Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PERITONITIS

A. DEFINISI
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum suatu membran yang melapisi
rongga abdomen. Peritonitis biasanya terjadi akibat masuknya bakteri dari saluran
cerna atau organ-organ abdomen ke dalam ruang peritoneum melalui perforasi usus
atau rupturnya suatu organ. (Corwin, 2000)
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya di akibatkan oleh
infeksi bakteri, organisme yang berasal dari penyakit saluran pencernaan atau pada
organ-organ reproduktif internal wanita (Baugman dan Hackley, 2000).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa peritonitis adalah radang
selaput perut atau inflamasi peritonium baik bersifat primer atau sekunder, akut atau
kronis yang disebabkan oleh kontaminasi isi usus, bakteri atau kimia.

B. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari peritonitis antara lain :
a. Infeksi bakteri
Organisme berasal dari penyakit saluran gastroinestinal atau pada wanita dari
organ reproduktif internal. Bakteri paling umum yang terkait adalah E. Coli,
Klebsiella, proteus, dan pseudomonas.
b. Sumber eksternal seperti cedera atau trauma (misal luka tembak atau luka tusuk)
atau inflamasi yang luas yang berasal dari organ diluar peritoneum seperti ginjal.
c. Penyakit gastrointestinal : appendicitis, ulkus perforasi, divertikulitis dan perforasi
usus, trauma abdomen (luka tususk atau tembak) trauma tumpul (kecelakaan) atau
pembedahan gastrointestinal.
d. Proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal.

C. PATOFISIOLOGI
Disebabkan oleh kebocoran dari organ abdomen kedalaman rongga biasanya
sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadi
proliferasi bacterial, yang menimbulkan edema jaringan, dan dalam waktu yang
singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam peritoneal menjadi keruh dengan
peningkatan protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respon segera dari
saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus pralitik intra abdomen
(meningkatkan aktivitas inhibitor activator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin
dengan adanya pembentukan jaringan pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan
mekanisme terpenting dari system pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat
bakteri dalam jumlah yang sangat banyak diantara matrika fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme
tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri
untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang
sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu lagi mengeliminasi kuman dan berusaha
mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen yang dikenal
sebagai abses.
Masuknya bakeri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber.
Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakitt visceral atau
intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang
terlalu banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis juga terjadi karena virulensi
kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri
dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya disertai dengan pertumbuhan
bakteri lain atau jamur.

D. TANDA DAN GEJALA


Menurut Corwin (2000), gambaran klinis pada penderita peritonitis adalah
sebagai berikut :
a. Nyeri terutama diatas daerah yang meradang
b. Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia karena perpindahan
cairan kedalam peritoneum.
c. Mual dan muntah
d. Abdomen yang kaku
e. Ileus paralitik (paralisis saluran cerna akibat respon neurogenik atau otot terhadap
trauma atau peradangan) muncul pada awal peritonitis.
f. Tanda-tanda umum peradangan misalnya demam, peningkatan sel darah putih dan
takikardia.
g. Rasa sakit pada daerah abdome
h. Dehidrasi
i. Lemas
j. Bising usus berkurang atau menghilang
k. Nafas dangkal
l. Tekanan darah menurun
m. Nadi kecil dan cepat
n. Berkeringat dingin
o. Pekak hati menghilang

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doengoes, Moorhouse, dan geissler (1999), pemeriksaan diagnostik pada
peritonitis adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan darah lengkap : sel darah putih meningkat kadang-kadang lebih dari
20.000/mm. Sel darah merah mungkin meningkat menunjukkan hemokonsentrasi.
b. Albumin serum, mungkin menurun karena perpindahan cairan.
c. Amylase serum biasanya biasanya meningkat
d. Elektrolit serum, hipokalemia mungkin ada.
e. Kultur, organisme penyebab mungkin teridentifikasi dari darah, eksudat/ sekret
atau cairan asites.
f. Pemeriksaan foto abdominal, dapat menyatakan distensi usus ileum. Bila perforasi
visera sebagai etiologi, udara bebas akan ditemukan pada abdomen.
g. Foto dada, dapat menyatakan peninggian diafragma.
h. Parasentesis, contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah, pus/eksudat,
amilase, empedu, dan kreatinin.

F. PENATALAKSANAAN
1. Penggantian cairan, koloid, dan elektrolit adalah fokus utama dari
penatalaksanaan medis. Beberapa liter larutan isotonik diberikan. Hipovolemia
terjadi karena sejumlah besar cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus
kedalam rongga peritoneal dan menurunkan cairan dalam ruang vaskuler.
2. Analgetik diberikan untuk mengatasi nyeri.
3. Antipiretik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah.
4. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen
dan dalam meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat
menyebabkan distress pernapasan.
5. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi
secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi
diperlukan
6. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki
penyebab. Tindakan pembedahan diarahkan pasa eksisi (apendiks), reseksi dengan
atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki (perforasi), dan drainase (abses).
Pada sebsis yang luas, perlu dibuat diversi fekal.

G. KOMPLIKASI
1. Penumpukan cairan mengakibatkan penurunan tekanan vena sentral yang
menyebabkan gangguan elektrolit bahkan hipovolemik, syok dan gagal ginjal.
2. Abses peritoneal
3. Cairan dapat mendorong diafragma sehingga menyebabkan kesulitan bernafas.
4. Sepsis.
5. Eviserasi luka.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian
a. Biodata, nama, umur, agama, pendidikan, dll
b. Riwayat Penyakit
 Keluhan utama
Nyeri abdomen. Keluhan nyeri dapat bersifat akut, awalnya rasa sakit
sering kali membosankan dan kurang terlokalisasi (peritonium viseral).
Kemudian berkembang menjadi mantap, berat, dan nyeri lebih terlokalisasi
(peritoneum parietal). Jika tidak terdapat proses infeksi, rasa sakit menjadi
berkurang. Pada beberapa penyakit tertentu (misalnya: perforasi lambung,
pankreatitis akut berat, iskemia usus) nyeri abdomen dapat digeneralisasi
dari awal.
 Riwayat kesehatan sekarang
Didapat keluhan lainnya yang menyertai nyeri, seperti peningktan suhu
tubuh, mual dan muntah. Pada kondisi lebih berat akan didapatkan
penurunan kesadaran akibat syok sirkulasi dari septikemia.
 Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk di kaji dalam menentukan penyakit dasar yang menyebabkan
kondisi peritonitis. Untuk memudahkan anamnesis, perawat dapat melihat
pada tabel. Penyebab dari peritonitis sebagai bahan untuk mengembangkan
pernyataan. Anamnesis seperti penyakit sistemik, seperti DM, hipertensi
dan tuberkolosis dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian preoperatif.
 Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga yang meliputi pola
makan, gaya hidup, ataupun penyakit yang sering diderita keluarga
sehingga dapat menyebabkan peritonitis seperti penyakit apendititis, ulkus
peptikum, gastritis, dan lain-lain.

c. Pengkajian psikososial
Didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen dan rencana pembedahan,
serta perlunya pemenuhan informasi pra bedah.
d. Pemeriksaan fisik
Didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis yang muncul.
a) Kedaan umum : pasien terlihat lemah dan kesakitan.
b) TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan gangguan hemodinamik.
c) Pemeriksaan fisik yang dilakuakan :
 Inspeksi : pasien terlihat kesakitan dan lemah. Distensi abdomen
didapatkan pada hampir semua pasien dengan peritonitis dengan
menunjukkan peningkatan kekakuan dinding perut. Pasien dengan
peritonitis berat sering menghindari smeua gerakan dan menjaga pinggul
tertekuk untuk mengurangi ketegangan dinding perut. Perut sering
mengembung disertai tidak adanya bising usus.
 Auskultasi : penurunan atau hilangnya bising usus merupakan salah satu
tanda ileus obstruktif.
 Palpasi : nyeri tekan abdomen (tenderness) peningkatan suhu tubuh,
adanya darah atau cairan dalam rongga peritoneum akan memberikan
tanda-tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritoneum menimbulkan
nyeri tekan dan defans muskular. Pekak hati dapat menghilang akibat
udara bebas dibawah diafragma. Pemeriksaan rektal dapat memunculkan
nyeri abdomen, colok dubur ke arah kanan mungkin mengindikasikan
sebuah abses.
 Perkusi : nyeri tekuk dan bunyi timpani terjadi adanya flatulen.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan lika post operasi.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan
muntah.
4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kedalaman
pernafasan sekunder distensi abdomen dan menghindari nyeri.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
Definisi Operasional : pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan
akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan
dengan istilah seperti (Internasional Association for the Study of Pain), awitan
yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir
yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam
bulan.
Batasan Karakteristik
 Mengungkapkan secara verbal atau meloprkan nyeri
 Posisi untuk menghindari nyeri
 Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas tidak bertenaga sampai
kaku)
 Respons autonomik (misalnya, diaforesis, perubahan tekanan darah,
pernafasan, atau nadi, dilatasi pupil)
 Perubahan selera makan
 Perilaku ekspresif (misalnya, gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan
berlebihan, peka terhadap rangsangan, dan menghela napas panjang)
 Berfokus pada diri sendiri
 Gangguan tidur ( mata terlihat layu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu,
dan menyeringai)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 3x24 jam nyri klien
berkurang dengan kriteria hasil
 Laporan nyeri hilang/terkontrol
 Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi
 Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi
 Kaji nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (skala 0-10) dan karakteristik nyeri.
R/ Perubahan pada lokasi/ intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukkan
terjadinya komplikasi. Nyeri cenderung menjadi konstan, lebih hebat, dan
menyebar ke atas.
 Kaji tanda-tanda vital
R/ tanda-tanda vital terkontrol.
 Pertahankan posisi semi fowler sesuai indikasi
R/ memudahkan drainase cairan/luka karena gravitasi akan embantu
meminimalkan nyeri karena gerakan.
 Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam
R/ meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan kemampuan koping
pasien dengan memfokuskan kembali perhatian.
 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
R/ menurunkan laju metabolik dan iritasi usus karena toksin sirkulasi/lokal,
yang membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka post operasi.


Definisi operasional : Beresiko terhadap invasi organisme
Batasan karakteristik
 Penyakit kronis
 Penekanan sistem imun
 Ketidakadekuatan imunitas dapatan
 Pertahanan primer tidak adekuat (misalnya, kulit luka, trauma jaringan,
penuruanan kerja silia, perubahan PH)
 Peningkatan pemajanan lingkungan terhadap patogen
 Pengetahuan yang kurang untuk menghindari pajanan patogen
 Prosedur invasif
 Malnutrisi
 Agens farmasi
 Kerusakan jaringan
 Trauma
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 1x24 jam mengurangi
infeksi yang terjadi, meningkatkan kenyamanan pasien dengan kriteria hasil
 Meningkatnya penyembuhan pada waktunya, bebas drainase pirulen atau eritema,
tidak demam.
 Menyatakan pemahaman penyebab individu/ faktor resiko.
Intervensi
 Catat faktor risiko individu contoh trauma abdomen, apendisitis akut, dialisa
peritonel.
R/ Mempengaruhi pilihan intervensi.
 Kaji tanda vital dengan sering, catat tidak membaiknya atau berlanjutnya
hipotensi, penurunan tekanan nadi, takikardia, demam, takipnea.
R/ Tanda adanya syok septik, endotoksin sirkulasi menyebabkan vasodilatasi,
kehilangan cairan dari sirkulasi, dan rendahnya status curah jantung.
 Catat warna kulit, suhu, kelembaban.
R/ Hangat, kemerahan, kulit kering adalah tanda dini septikemia. Selanjutnya
manifestasi termasuk dingin, kulit pucat lembab dan sianosis sebagai tanda syok.
 Pertahankan tehnik aseptik ketat pada perawatan drein abdomen, luka
insisi/terbuka dan sisi invasif.
R/ Mencegah penyebaran, membatasi pertumbuhan bakteri.
 Lakukan perawatan luka dengan steril.
R/ Menurunkan resiko terpajan pada/ menambah infeksi sekunder pada pasien.
 Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
R/ Terapi ditujukan pada bakteri anaerob dan basil aerob gram negatif. Lavase
dapat digunakan untuk membuang jaringan nekrotik dan mengobati inflamasi
yang terlokalisasi/ menyebar dengan buruk.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan muntah.
Definisi operasional Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.
Batasan karakteristik
 Berat badan kurang dari 20% atau lebih dibawah berat badan ideal untuk tinggi
badan dan rangka tubuh
 Asupan makanan kurang dari kebutuhan metabolik, baik kalori total maupun xzat
gizi tertentu
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 3x24 jam nafsu makan dapat
timbul kembali dan status nutrisi terpenuhi dengan Kriteria Hasil
 Status nutrisi terpenuhi
 Nafsu makan klien timbul kembali
 Berat badan normal
 Jumlah Hb dan albumin normal
Intervensi
 Timbang berat badan tiap hari.
R/ Kehilangan atau peningkatan dini menunjukkan perubahan hidrasi tetapi
kehilangan lanjut diduga ada defisit nutrisi.
 Auskultasi bising usus, catat bunyi tak ada atau hiperaktif.
R/ Meskipun bising usus sering tak ada, inflamasi atau iritasi usus dapat
menyertai hiperaktivitas usus, penurunan absorpsi air dan diare.
 Monitor Hb dan albumin
R/ Indikasi adekuatnya protein untuk sistem imun.
 Kaji abdomen dengan sering untuk kembali ke bunyi yang lembut, penampilan
bising usus normal, dam kelancaran flatus.
R/ Menunjukan kembalinya fungsi usus ke normal
 Kolaborasi dengan ahli gizi dalam diet.
R/ Agar nutrisi klien tetap terpenuhi.

4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kedalaman pernafasan


sekunder distensi abdomen dan menghindari nyeri.
Definisi operasional : Inspirasi dan / ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang
adekuat.
Batasan Karakteristik :
 Dispnea
 Napas pendek
 Bradipnea
 Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi
 Penurunan ventilasi semenit
 Nafas dalam
 Napas cuping hidung
 Ortopnea
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 3x24 jam pola nafas efektif,
ditandai bunyi nafas normal, tekanan O2 dan saturasi O2 normal dengan kriteria hasil
 Pernapasan tetap dalam batas normal
 Pernapasan tidak sulit
 Istirahat dan tidur dengan tenang
 Tidak menggunakan otot bantu napas
Intervensi
 Pantau hasil analisa gas darah dan indikator hipoksemia: hipotensi, takikardi,
hiperventilasi, gelisah, depresi SSP, dan sianosis
R/ Indikator hipoksemia; hipotensi, takikardi, hiperventilasi, gelisah, depresi SSP,
dan sianosis penting untuk mengetahui adanya syok akibat inflamasi
(peradangan).
 Auskultasi paru untuk mengkaji ventilasi dan mendeteksi komplikasi pulmoner.
R/ Gangguan pada paru (suara nafas tambahan) lebih mudah dideteksi dengan
auskultasi.
 Pertahankan pasien pada posisi semifowler.
R/ Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernafasan, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan
gerakan sekret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
 Berikan O2 sesuai program.
R/ Oksigen membantu untuk bernafas secara optimal.

5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.


Definisi operasional : Penurunan cairan intravaskuler, interstisial, atau intrasel.
Batasan karakteristik :
 Haus
 Perubahan status mental
 Penurunan turgor kulit dan lidah
 penurunan haluaran urin
 penurunan pengisian vena
 kulit dan membran mukosa kering
 hematokrit meningkat
 suhu tubuh meningkat
 peningkatan nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume dan tekanan nadi
 kelemahan
 penurunan berat badan yang tiba-tiba (kecuali pada ruang ketiga)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 3x24 jam keseimbangan
cairan dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :
 Haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal.
 Tanda vital stabil
 Membran mukosa lembab
 Turgor kulit baik
 Berat badan dalam rentang normal.
Intervensi
 Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi (termasuk perubahan postural),
takikardia, takipnea, demam. Ukur CVP bila ada.
R/ Membantu dalam evaluasi derajat defisit cairan/keefektifan penggantian terapi
cairan dan respons terhadap pengobatan.
 Pertahankan intake dan output yang adekuat lalu hubungkan dengan berat badan
harian.
R/ Menunjukkan status hidrasi keseluruhan.
 Observasi kulit/membran mukosa untuk kekeringan, turgor, catat edema
perifer/sacral.
R/ Hipovolemia, perpindahan cairan, dan kekurangan nutrisi mempeburuk turgor
kulit, menambah edema jarinagan.
 Awasi pemerikasaan laboratorium, contoh Hb/Ht, elektrolit, protein, albumin,
BUN, kreatinin.
R/ Memberikan informasi tentang hidrasi dan fungsi organ
 Kolaborasi pemberian plasma/darah, cairan, elektrolit.
R/ Mengisi/ mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.
Koloid (plasma, darah) membantu menggerakkan air ke dalam area intravaskular
dengan meningkatkan tekanan osmotik.
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, C. (2009). Ensiclopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.


Haryono, R. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Herdman, H. (2013). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
Dahlan. M., Jusi. D., Sjamsuhidajat. R., 2000, Gawat Abdomen dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta
Corwin, Elizabeth J. Buku Saku PATOFISIOLOGI. Jakarta : EGC
Padila. (2012). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nanda NIC- NOC .2013 . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi
Revisi Jilid II. Jakarta: EGC.
NANDA, (2006). Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Alih Bahasa Budi Santosa,
Prima Medika.

-
-
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS
PERITONITIS DI RUANG 12 HCU
RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Oleh :
MIFTAKHUL MUALIFIN
2016.49.048

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA HUSADA KEDIRI


TAHUN 2018/2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan medikal bedah IV dengan kasus


PERITONITIS pada pasien Tn S diruang 12 HCU RS SAIFUL ANWAR MALANG
yang telah disusun oleh mahasiswa DIII Akademi Keperawatan Dharma Huasada
Kediri tahun akademik 2018/2019 dan telah disetujui oleh pembimbing Institusi
maupun pembimbing Lahan pada :
Hari :
Tanggal :

Mahasiswa

(Miftakhul Mualifin)

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai