Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN PADA ANAK

DENGAN EPILEPSI

OLEH

NAMA : NI LUH PUTU AYU PUSPITA WANGI

NIM : 20089144008

MAHASISWA/I PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

STIKES BULELENG

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nyalah penulisan Asuhan
Keperawatan Epilepsi Pada Anak ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini berisikan tentang asuhan keperawatan pada anak dengan epilpsi,
mulai dari pengertian tentang epilepsi, penyebab, hingga penatalaksanaan
keperawatan pada anak dengan epilepsi dengan tujuan untuk memenuhi tugas
individu dengan mata kuliah keperawatan anak.

Makalah ini di susun bukan semata-mata karena petunjuk untuk mendapatkan


nilai, namun dilatarbelakangi pula untuk memperluas wawasan khususnya tentang
asuhan keperawatan pada anak dengan epilepsy. Untuk itu penyusun berusaha
menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah ini tentunya masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang objektif yang bersifat
membangun guna tercapainya kesempurnaan yang diinginkan.

Penulis sepenuhnya menyadari, tanpa bantuan dan kerjasama dari pihak yang
terkait, Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Epilepsi ini tidak akan sesuai
dengan harapan. Untuk itu pada kesempatan yang baik ini tidak lupa disampaikan
terima kasih dan penghargaan kepada Bapak/Ibu Dosen mata kuliah keperawatan
anak yang selalu meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan tuntutan
dalam pembuatan makalah Asuhan Keperawatan Pada Anak Epilepsi.

Om Shantih, Shantih, Shantih Om

Denpasar, Febuari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………II

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….III

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………….. 1

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………….. 1

1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………2

1.4 Manfaat Penulisan……………………………………………………..2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Epilepsi………………………………………………………..3

2.2 Penyebab dan Patofisiologi Epilepsi…………………………………..3

2.3 Klasifikasi dari Epilepsi………………………………………………..8

2.4 Penyebab Serangan Epilepsi…………………………………………..9

2.5 Pemeriksaan Diagnostik dari Penyakit Epilepsi………………………11

2.6 Penatalaksanaan dari Epilepsy…………………………………………13

2.7 Penatalaksanaan Epilepsy Melalui Proses Keperawatan………………14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………24

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Anak merupakan hal yang penting, artinya bagi sebuah keluarga. Selain
sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa.
Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit,
lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam. Epilepsy merupakan kelainan
neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi
karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh
proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan
bagian atas diusul infeksi saluran pencernaan.

Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan


kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya
cacat baik fisik secara mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak. Epilepsi merupakan kedaruratan medis yang memerlukan
pertolongan segera. Diagnose secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat
diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan
kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/ paramedic dituntut untuk berperan
aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan
keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitative secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang
klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas
asuhan keperawatan pada epilepsy adalah mencegah/mengendalikan aktivitas kejang,
melindungi pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga
diri yang posistif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit,
prognosis dan kebutuhan penanganannya.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

a) Apa yang dimaksud dengan epilepsi ?

b) Apa sajakah penyebab dan patofisiologi epilepsi ?

c) Apa saja klasifikasi dari epilepsi ?

d) Apakah penyebab serangan epilepsi ?

e) Bagaimanakah pemeriksaan diagnostik pada penyakit epilepsi ?

f) Bagaimanakah penatalaksanaan pada penyakit epilepsy ?

g) Bagaimanakah penatalaksanaan penyakit epilepsy melalui proses


keperawatan?

1.3 TUJUAN PENULISAN

a) Untuk dapat mengetahui apa saja yang dimaksud dengan epilepsy.

b) Untuk dapat mengetahui apa sajakah penyebab dan patofisiologi dari epilepsi.

c) Untuk dapat mengetahui apa saja klasifikasi dari epilepsi.

d) Untuk dapat mengetahui penyebab serangan epilepsi.

e) Untuk dapat mengetahui pemeriksaan diagnostic pada penyakit epilepsi.

f) Untuk dapat mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari penyakit epilepsi.

g) Untuk dapat mengetahui penatalaksanaan penyakit epilepsy melalui proses


keperawatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI ANAK DENGAN EPILEPSI

Menurut Ryadi, Sujono (2009), epilepsi merupakan gangguan susunan saraf


pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala.
Serangan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan
spintas yang berasal dari sekelompok besar bersel-sel otak, bersifat sinkron dan
berirama. Bangkitan kejang yang terjadi pada epilepsy kejang akibat lepasnya
muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat. Lepasnya muatan listrik yang
berlebihan ini karena faktor gangguan fisiologis, gangguan biokimiawi, gangguan
anatomis atau gabungan dari faktor-faktor tersebut.

Menurut Won, Donna ( 2008) , Epilepsi merupakan gejala kompleks dari


banyak gangguan fungsi otak yang dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Kejang
merupakan akibat dari pembebabasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf
korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran
ringan, aktivitas motoric atau gangguan fenomena sensori.

2.2 PENYEBAB DAN PATOFISOLOGI EPILEPSI

Berbagai kelainan fisiologi, biokimawi dan anatomis merupakan dampak dari


penyakit yang diderita anak. Kelainan dan penyakit yang dapat membangkitkan
kejang antara lain :

a. Trauma lahir

Trauma lahir terutama yang mengenai bagian kepala janin dapat berakibat
peningkatan stressor secara fisik terhadap neuron otak. Kelainan pada neuron
ini dapat berakibat lepasnya muatan listrik pada neuron yang berlebihan dan
tidak terkontrol dengan baik.

3
b. Trauma kapitis

Trauma kapitis akan menjadikan sejumlah kerusakan pada neuron otak


sehingga dapat mengakibatkan proses eksitasi yang berlebihan dari pada
proses inhibasi diotak.

c. Inflamasi pada otak

Inflamsi karena bakteri maupun virus mengakibatkan gangguan fungsi neuron


akibat toksi yang dikeluarkan oleh mikroorganisme. Kasus peradangan yang
sering menyebabkan serangan epilepsy dalam meningitis dan encapalitis.

d. Keganasan otak

Keganasan otak akan meningkatkan proses desak ruang pada otak meningkat
sehingga mengganggu fungsi sejumlah besar neuron otak.

e. Perdarahan otak

Perdarahan akan meningkatkan tekanan intracranial dan menurunkan perfusi


jaringan otak yang menggau proses eksitasi neuron otak.

f. Hipoksia otak

Hipoksia ini dapat terjadi akibat gangguan pembuluh darah otaka atau
menurunya komposisi darah dan oksigen karena anemia berat. Penurunan
oksigen dapat memicu serangan karena mengganggu kerja neuron.

g. Stroke

Stroke baik hemoragik maupun non hemoragik akan mengakibatkan


gangguan pada sirkulasi otak sehingga dapat memicu gangguan otak.

h. Gangguan elektrolit

Terutama adalah natrium dan kalium karena fungsi utama kedua elektrolit
tersebut adalah untuk berlangsungnya proses eksitasi neuron dengan baik.
4
i. Gangguan metabolisme otak

Gangguan metabolik ini terutama akibat penyakit diabetes militus di mana


terjadi kekurangan glukosa pada otak sebagai unsur utama untuk menopang
kebutuhan energi otak.

j. Demam

Demam akan peningkatan metabolik dan meningkatkan eksitasi persarafan


melalui mekanisme pecepatan diffuse osmosis ion natrium di dalam sel
neuron.

k. Idiopatik

Penyebab idiopatik ( tidak diketahui secara pasti ) biasanya penderita tidak


mengalami kelainan neurologis dan ditemukan pada keluarga yang
mempunyai riwayat epilepsy.

l. Herediter

Walaupun sebagian besar kasus epilepsi tidak diwariskan akan tetapi sejumlah
bakat gangguan koordinasi neuron otak yang merupakan faktor pencetus
terjadinya serangan epilepsy dapat diwariskan dari orang tua kepada anaknya.

PATOFISIOLOGI

Menurut Brunner and Sudarth (2002), Bangkitan epilepsi berasal dari


sekelompok sel neuron yang abnormal di otak yang melepas muatan secara
berlebihan dan hipersinkron. Sekelompok sel ini yang disebut epileptik. Lepas
muatan ini kemudian mneyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan
daerah disekitarnya.

Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan
dari pada proses inhibisi ( hambatan). Seperti kita ketahui bersama bahwa aktifitas
neuron diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan didalam
5
intraseluler dan oleh gerakan keluar masuk ion-ion tersebut tidak terkoordinasi
dengan baik sehinga dapat timbul loncatan muatan. Akibat lonacatan neuron yang
tidak terkoordinasi dengan baik sekelompok neuron akan mengalami abnormal
depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara
cepat dan berulang-ulang. Cetusan listrik yang abnormal ini kemudian mengajak
neuron-neuron sekitarnya sehingga menimbulkan serangkaian gerakan yang
melibatkan otot dan menimbulkan kejang.

Spasme pada otot terjadi pada hampir semua bagian termasuk otot mulut
sehingga penderita mengalami ancaman perlukaan pada lidah. Kelainan sebagian
besar dari neuron otak yang diakibatkan gangguan listrik juga mengakibatkan
penurunan kesadaran secara tiba-tiba sehingga berisiko cidera karena benturan benda
sekitar atau terkena benda yang berbahaya seperti api, listrik, dan benda lain.

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari sebuah
focus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan
patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan
tersebut. Lesi di otak tengah, talamus dan korteks serebrum kemungkinan besar
bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umunya tidak
memicu kejang. Di tingkat membrane sel, sel focus kejang memperlihatkan beberapa
fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :

 Instabilitas membrane sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami


pengaktifan.

 Neuron-neuron hipersensistif dengan ambang untuk melepaskan muatan


menurun hdan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara
berlebihan.

 Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau


elektrolit yang menganggu hemeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi
kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan

6
peningkatan berlebihan neurontransmitter aksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik.

Pathway

Faktor Trauma lahir, cedera kepala, demam,


gangguan metabolik

Kerusakan

Stabilisasi Ketidakseimbangan
membran

Depolarisasi
Invlux Na GABA zat
asetikolin zat

Na naik ke intra G3 polarisasi Kerusakan


sel (hypo/hiper polarisasi

G3 presensori
Ketidakseimbangan
KEJANG Isolasi sosial
ion

Parsial Umum

Sederhana Komplek
s abse miokloni Tonik Atoni

kesadaran G3 Aktifitas
peredaran

Metabolime
Resti Injuri refleks Pen meningkat
akumulasi
Permeabilitas Kebutu hipertermi
kapiler han o2
G3 bersihan jalan nafas tidak efektif

asfiksi
7

Gangguan
Perfusi
Jaringan
2.3 KLASIFIKASI EPILEPSI

Secara klinis berdasarkan serangan epilepsy terbagi menjadi dua yaitu :

1) Serangan pasrsial atau fokal

 Serangan parsial sederhana atau parsial elementer yaitu serangan ini


berupa tiba-tiba muncul sensasi yang aneh diikuti dengan gerakan
menyentak pada sebagian anggota tubuh, penyimpangan pendengaran
atau penglihatan, perasaan tidak enak diperut dan mendadak timbul
rasa takut. Pada serangan parsial sederhana ini penderita tidak
mengalami penurunan kesadaran.

 Serangan parsial kompleks , serangan ini dicirikan dengan gerakan


yang lebih rumit dan diikuti penurunan kesadaran. Selama serangan
penderita tampak bingung, kadang-kadang tampak gerakan tidak
bertujuan, gerakan berputar pada leher, mulut berkomat kamit dan
mata terbelalak. Setelah sadar penderita tidak ingat lagi gerakan yang
telah dilakukan.

2) Serangan umum

Serangan ini terjadi karena esluruh bagian otak terlihat pada gangguan
loncatan listrik. Serangan ini dalam bentuk :

 Serangan absence yaitu serangan ini berupa kehilangan kesadaran 5-15


detik. Selama itu penderita terbelalak seakan-akan melihat keangkasa
dan bola mata dapat berputar keatas. Pada serangan ini penderita
segera sadar dan melakukan aktifitasnya kembali. Serangan ini
merupakan serangan khas pada anak-anak dan menghilang pada usia
remaja.

 Serangan tonik-tonik yaitu serangan ini terjadi dalam dua tahap. Pada
tahap klonik penderita akan kehilangan kesadaran kemudian terjatuh
8
dan badan menjadi kaku. Pada tahap klonik tampak lengan dan tungkai
bergelonjotan. Setelah serangan reda penderita akan berangsur-angsur
pulih kembali.

2.4 PENYEBAB SERANGAN EPILEPSI

Hal-hal yang dapat menyebabkan serangan epilepsy yaitu ;

 Stress

Pada pasien yang mengalami stress dapat meningkatkan kebutuhan oksigen


dan nutrisi jaringan otak sehingga dapat mengakibatkan hiperventilasi. Selain
itu stress juga dapat mengakibatkan perubahan konstilasi hormone seperti
kortisol yang dapat memicu perubahan eksitasi pada neuron.

 Cahaya tertentu

Ada beberapa penderita epilepsy yang bersifat sensitif terhadap cahaya


( fotosensitove). Kepekaan terhadap cahaya tersebut dapat merangsang proses
eksitasi neuron yang abnormal melalui rangsangan yang masuk nervus optikus
yang kemudian diteruskan ke otak. Cahaya yang dapat merangsang serangan
epilepsy antara lain : cahaya yang menyilaukan, cahaya yang berkedip-kedip
(photic stimulation), juga cahaya yang berasal dari televise maupun computer.

 Kurang tidur

Tidur didalam siklus fisiologi manusia berfungsi untuk mengistirahatkan sel


dan memberi kesempatan proses perbaikan sel. Setelah seharian menghadapi
situasi yang melelahkan maka sejumlah neuron otak juga mengalami
kelelahan, pada waktunya istirahat ternyata sejumlah neuron tidak dapat
istirahat kondisi semacam inilah yang kemudian merangsang timbulnya
loncatan listrik neuron yang tidak terkoordinasi dengan baik.

 Makan dan minum yang tidak teratur

9
Makan yang terlambat sesuai siklus fisiologi manusia dapat mengakibatkan
penurunan kadar gula ( hipoglikemia) yang dapat mengakibatkan penurunan
metabolisme pada otak ( terutama untuk penyediaan energi aktifitas otak ).
Kondisi itu dapat memicu serangan epilepsi. Minum yang kurang dapat
menurunkan komposisi cairan tubuh termasuk dalam darah. Penurunan cairan
dapat mengganggu proses diffusi-osmosis pada nutrisi dan elektrolit tubuh
termasuk natrium yang merupakan unsur utama psoses eksistasi persarafan.
Makan yang terlalu kenyang juga dapat memicu timbulnya serangan karena
organ pencernaan akan mendapat rangsangan yang berlebihan untuk
mencerna makanan.

 Suara tertentu

Suara dapat menimbulkan serangan biasanya adalah suara dengan nada tinggi
yang dapat menimbulkan ketegangan mendadak pada neuron.

 Membaca

Aktifitas membaca yang sering menimbulkan serangan adalah membaca yang


membutuhkan proses pemahaman yang cukup berat sehingga menimbulkan
ketegangan pada neuron otak.

 Lupa minum obat

Obat untuk epilepsy berfungsi untuk mengingkatkan inhibisi pada neuron saat
masuk fase eksitasi. Pada saat tidak minum obat maka inhibisi pada neuron
menjadi kecil sehingga dapat memicu serangan epilepsi.

 Penyalahgunaan obat

Obat-obatan seperti amfetami apabila dikonsumsi sembarangan justru akan


berakibat pada gangguan tidur, bingung dan gangguan psikiatrik. Kondisi
tersebut dapat memicu kelainan neuron.

10
 Menstruasi

Serangan yang dapat terjadi pada menstruasi akibat rendahnya kadar


progesterone dan tingginya estrogen. Hal ini terkait dengan efek dari estrogen
yang merangsang eksitasi dan efek dari progesterone ynag meupakan inhibisi
dari neuron. Estrogen juga berpengaruh terhadap aksis stress dan
mempengaruhi langsung amigdala (sebagai pusat rasa dan suasana hati).

2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1) Fungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di


otak dank anal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.
Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi.

 Memiliki tanda peradangan selaput otak ( contoh: kaku leher).

 Mengalami complex partial seizure

 Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48


jam sebelumnya)

 Kejang saat tiba di IGD

 Keadaan post-ictal (pasca kejang) berkelanjutan. Mengantuk hingga


sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.

 Kejang pertama setelah usia 3 tahun.

Pada anak dengan usia > 18 bulan, fungsi lumbar dilakukan jika
tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan
kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang
telah menerima sistem antibiotic sebelumnya, gejala meningitis dapat
tertutupi, karena itu pada kasus seperti ini fungsi lumbar sangat dianjurkan
untuk dilakukan.

11
2) EEG (electroencephalogram)

EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti


ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk
dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit
(kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG
yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan
setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa
yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat
prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau resiko epilepsi.

3) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium,


fosfor, magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam
pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber
demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.

4) Neuroimaging

Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah :

 CT Scan, untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal,


serebrovaskuler abnormal, gangguan degenerative serebral.

 Magnetik resonance imaging (MRI)

 Kimia darah : hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.

5) Pemeriksaan fisik

Inpeksi : membrane mukosa, konjungtiva, ekimosis, epitaksis,


perdarahan pada gusi, purpura, memar, pembengkakan.

Palpasi : pembesaran hepar dan limpa, nyeri tekan pada abdomen.

12
Perkusi : perkusi pada bagian thorak dan abdomen

Auskultasi : bunyi jantung, suara nafas, bising usus.

6) Pemeriksaan psikologis dan psikiatris

Tidak jarang anak menderita epilepsy mempunyai tingkat kecerdasan


rendah (retardasi mental), gangguan tingkah laku, gangguan emosi, hiperaktif.
Hal ini harus mendapat perhatian yang wajar, agar anak dapat berkembang
secara optimal sesuai dengan kemampuannya.

2.6 PENATALAKSANAAN

1) Farmakologi

Obat-obatan anti epilepsy (OAE) ini dikonsumsi baik saat ada serangan
maupun saat tidak ada serangan. Obat yang diberikan antara lain :

 Luminal

 Pengobatan simptomatik jika perlu.

2) Saat serangan

 Pembebasan jalan nafas yaitu pada saat serangan epilepsi kejadian


sering adalah menutupnya lidah pada saluran pernafasan atau
penderita tercekik oleh kerah baju maupun dasi. Pada saat serangan
mulut (pada sela gigi) harus diberi bantalan yang lunak seperti sapu
tangan, baju atau dasi dilonggarkan.

 Jauhkan benda-benda berbahaya yang dapat membuat penderita


cidera.

 Jauhkan penderita dari sesuatu yang menambah rangsangan neuron


seperti musim yang keras harus segera dimatikan, cahaya yang
menyilaukan.
13
3) Sebelum serangan

Sebelum serangan penatalaksanaan ditujukan untuk mengurangi dampak yang


dapat menimbulkan serangan diantaranya :

 Dibimbing bagaimana cara menurunkan stress

 Makan tepat pada waktunya

 Memakai kaca mata hitam saat bepergian (supaya tidak selesai)

 Kalau KB memilih alat kontrasepsi dengan kadar estrogem yang tinggi


minimal 50 kilogram

 Tidur cukup

 Menghindari suara yang selalu berisik kalau terpaksa bepergian naik


kendaraan mungkin telinga perlu di tutup dengan kapas dan memakai
kacamata antisilau.

 Minum obat secara teratur

 Tindakan lain yang diperlukan untuk proteksi terhadap rangsangan


serangan yang berangkai masing-masing individu penderita lebih
mengenal.

2.7 PENATALAKSANAAN MELALUI PROSES KEPERAWATAN

Menurut Ryadi, Sujono (2009), adapun beberapa penatalaksanaan


melalui proses keperawatan yang dimulai dari pengkajian, menetukan
diagnose serta sampai rencana tindakan yaitu :

1. Pengkajian

a. Identitas

14
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan
diagnose medis.

b. Keluhan utama

Pasien dengan epilepsi kalau masuk rumah sakit keluhan yang paling
menonjol adalah timbulnya serangan kejang umum yang sering dan
mengganggu aktifitas penderita atau keluhan berakibat dari kejang seperti
mengalami luka bakar, terkena bentura.

c. Riwayat penyakit sekarang

Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan
mulai timbul. Biasanya ditandai dengan anak mulai rewel, kelihatan pucat,
demam, anemia, terjadi perdarahan (pendarah gusi dan memar tanpa sebab),
kelemahan, nyeri tulang atau sendi dengan tanpa pembengkakan.

d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan keadaan


penyakit sekarang perlu ditanyakan.

e. Riwayat kesehatan

Meskipun epilepsy bukan penyakit infeksi tetapi kondisi kesehatan yang lalu
terkait dengan fungsi neuron juga ikut menjadi pemicu timbulnya epilepsi
seperti peradangan pada selaput otak (meningitis), penderita yang mengalami
tumor otak, defek konginetal, atau penyakit sistemik seperti AIDS dan sifilis.

f. Riwayat kehamilan dan kelahiran

Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal.
Dalam riwayat prematal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah
diderita oleh ibu. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir dalam usia
15
kehamilan aterm atau tidak, karena akan mempengaruhi sistem kekebalan
terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi
timbulnya penyakit contohnya : aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post
natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah kelahiran,
pertumbuhan dan perkembangan.

g. Riwayat penyakit keluarga

Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan


penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status keluarga perlu diketahui,
apakah ada yang menderita gangguan hematologi, adanya hereditas misalnya
kembar monozigot.

h. Pola kebutuhan

Pola kebutuhan yang mengalami gangguan pada saat serangan antara lain :

Fungsi pernapasan : karena peningkatan rangsangan pada neuron pada


pasien epilepsy sehingga mengganggu rangsangan otonom pada fungsi
pernapasan, pasien akan mengalami peningkatan pernapasan
(takipnea) kalau anak-anak pernapasan mungkin lebih dari 35 kali
permenit, kalau dewasa >30 kali permenit dengan irama regular cepat
dan dangkal apalagi kalau terjadi penutupan saluran pernapasan.

Fungsi kardiovaskuler : pada saat serangan epilepsy penderita


mengalami peningkatan denyut jantung karena adanya peningkatan
denyut jantung karena eksitasi neuron akan meningkatkan jatung
untuk dapat mengirim hasil produk keseluruh tubuh termasuk neuron.
Penurunan asupan oksigen atau peningkatan kebutuhan oksigen yang
tidak seimbang dengan asupan dapat mengakibatkan penurunan
oksigen di vaskuler sehingga penderita terlihat pucat.

16
Fungsi belajar : anak dengan epilepsy kemungkinan akan mengalami
penurunan daya memori sehingga kecendrungan kemampuan kognitif
relative tertinggal dengan teman sebaya. Anak agak sulit mengingat
informasi yang telah diberikan oleh perawat.

Fungsi pertumbuhan dan perkembangan : anak dengan epilepsy dapat


mengalami keterlambatan perkembangan motoric kasar dan halus
karena perkembangan motoric membutuhkan sinergi yang baik antara
neuron dan otot.

i. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang sering terlihat sebagai indikasi serangan asma antara
lain :

Tingkat kesadaran : pada tipe epilepsi serangan umum akan terjadi


penurunan kesadaran yang mendadak, akan tetapi nilai GCS sulit
terkaji karena justru terjadi peningkatan motorik.

Saat timbul serangan mata penderita ada yang terbelalak dan bola mata
berputar ke atas (pada jenis absence). Sedangkan pada jenis parsial
pandangan mata pasien tampak sayu seperti orang bingung. Kalau
dilakukan penyinaran dengan senter pupil pasien tampak melebar.

Mulut : pada tipe absence mulut pasien tampak komat kamit seperti
membaca doa.

Ekstremitas : pada ekstremitas atas dan bawah serta otot luar saat
serangan tampak kaku dan ngecengceng. Akan tetapi setelah serangan
hilang akan normal lagi.

2. Diagnosa

17
Berdasarkan perjalanan patofisiologi penyakit dan manifestasi klinik
yang muncul maka diagnose keperawatan yang sering muncul pada pasien
dengan epilepsy adalah :

 Risiko tinggi obstruksi jalan nafas berhubungan dengan penutupan


faring oleh lidah, spasme otot bronkus.

 Risiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan


asupan oksigen dari luar. Didukung dengan data : jaringan perifer
(kulit) terlihat anemis, akral terba dingin, CRT >3 detik, nadi cepat dan
teraba lemah dengan frekuensi >110 kali permenit, pasien tampak
sesak nafas.

 Risiko gangguan perkembangan kognitif berhubungan dengan


kerusakan sebagian memori. Didukung dengan data : adanya laporan
dari orang tua atau guru kalau anak mengalami kesulitan pelajaran,
nilai raport banyak yang kurang hdari 6 atau sebagian besar 6, anak
tampak malas kalau diajak bermain yang terkait kognitif contohnya
menebak bentuk huruf atau bermain berhitung.

 Risiko gangguan perkembangan sosial berhubungan dengan


peningkatan frekuensi kekambuhan dan proteksi yang berlebihan.
Didukung dengan data : laporan dari orang tua dalam kurun waktu satu
bulan anaknya mengalami kekambuhan serangan lebih tiga kali,
anaknya sering dijauhi oleh teman sebaya karena dilarang orang
tuanya, anak terlihat tidak mau berinteraksi dengan orang disekitar saat
di rawat di rumah sakit , anak terlihat lebih banyak diam.

 Risiko cedera ( terjatuh, terkena benda tajam ) berhubungan dengan


penurunan respon terhadap lingkungan . data yang mendukung : anak
mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba, anak terlihat

18
ngececeng, saat serangan anak tidak berespon terhadap panggilan atau
rangsangan yang keras.

 Untuk keluarga : cemas ( ringan, sedang atau berat ) berhubungan


dengan ketidaktahuan tentang prognosis atau perjalanan penyakit.

3. Rencana tindakan

a) Risiko tinggi obstruksi jalan nafas berhubungan dengan penutupan


faring oleh lidah, spasme otot bronkus. Hasil yang diharapkan :
frekuensi pernafasan meningkat 28-35 kali permenit, irama
pernapasan regular dan tidak cepat, anak tidak terlihat terengah-engah.

Rencana tindakan :

 Monitor jalan nafas, frekuensi pernapasan, irama pernapasan


saat timbul serangan. Rasional : frekuensi pernapasan yang
mneingkat tinggi dengan irama yang cepat sebagai salah satu
indikasi sumbatan jalan nafas oleh benda asing, contohnya
lidah.

 Tempatkan anak dengan kepala hiperekstensi. Rasional


hiperektensi akan membuat jalan nafas dalam posisi lurus dan
bebas dari hambatan.

 Pasang tongspatel atau saputangan yang digulung atau benda


lunak lain saat timbul serangan kejang. Rasional : mencegah
lidah tertekuk yang dapat menutup jalan nafas.

 Bebaskan penderita dari pakaian yang ketat. Rasional :


mengurangi tekanan terhadap rongga thorak yang dapat
mengakibatkan hambatan pada perkembangan paru.

19
 Kolaborasi pemberian anti kejang. Contohnya pemberian
diazepam dengan dosis rata-rata 0,3 mg/KgBB/kali pemberian.
Rasional : diazepam bekerja menurunkan tingkat fase
depolarisasi yang cepat disistem persarafan pusat sehingga
dapat terjadi penurunan spasme pada otot dan persarafan
perifer.

b) Risiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan


oksigen darah. Hasil yang diharapkan : jaringan perifer (kulit) terlihat
merah dan segar, akral teraba hangat. Hasil pemeriksaan AGD : PH
darah 7,35-7,45 , PO2 80-104 MmHg, HCO3 21-25, Pasien tidak
sianosis.

Rencana tindakan :

 Kaji tingkat pengisian kapiler perifer. Rasional : kapiler kecil


mempunyai volume darah yang relative kecil dan cukup
sensistif sebagai tanda terhadap penurunan oksigen darah.

 Pemberian oksigen dengan memakai masker atau nasal


biscanul dengan dosis rata-rata 3 liter permenit. Rasional :
oksigen tabung mempunyai tekanan yang lebih tinggi dari
oksigen lingkungan sehingga mudah masuk ke paru-paru.
Pemberian dengan masker karena mempunyai persentase
sekitar 35% yang dapat masuk ke saluran pernfasan.

 Hindarkan anak dari rangsangan yang berlebihan baik suara,


mekanik maupun cahaya. Rasional : rangsangan akan
meningkatkan fase eksitasi persarafan yang dapat menaikkan
kebutuhan oksigen jaringan.

20
 Tempatkan pasien pada ruangan dengan sirkulasi yang baik.
Rasional : men ingkatkan jumlah udara yang masuk dan
mencegah hipoksemia jaringan.

c) Risiko gangguan perkembangan kognitif (mengingat pelajaran)


berhubungan dengan kerusakan memori. Kondisi yang diharapkan :
anak tidak mengalami kesulitan berlebihan dalam belajar, anak dapat
mengikuti proses pembelajar disekolah.

Rencana tindakan :

 Kaji tingkat kognitif anak dengan cara memberi respons


terhadap pertanyaan sesuai usia dan sesuai pelajaran yang
sudah didapatkan. Rasional : kesulitan dalam meningat hal-hal
yang sederhana sebagai indikasi kerusakan memori yang berat.

 Rangsang memori anak dengan mengingat materi sesuai


perkembangannya misalnya anak usia 1 tahun diminta
meningat gambar binatang yang familiar seperti kucing, usia 3-
4 tahun mengingat gambar segitiga dan lain sebagainya tanpa
terlalu memaksakan. Rasional : merangsang kemampuan
memori sesuai tahap perkembangan dengan tanpa
memperberat memori anak.

 Berikan anak nutrisi yang cukup mengandung vitamin


neurotropic, cukup protein, dan cukup mengandung bahan
yang bermanfaat untuk perkembangan memori otak.
Rasional :neuropatik meningkatkan kerja neuron, protein
membantu meregerasi sel neuron otak yang mengalami
kerusakan. Bahan makanan seperti AA dan DHA yang banyak
terdapat pada ikan laut meningkatkan kemampuan memori
otak.

21
 Berikan obat antiepilepsi secara teratur dan anjuran orang tua
untuk melakukan hal yang sama di saat di rumah. Rasional :
mengurangi serangan yang dapat merusak memori anak.

d) Risiko gangguan perkembangan (hubungan sosial) berhubungan


dengan peningkatan frekuensi kekambuhan dan proteksi yang
berlebihan. Hasil yang diharapkan :anak terlihat aktif berinteraksi
dengan orang disekitar saat di rawat di rumah sakit, frekuensi
kekambuhan 1-3 kali dalam setahun atau tidak kambuh sama sekali.

Rancana tindakan :

 Kaji tingkat perkembangan sosial dan berhubungan seperti


kepercayaan diri, interaksi sosial. Cara yang bisa dipakai
setelah terbina hubungan saling percaya dengan perawat anak
dapat dicoba untuk menggambar, menjelaskan gambarnya,
anak dikumpulkan jadi satu dengan teman sebaya. Rasional :
kurangnya kepercayaan diri dapat diindikasikan dengan teman
sebaya maupun orang yang disekitar dan tidak mau
mengungkapkan pendapat.

 Berikan anak terapi bermain dengan teman sebaya di rumah


sakit yang melibatkan banyak anak seperti bermain lempar
bola. Rasional : meningkatkan interaksi anak terhadap teman
tanpa melalui paksaan dan dokrin dari orangtua.

 Beri anak reward bila anak berhasil melakukan aktifitas positif


misalnya melempar bola dengan tepat dan support anak apabila
belum berhasil. Rasional : meningkatkan nilai positif yang ada
pada anak dan memperbaiki kelemahan dengan kemauan yang
kuat.

22
e) Risiko cedera (terjatuh, terkena benda tajam) berhubungan dengan
penurunan respon terhadap lingkungan. Hasil yang diharapkan ; anak
tidak terluka atau jatuh saat rangsangan kejang.

Rencana tindakan :

 Tempatkan anak pada tempat tidur yang lunak dan rata seperti
bahan matras. Rasional : menjaga posisi tubuh lurus yang
dapat berdampak pada lurusnya jalan nafas.

 Pasang pengeman dikedua sisi tempat tidur. Rasional :


mencegah anak terjatuh.

 Jaga anak saat timbul serangan kejang. Rasional : menjaga


jalan nafas dan mencegah anak terjatuh.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh


terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Penyebab dari epilepsy
biasanya karena trauma lahir, trauma kapitis, inflamasi pada otak, keganasan otak,
keganasan otak, perdarahan otak, gangguan sirkulasi otak, hipoksia otak, stroke,
gangguan elektrolit, gangguan metabolisme otak, demam, keracunan, idiopatik, serta
herediter.

Epilepsi dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu : serangan parsial atau fokal dan
serangan umum. Pencetus serangan epilepsy yaitu : stress, cahaya tertentu, kurang
tidur, makan dan minum yang tidak teratur, suara tertentu, mambaca, lupa minum
obat, penyalahgunaan obat, serta menstruasi. Dengan penatalaksaan pada epilepsy
dengan farmakologi, saat serangan, serta sebelum serangan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ryadi, Sujono. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Wong, Donna. 2008. Buku Ajar Keprawatan Pediatrik Wong. Volume 2. Alih

Bahasa Agus Sunarta. Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :EGC

Brunner and Sudarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta EGC

25

Anda mungkin juga menyukai