makan, keletihan.
mandi dan berpakaian bila perlu  Untuk mengetahui
3. Berikan bantuan sampai kemampuan pasien
pasien mampu melakukan dalam memenuhi
perawatan mandiri kebutuhan sehari-hari
4. Berikan peralatan yang dilakukannya
kebersihan diri secara mandiri
 Membantu perawatan
diri bila pasien
kesulitan
 Memberikan air seka
ataupun baju ganti
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M. (2008). Klien Gangguan Hati: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta:


EGC
Jayakar, S. R., & Nichkaode, P. B. (2018). Liver abscess, management strategies,
and outcome. International Surgery Journal, 5 (9), 3093-3101
Junita, A., Widita, H., Soemohardjo, S. (2006). Beberapa Kasus Abses Hati
Amuba. Jurnal Penyakit Dalam, 7 (2), 121-128
Mavilia, M. G., Molina, M., Wu, G. Y. (2016). The Envolving Nature of Hepatic
Abscess: A Review. Journal of clinical and translational hepatology. 4
(2), 158-168
Parawira, H. B., Rahma., Nasir, M. (2019). Abses Hati pada Infeksi Hepatitis B.
Jurnal medical Proffesion (MedPro), 1 (2), 122-127
Rajagopalan B. S., Langer, C. V. (2012). Hepatic abscesses. Medical Journal
Armed Forces India, 68 (2012), 271-275

Anda mungkin juga menyukai