OLEH KELOMPOK 3 B :
NAMA NIM
A. Latar Belakang
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya epilepsi
merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat adanya ketidak
seimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidak seimbangan polarisasilistrik tersebut terjadi akibat
adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan listrik spontan
yang berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi sering
dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat
bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa
rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).
Penyandang epilepsi pada masa anak dan remaja dihadapkan pada masalah keterbatasan
interaksi sosial dan kesulitan dalam mengikuti pendidikan formal. Mereka memiliki risiko lebih
besar terhadap terjadinya kecelakaan dan kematian yang berhubungan dengan epilepsi.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan medikamentosa
dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana meminimalisasikan dampak
yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma
masyarakat tentang penderita epilepsi.
B. Tujuan Umum
1. Mahasiswa megetahui definisi Epilepsi.
2. Mahasiswa mengetahui etiologi Epilepsi.
3. Mahasiswa megetahui patofisiologi Epilepsi.
4. Mahasiswa megetahui pathway Epilepsi.
5. Mahasiswa mengetahui klasifikasi kejang pada Epilepsi.
6. Mahasiswa megetahui manifestasi klinis dan perilaku pada Epilepsi.
7. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostic pada Epilepsi.
8. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan pada Epilepsi.
9. Mahasiswa megetahui pencegahan pada Epilepsi.
10. Mahasiswa mengetahui pengobatan pada Epilepsi.
11. Mahasiswa mengetahui komplikasi pada Epilepsi.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Epilepsy adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi otak yang ditandai dengan
terjadinya kejang secara berulang. Dapat berkaitan dengan kehilangan kesadaran, gerakan yang
berlebihan, atau kehilangan tonus atau gerakan otot, dan gangguan prilaku suasana hati, sensasi
dan persepsi (Brunner dan suddarth, 2000).
Kejang adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkansuatu
kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang besifat sementara. Istilah epilepsy
biasanya merupakan suatu kelaianan yang bersifat kronik yang timbul sebagai suatu bentuk
kejang berulang (Hudak dan Gallo, 1996).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang
dalam serangan – serangan,berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel
saraf otak yang bersifat reversible dengan berbagai etiologi.Serangan adalah suatau gejala yang
timbulnya tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba pula.
B. Klasifikasi.
1. Epilepsi Umum.
a) Grand mal.
Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang
berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam serebrum,
dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand mal berlangsung selama 3
atau 4 menit.
b) Petit mal.
Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau
penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu serangan
ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch-
like),biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan mata.
c) Epilepsi Jenis Focal / Parsial.
Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik region
setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalampada
serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh resi organik setempat
atau adanya kelainan fungsional.
fever / panas
infections of the brain and its coverings / Radang atau infeksi pada otak dan
selaput otak
lack of oxygen to the brain/ kekurangan oksigen, terutama saat proses kelahiran.
C. Klasifikasi Kejang
a. Kejang Mioklonik
Pada kejang mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau
lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat
dijumpai pada semua umur.
b. Kejang Klonik
Pada kejang ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan
tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
c. Kejang Tonik
Pada kejang ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada
wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai kejang ini juga
terjadi pada anak.
d. Kejang Tonik-Klonik
kejang ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama
grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu
kejang. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku
berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh.
Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat
lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa
karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah
kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran
yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal,
lelah, nyeri kepala.
e. Kejang atonik.
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien
terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali
dijumpai pada anak.
D. Etiologi
a. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan
obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alcohol,
atau mengalami cidera.
b. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak
(hipoksia), kerusakan karena tindakan.
c. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
d. Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak.
e. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
f. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
g. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis
dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
h. Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang
rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak.
E. Patofisiologi
Secara umum, epilepsi terjadi karena menurunnya potensial membran sel saraf akibat
proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau tosik, yang selanjutny menyebabkan terlepasnya
muatan listrik dari sel saraf tersebut. Penimbuna acetilkolin setempat harus mencapai konsentrasi
tertentu untuk dapat merendahkan potensial membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi.
Pada epilepsi (diopatik, tipe grand mal, secara primer muatan listrik dilepaskan oleh
nuklea intralaminares talami. Input dari vortex selebri melalui lintasan aferen aspesifik itu
menentukan dengan kesadaran bila mana sama sekali tidak ada input maka timbulah koma.
Pada grand mal, oleh karena sebab yang belum dapat dipastikan, terjadilah lepas muatan
listrik dari inti-inti intralaminan talamik secara berlebihan. Perangsanagn talamortikalyang
berlebihan ini menghasilkan kejang seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi sel-sel saraf yang
memelihara kesadaran menerima imfulse aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang.
F. Gejala Epilepsi
1) Gejala kejang berdasarkan sisi otak yang terkena Sisi otak yg terkena Gejala
Lobus frontalis Kedutan pada otot tertentu
Lobus oksipitalis Halusinasi kilauan cahaya
Lobus parietalis Mati rasa atau kesemutan di bagian tubuh tertentu
Lobus temporalis Halusinasi gambaran dan perilaku repetitif yang kompleks
misalnya berjalan berputar-putar
Lobus temporalis anterior Gerakan mengunyah, gerakan bibir mencium
Lobus temporalis anterior sebelah dalam Halusinasi bau, baik yg menyenangkan
maupun yg tidak menyenangkan
2) Gejala umum :
Tonik : kontraksi otot, tungkai dan siku fleksi, leher dan punggung melengkung,
jeritan epilepsi (aura).20 – 60 detik.
Klonik : spasmus flexi berseling relaksasi, hypertensi, midriasis, takikardi,
hyperhidrosis, hypersalivasi.40 detik.
Pasca Serangan : aktivitas otot terhenti, klien sadar kembali, lesu, nyeri otot dan
sakit kepala, klien tertidur 1-2 jam.
Sederhana : tidak terdapat gangguan kesadaran.
Komplex : gangguan kesadaran.
G. Pathway
H. Manifestasi klinis
Epilepsy (ILAE) tahun 1981, klasifikasi epilepsi sebagai bnerikut :
- Sawan Parsial (Fokal, lokal)
Sawan Parsial Sederhana, sawan parsial dengan kesadaran tetap normal
Dengan gejala motorik
- Fokal motorik tidak menjalar ; sawan terbatas pada satu bagian tubuh.
- Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari bagian tubuh dan menjalar
meluas kedaerah lain.
Dengan gejala somatosensoris : sawan disertai halusinasi sederhana yang
mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigi.
- Somatosensoris : timbul rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
- Visual : terlihat cahaya
- Diserti Vertigo
- Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (Sensasi efigastrium, pucat,
berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil)
- Dengan gejala psikis
- Disfasia : gangguan bicara misalnya mengulang suku kata, kata atau bagian
klimat.
- Disemnesia ; gangguan proses ingatan misalnya seperti sudah mengalkami,
mendengar, melihat atau sebaliknya tidak pernah mengalami
- Kognitif : gangguan orientasi waktu, meras diri berubah
- Apektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut
- Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih
besar
- Halusinasi : mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu penomena
tertentu dan lain-lain
Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
- Serangan Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-
mula baik kemudian menurun
Dengan gejala parsial sederhana
- Dengan automatisme, yaitu gerakan-gerakan, prilaku yang timbul dengan
sendirinya
- Dengan penurunan kesadaran sejak serangan, kesadaran menurun sejak
permulaan serangan.
- Hanya dengan penurunan kesadaran
- Dengan automatisme
Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (Tonik klonik,
tonik, klonik)
1. Sawan parsial sederhana yang berkembang menjasdi bangkitan umum
2. Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi nbangkitan umum
3. Sawan parsial sedrhan yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu
berkembang menjadi bangkitan umum.
4. Sawan Umum (Konvulsif atau nonkonvulsif)
Sawan Umum
a. Sawan Lena (Absance)
Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
membengong, bola mata dapat memutar keatas, tidak ada reaksi bila diajak
bicara.
1. Lena Tak Khas
Dapat disertai,
a. Gangguan tonus yang lebih jelas
b. Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak
I. Pemeriksaan Diagnostik
A. Fungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak
dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini
dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi.
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda
peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem
saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik
sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi
lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan.
B. EEG (elektroensefalogram)
EEG merupakan pemeriksaan yang mengukur aktivitas listrik di dalam
otak.Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak memiliki resiko. Elektroda
ditempelkan pada kulit kepala untuk mengukur impuls listrik di dalam otak.
C. EKG (elektrokardiogram)
EKG dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan irama jantung sebagai akibat
dari tidak adekuatnya aliran darah ke otak, yang bisa menyebabkan seseorang mengalami
pingsan.
D. Pemeriksaan CT scan dan MRI
CT Scan dan MRI dilakukan untuk menilai adanya tumor atau kanker otak,
stroke, jaringan parut dan kerusakan karena cedera kepala.
E. Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar
gula darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui
tekanan, warna, kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein, gula
NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi.
F. Pemeriksaan radiologis :
Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang,
kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura,
erosi sela tursika dan sebagainya.
G. Arteriografi
untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak,
penyumbatan, neoplasma / hematome/ abses.
J. Penatalaksanaan
Penatalaksaan epilepsy direncanakan sesuai dengan program jangka panjang dan dibuat
untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing klien.Tujuan dari pengobatan adalah untuk
menghentikan kejang sesegera mungkin, untuk menjamin oksigenasi serebral yang adekuat, dan
untuk mempertahankan klien dalam status bebas kejang.
L. Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan obat
antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan obat dalam
waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum obat
(compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi,
mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll. Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan
epilepsi. Lama pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan
selama 2-3th sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian
pengobatan selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan pembedahan sering
dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek sama sekali. Penanganan terhadap anak
kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika terlambat mengatasi kejang pada anak,
ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau bahkan keterbalakangan mental. Keterbelakangan
mental di kemudian hari. Kondisi yang menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya.
M. Komplikasi
- Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang yang
berulang.
- Dapat timbul depresi dan keadaan cemas ( Elizabeth, 2001 : 174 )
BAB III
ASKEP TEORI
B. SIRKULASI
Gejala : Iktal : Hypertensi, peningkatan nadi, sianosis.
Postiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
C. INTEGRITAS EGO
Gejala : Stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan / atau
penanganan.
Peka rangsang; perasaan tidak ada harapan / tidak berdaya. Perubahan dalam
berhubungan.
Tanda : Pelebaran rentang respons emosional.
D. ELIMINASI
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Postiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia (baik urine /fekal).
E. CAIRAN MAKANAN
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan dengan
aktivitas kejang.
Tanda : Kerusakan jaringan lunak / gigi (cedera selama kejang).
Hyperplasia gingival (efek samping pemakaian Dilantin jangka panjang).
F. NEUROSENSORI
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing.
Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi serebral.
Adanya aura (rangsangan visual, auditorius, area halusinogenik).
Postiktal : kelemahan, nyeri otot, area parestese / paralisis.
Tanda : Karakteristik kejang :
Kejang umum.
Kejang parsial (kompleks).
Kejang parsial (sederhana).
G. NYERI / KENYAMANAN
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode postiktal.
Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati-hati.
Perubahan tonus otot.
Tingkah laku gelisah / distraksi.
H. PERNAFASAN
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat;
peningkatan sekresi mukus.
Fase postiktal : apnea.
I. KEAMANAN
Gejala : Riwayat terjatuh / trauma, fraktur.
Adanya alergi.
Tanda : Trauma pada jaringan lunak / ekimosis.
Penurunan kekuatan / tonus otot secara menyeluruh.
J. INTERAKSI SOSIAL
Gejala : Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan
sosialnya.
Pembatasan / penghindaran terhadap kontak sosial.
2. PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Mencegah / mengendalikan aktivitas kejang.
2. Melindungi pasien dari cedera.
3. Mempertahankan jalan nafas.
4. Meningkatkan harga diri yang positif.
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis, dan kebutuhan
penanganannya.
3. TUJUAN PEMULANGAN
1. Serangan kejang terkontrol.
2. Komplikasi / cedera dapat dicegah.
3. Mampu menunjukkan citra tubuh.
4. Pemahaman terhadap proses penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
BAB IV
CONTOH KASUS DAN ASKEP
Pasien a.n F.S berusia 3 tahun 9 bulan, tanggal 8 desember 2011 masuk ke IGD. Alamat,
Jl.kemerdekaan surabaya.Berdasarkan anamnesa, diketahui pasien demam sejak 1 hari yang lalu,
kejang 3 kali dengan lama kejang ± 2 menit, pasien memiliki riwayat epilepsy, pernah dirawat
ketika umur 20 bulan (8/12/09 sampai 11/12/09), umur 23 bulan (2/02/10 sampai 5/02/10) , umur
32 bulan (8/11/10) dengan riwayat penyakit yang sama. Berdasarkan keterangan keluarga pasien,
hanya An F.S yang menderita penyakit epilepsi dari keluarganya.Berdasarkan pemeriksaan fisik
diketahui berat badan pasien 19 kg, suhu tubuh 40.2°C. Pasien memiliki riwayat epilepsi.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas
Nama : An. F.S
Umur : 3 tahun 9 bulan
Jenis Kelamin : laki-laki
Tanggal masuk : 8 Desember 2011
Alamat : Jl. Kemerdekaan Surabaya
2) Riwayat penyakit
a) Keluhan utama
Demam dan kejang
b) Riwayat penyakit sekarang
Pasien demam sejak 1 hari yang lalu, kejang 3 kali dengan lama
kejang ± 2 menit.badannya demam tinggi.
c) Riwayat penyakit dahulu
Pasien memiliki riwayat epilepsy, pernah dirawat ketika umur 20
bulan (8/12/09 sampai 11/12/09), umur 23 bulan (2/02/10 sampai 5/02/10)
, umur 32 bulan (8/11/10) dengan riwayat penyakit yang sama.
d) Riwayat penyakit keluarga
Menurut keluarga pasien, hanya An F.S yang menderita penyakit
epilepsi dari keluarganya.
2. Sesudah serangan
- Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara
- Apakah ada perubahan dalam gerakan.
- Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum, selama
dan sesudah serangan.
- Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut
jantung.
- Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
4. Riwayat Penyakit
- Sejak kapan serangan terjadi.
- Pada usia berapa serangan pertama.
- Frekuensi serangan.
- Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang
tidur, keadaan emosional.
- Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan
gangguan kesadaran, kejang-kejang.
- Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
- Apakah makan obat-obat tertentu
- Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
5. Pemeriksaan fisik
- Amati penampilan umum klien ; yang meliputi keadaan umum dan kesadaran.
- Pasien terlihat pucat,demam, kesadaran samnolen.
- Kaji TTV klien
- berat badan pasien 19 kg, suhu tubuh 40.2°C
- Kaji sistem integumen klien yang meliputi kuku, kulit, rambut, dan wajah
- Kuku : panjang , agak kotor
- Kulit : sawo matang
- Rambut : pendek, tebal, agak ikal
- Wajah : pucat, oval
Aktivitas
- Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan.
- Tanda : kelemahan otot, somnolen.
- Eliminasi
Gejala : diare, nyeri, feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran urine.
- Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, hipertropi gusi (infiltrasi gusi
mengindikasikan leukemia monositik akut).
Integritas ego
- Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
- Tanda : depresi, ansietas, marah.
- Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing,
kesemutan.
Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
Nyeri / kenyamanan
- Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
- Tanda : gelisah, distraksi.
- Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal.
Tanda : dispnea, takipnea, batuk.
Keamanan
- Gejala : riwayat infeksi saat ini / dahulu, jatuh, gangguan penglihatan, perdarahan
spontan, tak terkontrol dengan trauma minimal.
- Tanda : demam, infeksi, purpura, pembesaran nodus limfe, limpa atau hati.
- Data penunjang : Pemeriksaan hematologi dan serologi
- Pencitraan CFT : Type kejangEEG
2. ANALISA DATA
4. Perencanaan Keperawatan
No Dx kep Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Pola napas tidak
efektif
berhubungan
dengan kelelahan
otot pernapas
1. Pantau Ku dan
ttv klien
2. Tinggalkan
pakaian pada
daerah
leher/dada,
abdomen
3. Masukkan
spatel
lidah/jalan
napas buatan.
4. berikan
kolaborasi O2
sesuai
kebutuhan.
1. Mengetahui
keadaan klien
2. Memfasilitasi
usaha
bernapas/ekspans
i dada
3. Dapat mencegah
tergigitnya lidah,
dan
memfasilitasi
saat melakukan
penghisapan
lendir, atau
memberi
sokongan
pernapasan jika
diperlukan
4. Dapat
menurunkan
hipoksia serebral
2 Nyeri
berhubungan
dengan
1. Kaji PQRST
dengan
menggunakan
1. Mengetahui
kerkteristik nyeri
pasien.
29
perubahan
metabolisme,
ditandai dengan :
klien secara non
verbal
menunjukkan
gambar yang
mewakili rasa
sakit yang
dialami,menangis
wajah meringis.
media gambar
2. Berikan posisi
yang nyaman
sesuai
kebutuhan
3. Berikan
lingkungan
yang nyaman
bagi klien
4. Kolaborasi
untuk
pemberian
obat analgesic
2. Posisi yang
nyaman dapat
memberikan
efek malsimal
untuk relaksasi
otot
3. Rangsang yang
berlebihan dari
lingkungan
dapat
memperberat
rasa nyeri
4. Obat analgesic
dapat
meminimalkan
rasa nyeri
3 Resiko terhadap
cedera yang
berhubungan
dengan
perubahan
kesadaran,
kerusakan
kognitif selama
kejang, atau
1. Kaji
karakteristik
kejang
2. Jauhkan
pasien dari
benda benda
tajam /
membahayaka
n bagi pasien
1. mngetahui
seberapa besar
tingkatan kejang
yang dialami
pasien.
2. Benda tajam
dapat melukai
dan mencederai
fisik pasien
30
kerusakan
mekanisme
perlindungan
diri.
3. Segera
letakkan
sendok di
mulut pasien
yaitu diantara
rahang pasien
4. Kolaborasi
dalam
pemberian
obat anti
kejang
3. Dengan
meletakkan
sendok diantara
rahang atas dan
rahang bawah,
maka resiko
pasien menggigit
lidahnya tidak
terjadi dan jalan
nafas pasien
menjadi lebih
lancar.
4. Obat anti kejang
dapat
mengurangi
derajat kejang
yang dialami
pasien, sehingga
resiko untuk
cidera pun
berkurang
4 Kurang
pengetahuan
keluarga
berhubungan
1) pengetahuan
1. Kaji tingkat
pendidikan
dan
pengetahuan
1. untuk
mengetahui
seberapa jauh
informasi yang
31
dengan
kurangnya
informasi
keluarga meningkat
2) keluarga mengerti
dengan proses
penyakit epilepsy
3) keluarga klien tidak
bertanya lagi
tentang penyakit,
perawatan dan
kondisi klien.
keluarga klien.
2. Libatkan
keluarga
dalam setiap
tindakan pada
klien.
3. Jelaskan pada
keluarga klien
tentang
penyakit
kejang demam
melalui
penkes.
4. Beri
kesempatan
pada keluarga
untuk
menanyakan
telah mereka
ketahui,sehingga
pengetahuan
yang nantinya
akan diberikan
dapat sesuai
dengan
kebutuhan
keluarga
2. agar keluarga
dapat
memberikan
penanngan yang
tepat jika suatu-
waktu klien
mengalami
kejang
berikutnnya.
3. untuk
meningkatkan
pengetahuan
4. untuk
mengetahui
seberapa jauh
informasi yang
32
hal yang
belum
dimengerti.
sudah dipahami
5. Implementasi
No Hari/Tgl dx.kep Implementasi paraf
1 Kamis/8 sep
2011, jam...
dan
5. Kaji karakteristik kejang
6. Jauhkan pasien dari benda benda
tajam / membahayakan bagi pasien
7. Segera letakkan sendok di mulut
pasien yaitu diantara rahang pasien
2 Jumat/9 sep
2011
media gambar
2. Berikan posisi yang nyaman sesuai
33
kebutuhan
3. Berikan lingkungan yang nyaman
bagi klien
4. Kolaborasi untuk pemberian obat
analgesic
dan
1. Kaji karakteristik kejang
2. Jauhkan pasien dari benda benda
tajam / membahayakan bagi pasien
3. Segera letakkan sendok di mulut
pasien yaitu diantara rahang pasien
Kolaborasi dalam pemberian obat anti
kejang
3 Sabtu/10 sep
2011
34
3. Jelaskan pada keluarga klien
tentang penyakit kejang demam
melalui penkes.
4. Beri kesempatan pada keluarga
untuk menanyakan hal yang belum
dimengerti
6. Evaluasi
no Dx. Kep Evaluasi Paraf
1 Pola napas tidak efektif
berhubungan dengan kelelahan
otot pernapasan
1. Riwayat kejang
2. Tingkatan kejangnya
35
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Epilepsy adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi otak yang ditandai dengan
terjadinya kejang secara berulang. Dapat berkaitan dengan kehilangan kesadaran, gerakan yang
berlebihan, atau kehilangan tonus atau gerakan otot,
Epilepsi disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
a) Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan
obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi minum alcohol, atau
mengalami cidera.
b) Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak
(hipoksia), kerusakan karena tindakan.
c) Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
d) Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak.
e) Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
f) Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
g) Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis
dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
h) Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan.
Hal ini disebabkan karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal
diturunkan pada anak
- Dapat menyebabkan komplikasi antara lain :
- Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang
yang berulang.
- Dapat timbul depresi dan keadaan cemas
B. Saran
Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan masyarakat pada umumnya dan
mahasiswa keperawatan pada khususnya mengetahui pengertian, tindakan penanganan awal,
serta mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan epilepsi. Oleh karena penyandang
epilepsi sering dihadapkan pada berbagai masalah psikososial yang menghambat kehidupan
normal, maka seyogyanya kita memaklumi pasien dengan gangguan epilepsi dengan cara
menghargai dan menjaga privasi klien tersebut. Hal itu dilaksanakan agar pasien tetap dapat
bersosialisasi dengan masyarakat dan tidak akan menimbulkan masalah pasien yang menarik
diri.