Anda di halaman 1dari 46

FARMAKOTERAPI EPILEPSI

Definisi
• Epilepsi atau penyakit ayan terjadi
karena adanya muatan listrik
yang berlebihan di sel-sel neuron
otak berupa serangan kejang
berulang.

• Lepasnya muatan listrik yang


berlebihan dan mendadak,
sehingga penerimaan serta
pengiriman impuls dalam/dari
otak ke bagian-bagian lain dalam
tubuh terganggu
Epilepsi merupakan gejala-kompleks dari banyak gangguan
susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya
bangkitan yaitu modifikasi fungsi otak yang bersifat
mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekelompok
besar sel-sel otak yang bersifat spontan, singkron, berirama
dan berkala serta dikarakteristikkan oleh kejang berulang
atau kehilangan kesadaran dan gangguan perilaku.

International League Against Epilepsy (ILAE) dan International


Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan
kembali definisi epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang
ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat
mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis,
kognitif, psikologis.
Epidemiologi
• Setiap tahun terjadi 125.000 kasus epilepsi baru di United State.
• Agak sulit mengestimasi jumlah kasus epilepsi pada kondisi tanpa
serangan, pasien terlihat normal dan semua data laboratorium juga
normal, selain itu ada stigma tertentu pada penderita epilepsi
malu/enggan mengakui.
• Insiden paling tinggi pada umur 20 tahun pertama, menurun sampai
umur 50 tahun, dan meningkat lagi setelahnya terkait dengan
kemungkinan terjadinya penyakit cerebrovasular.
• Pada 75% pasien, epilepsi terjadi sebelum umur 18 tahun pada saat
terdiagnosa.
Prognosis epilepsi tergantung pada beberapa hal, diantaranya jenis
epilepsi, faktor penyebab, saat pengobatan dimulai dan ketaatan
minum obat.

Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-


obat, sedangkan sekitar 50% pada suatu waktu akan dapat berhenti
minum obat.

Prognosis epilepsi dihubungkan dengan terjadinya remisi serangan


baik dengan pengobatan maupun status psikososial dan status
neurologis penderita.

Batasan remisi epilepsi yang sering dipakai adalah 2 tahun bebas


serangan (kejang) dengan terapi. Pada pasien yang telah mengalami
remisi 2 tahun harus dipertimbangkan untuk penurunan dosis dan
penghentian obat secara berkala.
Etiologi
• Ditinjau dari penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 2
golongan yaitu :
1. Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini
tidak ditemukan penyebabnya
• 2. Epilepsi sekunder atau simtomatik yaitu yang
penyebabnya diketahui.

Pada epilepsi primer tidak ditemukan kelainan pada jaringan


otak. Diduga terdapat kelainan atau gangguan
keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf pada area
jaringan otak yang abnormal.
• Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :
1.Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu,
seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin,
menglami infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera.
2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang
mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
3. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
4.Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama
pada anak-anak.
5.Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
6.Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
7.Penyakit seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
Patofisiologi
Neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi karena
adanya perbedaan muatan ion-ion yang terdapat di dalam dan
di luar neuron. Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini
menimbulkan polarisasi pada membran dengan bagian
intraneuron yang lebih negatif. Neuron bersinapsis dengan
neuron lain melalui akson dan dendrit.

Suatu masukan melalui sinapsis yang bersifat eksitasi akan


menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang
berlangsung singkat, kemudian inhibisi akan menyebabkan
hiperpolarisasi membran.

Bila eksitasi cukup besar dan inhibisi kecil, dapat


mengakibatkan terjadinya epilepsi.
Potensial membrane neuron bergantung pada permeabilitas
selektif membrane neuron, yakni membrane sel mudah dilalui
oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang
sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat
kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl,
sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler.
(K tinggi di intrasel; Ca, Na, Cl tinggi di ekstrasel)

Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan


potensial membran.
synthesis

Amino acids Function class Secretion sites


GABA Inhibitory CNS; invertebrate
neuromuscular junction
Glutamate Excitatory CNS; invertebrate
neuromuscular junction
Glycine Inhibitory CNS
Structure
Ionotropic Glutamate Receptors

AMPA-R NMDA-R
Klasifikasi Serangan Epilepsi
a. Bangkitan
Parsial/fokal
1) Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan
kesadaran)
a) Dengan gejala motorik.
b) Dengan gejala sensorik.
c) Dengan gejala otonomik.
d) Dengan gejala psikis.

2) Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan


kesadaran)
a) Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti
gangguan kesadaran.
b) Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan.
3) Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)
a) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum
b) Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum
c) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan
berkembang menjadi bangkitan umum
b. Bangkitan umum (konvulsi atau non-konvulsi)
1) Bangkitan lena (absence) = petit mal
Ciri khas serangan lena adalah durasi singkat, onset dan
terminasi mendadak, frekuensi sangat sering, terkadang disertai
gerakan klonik pada mata, dagu dan bibir.

2) Bangkitan mioklonik
Kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang
dapat umum atau terbatas pada wajah, batang tubuh, satu atau
lebih ekstremitas, atau satu grup otot. Dapat berulang atau
tunggal.

3) Bangkitan tonik
Merupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan
ekstremitas menetap dalam satu posisi. Biasanya terdapat
deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi, dapat disertai rotasi
seluruh batang tubuh. Wajah menjadi pucat kemudian merah
dan kebiruan karena tidak dapat bernafas. Mata terbuka atau
tertutup, konjungtiva tidak sensitif, dan pupil dilatasi.
4) Bangkitan atonik
Berupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi
hanya kepala jatuh ke depan atau lengan jatuh tergantung
atau menyeluruh sehingga pasien terjatuh.

5) Bangkitan klonik
Pada kejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi
kejang kelojot (kejang yang sifatnya bergantian kaku dan
lemas secara cepat). Dijumpai terutama sekali pada anak.
6) Bangkitan tonik-klonik = grand mal
Merupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat kemudian diikuti oleh
gerakan klonik.
Diagnosis
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu:

a. Langkah pertama: Memastikan apakah kejadian yang bersifat


paroksisimal merupakan bangkitan epilepsi.

b. Langkah kedua: Apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka


tentukanlah bangkitan tersebut termasuk tipe bangkitan yang mana.

c.Langkah ketiga: Tentukan sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan oleh


bangkitan tadi, atau penyakit epilepsi apa yang diderita oleh pasien
dan tentukan etiologinya.

Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya bangkitan epilepsi


berulang (minimum 2 kali) tanpa provokasi, dengan atau tanpa
adanya gambaran epileptiform pada EEG.
Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah
sebagai berikut:

a. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh.
Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan
sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan
informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis.
b. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis

Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya


serangan dengan menggunakan umur dan riwayat
penyakit sebagai pegangan.
Pada pasien anak, pemeriksa harus memperhatikan
adanya keterlambatan perkembangan, organomegali,
dan perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat
menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak
unilateral.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium

Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium, bilirubin


dan ureum dalam darah. Keadaan seperti hiponatremia,
hipoglikemia, hipomagnesia, uremia dan hepatik ensefalopati dapat
mencetuskan timbulnya serangan kejang.
Pemeriksaan serum elektrolit bersama dengan glukose, kalsium,
magnesium, Blood Urea Nitrogen, kreatinin dan test fungsi hepar
mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat berguna.
2) Elektro Ensefalografi (EEG)
Elektroensefalograf ialah alat yang dapat merekam aktifitas
listrik di otak melalui elektroda yang ditempatkan dikulit
kepala. Kelainan EEG yang sering dijumpai pada penderita
epilepsi disebut epileptiform discharge atau epileptiform
activity.
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien
epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang
paling sering dilakukan untuk menegakkan diagnosis
epilepsi.
Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan
adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan
umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan genetik atau metabolik.
:
Rekaman EEG dikatakan abnormal ditentukan atas dasar adanya

a) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah


yang sama di kedua hemisfer otak.
b)Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih
lambat dibanding seharusnya; misal gelombang delta.
c)Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada
anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike),
paku-ombak, paku majemuk dan gelombang lambat yang
timbul secara paroksimal.
3) Rekaman video EEG
• Pemeriksaan video-EEG ini berhasil membedakan apakah serangan
kejang oleh karena epilepsi atau bukan dan biasanya selama
perekaman dilakukan secara terus-menerus dalam waktu 72 jam,
sekitar 50-70% dari hasil rekaman dapat menunjukkan gambaran
serangan kejang epilepsi
4) Pemeriksaan Radiologis
CT Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) kepala merupakan pemeriksaan yang dikenal
dengan istilah neuroimaging → bertujuan untuk melihat apakah ada
atau tidaknya kelainan struktural di otak dan melengkapi data EEG.

CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi, namun
demikian pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur
pencitraan otak pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan
lebih spesifik dibanding dengan CT Scan → oleh karena dapat
mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis
kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa, maupun epilepsi
refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi pembedahan.

MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri.


5) Pemeriksaan Neuropsikologi
Pemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan
pertimbangan akan dilakukan terapi pembedahan.
Pemeriksaan ini khususnya memperhatikan apakah ada tidaknya
penurunan fungsi kognitif, demikian juga dengan pertimbangan bila
ternyata diagnosisnya ada dugaan serangan kejang yang bukan
epilepsi.
Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:
• Inaktivasi kanal Na → menurunkan kemampuan syaraf untuk
menghantarkan muatan listrik. Contoh: fenitoin, karbamazepin,
lamotrigin, okskarbazepin, valproat
Obat-obat yang meningkatkan transmisi
inhibitori GABAnergik:
• agonis reseptor GABA → meningkatkan transmisi inhibitori dg
mengaktifkan kerja reseptor GABA. Contoh: Benzodiazepin,
Barbiturat

• menghambat GABA transaminase → konsentrasi GABA


meningkat. Contoh: Vigabatrin

• menghambat GABA transporter → memperlama aksi GABA.


Contoh: Tiagabin

• meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal


pasien → dengan menstimulasi pelepasan GABA dari non-
vesikular pool. Contoh: Gabapentin
Status Epileptikus
Kejang umum yang terjadi selama 5 menit atau lebih atau kejadian
kejang 2 kali atau lebih tanpa pemulihan kesadaran di antara dua
kejadian tersebut

Merupakan kondisi darurat yg memerlukan pengobatan yang tepat


untuk meminimalkan kerusakan neurologik permanen maupun
kematian
Studi Kasus Epilepsi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai