Anda di halaman 1dari 5

BAB II

KONSEP DASAR

A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI EPILEPSI
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto,
2007).

Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi
(Arif, 2000).

1. ETIOLOGI
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik), sering
terjadi pada:
a) Trauma lahir, asphyxia neonatorum
b) Cedera Kepala, infeksi sistem syaraf
c) Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
d) Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
e) Tumor otak
f) Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).

Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama


ialah epilepsi idopatik, Remote Simtomatik Epilepsi (RSE), epilepsi simtomatik akut
dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau
antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi
idiopatik dan RSE dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang
berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk.

2. KLASIFIKASI

Epilepsi diklasifikasikan menjadi dua pokok umum yaitu klasifikasi epilepsi


dengan sindrom epilepsi dan klasifikasi berdasarkan tipe kejang

a) klasifikasi epilepsi dan sindrom epilepsi


Berdasarkan penyebab
a. Epilepsi idiopatik: bila tidak diketahui penyebabnya, epilepsi pada anak dengan
paroksimal oksipital
b. Simtomatik: bila ada penyebabnya, letak fokus pada pada semua lobus otak

b) klasifikasi tipe kejang epilepsi (browne, 2008)


1. Epilepsi kejang parsial (lokal, fokal)
a. Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap
normal
b. Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.
c. Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-
klonik, tonik, klonik).

2. Epilepsi kejang umum


a. Lena Atau Kejang absant (Petit mal)
b. Grand Mal
3. Epilepsi kejang tak tergolongkan

3. PATOFISIOLOGI
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta- juta
neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas
listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps
terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah
neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid)
bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan
epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus
epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit
ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan
demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar
ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat
merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls- impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan
terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
4. PATHWAY

5. MANIFESTASI KLINIS
a. Kehilangan kesadaran
b. Aktivitas motorik
1) Tonik klonik
2) Gerakan sentakan, tepukan atau menggarau
3) Kontraksi singkat dan mendadak disekelompok otot
4) Kedipan kelopak mata
5) Sentakan wajah
6) Bibir mengecap – ecap
7) Kepala dan mata menyimpang ke satu sisi

c. Fungsi pernafasan
1) Takipnea
2) Apnea
3) Kesulitan bernafas
4) Jalan nafas tersumbat

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
a. Elektrolit (natrim dan kalium), ketidak seimbangan pada dan dapat
berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitas kejang
b. Glukosa, hipolegikemia dapat menjadi presipitasi ( percetus ) kejang
c. Ureum atau creatinin, meningkat dapat meningkatkan resiko timbulnya
aktivitas kejang atau mungkin sebagai indikasi nefrofoksik yang berhubungan
dengan pengobatan
d. Sel darah merah, anemia aplestin mungkin sebagai akibat dari therapy obat
e. Fungsi lubal untuk mendeteksi tekanan abnormal, tanda infeksi,
perdarahan/foto rontgen kepala,untuk mengidentifikasi adanya sel, fraktur.
f. DET ( Position Emission Hemography ), mendemonstrasikan perubahan
metabolik

Anda mungkin juga menyukai