Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN II

STASE GAWAT DARURAT DAN KRITIS


KEJANG DEMAM

CHAERINA NUR AZIZA


14B019029

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PROFESI NERS
2019
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kejang demam merupakan jenis gangguan syaraf paling umum yang
sering dijumpai pada anak-anak dan biasanya terjadi pada usia 3 bulan sampai
5 tahun karena pada usia ini otak anak sangat rentan terhadap peningkatan
mendadak suhu badan (Ngastiyah, 2014). Prevalensi kejang demam di dunia
sebanyak 20% yang masuk dalam departement gawat darurat anak. U.S
National Collaborative Perinatal Project (NCPP) melaporkan bahwa kejang
demam pada anak berusia dibawah 7 tahun sebanyak 3-4 % menderita
penyakit ini dan sekitar 6- 15 % kejang demam terjadi setelah usia 4 tahun
(Maria, 2009). Wibisono (2015), melaporkan angka kejadian kejang demam di
Indonesia pada tahun 2012-2013 di dapatkan sebanyak 3-4% dari anak yang
berusia 6 bulan sampai 5 tahun.
Tanda gejala yang muncul saat anak kejang yaitu suhu badan mencapai 39
derajat celcius, Saat kejang anak kehilangan kesadaran, tubuh termasuk tangan
dan kaki menjadi kaku, munculnya gejala kejut yang kuat, bola mata naik ke
ata, gigi terkatup dan terkadang disertai muntah (Djamaludin, 2010 dalam
Ririn 2018). Anak yang mengalami kejang demam dapat meningkatkan resiko
kerusakan otak atau bahkan kematian apabila tidak tertangani dengan benar.
Oleh karena itu, sebagai perawat perlu untuk mengetahui kejang demam pada
anak serta diagnosa keperawatan yang dapat diterapkan untuk meningkatkan
kualitas hidup serta mengurangi kecacatan.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui pengertian dari kejang demam
b. Mengetahui etiologi dari kejang demam
c. Mengetahui patofisiologi kejang demam
d. Mengetahui manifestasi klinik dari kejang demam
e. Mengetahui pathway kejang demam
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada pasien dengan kejang demam
g. Mengetahui pengkajian, diagnosa, dan intervensi kejang demam
BAB II. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Kejang demam adalah munculnya kejang yang terjadi pada pasien dengan
suhu rektal diatas 38oC yang disebabkan oleh proses ekstrakranial.
Kejadian kejang demam umumnya dialami oleh anak usia 6 bulan sampai 5
tahun. Pada anak yang pernah kejang tanpa demam lalu mangalami kejang
demam tidak termasuk dalam kejang demam (Ismet, 2017).

2.2 Etiologi
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam diantaranya adalah
infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti otitis media akut,
bronkitis dan tonsilitis (Riyadi, 2013 dalam Sudarto, 2018). Setiap anak
memiliki ambang kejang yang berbeda dan kejang tidak selalu timbul pada
suhu yang paling tinggi. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,
serangan kejang telah terjadi pada suhu 38°C bahkan kurang, sedangkan pada
anak dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi pada suhu
40°C bahkan lebih (Schwartz, 2005 dalam Rani, 2015).

1.3 Patofisiologi
Organ otak memerlukan energi yang didapat dari metabolisme.
Metabolisme terjadi apabila glukosa melalui proses oksidasi dipercah menjadi
CO2, air, dan energi. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Pada keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida.
Akibatnya konsentrasi kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium
rendah, sedangkan di luar sel terdapat keadaan sebaliknya. Pada keadaan
demam kenaikan suhu 1 derajat celcius akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu,
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmitter dan terjadi kejang (Ngastiyah, 2014).

1.4 Manifestasi Klinik


Kejang demam dibagi menjadi 2, yaitu kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks. Pada kejang demam sederhana ditandai dengan
kejang <15 menit, kejang berupa tonik dan atau klonik, serta kejang hanya
berlangsung satu kali selama 24 jam. Pada kejang demam kompleks ditandai
dengan kejang berlangsung >15 menit, kejang fokal atau hanya melibatkan
salah satu bagian tubuh, kejang berulang atau lebih dari satu kali selama 24
jam (Ismet, 2017). Menurut Djamaludin (2010) dalam Ririn (2018) tanda
gejala dari kejang pada anak yaitu:
a. Suhu badan mencapai 39 derajat Celcius
b. Saat kejang anak kehilangan kesadaran dan terkadang napas dapat
terhenti beberapa saat
c. Tubuh termasuk tangan dan kaki menjadi kaku
d. Kepala terkulai ke belakang disusul munculnya gejala kejut yang kuat
e. Warna kulit berubah pucat bahkan kebiruan serta bola mata naik ke atas
f. Gigi terkatup dan terkadang disertai muntah
1.5 Pathway

Infeksi

Respon imun

Demam Hipertermi
Setiap kenaikan 1oC

Metabolisme basal Kebutuhan O2


Meningkat (10-15%) Meningkat (20%)

Perubahan keseimbangan
(Membran sel neuron)

Difusi melalui membrane Resiko ganggguan


(Ion K+---- Ion Na+) perfusi jaringan cerebral

Lepas muatan listrik

Defisit informasi Kejang

Kejang berulang Resiko cedera

1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien kejang demam
yaitu (Ismet, 2017):
a. Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui
adanya infeksi dengan kenaikan leukosit, pemeriksaan elektrolit dan gula
darah.
b. Pungsi lumbal: Dilakukan untuk menyingkirkan atau menegakkan
diagnosis meningitis. Pada kejang didahului demam apabila umur < 12
bulan perlu dilakukan pungsi lumbal, karena gajala meningitis mungkin
sulit dinilai. Usia 12-18 bulan, bila ragu-ragu mengenai ada tidaknya
meningitis dianjurkan pungsi lumbal. Usia> 18 bulan tidak di anjurkan
kecuali ada gejala meningitis.
c. Elektroensefalografi (EEG): tidak direkomendasikan pada kejang demam
sederhana, hasil EEG pada kejang demam tidak berguna untuk
memperkirakan berulangnya kejang, memperkirakan epilepsi di kemudian
hari, menentukan ada tidaknya kelainan organik.
d. CT-scan atau MRI: Dilakukan bila adanya kelainan neurologik fokal
yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papiledema.

1.7 Pengkajian
Identitas Pribadi
a. Identitas: nama, alamat, usia, tempat tanggal lahir, pendidikan terakhir,
pekerjaan, agama
b. Riwayat penyakit sekarang: suhu tubuh >37,5oC dan pasien mengalami
kejang
c. Riwayat penyakit dahulu: Infeksi saluran pencernaan, pernafasan, ataupun
infeksi selaput otak.

Anamnesa
a. Airway: Tidak terdapat sumbatan pada jalan nafas, tidak terdengar suara
nafas tambahan seperti stridor, gurgling, atau snoring.
b. Breathing: Irama pernafasan pasien irregular karena terdapat apnea saat
kejang, takipneu karena panas, tidak dispneu, tidak ada retraksi dinding
dada, tidak ada deviasi trakea, ekspansi paru simetris, tidak terlihat
menggunakan otot bantu nafas, tidak ada lebam atau jejas, saat di perkusi
bunyi sonor.
c. Circulation: Akral dingin, capillary refill >2detik, dan irama nadi
takikardi, pasien tidak mengalami perdarahan kecuali hipertermi suhu
tinggi. Pasien mengalami penurunan kesadaran
d. Disability: Pasien tidak mengalami kelemahan anggota gerak, namun
pasien mengalami tonik dan atau klonik saat kejang
Pemeriksaan fisik:
a. Sistem pernafasan
Pola nafas irregular apabila kejang, dan mengalami takipnea (RR>
24x/menit), tidak ada retraksi ataupun menggunakan otot bantu
pernafasan serta.
b. Sistem Persarafan
Klien dengan kejang dapat mengalami penurunan kesadaran.
c. Sistem Perkemihan
Tidak ada perubahan maupun gangguan perkemihan.
d. Sistem Pencernaan
Klien tidak mengalami. Muntah dapat muncul akibat proses kejang.
a. Sistem kardiovaskuler/Sirkulasi
Tanda: Takikardia yang terjadi akibat respon dari syok karena kebutuhan
oksigen otak tidak terpenuhi.
b. Muskuloskeletal
Gejala: Spasme otot atau otot mengencang karena kejang, terjadi
fleksi/ekstensi abnormal.

1.8 Diagnosa Keperawatan


a. Hipertermi berhubungan dengan sepsis
b. Resiko ketidakseimbangan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
O2 otak menurun
c. Defisit informasi berhubungan dengan kurang informasi
d. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi biokimia
Diagnosa Rasional
NOC Intervensi
keperawatan
Hipertermi Termoregulasi Pengaturan suhu  Untuk mengetahui penurunan atau
 Tingkat pernapasan normal 12-24x/menit  Monitor suhu setiap 2 jam sesuai kenaikan suhu tubuh pasien
 Tidak hipertermia atau suhu normal 36,5- kebutuhan  Untuk membantu pemenuhan kebutuhan
37,5oC  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi metabolisme tubuh serta mengganti
 Tidak ada peningkatan suhu kulit adekuat cairan yang keluar dari tubuh
 Melaporkan kenyamanan suhu  Berikan antipiretik bila suhu diatas 37,5oC  Untuk menurunkan demam
 Gunakan matras pendingin, mandi air  Sebagai terapi nonfarmakologis untuk
hangat, kantong es, atau gel untuk menurunkan demam
menurunkan suhu tubuh
Resiko Perfusi jaringan: Serebral Monitor Neurologis  Untuk mengetahui bila terdapat
ketidakefektifan  Mampu mempertahankan tingkat  Monitor tingkat kesadaran penurunan kesadaran
perfusi jaringan kesadaran  Monitor tanda-tanda vital  Untuk mengetahui apabila terdapat
otak  Fungsi sensori dan motorik membaik  Beritahu dokter mengenai perubahan peningkatan suhu ataupun hipotensi
 Pasien tidak cemas ataupun gelisah kondisi pasien akibat perdarahan
 Kognisi tidak terganggu  Melakukan tindakan pencegahan sesuai  Agar dapat memberikan penanganan
peraturan yang tepat
Defisiensi Pengetahuan: Manajenemen Infeksi Pendidikan Kesehatan  Untuk mengetahui tingkat pengetahuan
pengetahuan  Mengetahui cara penularan  Tentukan pengetahuan kesehatan dan gaya pasien dan gaya hidup saat ini
 Mengetahui faktor yang berkontribusi hidup perilaku pasien saat ini  Agar keluarga dapat membantu
terhadap penularan infeksi  Hindari penggunaan teknik dengan menerapkan rencaga gaya hidup sehat
 Mengetahui tindakan untuk meningkatkan menakut-nakuti sebagai strategi yang akan diberikan
daya tahan terhadap infeksi memotivasi orang agar merubah perilaku  Sebagai benti discharge planning
 Mengetahui tindak lanjut infeksi gaya hidup sehat
 Mengetahui pentingnya mematuhi  Libatkan keluarga dalam perencanaan dan
pengobatan rencana implementasi gaya hidup atau
 Mengetahui pentingnya menyelesaikan modifikasi perilaku kesehatan
regimen pengobatan  Rencanakan tindakan lanjut jangka panjang
untuk memperkuat perilaku kesehatan atau
adaptasi terhadap gaya hidup
Resiko cedera Kontrol kejang sendiri Pencegahan Kejang  Untuk mencegah jatuh serta mencegah
 Dapat menggunakan obat-obatan sesuai  Sediakan tempat tidur yang rendah memperparah cedera apabila pasien
resep dokter  Jaga penghalang tempat tidur tetap mengalami kejang di tempat tidur
 Menghubungi profesi kesehatan ketika dinaikkan  Agar pasien dan keluarga mengetahui
muncul efek samping obat-obatan  Instruksikan pasien mengenai pengobatan pentingnya mengonsumsi obat dan efek
 Mencegah faktor/pemicu kejang dan efek samping samping dari pemberian obat
 Mengikuti program latihan sesuai yang  Monitor kepatuhan dalam mengonsumsi  Agar pasien tidak lupa mengonsumsi obat
dianjurkan obat anti kejang  Menginstruksikan pasien dan keluarga
 Isntruksikan pasien untuk memanggil jika apabila faktor pemicu kejang muncul
dirasa tanda akan kejang seperti demam.
DAFTAR PUSTAKA

Ismet. (2017). Kejang Demam. Jurnal Kesehatan Melayu. 1 (1), 41-44


Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Rani, S. (2015). Karakteristik Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap
Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011. Skripsi. Medan:
Sumatera Utara
Sudarto, R. A. (2018). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Sikap Ibu
dalam Menangani Kejang Demam pada Anak. Skripsi. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang
Wibisono, A. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Anak M dengan Kejang Demam
di Ruang Mawar RSUD Banyudono Boyolali. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Anda mungkin juga menyukai