Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi atas
Waranugraha Beliaulah penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Satuan Acara
Penyuluhan Epilepsi” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat dengan bantuan dari berbagai pihak yang membantu
menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang
dapat membangun. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.

Denpasar, April 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................1
D. Manfaat Penulisan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Konsep Dasar Penyakit..................................................................................................3
B. Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Epilepsi.....................................................................17
BAB III PENUTUP..................................................................................................................30
A. Simpulan.......................................................................................................................30
B. Saran..............................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................31

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epilepsi atau penyakit ayan merupakan manifestasi klinis berupa muatan listrik
yang berlebihan di sel-sel neuron otak berupa serangan kejang berulang. Lepasnya
muatan listrik yang berlebihan dan mendadak, sehingga penerimaan serta pengiriman
impuls dalam/dari otak ke bagian-bagian lain dalam tubuh terganggu.
Secara umum masyarakat di Indonesia salah mengartikan penyakit epilepsi.
Akibatnya, penderita epilepsi sering dikucilkan. Padahal, epilepsi bukan termasuk
penyakit menular, bukan penyakit jiwa, bukan penyakit yang diakibatkan “ilmu klenik”,
dan bukan penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
Umumnya ayan mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam proses kelahiran,
luka kepala, pitam otak (stroke), tumor otak, alkohol. Kadang-kadang, ayan mungkin
juga karena genetika, tapi ayan bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap
belum diketahui.
Semua orang beresiko mendapat epilepsi. Bahkan, setiap orang beresiko satu di
dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya
resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena
menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun
sudah lepas dari narkotik.
Epilepsi merupakan topik yang luas dan berkembang cukup pesat. Pengetahuan
kita mengenai epilepsi perlu sewaktu-waktu disegarkan dan ditambah dengan informasi
yang baru. Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang penyakit epilepsi atau ayan,
melatarbelakangi penulis menyusun makalah ini. Makalah ini membahas konsep
penyakit epilepsi dan satuan acara penyuluhan mengenai epilepsi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit epilepsi ?
2. Bagaimana satuan acara penyuluhan (SAP) epilepsi?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep penyakit epilepsi
2. Untuk mengetahui satuan acara penyuluhan (SAP) epilepsi
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini mempunyai manfaat khususnya bagi pembaca atau mahasiswa
jurusan keperawatan agar mengetaui dan dapat memahami tentang konsep penyakit
epilepsi dan satuan acara penyuluhan (SAP) epilepsi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani, Epilambanmein yang berarti serangan.
Dahulu masyarakat percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh roh jahat dan dipercaya
juga bahwa epilepsi merupakan penyakit yang bersifat suci. Latar belakang
munculnya mitos dan rasa takut terhadap epilepsy berasal hal tersebut. Mitos tersebut
mempengaruhi sikap masyarakat dan menyulitkan upaya penanganan penderita
epilepsi dalam kehidupan normal. Penyakit tersebut sebenarnya sudah dikenal sejak
tahun 2000 sebelum Masehi. Orang pertama yang berhasil mengenal epilepsi sebagai
gejala penyakit dan menganggap bahwa epilepsi merupakan penyakit yang didasari
oleh adanya gangguan di otak adalah Hipokrates. Epilepsi merupakan kelainan
neurologi yang dapat terjadi pada setiap orang di seluruh dunia (WHO, 2000).
Epilepsi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kejang yang berulang
akibat lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan (Alfaraby, 2013).
Epilepsi menyatakan suatu serangan berulang secara periodik dengan atau tanpa
kejang. Status epileptikus (SE) adalah “serangan berulang tanpa disela suatu periode
sadar sebelum serangan kejang berikutnya terjadi atau serangan kejang yang
berlangsung selama lebih dari 30 menit, dengan ataupun tanpa gangguan kesadaran”
(ISO Farmakoterapi, 2008).
Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai
etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulanga kibat lepasnya
muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan paroksimal (Robert S. et al, 2005).
Terdapat dua kategori dari kejang epilepsi yaitu kejang fokal (parsial) dan kejang
umum. Kejang fokal terjadi karena adanya lesi pada satu bagian dari cerebral cortex,
di mana pada kelainan ini dapat disertai kehilangan kesadaran parsial. Sedangkan
pada kejang umum, lesi mencakup area yang luas dari cerebral cortex dan biasanya
mengenai kedua hemisfer cerebri. Kejang mioklonik, tonik, dan klonik termasuk
dalam epilepsi umum (International League Against Epilepsy, 1993; Engel J, 2001).
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa (stereotipik)
yang berlebihan dan abnormal, berlangsung mendadak dan sementara, dengan atau

3
tanpa perubahan kesadaran. Disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel
saraf di otak dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (Shorvon S, 2000).
Kejang epilepsi harus dibedakan dengan sindrom epilepsi. Kejang epilepsi
adalah timbulnya kejang akibat berbagai penyebab yang ditandai dengan serangan
tunggal atau tersendiri (WHO, 2012). Sedangkan sindrom epilepsy adalah
sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang ditandai dengan kejang epilepsi
berulang, meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenisserangan, faktor pencetus,
kronisitas (Shorvon S, 2000).
Kejang adalah kejadian epilepsi dan merupakan ciri epilepsi yang harus ada,
tetapi tidak semua kejang merupakan manifestasi epilepsi (WHO, 2012). Seorang
anak terdiagnosa menderita epilepsi jika terbukti tidak ditemukannya penyebab kejang
lain yang bisa dihilangkan atau disembuhkan, misalnya adanya demam tinggi, adanya
pendesakan otak oleh tumor, adanya pendesakan otak oleh desakan tulang cranium
akibat trauma, adanya inflamasi atau infeksi di dalam otak, atau adanya kelainan
biokimia atau elektrolit dalam darah. Tetapi jika kelainan tersebut tidak ditangani
dengan baik maka dapat menyebabkan timbulnya epilepsi di kemudian hari (Shorvon
S, 2000).

2. Epidemiologi
Kejang merupakan kelainan neurologi yang paling sering terjadi pada anak, di
mana ditemukan 4 – 10 % anak-anak mengalami setidaknya satu kali kejang pada 16
tahun pertama kehidupan. Studi yang ada menunjukkan bahwa 150.000 anak
mengalami kejang tiap tahun, di mana terdapat 30.000 anak yang berkembang
menjadi penderita epilepsi (McAbee & Wark, 2000).
Epilepsi paling sering terjadi pada anak dan orang lebih tua (di atas 65 tahun).
Pada 65 % pasien, epilepsi dimulai pada masa kanak-kanak. Puncak insidensi epilepsi
terdapat pada kelompok usia 0-1 tahun, kemudian menurun pada masa kanak-kanak,
dan relatif stabil sampai usia 65 tahun. Menurut data yang ada, insidensi per tahun
epilepsi per 100.000 populasi adalah 86 pada tahun pertama, 62 pada usia 1 – 5 tahun,
50 pada 5 – 9 tahun, dan 39 pada 10 – 14 tahun (Rudolph et al, 2007).
Hingga 1% dari populasi umum menderita epilepsi aktif, dengan 20-50 pasien
baru yang terdiagnosis per 100.000 per tahunnya. Perkiraan angka kematian pertahun
akibat epilepsi adalah 2 per 100.000. Kematian dapat berhubungan langsung dengan
kejang, misalnya ketika terjadi serangkaian kejang yang tidak terkontrol, dan diantara

4
serangan pasien tidak sadar, atau terjadi sedera akibat kecelakaan atau trauma.
Fenomena kematian mendadak yang terjadi pada penderita epilepsi (sudden
unexplained death in epilepsy, SUDEP) diasumsikan berhubungan dengan aktivitas
kejang dan kemungkinan besar karena disfungsi kardiorespirasi (Ginsberg, 2005).

3. Etiologi
Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari kasus
epilepsi tidak dapat ditemukan penyebab yang pasti atau yang lebih sering kita sebut
sebagai kelainan idiopatik (Rudolph, 2007). Terdapat dua kategori kejang epilepsi
yaitu kejang fokal dan kejang umum. Secara garis besar, etiologi epilepsi dibagi
menjadi dua, yaitu (Robert F &Maslah S, 2010):
Tabel 1. Etiologi Epilepsi
Kejang Fokal Kejang Umum
a. Trauma kepala a. Penyakit metabolik
b. Stroke b. Reaksi obat
c. Infeksi c. Idiopatik
d. Malformasi vaskuler d. Faktor genetik
e. Tumor (Neoplasma) e. Kejang fotosensitif
f. Displasia
g. Mesial Temporal Sclerosis

Serangan kejang disebabkan oleh kelebihan muatan neuron kortikal dan


ditandai dengan perubahan aktivitas listrik seperti yang diukur dengan elektro-
ensefalogram. Menurut Alfaraby (2013), terdapat beberapa penyebab spesifik
epilepsi yaitu:
a) Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu
menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, menglami infeksi,
minum alkohol, atau mengalami cidera.
b) Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir
ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
c) Cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
d) Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-
anak.
e) Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak

5
f) Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
g) Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.

Sumber lain juga menyebutkan penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi tiga
klasifikasi, yaitu (Kustiowati dkk 2003; Sirven & Ozuna 2005):
1) Idiopatik epilepsi: Biasanya berupa epilepsi dengan serangan kejang umum,
penyebabnya tidak diketahui. Pasien dengan idiopatik epilepsi mempunyai
inteligensi normal dan hasil pemeriksaan juga normal dan umumnya predisposisi
genetik.
2) Kriptogenik epilepsi: Dianggap simptomatik tapi penyebabnya belum diketahui.
Kebanyakan lokasi yang berhubungan dengan epilepsi tanpa disertai lesi yang
mendasari atau lesi di otak tidak diketahui. Termasuk disini adalah sindroma
West, Sindroma Lennox Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis berupa
ensefalopati difus.
3) Simptomatik epilepsi: Pada simptomatik terdapat lesi struktural di otak yang
mendasari, contohnya oleh karena sekunder dari trauma kepala, infeksi susunan
saraf pusat, kelainan kongenital, proses desak ruang di otak, gangguan pembuluh
darah diotak, toksik (alkohol, obat), gangguan metabolik dan kelainan
neurodegeneratif.

4. Patofisiologi
Menurut Ganong (2010) aktivitas normal neuron terjadi secara nonsinkron,
dengan kelompok-kelompok neuron terinhibisi dan tereksitasi secara berurutan saat
pemindahan informasi dari berbagai area today. Kejang terjadi jika neuron-neuron
teraktifkan secara sinkron. Depolarisasi sinkron sekelompok neuron di suatu daerah
otak yang sangat peka-rangsang yang menyebabkan pelepasan impuls spikes. Secara
eksperimental, hal ini dikenal sebagai paroxysmal depolarizing shift dan diikuti
dengan afterpotential (potensial ikutan) hiperpolarisasi yang merupakan padanan
gelombang lambat yag terjadi setelah pelepasan impuls spikes pada EEG.
Dalam keadaan normal, neuron-neuron eksitatorik yang sedang melepaskan
impuls akan: 1) mengaktifkan interneuron inhibitorik sekitar yang menekan aktivitas
sel-sel tersebut dan sel-sel sekitarnya; 2) mengaktifkan arus kalium yang dependen-
kalsium dan bergerabang-tegangan untuk menekan eksitabilitas; 3) membebaskan

6
adenosin yang dibentuk dari ATP akan menekan eksitasi neuron dengan mengikat
resseptor adenosin yang berada di neuron sekitar (Ganong, 2000).
Cedera neuron dan sinaps inhibitorik akan mengganggu mekanisme-
mekanisme inhibitorik yang dapat menyebabkan terbentuknya fokus kejang. Selain
itu, sinkronisasi kelompok-kelompok neuron dapat terjadi jika sirkuit eksitatorik lokal
ditingkatkan oleh reorganisasi jaringan neuron setelah cedera otak (Ganong, 2000).
Penyebaran suatu pelepasan impuls setempat terjadi melalui kombinasi
berbagai mekanisme. Selama paroxysmal depolarizing shift, kalium ekstrasel
menumpuk dan mendepolarisasi neuron-neuron sekitar. Peningkatan frekuensi
pelepasan impuls meningkatkan influks kalsium ke dalam ujung saraf, yang
meningkatkan neurotransmiter di sinaps eksitatorik oleh suatu proses yang dinamai
potensiasi pascatetanus. Hal ini melibatkan peningkatan influks kalsium melalui kanal
bergerbang-tegangan dan melalui kanal ion bergerbang reseptor glutamate tipe N-
metil-d-aspartat (NMDA). Kanal bergerbang-reseptor NMDA cenderung melewatkan
ion kalsium, tetapi relatif inaktif sewaktu transmisi sinaps normal karena dihambat
oleh ion magnesium. Hambatan ini dihilangkan oleh depolarisasi. Sebaliknya, efek
neurotransmisi sinaps inhibitorik tampaknya berkurang dengan stimulasi berfrekuensi
tinggi. Hal ini sebagian mungkin terjadi akibat desensitisasi cepat reseptor GABA
pada konsentrasi GABA yang tinggi. Efek akhir berbagai perubahan ini adalah
rekrutmen neuron-neuron sekitar untuk melepaskan impuls secara bersama-sama dan
menimbulkan bangkitan/kejang (Ganong, 2000).
Pada epilepsi sekunder, hilangnya sirkuit-sirkuit inhibitorik dan pertumbuhan
serabut dari neuron-neuron eksitatorik tampaknya penting dalam pembentukan fokus
kejang.Pada beberapa epilepsi idiopatik, studi genetik berhasil mengidentifikasi
mutasi di kanal ion.Model-model hewan telah member petunjuk penting tentang
patogenesisi absence seizures. Absence seizures disebabkan oleh pelepasan impuls
thalamus sinkron uang diperantarai oleh pangaktifan arus kalsium berambang-rendah
di neuron-neuron thalamus (Ganong, 2000).

7
PATHWAY

Idiopatik, herediter, trauma Ketidakseimbangan Aliran


kelahiran, infeksi perinatal, Sistem Saraf
Listrik pada Sel Saraf
meningitis, dll

Hilangnya Tonus Otot Hambatan Mobilitas Fisik Epilepsy

Petitmal Akimetis Mylonik

Keadaan Lemah dan Kontraksi Tidak Sadar


Tidak Sadar yang Mendadak

Isolasi Sosial Perubahan Status Kesehatan Aktivitas Kejang

Jatuh Hipoksia Ketidakmampuan Keluarga


Untuk Mengambil Tindakan
yang tepat
Risiko Cidera Kerusakan Memori

Ketidakmampuan
Koping Keluarga

Penyakit Kronik Psikomotor Grandmal

Perubahan Proses Keluarga

Gangguan Neurologis Gangguan Respiratory

Gangguan Perkembangan
Spasme Otot Pernapasan Hilang Kesadaran

HDR
Obstruksi Trakheobronkial

Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Napas
8
5. Klasifikasi
Klasifikasi International League Against Epilepsy(ILAE) (1981) untuk kejang
epilepsi, yaitu (Sirven & Ozuna, 2005; Kustiowati dkk, 2003; Commission on
Classification and Terminology of the International LeagueAgainst Epilepsy, 1981):
Tabel 2. Klasifikasi Kejang Epilepsi
No. Klasifikasi Kejang Epilepsi
1. Kejang Kejangparsial a. Kejang parsial sederhana dengan gejala
parsial sederhana motorik
b. Kejang parsial sederhana dengan gejala
somatosensorik atau sensorik khusus
c. Kejang parsial sederhana dengan gejala
psikis
Kejang parsial a. Kejang parsial kompleks dengan onset parsial
kompleks sederhana diikuti gangguan kesadaran
b. Kejang parsial kompleks dengan gangguan
kesadaran saat onset
Kejang parsial a. Kejang parsial sederhana menjadi kejang
yang menjadi umum
kejang b. Kejang parsial kompleks menjadi kejang
generalisata umum
sekunder c. Kejang parsial sederhana menjadi kejang
parsial kompleks dan kemudian menjadi
kejang umum
2. Kejang a. Kejang absans
umum b. Absans atipikal
c. Kejang mioklonik
d. Kejang klonik
e. Kejang tonik-klonik
f. Kejang atonik

Klasifikasi International League Against Epilepsy (ILAE) 1989 untuk


sindroma epilepsi (Kustiowati dkk, 2003; Commission on Classification and
Terminology of the International LeagueAgainst Epilepsy, 1981):
Tabel 3. Klasifikasi Sindroma Epilepsi
No. Klasifikasi Sindroma Epilepsi

9
1. Berkaitan Idiopatik a. Epilepsi anak benigna dengan gelombang
dengan paku di sentrotemporal (Rolandik benigna)
letak b. Epilepsi anak dengan paroksimal oksipital
Simtomatik a. Lobus temporalis
fokus
b. Lobus frontalis
c. Lobus parietalis
d. Lobus oksipitalis
e. Kronik progresif parsialis kontinu
Kriptogenik
2. Epilepsi Idiopatik a. Kejang neonates familial benigna
Umum b. Kejang neonates benigna
c. Epilepsi mioklonik benigna pada bayi
d. Epilepsi absans pada anak (pyknolepsy)
e. Epilepsi absans pada remaja
f. Epilepsi mioklonik pada remaja
g. Epilepsi dengan serangan tonik-klonik saat
terjaga
Kriptogenik a. Sindroma West (spasme bayi)
atau b. Sindroma Lennox-Gastaut
simtomatik c. Epilepsi dengan kejang mioklonik-astatik
d. Epilepsi dengan mioklonik absans
Simtomatik a. Etiologi non spesifik
− Ensefalopati mioklonik neonatal
− Epilepsi ensefalopati pada bayi
− Gejala epilepsi umum lain yang tidak
dapat didefinisikan
b. Sindrom spesifik
− Malformasi serebral
− Gangguan metabolisme
3. Epilepsi Serangan fokal a. Kejang neonatal
dan dan umum b. Epilepsi mioklonik berat pada bayi
sindrom

10
yang tidak Tanpa a. Epilepsi dengan gelombang paku kontinu
dapat gambaran selama gelombang rendah tidur (Sindroma
ditentukan tegas fokal Taissinare)
fokal atau atau umum b. Sindroma Landau-Kleffner
generali-
sata
4. Sindrom Kejang demam
Status
khusus
epileptikus
Kejang
berkaitan
dengan gejala
metabolik atau
toksik akut

Menurut Alfarabi (2013), epilepsi terbagi atas dua kelompok besar, yaitu:
a. Epilepsi primer adalah epilepsi yang disebabkan bukan karena gangguan otak tapi
hanya karena ketidak seimbangan zat kimiawi jaringan otak. Biasanya juga
epilepsi primer disebut sebagai penyakit yang tidak diketahui penyebabnya.
b. Epilepsi sekunder adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan jaringan otak,
biasanya penyebabnya diketahui. Biasanya juga terdapat beberapa riwayat
kelahiran yang abnormal entah itu terjadi asfiksia dan lainnya. Ataupun terdapat
riwayat trauma.

6. Tanda dan Gejala


Gejala dan tanda dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari epilepsi,
yaitu (Rudolph, 2007) :
1) Kejang parsial
Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian kecil dari otak atau satu
hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau satu bagian tubuh dan
kesadaran penderita umumnya masih baik.
a. Kejang parsial sederhana
Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal, fenomena halusinatorik,
psikoilusi, atau emosional kompleks. Pada kejanh parsial sederhana, kesadaran
penderita masih baik.

11
b. Kejang parsial kompleks
Gejala bervariasi dan hampir sama dengan kejang parsial sederhana, tetapi yang
paling khas terjadi adalah penurunan kesadaran dan otomatisme.
2) Kejang umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar dari otak atau
kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan kesadaran
penderita umumnya menurun.
a. Kejang Absans
Hilangnya kesadaran sesaat (beberapa detik) dan mendadak disertai amnesia.
Serangan tersebut tanpa disertai peringatan seperti aura atau halusinasi,
sehingga sering tidak terdeteksi.
b. Kejang Atonik
Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot anggota badan, leher,
dan tubuh. Durasi kejang bisa sangat singkat atau lebih lama.
c. Kejang Mioklonik
Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang cepat dan singkat.
Kejang yang terjadi dapat tunggal atau berulang.
d. Kejang Tonik-Klonik
Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran hilang dengan cepat dan
total disertai kontraksi menetap dan masif di seluruh otot. Mata mengalami
deviasi ke atas. Fase tonik berlangsung 10-20 detik dan diikuti oleh fase
klonik yang berlangsung sekitar 30 detik. Selama fase tonik, tampak jelas
fenomena otonom yang terjadi seperti dilatasi pupil, pengeluaran air liur, dan
peningkatan denyut jantung.
e. Kejang Klonik
Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik, tetapi kejang yang
terjadi berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2 menit.
f. Kejang Tonik
Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering mengalami jatuh
akibat hilangnya keseimbangan.

7. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium

12
Hiponatremia, hipoglikemia, hipomagnesia, uremia dan hepatik ensefalopati dapat
mencetuskan timbulnya serangan kejang. Pemeriksaan serum elektrolit bersama
dengan glukose, kalsium, magnesium, Blood Urea Nitrogen (BUN), kreatinin dan
test fungsi hepar mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat berguna.
Pemeriksaan toksikologi serum dan urin juga sebaiknya dilakukan bila dicurigai
adanya drug abuse.
b. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan
dan harusdilakukan pada semua pasien epilepsi untuk menegakkandiagnosis
epilepsi. Terdapat dua bentuk kelaianan pada EEG. Kelainan fokal pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak. Sedangkanadanya
kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau
metabolik.
Rekaman EEG dikatakan abnormal bila:
a) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
b) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombanglebih lambat dibanding
seharusnya.
c) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat padaanak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike),paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang
lambatyang timbul secara paroksimal.
Pemeriksaan EEG bertujuan untuk membantu menentukan prognosis dan penentuan
perlu atau tidaknya pengobatan dengan obat anti epilepsi (OAE).
c. Neuroimaging
Neuroimaging atau yang lebih kita kenal sebagai pemeriksaan radiologis bertujuan
untuk melihat struktur otak dengan melengkapi data EEG. Dua pemeriksaan yang
sering digunakan Computer Tomography Scan (CTScan) dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI). Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRI lebih sensitif dan
secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan
hippocampus kiri dan kanan.
d. Pemeriksaan Neuropsikologi
Pemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan pertimbangan
akan dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan ini khususnya memperhatikan
apakah ada tidaknya penurunan fungsi kognitif, demikian juga dengan

13
pertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada dugaan serangan kejang yang bukan
epilepsi

8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan dalam epilepsi, secara umum ada 2 hal yaitu:
1) Tata laksana fase akut (saat kejang)
Tujuan pengelolaan pada fase akut adalah mempertahankan oksigenasi otak yang
adekuat, mengakhiri kejang sesegera mungkin,mencegah kejang berulang, dan
mencari faktor penyebab. Serangan kejang umumnya berlangsung singkat dan
berhenti sendiri. Pengelolaan pertama untuk serangan kejang dapat diberikan
diazepam per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan anak < 10 kg atau 10 mg
bila berat badan anak > 10 kg. Jika kejang masih belum berhenti, dapat diulang
setelah selang waktu 5 menit dengan dosisdan obat yang sama. Jika setelah dua kali
pemberian diazepam perrektal masih belum berhenti, maka penderita dianjurkan
untuk dibawa ke rumah sakit.
2) Pengobatan epilepsi
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat penderita epilepsi terbebas dari
serangan epilepsinya. Serangan kejang yang berlangsung mengakibatkan kerusakan
sampai kematian sejumlah sel-sel otak. Apabila kejang terjadi terus-menerus maka
kerusakan sel-sel otak akan semakin meluas dan mengakibatkan menurunnya
kemampuan intelegensi penderita.Karena itu, upaya terbaik untuk mengatasi kejang
harus dilakukan terapi sedini dan seagresif mungkin. Pengobatan epilepsi dikatakan
berhasil dan penderita dinyatakan sembuh apabila serangan epilepsi dapat dicegah
atau dikontrol dengan obat-obatan sampai pasien tersebut 2 tahun bebas kejang.
Secaraumum ada tiga terapi epilepsi, yaitu:
a. Terapi medikamentosa
Merupakan terapi lini pertama yang dipilih dalam menangani penderita epilepsi
yang baru terdiagnosa. Jenis obatanti epilepsi (OAE) baku yang biasa diberikan
di Indonesia adalah obat golongan fenitoin, karbamazepin, fenobarbital,
danasam valproat. Obat-obat tersebut harus diminum secara teraturagar dapat
mencegah serangan epilepsi secara efektif. Walaupun serangan epilepsi sudah
teratasi, penggunaan OAE harus tetap diteruskan kecuali ditemukan tanda-tanda
efek samping yangberat maupun tanda-tanda keracunan obat. Prinsip pemberian

14
obatdimulai dengan obat tunggal dan menggunakan dosis terendah yang dapat
mengatasi kejang.
b. Terapi bedah
Merupakan tindakan operasi yang dilakukan dengan memotong bagian yang
menjadi fokus infeksi yaitu jaringan otakyang menjadi sumber serangan.
Diindikasikan terutama untuk penderita epilepsi yang kebal terhadap
pengobatan. Berikut ini merupakan jenis bedah epilepsi berdasarkan letak fokus
infeksi:
(1) Lobektomi temporal
(2) Eksisi korteks ekstratemporal
(3) Hemisferektomi
(4) Callostomi
c. Terapi nutrisi
Pemberian terapi nutrisi dapat diberikan pada anak dengankejang berat yang
kurang dapat dikendalikan dengan obat antikonvulsan dan dinilai dapat
mengurangi toksisitas dari obat.Terapi nutrisi berupa diet ketogenik dianjurkan
pada anak penderita epilepsi. Walaupun mekanisme kerja diet ketogenik dalam
menghambat kejang masih belum diketahui secara pasti,tetapi ketosis yang
stabil dan menetap dapat mengendalikan dan mengontrol terjadinya kejang.
Hasil terbaik dijumpai pada anak prasekolah karena anak-anak mendapat
pengawasan yang lebih ketat dari orang tua di mana efektivitas diet berkaitan
dengan derajat kepatuhan. Kebutuhan makanan yang diberikan adalah makanan
tinggi lemak. Rasio kebutuhan berat lemak terhadap kombinasi karbohidrat dan
protein adalah 4:1. Kebutuhan kalori harian diperkirakan sebesar 75-80 kkal/kg.
Untuk pengendalian kejang yang optimal tetap diperlukan kombinasi diet dan
obat antiepilepsi.

Pertolongan Pertama pada Epilepsi


Tahap-tahap dalam pertolongan pertama saat kejang, antara lain:
1) Jauhkan penderita dari benda-benda berbahaya (gunting, pulpen,kompor api, dan
lain-lain).
2) Jangan pernah meninggalkan penderita.

15
3) Berikan alas lembut di bawah kepala agar hentakan saat kejang tidak menimbulkan
cedera kepala dan kendorkan pakaian ketat atau kerahbaju di lehernya agar
pernapasan penderita lancar (jika ada).
4) Miringkan tubuh penderita ke salah satu sisi supaya cairan dari mulutdapat mengalir
keluar dengan lancar dan menjaga aliran udara atau pernapasan.
5) Pada saat penderita mengalami kejang, jangan menahan gerakan penderita. Biarkan
gerakan penderita sampai kejang selesai.
6) Jangan masukkan benda apapun ke dalam mulut penderita, sepertimemberi minum,
penahan lidah.
7) Setelah kejang selesai, tetaplah menemani penderita. Jangan meninggalkan
penderita sebelum kesadarannya pulih total, kemudian biarkan penderita beristirahat
atau tidur.

16
B. Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Epilepsi

SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)


PENYULUHAN KESEHATAN

Bidang Studi : Sistem Neurobehaviour


Topik : Epilepsi
Sasaran : Keluarga Pasien di Ruang Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar
Tempat : Ruang Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar
Hari/Tanggal : Rabu, 11 April 2018
Waktu/Jam : 1 x 35 menit / Pukul 10.00-10.35 WITA

I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


Setelah dilakukan penyuluhan selama 1x35 menit diharapkan keluarga dapat
memahami tentang penyakit epilepsi.

II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)


Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1x35 menit diharapkan keluarga
mampu:
1. Memahami pengertian epilepsi
2. Mengetahui klasifikasi epilepsi
3. Mengetahui penyebab epilepsi
4. Mengetahui tanda dan gejala epilepsi
5. Mengetahui dampak epilepsi
6. Mengetahui penatalaksanaan epilepsi

III. MATERI PENYULUHAN


1. Pengertian epilepsi
2. Klasifikasi epilepsi
3. Penyebab epilepsi
4. Tanda dan gejala epilepsi
5. Dampak epilepsi
6. Penatalaksanaan epilepsi
IV. METODE PENYULUHAN
1. Ceramah

17
2. Diskusi
3. Tanya jawab

V. MEDIA PENYULUHAN
1. Leaflet
2. Flip Chart

VI. SUMBER
1. Arif, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Cetakan 1. Jakarta: Media
Aesculapius
2. Tarwoto, Wartonah, Eros. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: CV Sagung Seto

VII. SETTING TEMPAT

VIII. KEGIATAN PENYULUHAN

NO WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN PESERTA


1. 7 menit Pembukaan :
a. Membuka kegiatan dengan a. Menjawab salam
mengucapkan salam.
b. Memperkenalkan diri b. Mendengarkan
c. Menjelaskan tujuan dari c. Memperhatikan
penyuluhan
d. Menyebutkan materi yang d. Memperhatikan
akan diberikan
e. Kontrak waktu e. Memperhatikan

18
2. 15 menit Pelaksanaan :
a. Menyampaikan materi a. Menyimak dan
tentang: memperhatikan penyuluhan
1. Pengertian epilepsi
2. Klasifikasi epilepsi
3. Penyebab epilepsi
4. Tanda dan gejala
epilepsi
5. Dampak epilepsi
6. Penatalaksanaan
epilepsi
b. Memberi kesempatan kepada
b. Menyanyakan hal-hal yang
peserta untuk bertanya
belum jelas
3. 10 menit Evaluasi :
a. Menanyakan kepada peserta a. Menjawab pertanyaan
tentang materi yang telah
diberikan, dan reinforcement
kepada keluarga klien yang
dapat menjawab pertanyaan.
4. 3 menit Terminasi :
a. Mengucapkan terimakasih a. Mendengarkan
atas peran serta peserta.
b. Mengucapkan salam penutup b. Menjawab salam

IX. PENGORGANISASIAN
Pembimbing : Ns. Ni Luh Gede Intan Saraswati, S.Kep., M.Kep.
Moderator : I Made Sutama
Penyaji : I Ketut Agus Suastawa
Observer : Luh Putu Artha Suci
Fasilitator : Made Dian Kumarawati
: Made Dwi Wira Adi Antara
: Ni Kadek Devanie Pratana Riandika
: Ni Kadek Fenny Harsini

19
X. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Keluarga klien hadir di tempat penyuluhan.
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa STIKES
WIKA PPNI BALI bersama dengan pembimbing yang mendampingi di Ruang
Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar.
c. Pengorganisasian dilakukan sebelum pelaksanaan penyuluhan.
2. Evaluasi Proses
a. Keluarga klien antusias terhadap materi penyuluhan yang disampaikan oleh
pembicara.
b. Keluarga tidak meninggalkan tempat sebelum kegiatan penyuluhan selesai
c. Keluarga terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan.
3. Evaluasi Hasil
a. Keluarga mengerti tentang peran dan fungsi keluarga, mampu
menjelaskan tentang pengertian epilepsi, klasifikasi epilepsi, penyebab
epilepsi, tanda dan gejala epilepsi, dampak epilepsi, penatalaksanaan epilepsi
b. Ada umpan balik positif dari peserta seperti dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan pemateri

XI. PENGORGANISASIAN & URAIAN TUGAS


1. Protokol / Pembawa acara
Uraian tugas:
a. Membuka acara penyuluhan, memperkenalkan diri dan tim kepada peserta.
b. Mengatur proses dan lama penyuluhan.
c. Menutup acara penyuluhan.
2. Penyuluh/ Pengajar
Uraian tugas:
a. Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan dengan bahasa yang mudah
dipahami oleh peserta.
b. Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan memperhatikan proses penyuluhan.
c. Memotivasi peserta untuk bertanya.
3. Fasilitator
Uraian tugas:
a. Ikut bergabung dan duduk bersama di antara peserta.

20
b. Mengevaluasi peserta tentang kejelasan materi penyuluhan.
c. Memotivasi peserta untuk bertanya materi yang belum jelas.
d. Menginterupsi penyuluh tentang istilah/hal-hal yang dirasa kurang jelas bagi
peserta.
4. Observer
Uraian tugas:
a. Mencatat nama, alamat dan jumlah peserta, serta menempatkan diri sehingga
memungkinkan dapat mengamankan jalannya proses penyuluhan.
b. Mencatat pertanyaan yang diajukan peserta.
c. Mengamati perilaku verbal dan non verbal peserta selama proses penyuluhan.
d. Mengevaluasi hasil penyuluhan denga rencana penyuluhan.
e. Menyampaikan evaluasi langsung kepada penyuluh yang dirasa tidak sesuai
dengan rencana penyuluhan.

MATERI PENYULUHAN

A. Pengertian Epilepsi
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muaatan listrik
abnormal sel-sel saraf otak yang bersifat refersibel dengan berbagai etiologi. Serangan

21
ialah suatu gejala yang timbulnya tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba pula (Arif
Mansjoer, 2000).
Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak berat yang
dikarakteristikan oleh kejang berulang (Arif Muttaqin, 2008).

B. Klasifikasi Epilepsi
1. Epilepsi Umum
a. Epilepsi Petit Mal adalah epilepsi yang menyebabkan gangguan kesadaran
secara tiba-tiba, dimana seseorang menjadi seperti bengong, tidak sadar tanpa
reaksi apa-apa, dan setelah beberapa saat bisa kembali normal melakukan
aktivitas semula.
b. Epilepsi Grand Mal adalah epilepsi yang terjadi secara mendadak dimana
penderitanya hilang kesadaran lalu kejang-kejang dengan napas berbunyi
ngorok dan mengeluarkan buih/busa dari mulut.
c. Epilepsi Myoklonik Juvenil adalah epilepsi yang mengakibatkan terjadinya
kontraksi singkat pada satu atau beberapa otot mulai dari yang ringan tidak
terlihat sampai yang menyentak hebat seperti jatuh tiba-tiba melemparkan
benda yang dipegang tiba-tiba, dan lain sebagainya.
2. Epilepsi Parsial / Sebagian
a. Sederhana: hanya satu jari atau tangan yang bergetar, mulut dapat tersentak tak
terkontrol. Individu ini bicara yang tidak dapat dipahami, pusing dan
mengalami sinar, bunyi, bau, atau rasa yang tidak umum atau tidak nyaman.
b. Kompleks: melibatkan proses ingatan dan berfikir, individu tidak dapat
bergetrak atau bergerak secara otomatis tetapi tidak tepat dengan waktu dan
tempat, atau mengalami emosi berlebihan yaitu takut, marah, kegirangan atau
peka rangsang.

C. Penyebab Epilepsi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik), sering
terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)

22
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah
(Tarwoto, 2007)

D. Tanda dan Gejala Epilepsi


Sebelum serangan:
1. Aura
Aura terjadi sesaat sebelum kejang berlangsung. Sebuah aura dapat menyebabkan
anak tiba-tiba merasa sakit tanpa sebab, mendengar suara yang tidak nyata, atau
mencium bau yang tidak ada sumbernya. Anak juga akan mengalami masalah
dengan penglihatan atau perasaan aneh di suatu tempat di bagian tubuhnya,
terutama di perutnya.
Waktu serangan :
1. Kehilangan kesadaran
Saat terjadi serangan, seringkali bayi kehilangan kesadarannya untuk sesaat,
sehingga bayi tidak sensitif terhadap rangsangan bau, suara maupun sentuhan.
2. Kejang Total (Total Convulsions)
Kejang ini merupakan kejang yang paling serius karena Kejang total akan
menyebabkan anak jatuh ke tanah dan kehilangan kesadaran. Kejang total biasanya
berlangsung sekitar 2 sampai 5 menit. Selama kejang berlangsung tubuh anak akan
kaku dan bergetar tak terkendali. Anak mungkin akan kehilangan kontrol kandung
kemihnya, sehingga keluar air seni tanpa disadarinya. Selain itu, air liur mungkin
juga akan keluar disertai bola mata anak yang memutar ke belakang. Setelah
kejang berakhir, anak akan bingung selama beberapa menit, otot-ototnya menjadi
sakit dan akan tertidur untuk waktu yang lama.
3. Kedutan (Twitching)
Kedutan biasanya bersifat lokal, kemungkinan dimulai pada satu jari atau telapak
tangan.Kemudian akan semakin memburuk, menjalar hingga ke lengan kemudian
menyebar sampai sebagian atau seluruh tubuh menjadi berkedut. Sebagian anak
tetap sadar, namun sebagian yang lain akan kehilangan kesadaran saat mengalami
gejala ini.
Setelah serangan :
1. Tatapan Mata Kosong

23
Apabila sang anak berhenti melakukan kegiatannya dan malah melamun, lengan
atau kepala anak mungkin akan tampak lunglai, terus mengalami kejang-kejang.
Orang tua harus waspada.karena itu adalah gejala epilepsi. Setelah kejang berakhir
(berlangsung dalam waktu 30 detik sampai satu menit) anak tidak akan menyadari
apa yang telah terjadi
2. Pikiran kosong dan melamun
3. Lemas
4. Bingung

E. Dampak Epilepsi
1. Epilepsi dapat menyebabkan kehilangan kontrol pada otot tubuh.
Epilepsi dapat menyebabkan kejang otot yang parah. Saat mengalami kejang,
penderita mungkin jatuh ke tanah karena otot-ototnya menegang tanpa disadari.
Ada kemungkinan penderita akan menggigit lidahnya sendiri karena giginya
mengatup saat kejang. Kontrol kandung kemih dan bowel juga akan hilang
saat terjadi kejang.
2. Epilepsi dapat menghambat kemampuan perseptual atau keterampilan motorik.
Belahan otak seseorang terdiri atas bagian dominan dan yang tidak dominan. Bayi
yang baru mulai mengembangkan koordinasi pada tahap perkembangan
sensorimotorik akan rentan terhadap efek serangan epilepsi. Jika anak menderita
gangguan di belahan otak yang tidak dominan selama masa anak-anak,
perkembangan keterampilan motoriknya mungkin akan terpengaruh. Selain itu,
bisa jadi anak akan mengalami kesulitan menginterpretasikan data visual. Sebagai
contoh, jika ditunjukkan foto wajah seseorang, anak bisa mengenali ciri individual
tapi gagal untuk menyimpulkan bahwa ciri tersebut merupakan bagian dari
keseluruhan yang lebih besar. Beberapa bayi yang menderita kejang epilepsi di
kemudian hari mungkin akan didiagnosis memiliki gangguan emosi, seperti
autisme atau hiperaktif.
3. Berbagai komplikasi bisa muncul karena epilepsi.
Beberapa komplikasi yang disebabkan oleh kejang epilepsi bisa terjadi. Karena
kejang epilepsi jarang diawali dengan tanda – tanda peringatan, kehadirannya
bisa membahayakan orang yang menderitanya. Misalnya, jika kejang terjadi saat
penderita sedang memasak di dapur, maka ada kemungkinan dia terbakar karena
jatuh di atas kompor saat kejang. Jika kejang terjadi saat sedang berjalan menuruni
anak tangga, mungkin saat sadar penderita akan menemukan dirinya mengalami

24
perdarahan dan memar-memar karena terjatuh saat kejang muncul. Bahkan pada
kondisi tertentu, pada saat kejang penderita secara tidak sengaja menghirup cairan
masuk ke dalam paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia aspirasi.
4. Antikonvulsan yang digunakan sebagai obat epilepsi bisa menimbulkan efek
negatif pada tubuh.
Terkadang obat bisa menimbulkan efek yang lebih buruk daripada penyakit
yang ingin disembuhkan oleh obat tersebut. Contohnya adalah obat antikonvulsan
yang digunakan untuk melawan dampak yang ditimbulkan epilepsi. Kemunduran
atau penurunan intelektual bisa terjadi pada anak-anak yang meminum dosis toksik
dari obat antikonvulsan.
Kemungkinan efek samping lain mencakup komplikasi kehamilan. Oleh
karena itu, obat ini harus diresepkan dengan hati-hati. Meskipun menunjukkan
fungsi yang positif, namun antikonvulsan dapat menyebabkan kenaikan berat
badan, batu ginjal, atau glaukoma akut.

F. Penatalaksanaan Epilepsi
1. Manajemen Epilepsi :
a. Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
b. Melakukan terapi simtomatik
c. Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan
yang dicapai, yakni:
d. Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
e. Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang
normal.
f. Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika
penyebabnya adalah akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia),
perbaikan gangguan metabolism ini biasanya akan ikut menghilangkan serangan
itu.
Pengendalian epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah
serangan. Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin
(difenilhidantoin), karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan
pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat tersebut di atas.
2. Tahap-tahap dalam pertolongan pertama saat kejang,
antara lain:

25
a. Jauhkan penderita dari benda-benda berbahaya (gunting, pulpen,kompor api,
dan lain-lain).
b. Jangan pernah meninggalkan penderita.
c. Berikan alas lembut di bawah kepala agar hentakan saat kejang tidak
menimbulkan cedera kepala dan kendorkan pakaian ketat atau kerahbaju di
lehernya agar pernapasan penderita lancar (jika ada).
d. Miringkan tubuh penderita ke salah satu sisi supaya cairan dari mulutdapat
mengalir keluar dengan lancar dan menjaga aliran udara atau pernapasan.
e. Pada saat penderita mengalami kejang, jangan menahan gerakan penderita.
Biarkan gerakan penderita sampai kejang selesai.
f. Jangan masukkan benda apapun ke dalam mulut penderita, sepertimemberi
minum, penahan lidah.
g. Setelah kejang selesai, tetaplah menemani penderita. Jangan meninggalkan
penderita sebelum kesadarannya pulih total, kemudian biarkan penderita
beristirahat atau tidur.
3. Pengobatan Epilepsi
a. Pastikan anak anda minum obat secara teratur. Penghentian obat tiba-tiba
akan mengakibatkan timbulnya kejang atau status epileptikus.
b. Jika satu dosis terlewat/lupa, segera minum obat tersebut begitu teringat
kembali.Tanyakan pada dokter anda apa yang harus dilakukan jika anak lupa
minum satu dosis obat.
c. Tanyakan kepada dokter apa yang harus anda kerjakan bila anak kejang.
Ajarkan kepada anggota di rumah.
d. Diskusikan obat-obat atau vitamin lain yang diberikan dengan dokter anda
apakah bisa mempengaruhi kerja OAE (Obat Anti Epilepsi). Obat seperti
dekongestan, asetosal dan obat herbal bisa berinteraksi dengan OAE.
e. Jangan ganti OAE dari merk paten ke obat generik tanpa berkonsultasi dengan
dokter, karena perbedaan pemrosesan obat dapat mempengaruhi metabolisme
OAE dalam tubuh
f. Jika OAE diminum ketika anak berada di sekolah, beritahukan guru maupun
pengawas mengenai hal tersebut.
g. Sangat penting untuk mengetahui dan mengenali pencetus kejang pada anak
anda sehingga serangan kejang bisa dihindari.

26
Lembar Observasi

NO WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN PESERTA


1. 7 menit Pembukaan :
a. Membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam.
b. Memperkenalkan diri
c. Menjelaskan tujuan dari
penyuluhan
d. Menyebutkan materi yang
akan diberikan
e. Kontrak waktu
2. 15 menit Pelaksanaan :
a. Menyampaikan materi

27
tentang:
1. Pengertian epilepsi
2. Klasifikasi epilepsi
3. Penyebab epilepsi
4. Tanda dan gejala epilepsi
5. Dampak epilepsi
6. Penatalaksanaan epilepsi
b. Memberi kesempatan kepada
peserta untuk bertanya
3. 10 menit Evaluasi :
a. Menanyakan kepada peserta
tentang materi yang telah
diberikan, dan reinforcement
kepada keluarga klien yang
dapat menjawab pertanyaan.
4. 3 menit Terminasi :
a. Mengucapkan terimakasih
atas peran serta peserta.
b. Mengucapkan salam penutup

DAFTAR HADIR PESERTA PENYULUHAN EPILEPSI

No. NAMA PESERTA ALAMAT TTD


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

28
21.
22.
23.
24.
25.

29
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Epilepsi merupakan kelainan neurologi yang dapat terjadi pada setiap orang di
seluruh dunia (WHO, 2000). Epilepsi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kejang
yang berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan
(Alfaraby, 2013). Epilepsi paling sering terjadi pada anak dan orang lebih tua (di atas 65
tahun). Pada 65 % pasien, epilepsi dimulai pada masa kanak-kanak. Etiologi dari epilepsi
adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari kasus epilepsi tidak dapat ditemukan
penyebab yang pasti atau yang lebih sering kita sebut sebagai kelainan idiopatik
(rudolph, 2007). Terdapat dua kategori kejang epilepsi yaitu kejang fokal dan kejang
umum. Pemeriksaan diagnostik / penunjang epilepsi meliputi pemeriksaan laboratorium,
elektroensefalografi (EEG), neuroimaging, dan pemeriksaan neuropsikologi. Pengobatan
epilepsi meliputi terapi medikamentosa, terapi bedah, dan terapi nutrisi.

B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini semua pihak yang tidak menutup
kemungkinan masyarakat, mahasiswa pada khususnya, dan seluruh jajaran terkait, dapat
memandang positif serta memahami adanya informasi ini.
Sebagai mahasiswa diharapkan mengetahui beberapa informasi dan pengetahuan
tentang konsep penyakit epilepsi dan satuan acara penyuluhan (SAP) epilepsi dan
memahami ilmu yang tercantum didalamnya agar dapat diterapkan didalam memberikan
pelayanan kesehatan pada masyarakat umum.

30
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC


Nanda Internasional.2012.Diagnosis Keperawatan 2012-2014. EGC : Jakarta.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan. Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 1. Jakarta:EGC
Sudoyo, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing

31

Anda mungkin juga menyukai