MALANG
2018
NAMA : MARIA ERLINCE GAINA NAMA : MARIA NANARIAIN
ASUHAN KEPERAWATAN
EPILEPSI
NIM : 2016610051
I. PENDAHULUAN
Epilepsi atau penyakit ayan dikenal sebagai satu penyakit tertua di dunia (2000 tahun
SM). Penyakit ini cukup sering dijumpai dan bersifat menahun. Penderita akan menderita
selama bertahun-tahun. Sekitar 0,5 – 1 % dari penduduk adalah penderita epilepsy
(Lumbantobing, 1998).
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani, Epilambanmein yang berarti serangan. Dahulu
masyarakat percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh roh jahat dan dipercaya juga bahwa
epilepsi merupakan penyakit yang bersifat suci. Latar belakang munculnya mitos dan rasa
takut terhadap epilepsi berasal hal tersebut. Mitos tersebut mempengaruhi sikap masyarakat
dan menyulitkan upaya penanganan penderita epilepsi dalam kehidupan normal.Penyakit
tersebut sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 2000 sebelum Masehi. Orang pertama yang
berhasil mengenal epilepsi sebagai gejala penyakit dan menganggap bahwa epilepsi
merupakan penyakit yang didasari oleh adanya gangguan di otak adalah Hipokrates. Epilepsi
merupakan kelainan neurologi yang dapat terjadi pada setiap orang di seluruh dunia.
II. Defenisi
Epilepsy adalah kejang yang menyerang seseorang yang tampak sehat sebagai suatu
ekserbasi dalam kondisi sakit kronis sebagai akibat oleh disfungsi otak sesaat
dimanifestasikan sebagai fenomena motoric, sensorik, otonomik, atau psikis yang abnormal.
Epilepsy merupakan akibat dari gangguan otak kronis dengan serangan kejang spontan yang
berulang (Satyanegara, 2010) dalam Nurarif & Kusuma, 2016, hal.193).
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya
serangan yang bersifat spontan dan berkala. Serangan dapat diartikan sebagai modifikasi
fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas yang berasal dari sekelompok besar sel-sel
otak, bersifat sinkron dan berirama (Sukarmin, Sujono Riyadi, 2009).
Epilepsi adalah sekelopok sindrom yang ditandai dengan gangguan otak sementara
yang bersifat paroksimal yang dimanifestasikan beruba gangguan atau penurunan kesadaran
yang episodik, fenomena motorik yang abnormal, gangguan psikis, sensorik, dan sistem
otonom : gejala-gejalanya disebabkan oleh aktivitas listrik otak(Fransisca B. Batticaca,
2012).
Kejang adalah kejadian epilepsi dan merupakan ciri epilepsi yang harus ada, tetapi
tidak semua kejang merupakan manifestasi epilepsi. Seorang anak terdiagnosa menderita
epilepsi jika terbukti tidak ditemukannya penyebab kejang lain yang bisa dihilangkan atau
disembuhkan, misalnya adanya demam tinggi, adanya pendesakan otak oleh tumor, adanya
pendesakan otak oleh desakan tulang cranium akibat trauma, adanya inflamasi atau infeksi di
dalam otak, atau adanya kelainan biokimia atau elektrolit dalam darah. Tetapi jika kelainan
tersebut tidak ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan timbulnya epilepsi di
kemudian hari
III. Etiologi
Berbagai kelainan fisiologi, biokimiawi, dan anatomis merupakan dampak dari penyakit yang
diderita anak. Kelainan dan penyakit yang dapat membangkitkan kejang antara lain :
1. Trauma lahir
Trauma lahir terutama yang mengalami bagian kepala janin dapat berakibat
peningkatan stressor secaa fisik terhadap neuron otak. Kelainan pada neuron ini dapat
berakibat lepasnya muatan listrik pada neuron yang berlebihan dan tidak terkontrol
dengan baik
2. Trauma kapitis
Trauma kapitis akan menjadikan sejumlah kerusakan pada neurn otak sehingga dapat
meningkatkan proses eksitasi yang berlebihan dari pada proses inhibisi di otak.
3. Inflamasi pada otak
Inflamasi karena bakteri maupun virus dapat mengakibatkan gangguan fungsi neuron
akibat toksi yang dikeluarkan oleh mikroorganisme, kasus peradangan yang sering
menyebabkan serangan epilepsi adalah maningitis dan encopalitis.
4. Keganasan otak
Keganasan dalam otak akan meningkatkan proses desak ruang pada otak meningkat
sehingga mengganggu fungsi sejumlah besar neuron otak.
5. Perdarahan otak
Perdarahan akan meningkatkan tekanan intrakranial dalam menurunkan perfusi
jaringan otak yang dapat mengganggu proses ekstasi neuron otak.
6. Hipoksia otak
Hipoksia ini dapat terjadi akibat gangguan pembuluh darah otak atau menurunkan
komposisi darah dan oksigen karea anemia berat misalnya. Penurunan oksigen dapat
memicu serangan karena mengganggu kerja neuron.
7. Stroke
Stroke baik hemoragik maupun non haemoragik akan mengakibatkan gangguan pada
sirkulasi otak sehingga dapat memicu gangguan otak.
8. Gangguan elektrolit
Terutama adalah natrium dan kalium karena fungsi utama kedua elektrolit tersebut
untuk berlangsungnya proses eksitasi neuron dengan baik.
9. Demam
Demam akan peningkatan metabolik dan meningkatkan ekstasi persarafan melalui
mekanisme percepatan diffusi osmosis ion natrium di dalam sel neuron.
10. Keracunan
11. Idiopatik
Penyebab idiopatik (tidak diketahui secara pasti) biasanya penderita tidak mengalami
kelainan neurologis dan ditemukan pada keluarga yang mempunyai riwayat epilepsi.
12. Herediter
Walaupun sebagai besar kasus epilepsi tidak diwariskan akan tetapi sejumlah bakat
gangguan koordinasi neuron otak yang merupakan faktor pencetus terjadinya
serangan epilepsi dapat diwariskan dari orangtua kepada anaknya. (Sukarmin, Sujono
Riyadi, 2009). Penyebab pasti dari epilepsy masih belum diketahui (idiopatik) dan
masih menjadi banyak spekulasi. Predisposisi yang mungkin menyebabkan epilepsy
meliputi :
1) Pascatrauma kelahiran
2) Riwayat bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsan yang digunakan
sepanjang kehamilan
3) Asfiksia neonatorum
4) Riwayat ibu-ibu yang mempunyai risiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan
latar belakang sukar melahirkan, penggunaan obat-obatan, diabetes, atau
hipertensi)
5) Pascacedera kepala
6) Adanya riwayat penyakit infeksi pada masa kanak-kanak (campak, penyakit
gondongan (mumps), epilepsy bakteri).
7) Adanya riwayat keracunan (karbon monoksida dan menunjukkan keracunan)
8) Riwayat gangguan sirkulasi serebral
9) Riwayat demam tinggi
10) Riwayat gangguan metabolism dan nutrisi/gizi
11) Riwayat intoksikasi obat-obatan atau alkohol
12) Riwayat adanya tumor otak, abses, dan kelainan bentuk bawaan
13) Riwayat keturunan epilepsy (Arif Muttaqin, 2011)
Bangkitan epilepsy berasal dari sekelompok sel neuron yang abnormal diotak yang
melepas muatan secara berlebihan dan hipersinkron. Sekelompok sel ini yang disebut focus
epileptik. Lepas muatan ini kemudian menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan
melibatkan daerah disekitarnya. Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak
lebih dominan daripada proses inhibisi (hambatan). Seperti kita ketahui bersama bahwa
aktifitas neuron diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraselluler dan di dalam
intraselluler dan oleh gerakan keluar masuk ion-ion menerobos membran neuron. Pada
kejadian epilepsi ion-ion tersebut tidak terkoordinasi dengan baik sehingga dapat timbul
loncatan muatan. Akibat loncatan neuron yang tidak terkoordinasi dengan baik sekelompok
neuron akan mengalami abnormal depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan
cetusan potensial aksi secara cepat dan berulang-ulang. Cetusan listrik yang abnormal ini
kemudian mengajak neuron-neuron sekitarnya sehingga menimbulkan serangkaina gerakan
yang melibatkan otot dan menimbulkan kejang. Spasme pada otot terjadi pada hampir semua
bagian termasuk otot mulut sehingga penderita mengalami ancaman perlukaan pada lidah.
Kelalaian sebagian besar dari neuron otak yang diakibatkan gangguan listrik juga
mengakibatkan penurunan kesadaran secara tiba-tiba sehingga berisiko cidera karena
benturan benda sekitar atau terkena benda yang bahaya seperti api, listrik atau benda lain
(Sukarmin, 2009).
Dalam keadaan normal, lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung dengan baik dan
lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar neuron menjadi kacau
dikarenakan breaking system pada otak terganggu maka neuron neuron akan bereaksi secara
abnormal. Neurotransmiter yang berperan dalam mekanisme pengaturan ini adalah glutamat,
yang merupakan brain’s excitatory neurotransmitter dan GABA (Gamma Amino Butyric
Acid), yang bersifat sebagai brain’s inhibitory neurotransmitter (Cotman, 1995).
Golongan neurotransmiter lain yang bersifat eksitatorik adalah aspartat dan asetil
kolin, sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah noradrenalin, dopamine, serotonin
(5-HT), dan peptida. Neurotransmiter ini hubungannya dengan epilepsi belum jelas dan
masih perlu penelitian lebih lanjut (Cotman, 1995).
Kejang adalah manifestasi paroksismal dari sifat listrik di bagian korteks otak. Kejang
terjadi saat adanya ketidakseimbangan antara kekuatan eksikatori/ pemicuan dan inhibisi/
penghambatan dalam jaringan neuron kortikal (Ikawati, 2011). Menurut Cotman (1995),
ketidakseimbangan antara eksikatori dan inhibitori tersebut terjadi secara tiba-tiba pada
keadaan berikut ini:
Pelepasan aliran listrik abnormal disebagian Pelepasan aliran listrik abnormal dikedua
herisfer cerebri hermisfer cerebri
EPILEPSI
Klasifikasi International League Against Epilepsy (ILAE) 1989 untuk sindroma epilepsi
IX. Diangnosa
1. Resiko cedera
2. Resiko ketidak efektifan perfusi jaringan otak
3. Ansietas
X. Intervensi
1. Resiko cedera
Noc: kontrol resiko
190203 memonitor faktor resiko individu
190217 monitor perubahan status kesehatan
190214 menggunakan sistem dukungan personal untuk mengurangi
resiko
Nic: manajemen lingkungan: keselamatan
- Identifikasi hal-hal yang membahayakan dilingkungan( misalnya
[bahan]fisik, biologi, dan kimiawi)
- Monitor lingkungan terhadap terjadinya perubahan status keselamatan
- Kolaborasi dengan lembaga lain untuk meningkatkan keselamatan
lingkungan
09091 kesadaran
3. Ansietas
- Anjurkan pasien untuk beristirahat
- Membantu klien dalam mengambil keputusan
- Mengoservasi serangan panik
DAFTAR PUSTAKA
Harsono, Kustiowati E. 2003. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Kelompok Studi Epilepsi
PERDOSSI
Ropper AH, Brown Rh. Epilepsy and Other Seizure Disorders.In: Adam „s and Victor
Principle of Neurology. 4th ed. New York: McGraw-Hill;1989.
Glauser AT, Morita DA. Infantil spasm (West Syndrome). Available from :
www.emedicine.com . 2006.
Hart YM, sander JW. 2008. Epilepsy : Questions and Answers. Merit Publishing
International. USA; 29-30
Chapman K, Rho JM. 2007. Pediatric Epilepsy Case Studies : From Infancy and Childhood
Through Adolescence. CRC Press. Londen-Newyork ; 109,191
Nasution N. dan Ambarwati R.F, 2015. Asuhan Keperawatn Bayi dan Balita. Yogyakarta :
Cakralawa ilmu Kusuma H. dan NurarifH, 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Nanda
Nic.Noc Sujono Riyadi dan Sukarmin, Ed.1. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009