Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH ASUHAN KEPERWATAN SISTEM NEUROBAHAVIOR

PADA PASIEN DENGAN EPILEPSI

OLEH KELOMPOK 3 B :

NAMA NIM

1. BELLA AZHARA 2018.1259


2. BUNGA PATIMA 2018.1260
3. GITA RIZKI ANDRINI 2018.1265
4. INI JUNIARTI 2018.1266
5. NADYA LUSIANA 2018.1271
6. NORA HELISKA 2018.1272
7. SARI RAHMA DEWI 2018.1278
8. SHINTAN NURIA 2018.1279

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
PRODI DIII KEPERAWATAN LAHAT
TAHUN AJARAN 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya epilepsi
merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat adanya ketidak
seimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidak seimbangan polarisasilistrik tersebut terjadi akibat
adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan listrik spontan
yang berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi sering
dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat
bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa
rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).
Penyandang epilepsi pada masa anak dan remaja dihadapkan pada masalah keterbatasan
interaksi sosial dan kesulitan dalam mengikuti pendidikan formal. Mereka memiliki risiko lebih
besar terhadap terjadinya kecelakaan dan kematian yang berhubungan dengan epilepsi.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan medikamentosa
dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana meminimalisasikan dampak
yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma
masyarakat tentang penderita epilepsi.

B. Tujuan Umum
1. Mahasiswa megetahui definisi Epilepsi.
2. Mahasiswa mengetahui etiologi Epilepsi.
3. Mahasiswa megetahui patofisiologi Epilepsi.
4. Mahasiswa megetahui pathway Epilepsi.
5. Mahasiswa mengetahui klasifikasi kejang pada Epilepsi.
6. Mahasiswa megetahui manifestasi klinis dan perilaku pada Epilepsi.
7. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostic pada Epilepsi.
8. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan pada Epilepsi.
9. Mahasiswa megetahui pencegahan pada Epilepsi.
10. Mahasiswa mengetahui pengobatan pada Epilepsi.
11. Mahasiswa mengetahui komplikasi pada Epilepsi.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Epilepsy adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi otak yang ditandai dengan
terjadinya kejang secara berulang. Dapat berkaitan dengan kehilangan kesadaran, gerakan yang
berlebihan, atau kehilangan tonus atau gerakan otot, dan gangguan prilaku suasana hati, sensasi
dan persepsi (Brunner dan suddarth, 2000).
Kejang adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkansuatu
kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang besifat sementara. Istilah epilepsy
biasanya merupakan suatu kelaianan yang bersifat kronik yang timbul sebagai suatu bentuk
kejang berulang (Hudak dan Gallo, 1996).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang
dalam serangan – serangan,berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel
saraf otak yang bersifat reversible dengan berbagai etiologi.Serangan adalah suatau gejala yang
timbulnya tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba pula.

B. Klasifikasi.
1. Epilepsi Umum.
a) Grand mal.
Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang
berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam serebrum,
dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand mal berlangsung selama 3
atau 4 menit.
b) Petit mal.
Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau
penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu serangan
ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch-
like),biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan mata.
c) Epilepsi Jenis Focal / Parsial.
Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik region
setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalampada
serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh resi organik setempat
atau adanya kelainan fungsional.

2. Epilepsi Primer (Idiopatik)


Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan
kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan
zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal. Penyebab pada
kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik). Sering terjadi pada:
- Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
- Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
- Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol
- Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hiponatremia)
- Tumor Otak
- Kelainan pembuluh darah
(Tarwoto, 2007)

3. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)


Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan
otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut
sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak,
cedera kepala (termasuk cedera selama atas sebelum kelahiran), gangguan metabolisme
dan nutrisi (misalnya hipoglikemi fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-
faktor toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan
neoplasma.
Penyebab step / childhood epilepsi / epilepsi anak-anak:

 fever / panas

 genetic causes / faktor genetic

 head injury / luka di kepala.

 infections of the brain and its coverings / Radang atau infeksi pada otak dan
selaput otak
 lack of oxygen to the brain/ kekurangan oksigen, terutama saat proses kelahiran.

 hydrocephalus/pembesaran ukuran kepala (excess water in the brain cavities)

 disorders of brain development / gangguan perkembangan otak.

C. Klasifikasi Kejang
a. Kejang Mioklonik
Pada kejang mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau
lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat
dijumpai pada semua umur.
b. Kejang Klonik
Pada kejang ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan
tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
c. Kejang Tonik
Pada kejang ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada
wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai kejang ini juga
terjadi pada anak.
d. Kejang Tonik-Klonik
kejang ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama
grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu
kejang. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku
berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh.
Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat
lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa
karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah
kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran
yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal,
lelah, nyeri kepala.
e. Kejang atonik.
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien
terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali
dijumpai pada anak.
D. Etiologi
a. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan
obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alcohol,
atau mengalami cidera.
b. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak
(hipoksia), kerusakan karena tindakan.
c. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
d. Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak.
e. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
f. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
g. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis
dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
h. Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang
rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak.

E. Patofisiologi
Secara umum, epilepsi terjadi karena menurunnya potensial membran sel saraf akibat
proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau tosik, yang selanjutny menyebabkan terlepasnya
muatan listrik dari sel saraf tersebut. Penimbuna acetilkolin setempat harus mencapai konsentrasi
tertentu untuk dapat merendahkan potensial membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi.
Pada epilepsi (diopatik, tipe grand mal, secara primer muatan listrik dilepaskan oleh
nuklea intralaminares talami. Input dari vortex selebri melalui lintasan aferen aspesifik itu
menentukan dengan kesadaran bila mana sama sekali tidak ada input maka timbulah koma.
Pada grand mal, oleh karena sebab yang belum dapat dipastikan, terjadilah lepas muatan
listrik dari inti-inti intralaminan talamik secara berlebihan. Perangsanagn talamortikalyang
berlebihan ini menghasilkan kejang seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi sel-sel saraf yang
memelihara kesadaran menerima imfulse aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang.
F. Gejala Epilepsi
1) Gejala kejang berdasarkan sisi otak yang terkena Sisi otak yg terkena Gejala
 Lobus frontalis Kedutan pada otot tertentu
 Lobus oksipitalis Halusinasi kilauan cahaya
 Lobus parietalis Mati rasa atau kesemutan di bagian tubuh tertentu
 Lobus temporalis Halusinasi gambaran dan perilaku repetitif yang kompleks
misalnya berjalan berputar-putar
 Lobus temporalis anterior Gerakan mengunyah, gerakan bibir mencium
 Lobus temporalis anterior sebelah dalam Halusinasi bau, baik yg menyenangkan
maupun yg tidak menyenangkan
2) Gejala umum :
 Tonik : kontraksi otot, tungkai dan siku fleksi, leher dan punggung melengkung,
jeritan epilepsi (aura).20 – 60 detik.
 Klonik : spasmus flexi berseling relaksasi, hypertensi, midriasis, takikardi,
hyperhidrosis, hypersalivasi.40 detik.
 Pasca Serangan : aktivitas otot terhenti, klien sadar kembali, lesu, nyeri otot dan
sakit kepala, klien tertidur 1-2 jam.
 Sederhana : tidak terdapat gangguan kesadaran.
 Komplex : gangguan kesadaran.
G. Pathway
H. Manifestasi klinis
Epilepsy (ILAE) tahun 1981, klasifikasi epilepsi sebagai bnerikut :
- Sawan Parsial (Fokal, lokal)
 Sawan Parsial Sederhana, sawan parsial dengan kesadaran tetap normal
Dengan gejala motorik
- Fokal motorik tidak menjalar ; sawan terbatas pada satu bagian tubuh.
- Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari bagian tubuh dan menjalar
meluas kedaerah lain.
Dengan gejala somatosensoris : sawan disertai halusinasi sederhana yang
mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigi.
- Somatosensoris : timbul rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
- Visual : terlihat cahaya
- Diserti Vertigo
- Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (Sensasi efigastrium, pucat,
berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil)
- Dengan gejala psikis
- Disfasia    : gangguan bicara misalnya mengulang suku   kata, kata atau bagian
klimat.
- Disemnesia ; gangguan proses ingatan misalnya seperti sudah mengalkami,
mendengar, melihat atau sebaliknya tidak pernah mengalami
- Kognitif : gangguan orientasi waktu, meras diri berubah
- Apektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut
- Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih
besar
- Halusinasi : mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu penomena
tertentu dan lain-lain
 Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
- Serangan Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-
mula baik kemudian menurun
Dengan gejala parsial sederhana
- Dengan automatisme, yaitu gerakan-gerakan, prilaku yang timbul dengan
sendirinya
- Dengan penurunan kesadaran sejak serangan, kesadaran menurun sejak
permulaan serangan.
- Hanya dengan penurunan kesadaran
- Dengan automatisme
Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (Tonik klonik,
tonik, klonik)
1. Sawan parsial sederhana yang berkembang menjasdi bangkitan umum
2. Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi nbangkitan umum
3. Sawan parsial sedrhan yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu
berkembang menjadi bangkitan umum.
4. Sawan Umum (Konvulsif atau nonkonvulsif)
Sawan Umum
a. Sawan Lena (Absance)
  Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
membengong, bola mata dapat memutar keatas, tidak ada reaksi bila diajak
bicara.
1. Lena Tak Khas
    Dapat disertai,
a. Gangguan tonus yang lebih jelas
b. Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak
I. Pemeriksaan Diagnostik
A. Fungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak
dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini
dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi.
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda
peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem
saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik
sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi
lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan.
B. EEG (elektroensefalogram)
EEG merupakan pemeriksaan yang mengukur aktivitas listrik di dalam
otak.Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak memiliki resiko. Elektroda
ditempelkan pada kulit kepala untuk mengukur impuls listrik di dalam otak.
C. EKG (elektrokardiogram)
EKG dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan irama jantung sebagai akibat
dari tidak adekuatnya aliran darah ke otak, yang bisa menyebabkan seseorang mengalami
pingsan.
D. Pemeriksaan CT scan dan MRI
CT Scan dan MRI dilakukan untuk menilai adanya tumor atau kanker otak,
stroke, jaringan parut dan kerusakan karena cedera kepala.
E. Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar
gula darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui
tekanan, warna, kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein, gula
NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi.
F. Pemeriksaan radiologis :
Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang,
kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura,
erosi sela tursika dan sebagainya.
G. Arteriografi
untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak,
penyumbatan, neoplasma / hematome/ abses.

J. Penatalaksanaan
Penatalaksaan epilepsy direncanakan sesuai dengan program jangka panjang dan dibuat
untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing klien.Tujuan dari pengobatan adalah untuk
menghentikan kejang sesegera mungkin, untuk menjamin oksigenasi serebral yang adekuat, dan
untuk mempertahankan klien dalam status bebas kejang.

K. Pencegahan pada Epilepsi


Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk
pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat
antikonvulsi yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu
penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui program yang member keamanan yang tinggi dan
tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga
mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko
tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan,
diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada
otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan
dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan
program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara
bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.

L. Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan obat
antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan obat dalam
waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum obat
(compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi,
mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll. Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan
epilepsi. Lama pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan
selama 2-3th sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian
pengobatan selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan pembedahan sering
dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek sama sekali. Penanganan terhadap anak
kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika terlambat mengatasi kejang pada anak,
ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau bahkan keterbalakangan mental. Keterbelakangan
mental di kemudian hari. Kondisi yang menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya.

M. Komplikasi
- Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang yang
berulang.
- Dapat timbul depresi dan keadaan cemas ( Elizabeth, 2001 : 174 ) 
BAB III
ASKEP TEORI

1. DATA DASAR PENGKAJIAN PASIEN.


A. ISTIRAHAT DAN AKTIVITAS
Gejala : Keletihan, kelemahan umum.
Keterbatasan dalam aktivitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang
terdekat
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot.
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.

B. SIRKULASI
Gejala : Iktal : Hypertensi, peningkatan nadi, sianosis.
Postiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.

C. INTEGRITAS EGO
Gejala : Stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan / atau  
                   penanganan.
Peka rangsang; perasaan tidak ada harapan / tidak berdaya. Perubahan dalam
berhubungan.
Tanda : Pelebaran rentang respons emosional.

D. ELIMINASI
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Postiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia (baik urine /fekal).
E. CAIRAN MAKANAN
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan dengan
aktivitas kejang.
Tanda : Kerusakan jaringan lunak / gigi (cedera selama kejang).
Hyperplasia gingival (efek samping pemakaian Dilantin jangka panjang).

F. NEUROSENSORI
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing.
Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi serebral.
Adanya aura (rangsangan visual, auditorius, area halusinogenik).
Postiktal : kelemahan, nyeri otot, area parestese / paralisis.
Tanda : Karakteristik kejang :
Kejang umum.
Kejang parsial (kompleks).
Kejang parsial (sederhana).

G. NYERI / KENYAMANAN
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode postiktal.
Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati-hati.
Perubahan tonus otot.
Tingkah laku gelisah / distraksi.

H. PERNAFASAN
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat;
peningkatan sekresi mukus.
Fase postiktal : apnea.
I. KEAMANAN
Gejala : Riwayat terjatuh / trauma, fraktur.
Adanya alergi.
Tanda : Trauma pada jaringan lunak / ekimosis.
Penurunan kekuatan / tonus otot secara menyeluruh.

J. INTERAKSI SOSIAL
Gejala : Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan                          
sosialnya.
Pembatasan / penghindaran terhadap kontak sosial.

K. PEMBELAJARAN & PENYULUHAN


Gejala : Adanya riwayat epilepsi pada keluarga. Penggunaan / ketergantungan
obat (termasuk alkohol).

2. PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Mencegah / mengendalikan aktivitas kejang.
2. Melindungi pasien dari cedera.
3. Mempertahankan jalan nafas.
4. Meningkatkan harga diri yang positif.
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis, dan kebutuhan           
penanganannya.

3. TUJUAN PEMULANGAN
1. Serangan kejang terkontrol.
2. Komplikasi / cedera dapat dicegah.
3. Mampu menunjukkan citra tubuh.
4. Pemahaman terhadap proses penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
BAB IV
CONTOH KASUS DAN ASKEP

Pasien a.n F.S berusia 3 tahun 9 bulan, tanggal 8 desember 2011 masuk ke IGD. Alamat,
Jl.kemerdekaan surabaya.Berdasarkan anamnesa, diketahui pasien demam sejak 1 hari yang lalu,
kejang 3 kali dengan lama kejang ± 2 menit, pasien memiliki riwayat epilepsy, pernah dirawat
ketika umur 20 bulan (8/12/09 sampai 11/12/09), umur 23 bulan (2/02/10 sampai 5/02/10) , umur
32 bulan (8/11/10) dengan riwayat penyakit yang sama. Berdasarkan keterangan keluarga pasien,
hanya An F.S yang menderita penyakit epilepsi dari keluarganya.Berdasarkan pemeriksaan fisik
diketahui berat badan pasien 19 kg, suhu tubuh 40.2°C. Pasien memiliki riwayat epilepsi.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas
Nama : An. F.S
Umur : 3 tahun 9 bulan
Jenis Kelamin : laki-laki
Tanggal masuk : 8 Desember 2011
Alamat : Jl. Kemerdekaan Surabaya

2) Riwayat penyakit
a) Keluhan utama
Demam dan kejang
b) Riwayat penyakit sekarang
Pasien demam sejak 1 hari yang lalu, kejang 3 kali dengan lama
kejang ± 2 menit.badannya demam tinggi.
c) Riwayat penyakit dahulu
Pasien memiliki riwayat epilepsy, pernah dirawat ketika umur 20
bulan (8/12/09 sampai 11/12/09), umur 23 bulan (2/02/10 sampai 5/02/10)
, umur 32 bulan (8/11/10) dengan riwayat penyakit yang sama.
d) Riwayat penyakit keluarga
Menurut keluarga pasien, hanya An F.S yang menderita penyakit
epilepsi dari keluarganya.

3) pengkajian selama dan setelah kejang


1. Selama serangan :
- Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
- Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
- Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
- Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik, kejang
tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
- Apakah pasien menggigit lidah.
- Apakah mulut berbuih.
- Apakah ada inkontinen urin.
- Apakah bibir atau muka berubah warna.
- Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
- Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu
sisi atau keduanya.

2. Sesudah serangan
- Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara
- Apakah ada perubahan dalam gerakan.
- Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum, selama
dan sesudah serangan.
- Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut
jantung.
- Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.

3. Riwayat sebelum serangan


- Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
- Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
- Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik, olfaktorik
maupun visual.

4. Riwayat Penyakit
- Sejak kapan serangan terjadi.
- Pada usia berapa serangan pertama.
- Frekuensi serangan.
- Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang       
tidur, keadaan emosional.
- Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan
gangguan kesadaran, kejang-kejang.
- Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
- Apakah makan obat-obat tertentu
- Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga

5. Pemeriksaan fisik
- Amati penampilan umum klien ; yang meliputi keadaan umum dan kesadaran.
- Pasien terlihat pucat,demam, kesadaran samnolen.
- Kaji TTV klien
- berat badan pasien 19 kg, suhu tubuh 40.2°C
- Kaji sistem integumen klien yang meliputi kuku, kulit, rambut, dan wajah
- Kuku : panjang , agak kotor
- Kulit : sawo matang
- Rambut : pendek, tebal, agak ikal
- Wajah : pucat, oval

Kaji sitem pulmonary


- Gejala : palpitasi.
- Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat

Aktivitas
- Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan.
- Tanda : kelemahan otot, somnolen.
- Eliminasi
Gejala : diare, nyeri, feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran urine.
- Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, hipertropi gusi (infiltrasi gusi
mengindikasikan leukemia monositik akut).

Integritas ego
- Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
- Tanda : depresi, ansietas, marah.
- Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing,  
  kesemutan.
Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
Nyeri / kenyamanan
- Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
- Tanda : gelisah, distraksi.
- Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal.
Tanda : dispnea, takipnea, batuk.

Keamanan
- Gejala : riwayat infeksi saat ini / dahulu, jatuh, gangguan penglihatan, perdarahan
spontan, tak terkontrol dengan trauma minimal.
- Tanda : demam, infeksi, purpura, pembesaran nodus limfe, limpa atau hati.
- Data penunjang :  Pemeriksaan hematologi dan serologi
- Pencitraan CFT : Type kejangEEG
2. ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS: Ibu klien mengatakan anaknya Pola napas tidak
batuk,dan nafasnya terlihat efektif
sesak.
        Pola napas tidak efektif Proses
terjadinya epilepsi
DO: Nafas pendek dengan kerja
atau gerak minimal,dispnea,
takipnea, batuk.

2 DS: Ibu klien mengatakan anaknya Resiko terhadap


demam sudah 3 hari yang cedera
lalu,kejang terus menerus.
DO: Klien demam, penurunan
koordinasi, kacau, disorientasi,
pusing, kesemutan. aktivitas
kejang, otot mudah terangsang.

3 DS: Ibu klien mengatakan anaknya Nyeri


selalu menangis dan wajahnya
seperti orang yang sedang 
kesakitan.
DO:
- secara non verbal menunjukkan
gambar yang mewakili rasa sakit
yang dialami,menangis wajah
meringis.
- Dari penilaian PQRST dengan
gambar di temukan hasil:
P: perubahan metabolisme tubuh
Q: - ( klien menangis)
Nyeri perubahan metabolisme
R: klien menunjuk abdomen dan
kepala.
S: - ( hanya menangis)
T: Nyeri terus- menerus

4 DS: Keluarga klen mengatakan               Kurang


bahwa mereka tidak mengetahui pengetahuan
tentang penyakit epilepsy dan                   mengenai kondisi
penanganannya. dan aturan
pengobatan
DO:
-keluarga klien tidak mampu
menjawab pertanyaan yang diberikan
oleh perawat
- keluarga klien tidak mengetahui
cara penanganan epilepsi pada
anaknya.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan epilepsi, yaitu :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
2. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan
kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri.
3. Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan : klien secara non
verbal menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit yang dialami,menangis wajah
meringis.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif, kurang pemajanan, atau kesalahan interpretasi informasi

4. Perencanaan Keperawatan
No Dx kep Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Pola napas tidak
efektif
berhubungan
dengan kelelahan
otot pernapas

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3X24 jam,
diharapkan klien tidak lagi
mengalami gangguan pola
napas dengan kriteria hasil :

-         RR dalam batas normal


sesuai umur

-         Nadi dalam batas


normal sesuai umur

1. Pantau Ku dan
ttv klien
2. Tinggalkan
pakaian pada
daerah
leher/dada,
abdomen
3. Masukkan
spatel
lidah/jalan
napas buatan.

4. berikan
kolaborasi O2
sesuai
kebutuhan.

1. Mengetahui
keadaan klien
2. Memfasilitasi
usaha
bernapas/ekspans
i dada
3. Dapat mencegah
tergigitnya lidah,
dan
memfasilitasi
saat melakukan
penghisapan
lendir, atau
memberi
sokongan
pernapasan jika
diperlukan
4. Dapat
menurunkan
hipoksia serebral

2 Nyeri
berhubungan
dengan

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3X24 jam,
diharapkan nyeri klien

1. Kaji PQRST
dengan
menggunakan

1. Mengetahui
kerkteristik nyeri
pasien.

29

perubahan
metabolisme,
ditandai dengan :
klien secara non
verbal
menunjukkan
gambar yang
mewakili rasa
sakit yang
dialami,menangis
wajah meringis.

berkurang dengan  kriteria


hasil:

1. Klien secara non verbal


menunjukkan gambar
yang mewakili
penurunan rasa nyeri 
yang dialami
2. Klien tidak menangis
lagi
3. Wajah klien tampak
ceria

media gambar
2. Berikan posisi
yang nyaman
sesuai
kebutuhan
3. Berikan
lingkungan
yang nyaman
bagi  klien
4. Kolaborasi
untuk
pemberian
obat analgesic

2. Posisi yang
nyaman dapat
memberikan
efek malsimal
untuk relaksasi
otot
3. Rangsang yang
berlebihan dari
lingkungan
dapat
memperberat
rasa nyeri
4. Obat analgesic
dapat
meminimalkan
rasa nyeri

3 Resiko terhadap
cedera yang
berhubungan
dengan
perubahan
kesadaran,
kerusakan
kognitif selama
kejang, atau

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3X24 jam,
diharapkan klien dapat
mengurangi risiko cidera pada
pasien

1. Kaji
karakteristik
kejang
2. Jauhkan
pasien dari
benda benda
tajam /
membahayaka
n bagi pasien

1. mngetahui
seberapa besar
tingkatan kejang
yang dialami
pasien.
2. Benda tajam
dapat melukai
dan mencederai
fisik pasien

30

kerusakan
mekanisme
perlindungan
diri.

3. Segera
letakkan
sendok di
mulut pasien
yaitu diantara
rahang pasien
4. Kolaborasi
dalam
pemberian
obat anti
kejang

3. Dengan
meletakkan
sendok diantara
rahang atas dan
rahang bawah,
maka resiko
pasien menggigit
lidahnya tidak
terjadi dan jalan
nafas pasien
menjadi lebih
lancar.
4. Obat anti kejang
dapat
mengurangi
derajat kejang
yang dialami
pasien, sehingga
resiko untuk
cidera pun
berkurang

4 Kurang
pengetahuan
keluarga
berhubungan

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 1X3 jam,
diharapkan:

1) pengetahuan

1. Kaji tingkat
pendidikan
dan
pengetahuan

1. untuk
mengetahui
seberapa jauh
informasi yang

31

dengan
kurangnya
informasi

keluarga meningkat
2) keluarga mengerti
dengan proses
penyakit epilepsy
3) keluarga klien tidak
bertanya lagi
tentang penyakit,
perawatan dan
kondisi klien.

keluarga klien.

2. Libatkan
keluarga
dalam setiap
tindakan pada
klien.

3. Jelaskan pada
keluarga klien
tentang
penyakit
kejang demam
melalui
penkes.
4. Beri
kesempatan
pada keluarga
untuk
menanyakan

telah mereka
ketahui,sehingga
pengetahuan
yang nantinya
akan diberikan
dapat sesuai
dengan
kebutuhan
keluarga
2. agar keluarga
dapat
memberikan
penanngan yang
tepat jika suatu-
waktu klien
mengalami
kejang
berikutnnya.
3. untuk
meningkatkan
pengetahuan
4. untuk
mengetahui
seberapa jauh
informasi yang

32

hal yang
belum
dimengerti.

sudah dipahami

5. Implementasi
No Hari/Tgl dx.kep Implementasi paraf
1 Kamis/8 sep
2011, jam...

1 dan 3 1. Pantau Ku dan ttv klien

2. Tinggalkan pakaian pada daerah


leher/dada, abdomen
3. Masukkan spatel lidah/jalan napas
buatan.
4. berikan kolaborasi O2 sesuai

dan
5. Kaji karakteristik kejang
6. Jauhkan pasien dari benda benda
tajam / membahayakan bagi pasien
7. Segera letakkan sendok di mulut
pasien yaitu diantara rahang pasien

Kolaborasi dalam pemberian obat


anti kejang

2 Jumat/9 sep
2011

2 dan 3 1. Kaji PQRST dengan menggunakan

media gambar
2. Berikan posisi yang nyaman sesuai

33

kebutuhan
3. Berikan lingkungan yang nyaman
bagi  klien
4. Kolaborasi untuk pemberian obat
analgesic

dan
1. Kaji karakteristik kejang
2. Jauhkan pasien dari benda benda
tajam / membahayakan bagi pasien
3. Segera letakkan sendok di mulut
pasien yaitu diantara rahang pasien
Kolaborasi dalam pemberian obat anti
kejang

3 Sabtu/10 sep
2011

4 1. Kaji tingkat pendidikan dan


pengetahuan keluarga klien.

2. Libatkan keluarga dalam setiap


tindakan pada klien.

34
3. Jelaskan pada keluarga klien
tentang penyakit kejang demam
melalui penkes.
4. Beri kesempatan pada keluarga
untuk menanyakan hal yang belum
dimengerti

6. Evaluasi
no Dx. Kep Evaluasi Paraf
1 Pola napas tidak efektif
berhubungan dengan kelelahan
otot pernapasan

 RR dalam batas normal sesuai umur


 Nadi dalam batas normal sesuai umur

2 Nyeri berhubungan dengan


perubahan metabolisme, ditandai
dengan : klien secara non verbal
menunjukkan gambar yang
mewakili rasa sakit yang
dialami,menangis wajah meringis

Klien secara non verbal menunjukkan gambar yang


mewakili penurunan rasa nyeri  yang dialami,

 Klien tidak menangis lagi


 Wajah klien tampak ceria

3 Resiko terhadap cedera yang


berhubungan dengan perubahan
kesadaran, kerusakan kognitif
selama kejang, atau kerusakan
mekanisme perlindungan diri.
Dapat mengurangi risiko cidera pada pasien

Kriteria pengkajian fokus makna klinis

1. Riwayat kejang
2. Tingkatan kejangnya

35

4 Kurang pengetahuan keluarga


berhubungan dengan kurangnya
informasi

 Pengetahuan keluarga meningkat


 Keluarga mengerti dengan proses penyakit
epilepsy
 Keluarga klien tidak bertanya lagi tentang
penyakit, perawatan dan kondisi klien.

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Epilepsy adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi otak yang ditandai dengan
terjadinya kejang secara berulang. Dapat berkaitan dengan kehilangan kesadaran, gerakan yang
berlebihan, atau kehilangan tonus atau gerakan otot,
Epilepsi disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
a) Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan
obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi minum alcohol, atau
mengalami cidera.
b) Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak
(hipoksia), kerusakan karena tindakan.
c) Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
d) Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak.
e) Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
f) Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
g) Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis
dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
h) Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan.
Hal ini disebabkan karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal
diturunkan pada anak
- Dapat menyebabkan komplikasi antara lain :
- Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang
yang berulang.
- Dapat timbul depresi dan keadaan cemas

Cara penanganan epilepsi atau kejang yaitu


- Lepas semua baju pasien, ganti dengan yang arang,
- Ekstensikan kepala pasien agar aliran O2 dan darah lancer
- Usahakan lidah pasien jangan sampai menggulung ke dalam ,karena akan mengganggu
jalan nafas.
- Beri obat anti kejang.

B. Saran
Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan masyarakat pada umumnya dan
mahasiswa keperawatan pada khususnya mengetahui pengertian, tindakan penanganan awal,
serta mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan epilepsi. Oleh karena penyandang
epilepsi sering dihadapkan pada berbagai masalah psikososial yang menghambat kehidupan
normal, maka seyogyanya kita memaklumi pasien dengan gangguan epilepsi dengan cara
menghargai dan menjaga privasi klien tersebut. Hal itu dilaksanakan agar pasien tetap dapat
bersosialisasi dengan masyarakat dan tidak akan menimbulkan masalah pasien yang menarik
diri.

Anda mungkin juga menyukai