Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI

DISUSUN OLEH :

NAMA : AGUSTINA INDRA PAMUNGKAS SARI

NPM : 2111515112

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MITRA INDONESIA

TAHUN 2021
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI


1. DEFINISI
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang
berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat
reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-
gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan
lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel
dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).

Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi


dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas
muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai
manifestasi klinik dan laboratorik (anonim, 2008)

2. ETIOLOGI
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui
(idiopatik), sering terjadi pada:

a) Trauma lahir, asphyxia neonatorum


b) Cedera Kepala, infeksi sistem syaraf
c) Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
d) Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
e) Tumor otak
f) Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).

Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab


utama ialah epilepsi idopatik, Remote Simtomatik Epilepsi (RSE), epilepsi
simtomatik akut dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan
otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis
epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE dari kedua tersebut
terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan
prognosis yang baik dan yang buruk.

Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan,


definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai
nilai prediksi sebagai berikut:

Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu
12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, apabila
defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya
bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan
pertama kecuali bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan
otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan
pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk
terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan
bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.

Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni
pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya
gangguan pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi
(malnutrisi) yang bisa menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya
kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan
(serotinus) mengakibatkan otak janin sempat mengalami kekurangan zat asam
dan ini berpotensi menjadi ''embrio'' epilepsi bahkan bayi yang tidak segera
menangis saat lahir atau adanya gangguan pada otak seperti infeksi/ radang
otak dan selaput otak, cedera karena benturan fisik/ trauma serta adanya tumor
otak atau kelainan pembuluh darah otak juga memberikan kontribusi
terjadinya epilepsi.
Tabel 01. Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi
Bayi (0- 2 th) Hipoksia dan iskemia paranatal

Cedera lahir intrakranial

Infeksi akut

Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,


hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)

Malformasi kongenital

Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik

Infeksi akut

Trauma

Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik

Trauma

Gejala putus obat dan alcohol

Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma

Alkoholisme

Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak

Penyakit serebrovaskular

Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )

Alkoholisme
3. MANIFESTASI KLINIK
a.  Kehilangan kesadaran
b. Aktivitas motorik
1) Tonik klonik
2)  Gerakan sentakan, tepukan atau menggarau
3)  Kontraksi singkat dan mendadak disekelompok otot
4) Kedipan kelopak mata
5) Sentakan wajah
6) Bibir mengecap – ecap
7) Kepala dan mata menyimpang ke satu sisi
c. Fungsi pernafasan
1) Takipnea
2) Apnea
3) Kesulitan bernafas
4) Jalan nafas tersumbat (Tucker, 1998 : 432 )    
Sedangkan manifestasi klinik berdasarkan proses terjadinya
keadaan epilepsi yang dialami pada penderitagejala yang timbul
berturut-turut meliputi di saat serangan, penyandang epilepsi tidak
dapat bicara secara tiba-tiba. Kesadaran menghilang dan tidak mampu
bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada respon terhadap rangsangan
baik rangsang pendengaran, penglihatan, maupun rangsang nyeri.
Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua lengan dan tangannya kejang,
sementara tungkainya menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing.
Hitam bola mata berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa.
Napasnya sesak dan jantung berdebar. Raut mukanya pucat dan
badannya berlumuran keringat. Terkadang diikuti dengan buang air
kecil. Manifestasi tersebut dimungkinkan karena terdapat sekelompok
sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba
melepaskan muatan listrik.
4. PATOFISIOLOGI
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian
berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan
mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain
melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan
neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter
eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid)
bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps.
Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang
dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan
menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan
demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat
mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian
akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar
ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai
hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan
inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke
belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi
kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel
saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi
karena adanya influx Na+¿¿ ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya
banyak di luar membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga
menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan
asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron
sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan
ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik
atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat
suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada
lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan
korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan
lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di
tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa
fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
a) Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan.
b) Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara
berlebihan.
c) Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang
waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin
atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
d) Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau
deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera
setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan
energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik
secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat
meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat,
demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di
cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat
mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah
dalam tubuh terutama karena pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh
kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang.

5. KOMPLIKASI
Menurut Elizabeth (2010) dan Pinzon (2007) komplikasi epilepsi dapat
terjadi:
1. Kerusakan otak akibat hipoksia dan retardasi mental dapat timbul
akibat kejang yang berulang
2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas
3. Cedera kepala
4. Cedera mulut
5. Fraktur

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi
lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan
jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance
imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi
dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit
neurologik yang jelas
b. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu
serangan
c. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
 mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
 menilai fungsi hati dan ginjal
 menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi).
 Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
7. TERAPI
a. Atasi penyebab dari kejang
b. Tersedia obat – obat yang dapat mengurangi frekuensi kejang yang
didalam seseorang
 Anti konvulson
 Sedatif
 Barbirorat
( Elizabeth, 2001 : 174 )
Obat yang dapat mencegah serangan epilepsi
 fenitoin (difenilhidantoin)
 karbamazepin
 fenobarbital dan asam valproik
Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran
pengobatan yang dicapai, yakni:

 Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.


 Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat
yang normal.
 Penderita dapat memiliki kualitas hidup yang optimal.
c. Operasi dengan reseksi bagian yang mudah terangsang
d. Menaggulangi kejang epilepsi
1. Selama kejang
a) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang
ingin tahu
b) Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar
keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d) Longgarkan baju . Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping
untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
e) Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara
giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi
klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita
tapi jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.
f) Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi
atau yg biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi
aneh seperti perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas,
mengantuk, dan mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika
Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan
aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat
atau tidur.
g) Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang
terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat

2. Setelah kejang
a) Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi.
Yakinkan bahwa jalan napas paten.
c) Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d) Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah
kejang
e) Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
f) Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama
kejang dan biarkan penderita beristirahat.
g) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba
untuk menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member
restrein yang lembut
h) Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk
pemberian pengobatan oleh dokter.
Trauma lahir, cedera kepala,
demam, gangguan metabolik,
Faktor idiopatik tumor otak

Kerusakan neuron

stabilisasi membran sinaps Ketidak seimbangan neurotransmiter


Invlux Na ke intraseluler depolarisasi Asetilkolin GABA zat inhibitif
(zat eksitatif) )
Na dlm intra sel berlebihan
Gangguan polarisasi
(hypo/hiper polarisasi) Kerusakan berfikir
Ketidk seimbangan ion Na & Ka

Gangguan
Ketidak sambungan lektrolit presesi
Isolasi sensori
G3b depolarisasi (ke listrikan saraf) sosial
KEJANG

Parsial Umum

sederhana komplex
absen mioklonik Tonik klonik atonik

kesadaran G3 peredaran darah Aktifitas otot

Reflek menelan Pen CO metabolisme


Resti injuri
Akumulasi mucus Permeabilitas
kapiler Keb O2
hipertermi

Gangguan bersihan asfiksia


jalan nafas inefektif

Lidah melemah, dan Kerusakan


Gangguan perfusi G3 nervus V, IX, X
menutup saluran trakea neuron otak
jaringan
BAB II

BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN EPILEPSI

A. PENGKAJIAN
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien.
Pasien ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan
kejang. Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji: Apakah
ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang? Apakah pasien
mempunyai program rekreasi? Kontak sosial? Apakah pengalaman kerja?
Mekanisme koping apa yang digunakan?
1. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis.

2. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Pasien sering mangalami kejang.

3. Riwayat penyakit sekarang


Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan hebatnya
keluhan, mulai timbul. Biasanya ditandai dengan anak mulai rewel,
kelihatan pucat, demam, anemia, terjadi pendarahan (pendarah gusi dan
memar tanpa sebab), kelemahan. nyeri tulang atau sendi dengan atau tanpa
pembengkakan.

4. Riwayat penyakit dahulu


Adanya  riwayat  penyakit  sebelumnya  yang  berhubungan  dengan 
keadaan  penyakit  sekarang  perlu  ditanyakan.

5. Riwayat kehamilan dan kelahiran.


Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post
natal. Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang
pernah diderita oleh ibu. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir
dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi sistem
kekebalan terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga
mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak.
Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah
kelahariran dan pertumbuhan dan perkembanagannya.

6. Riwayat penyakit keluarga


Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya
dengan penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan
keluarga perlu diketahui, apakah ada yang menderita gangguan hematologi,
adanya faktor hereditas misalnya kembar monozigot.

Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu


dalam mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.
a) Selama serangan :
 Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
 Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
 Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
 Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang
klonik, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
 Apakah pasien menggigit lidah.
 Apakah mulut berbuih.
 Apakah ada inkontinen urin.
 Apakah bibir atau muka berubah warna.
 Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
 Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah
pada satu sisi atau keduanya.
b) Sesudah serangan
 Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit,
gangguan bicara
 Apakah ada perubahan dalam gerakan.
 Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum,
selama dan sesudah serangan.
 Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi
denyut jantung.
 Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
c) Riwayat sebelum serangan
 Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi
 Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung
berdebar.
 Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori,
auditorik, olfaktorik maupun visual.
d) Riwayat Penyakit
 Sejak kapan serangan terjadi.
 Pada usia berapa serangan pertama.
 Frekuensi serangan.
 Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam,
kurang tidur, keadaan emosional.
 Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang
disertai dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
 Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
 Apakah makan obat-obat tertentu
 Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga

Pemeriksaan fisik

1. Tingkat kesadaran pasien


2. Sirkulasi
Gejala : palpitasi.

Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.

3. Penglihatan (mata)
Perubahan pada posisi bola mata, dan perubahan pupil
4. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, perdarahan pada gusi
5. Ekstremitas:
Adanya kelemahan otot ekstremitas, distrosia osteo atau tidak
6. Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.

Tanda : depresi, ansietas, marah.

7. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi,
pusing.

Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.

8. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.

Tanda : gelisah, distraksi.

9. Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal, akumulasi cairan.

Tanda : dispnea, apnea, batuk

B. ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
Keperawatan
DS: -- perubahan aktivitas listrik Resiko cedera
di otak
DO:
Keseimbangan terganggu
pasien kejang (kaki menendang-
nendang, ekstrimitas atas fleksi), gerakan tidak terkontrol
gigi geligi terkunci, lidah
menjulur
DS: sesak gangguan nervus V, IX, X Bersihan jalan napas
tidak efektif
DO:apnea, cianosis lidah melemah

menutup saluran trakea

Adanya obstruksi
DS: Terjadi depolarisasi Gangguan persepsi
berlebih sensori
terjadi aura (mendengar bunyi
yang melengking di telinga, bau- Bangkitan listrik di bagian
bauan, melihat sesuatu), otak serebrum
halusinasi, perasaan bingung,
Menyebar ke nervus-
melayang2.
nervus
DO:
Mempengaruhi aktivitas
penurunan respon terhadap organ sensori persepsi
stimulus, terjadi salah persepsi
DS: Stigma masyarakat yang Isolasi sosial
buruk tentang penyakit
klien terlihat rendah diri saat
epilepsi atau ”ayan”
berinteraksi dengan orang lain
Klien merasa rendah diri
DO:menarik diri
Menarik diri
DS: klien terlihat cemas, gelisah. Terjadi kejang epilepsi Ansietas

DO: Kurang pengetahuan


tentang kondisi penyakit
takikardi, frekuensi napas cepat
atau tidak teratur Bingung
DS: pasien mengeluh sesak Terjadi bangkitan listrik Ketidakefektifan pola
di otak napas
DO: RR meningkat dan tidak
teratur, Menyebar ke daerah
medula oblongata

Mengganggu pusat
respiratori

Mempengaruhi pola napas

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko cedera berhubungan dengan aktivitas kejang yang tidak
terkontrol (gangguan keseimbangan).
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan
lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva
c. Isolasi sosial berhubungan dengan rendah diri terhadap keadaan
penyakit dan stigma buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat
d. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan terganggunya saraf
pusat pernafasan
e. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai penyakit

D. INTERVENSI
Dx 1. Resiko cedera berhubungan dengan aktivitas kejang yang tidak
terkontrol (gangguan keseimbangan).

Tujuan :
Klien dapat mengidentifikasi faktor presipitasi serangan dan dapat
meminimalkan/menghindarinya, menciptakan keadaan yang aman untuk
klien, menghindari adanya cedera fisik, menghindari jatuh

Kriteria hasil :
tidak terjadi cedera fisik pada klien, klien dalam kondisi aman, tidak ada
memar, tidak jatuh

Intervensi Rasional
Kaji :

Kaji tanda-tanda vital Untuk mengetahui tindakan


keperawatan selanjutnya.

Observasi:

Barang- barang di sekitar pasien dapat


membahayakan saat terjadi kejang
Identivikasi factor lingkungan yang
memungkinkan resiko terjadinya cedera
Pantau status neurologis setiap 8 jam Mengidentifikasi perkembangan atau
penyimpangan hasil yang diharapkan
Mandiri

Jauhkan benda- benda yang dapat Mengurangi terjadinya cedera seperti


mengakibatkan terjadinya cedera pada akibat aktivitas kejang yang tidak
pasien saat terjadi kejang terkontrol
Pasang penghalang tempat tidur pasien Penjagaan untuk keamanan, untuk
mencegah cidera atau jatuh
Letakkan pasien di tempat yang rendah Area yang rendah dan datar dapat
dan datar mencegah terjadinya cedera pada pasien
Tinggal bersama pasien dalam waktu Memberi penjagaan untuk keamanan
beberapa lama setelah kejang pasien untuk kemungkinan terjadi
kejang kembali
Menyiapkan kain lunak untuk Lidah berpotensi tergigit saat kejang
mencegah terjadinya tergigitnya lidah karena menjulur keluar
saat terjadi kejang
Tanyakan pasien bila ada perasaan Untuk mengidentifikasi manifestasi
yang tidak biasa yang dialami beberapa awal sebelum terjadinya kejang pada
saat sebelum kejang pasien
Kolaborasi:

Berikan obat anti konvulsan sesuai Mengurangi aktivitas kejang yang


advice dokter berkepanjangan, yang dapat mengurangi
suplai oksigen ke otak
Edukasi:

Anjurkan pasien untuk memberi tahu Sebagai informasi pada perawat untuk
jika merasa ada sesuatu yang tidak segera melakukan tindakan sebelum
nyaman, atau mengalami sesuatu yang terjadinya kejang berkelanjutan
tidak biasa sebagai permulaan
terjadinya kejang.
Berikan informasi pada keluarga Melibatkan keluarga untuk mengurangi
tentang tindakan yang harus dilakukan resiko cedera
selama pasien kejang

Dx 2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah


di endotrakea, peningkatan sekresi saliva
Tujuan :
jalan nafas menjadi efektif
Kriteria hasil :
nafas normal (16-20 kali/ menit), tidak terjadi aspirasi, tidak ada dispnea

Intervensi Rasional
Kaji :

Kaji tanda-tanda vital Untuk mengetahui tindakan keperawatan


selanjutnya

Observasi

Identifikasi bersihan jalan nafas Mengurangi terjadinya subatan jalan


nafas

Mandiri

Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut Menurunkan resiko aspirasi atau


dari benda / zat tertentu / gigi palsu atau masuknya sesuatu benda asing ke faring.
alat yang lain jika fase aura terjadi dan
untuk menghindari rahang mengatup jika
kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal.

Letakkan pasien dalam posisi miring,


permukaan datar meningkatkan aliran (drainase) sekret,
mencegah lidah jatuh dan menyumbat
jalan nafas
 

Tanggalkan pakaian pada daerah leher /


untuk memfasilitasi usaha bernafas /
dada dan abdomen
ekspansi dada

Melakukan suction sesuai indikasi


Mengeluarkan mukus yang berlebih, 
menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia.

Kolaborasi

Berikan oksigen sesuai program terapi Membantu memenuhi kebutuhan oksigen


agar tetap adekuat, dapat menurunkan
hipoksia serebral sebagai akibat dari
sirkulasi yang menurun atau oksigen
sekunder terhadap spasme vaskuler
selama serangan kejang.
Edukasi

Anjurkan keluarga untuk memberi motivasi Keluarga sebagai orang terdekat pasien,
kepada pasien sangat mempunyai pengaruh besar dalam
keadaan psikologis pasien
Dx 3. Isolasi sosial berhubungan dengan rendah diri terhadap keadaan penyakit
dan stigma buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat

Tujuan:

mengurangi rendah diri pasien

Kriteria hasil:

 adanya interaksi pasien dengan lingkungan sekitar


 menunjukkan adanya partisipasi pasien dalam lingkungan masyarakat

Intervensi Rasional
Kaji :

Kaji tanda-tanda sosial pasien Untuk mengetahui apakah pasien


rendah diri atau tidak

Observasi:

Memberi informasi pada perawat


tentang factor yang menyebabkan
Identifikasi dengan pasien, factor- factor
isolasi sosial pasien
yang berpengaruh pada perasaan isolasi
sosial pasien
Mandiri

Memberikan dukungan psikologis dan Dukungan psikologis dan motivasi


motivasi pada pasien dapat membuat pasien lebih percaya
diri
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan tim psikiater Konseling dapat membantu mengatasi
perasaan terhadap kesadaran diri
sendiri.
Rujuk pasien/ orang terdekat pada Memberikan kesempatan untuk
kelompok penyokong, seperti yayasan mendapatkan informasi, dukungan
epilepsi dan sebagainya. ide-ide untuk mengatasi masalah dari
orang lain yang telah mempunyai
pengalaman yang sama.
Edukasi:

Anjurkan keluarga untuk memberi Keluarga sebagai orang terdekat


motivasi kepada pasien pasien, sangat mempunyai pengaruh
besar dalam keadaan psikologis
pasien

Memberi informasi pada keluarga dan Menghilangkan stigma buruk


teman dekat pasien bahwa penyakit terhadap penderita epilepsi (bahwa
epilepsi tidak menular penyakit epilepsi dapat menular).

Dx 4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan saraf pernafasan

Tujuan :

setelah diberikan asuhan keperawatan selama … pasien tidak mengalami


gangguan pola napas kriteria hasil :

 RR dalam batas normal sesuai umur


 Nadi dalam batas normal sesuai umur
Intervensi Rasional
Kaji :

Kaji tanda-tanda vital Untuk mengetahui tindakan keperawatan


selanjutnya

Observasi :

Identifikasi pola napas Untuk mengetahui adanya tanda hipoksia

Mandiri :

Tanggalkan pakaian pada daerah Memfasilitasi usaha bernapas/ekspansi


leher/dada, abdomen dada

Masukkan spatel lidah/jalan napas buatan Dapat mencegah tergigitnya lidah, dan
memfasilitasi saat melakukan penghisapan
lendir, atau memberi sokongan pernapasan
jika diperlukan

Menurunkan risiko aspirasi atau asfiksia

Lakukan penghisapan sesuai sesuai indikasi

Kolaborasi:

Berikan tambahan O2 Dapat menurunkan hipoksia serebral


Edukasi :

Menganjurkan keluarga untuk memberi Keluarga sebagai orang terdekat pasien,


motivasi kepada pasien sangat mempunyai pengaruh besar dalam
keadaan psikologis pasien
Dx 5. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai penyakit

Tujuan :

Setelah dilakukan askep Selama ... masalah kurang pengetahuan


mengenai kondisi dan aturan pengobatan teratasi dengan,

kriteria hasil :

Mampu mengungkapkan pemahaman tentang gangguan dan berbagai


rangsangan yang telah diberikan, mulai merubah perilaku, mentaati
peraturan obat yang diresepkan.

INTERVENSI RASIONAL
Kaji :
Kaji pengetahuan orang tua pasien. Untuk mengetahui pengetahuan
keluarga tentang penyakit yg diderita
pasien

Observasi :
Identifikasi dengan orng tua pasien, Memberi informasi kepada perawat
factor-factor tentang pengetahuan tentang factor pengetahuan orng tua
orang tua pasien terhadap penyakit. pasien
Mandiri :
Jelaskan mengenai prognosis Memberikan kesempatan untuk
penyakit dan perlunya pengobatan mengklarifikasi kesalahan persepsi &
keadaan penyakit yang ada

Kolaborasi :
Diskusikan manfaat kesalahan umum Aktivitas yang sedang & teratur dapat
yang baik, seperti diet yang adekuat, membantu
& istirahat yang cukup menurunkan/mengendalikan faktor
presdiposisi
Edukasi :
Berikan informasi yang adekuat Pengetahuan yang diberikan mampu
tentang prognosis penyakit dan menurunkan resiko dari efek bahay
tentang interaksi obat yang potensial satu penyakit & cara menanganinya

Tekankan perlunya untuk melakukan Kebutuhan terpeutik dapat berubah


evaluasi yang teratur/melakukan sehingga mempersiapkan
pemeriksaan laboratorium sesuai kemungkinan yang akan terjadi
indikasi

d. Evaluasi

a. Pasien tidak mengalami cedera, tidak jatuh, tidak ada memar


b. Tidak ada obstruksi lidah, pasien tidak mengalami apnea dan aspirasi
c. Pasien dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan sekitar, pasien tidak
menarik diri (minder)
d. Pola napas normal, TTV dalam batas normal
e. Ansietas pasien dan keluarga berkurang, pasien tampak tenang
DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan Epilepsi, 2008. www.google.com


Brunner and Sudarth, 2002. Buku ajar keperawatan medikal-bedah. Jakarta ; EGC
Doenges, marilynn E. 2000. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai