Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

EPILEPSI

OLEH : RICKY AURA


PEMBIMBING : DR. IKA MARLIA MSC, SP.S
Epilepsi adalah salah satu  penyakit pada bagian
neurologi yang sering terjadi dan ditandai adanya
episode kejang serta penurunan kesadaran pada
penderitanya.
Epilepsi adalah salah satu  penyakit pada bagian
neurologi yang sering terjadi dan ditandai adanya
episode kejang serta penurunan kesadaran pada
penderitanya.
Pada penilitian yang dilakukan oleh Navajo 1.1
melaporkan bahwa insidensi keseluruhan kasus
epilepsi atau kejang berkisar 18,1 per 1.000 orang
hingga  31,6 dan 25,7 per 1.000 di antara pria dan LATAR
wanita yang berusia 75 tahun atau lebih. Bahkan
pada penghuni panti jompo, populasi berisiko BELAKANG
tinggi, prevalensi epilepsi dapat melebihi 5%.
Strategi penatalaksanaan pada kasus epilepsi
adalah dengan memperhatikan tujuan pengobatan,
kepatuhan terhadap pengobatan, serta efek samping
yang ditimbulkan oleh obat anti epilepsi.
2
Epilepsi adalah salah satu gangguan medis
dan sosial yang umum ditemukan dan
merupakan kelainan pada suatu kelompok
dengan karakteristik yang unik.
Defenisi pada epilepsi merupkan gangguan
neurologis yang dapat menyebabkan kejang
berulang, dapat disertai penurunan kesadaran
ataupun tidak, yang diakibatkan karena
masalah pada muatan listrik di sel-sel otak. 4
• Epilepsi adalah gangguan kronis pada otak
yang ditandai dengan serangan episodik
2.1
berulang, kejang epilepsi, dan memilki
konsekuensi terhadap kognitif, sosial dan
kejiwaannya. Kejang adalah manifestasi
DEFENISI
klinis dari suatu proses yang melibatkan
jaringan neuron dengan distribusi fokus atau
difus. Perkembangan kejang berkorelasi
dengan usia. Hal tersebut terjadi karena
proses penuaan itu sendiri dapat menjadi
faktor risiko terjadinya kejang.1

3
2.2
EPIDEMIOLGI
• Epilepsi merupakan penyakit
neurologis yang sering ditemukan
dalam praktik klinis sehari-hari.
Prevalensi epilepsi di seluruh dunia
masih sangat tinggi dalam beberapa
dekade terakhir, dimana lebih dari
67 juta masyarakat di dunia
menderita epilepsi. Penyakit ini
menyebabkan diskriminasi pada
penderitanya, sehingga
menyebabkan penurunan kualitas
hidup pada penderita epilepsi.5

4
Insiden epilepsi cenderung tertinggi
ditemukan pada kelompok usia yang
lebih muda (misalnya, pada masa bayi
dan anak usia dini) dan kelompok usia
yang lebih tua (misalnya, lebih dari 50-
60 tahun tahun).
Prevalensi epilepsi di Indonesia sudah
mulai diteliti hingga saat ini. Prevalensi
epilepsi Indonesia berkisar 700.000
sampai 1.400.000 kasus dengan
pertambahan 70.000 kasus setiap
tahunnya.

5
Sebuah studi terkait prevelensi dan insidensi
terhadap seluruh terhadap seluruh populasi di
dunia telah dilakukan untuk mencari
penyebab pada kasus epilepsi, dimana pada
sebagian besar kasus, tidak ditemukan
penyebab terjadinya epilepsi.
Epilepsi banyak ditemukan pada populasi
anak-anak. Penyebab epilepsi pada anak-
anak bervariasi, dan umumnya banyak
terjadi kasus epilepsi tanpa diketahui
penyebabnya. Akan tetapi, faktor genetik
memiliki peran penting terhadap terjadinya
2.3
kasus epilepsi pada anak-anak.
Ada variabilitas yang cukup besar dalam
ETIOLOGI & FAKTOR
penyebab dan faktor risiko kejang dan RISIKO
epilepsi pada orang tua. Faktor risiko yang
paling sering dilaporkan adalah penyakit
serebrovaskular, gangguan metabolisme,
penyebab toksik, dan hipoksia serebral
sekunder akibat berbagai penyebab sinkop.

6
Gangguan fungsi neuron dan transmisi
sinaps di otak merupakan dasar
patofisiologi terjadinya serangan
epilepsi. Terdapat dua neurotransmiter
yang mengalami gangguan pada pasien
dengan epilepsi, yaitu neurotransmiter
eksitasi dan neurotransmiter inhibisi.
neurotransmiter eksitasi, terdiri dari
beberapa zat-zat kimia organik, yaitu
glutamate, aspartat, norepinephrine dan
asetilkolin, sedangkan neurotransmiter
2.4
inhibisi terdiri dari gamma amino
butyric acid (GABA) dan glisin. Akibat PATOFISIOLOGI
pengaruh kedua neurotransmiter tersebut
menyebabkan terjadinya pelepasan
muatan listrik serta terjadinya transmisi
atau rangsangan. Pelepasan muatan
listrik ini secara berlebihan oleh sel
neuron secara tidak langsung menjadi
dasar terjadinya serangan epilepsi.
7
1. Epilepsi Simtomatik
Penyebab umum pada epilepsi simtomatik adalah 
trauma kepala, trauma jalan lahir, gangguan Berdasarkan
serebrovaskular, serebralanoksia, infeksi otak,
malformasi kortikal, dan tumor otak. Berdasarkan
etiologinya,epilep
2. Epilepsi kriptogenik
etiologinya,epilep
si dibagi menjadi
Istilah epilepsi kriptogenik sering digunakan
si dibagi menjadi
3 jenis :
secara bergantian dengan epilepsi idiopatik. Ini 3 jenis :
harus dihindari, dan istilah epilepsi idiopatik
ditujukan untuk kondisi yang diwariskan di mana
kejadian kejang merupakan satu-satunya
2.5
manifestasi dari gangguan tersebut.
3. Epilepsi progresif KLASIFIKASI
Epilepsi mioklonik progresif adalah sekelompok
gangguan yang ditandai oleh perkembangan
mioklonik dan kejang lainnya dalam hubungannya
dengan kelainan otak sejak lahir ataupun otak
yang sudah mengalami degeneratif (faktor usia)
dan kelainan metabolisme bawaan sejak lahir.

8
1. Kejang parsial
Lesi yang terdapat pada kejang parsial
berasal dari sebagian kecil dari otak atau
satu hemisfer serebrum. Kejang terjadi
pada satu sisi atau satu bagian tubuh dan
kesadaran penderita umumnya masih
baik. Kejang Parsial terbagi dua yaitu
kejang parsial sederhana dn kejang
parsial kompleks.
2. Kejang umum 2.6
• Lesi yang terdapat pada kejang umum
berasal dari sebagian besar dari otak
atau kedua hemisfer serebrum. Kejang
MANIFESTASI
terjadi pada seluruh bagian tubuh dan
kesadaran penderita umumnya menurun.
KLINIS
Kejang umum terbagi atas; kejang
Absand, kejang atonik, kejang
mioklonik, kejang tonik tonik, kejang
klonik dan kejang tonik.

9
Diagnosis pada kasus epilepsi dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis yang baik dan
tepat merupakan kunci untuk
mengetahui apakah kejang yang dialami
merupakan suatu bentuk dari epilepsi
atau manifestasi dari penyakit lainnya.
Kemudian dokter dapat menentukan
jenis bangkitan kejang tersebut
berdasarkan klasifikasi ILAE. Setelah
itu, dokter dapat melanjutkan beberapa
2.7
pemeriksaan untuk menilai ada atau
tidaknya gangguan fungsional serta
struktur pada otak.10
DIAGNOSIS
Dalam praktik klinis, auto dan
alloanamnesis dari orang tua atau saksi
mata harus mencakup pre-iktal, iktal,
dan post-iktal.11,12

10
Lanjutan.....

Icon
Icon Icon Icon Icon

1 2 3
1 2 3
Pemeriksaan fisik umum Pemeriksaan neurologis Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dilakukan untuk Pada pemeriksaan neurologis, Pemeriksaan penunjang pada
mencari tanda-tanda gangguan neurolog akan mencari tanda- epilepsi dapat dilakukan untuk
yang berkaitan atau yang tanda defisit neurologi fokal mengetahui apakah terdapat
mencetuskan epilepsi. atau difus yang dapat kelainan struktur atau
fungsional pada otak.
berhubungan dengan epilepsi. Pemeriksaan penunjang yg
dapat dilakukan ialah EEG
dan MRI
11
2.8
TATA LAKSANA

Kekambuhan setelah penghentian OAE


Tujuan utama pemberian terapi Prinsip Pemberian OAE akan lebih besar kemungkinannya
pada pasien epilepsi adalah pada keadaan sebagai berikut:
dengan mengupayakan agar • Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
penderita epilepsi dapat hidup
normal, bebas bangkitan dan • Terdapat minimum dua bangkitan dalam • Semakin tua usia 
efek samping (hal ini sulit terjadi setahun • Epilepsi simptomatik
pada medikasi inisial), serta  • Penyandang atau keluarganya sudah
dapat meningkatkan kualitas • Gambaran EEG abnormal
menerima penjelasan tentang tujuan
hidup penderitanya.5 pengobatan dan efek sampingnya • Bangkitan yang sulit terkontrol
dengan OAE
• Bangkitan terjadi berulang walaupun faktor
pencetus sudah dihindari • Pengunaan lebih dari satu OAE
• Pemberian terapi pada pasien epilepsi • Telah mendapat terapi selama 10
dimulai dengan monoterapi, yaitu tahun atau lebih
menggunakan OAE pilihan sesuai dengan
• Bila bangkitan timbul kembali
jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi.
maka gunakan dosis efektif terakhir
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah
(sebelum pengurangan dosis OAE),
dan ditingkatkan bertahap sampai dosis
kemudian dievaluasi kembali.
efektif tercapai atau timbul efek samping.

12
Prognosis pada kasus epilepsi
tergantung pada pemberian
farmakoterapi yang adekuat terhadap
pasien. Hal tersebut dikarenakan
pemberian farmakoterapi yang adekuat
dapat mencegah terjadinya kekambuhan
(bangkitan kejang). Berdasarkan sebuah
studi terkait kekambuhan pada epilepsi,
pada pasien yang tidak diobati setelah
kejang yang kedua, maka 75% pasien
2.9
tersebut dapat mengalami kejang
kembali satu atau dua tahun berikutnya. PROGNOSIS
Hal inilah yang menjadi dasar mengapa
pentingnya pengobatan pada pasien
dengan epilepsi.4

13
3.1 Identitas Pasien

• Nama : Nn. AR
• Tanggal Lahir/Umur : 21-10-2000/ 19 thn
• Alamat
• Agama
: Banda Aceh 
: Islam
BAB III
• Suku : Aceh
• CM : 1-23-22-75
LAPORAN
KASUS

14
3.2 Anamnesis

Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan Utama Pasien datang ke poli neurologi RSUDZA dengan keluhan
kejang berulang sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan mulai
Kejang berulang dan nyeri
dirasakan sejak kelas 3 SMA. Pasien mengalami kejang ketika
kepala sebelah
pasien capek dan banyak pikiran (stress). Ketika kejang, pasien
dalam keadaan tidak sadar, tangan dan kaki kelonjotan dan mata
terbelalak ke arah atas. Kejang dirasakan selama 2 menit.
Diantara episode kejang pasien sadar. Setelah kejang pasien
dapat beraktivitas kembali. Sebelum kejang pasien mengeluhkan
nyeri kepala disertai keringat dingin dan kebas-kebas di kedua
ekskremitas. Nyeri kepala dirasakan di bagian depan, dan nyeri
bertambah berat ketika melihat bintik hitam. Nyeri tidak
dipengaruhi oleh aktivitas. Riwayat keluar busa saat kejang tidak
ada. Pasien juga memilki riwayat trauma (kepala terbentur) pada
saat kelas 1 SMA.

15
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Kebiasaan Sosial
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien memiliki riwayat kejang
demam Tidak ada yang mengeluhkan Pasien adalah seorang pelajar
Pasien selama
memiliki3 bulan saat kejang
riwayat pasien
masih
demam kecil.
selamaRiwayat trauma
3 bulan saat kepala
pasien keluhan yangyang
Tidak ada sama mengeluhkan
sebelumnya kelas
Pasien 3 adalah
SMA dengan
seorangintensitas
pelajar
pada kelas 1 SMA. Pasien sebelumnya
masih kecil. Riwayat trauma kepala seperti
keluhan yang dikeluhkan
yang sama oleh
sebelumnya belajar
kelas 3yang
SMAtinggi.
dengan intensitas
pernah
pada kelasdirawat dengansebelumnya
1 SMA. Pasien diagnosa pasien. belajar yang tinggi.
seperti yang dikeluhkan oleh
epilepsi
pernah dan masukdengan
dirawat kembalidiagnosa
karena
putus obat. pasien.
epilepsi dan masuk kembali karena
putus obat.

Riwayat Pemakaian Obat


Riwayat Pemakaian Obat
Obat anti kejang
Obat anti kejang

16
3.3 Pemeriksaan fisik

Vital sign
Vital sign Antropometri
Kesadaran : Compos Mentis Antropometri
Tekanan darah : 11/70 mmHg ( normal )
Denyut nadi : 74 x/menit ( normal ) BB : 54 kg

Nafas : 20 x/menit ( normal ) TB : 163 cm

Suhu : 36,70C ( normal ) BMI : 20,3  (Normoweight)

VAS : 2-3 ( nyeri Ringan )


SP02 : 99 % ( normal )
GCS : E : 4  M : 6 M : 5 ( Compos Mentis)

17
Status Generalisata
• Wajah : Simetris, edema Thorax (Anterior)
(-), pucat (-)
• Inspeksi : Simetris, spider nevi (-), ginekomasti (-),
• Mata : Konjungtiva
tidak ada dada yang tertinggal, tidak ada retraksi
palpebra inferior pucat
interkosta
(+/+), ikterik (-/-), pupil
isokor kiri dan kanan, • Palpasi : nyeri tekan (-) stem fremitus kiri sama
diameter 2-3 mm, reflex dengan kanan dan tidak meningkat, tes
cahaya direk (+/+), pengembangan dinding dada (+)
indirek(+/+) • Perkusi : Sonor, batas paru-hati relatif pada ICS IV
• Telinga/Hidung/Mulut : dan batas absolut ICS V dengan peranjakan 2 cm
Dalam batas normal • Auskultasi : Vesikular (+/+), , wheezing (-/-), Ronkhi 
• Leher : JVP R-2cmH2O, (-/-)
Limfadenopati (-/-).

18
Lanjutan......

Thorax (Posterior) Jantung


• Inspeksi : Simetris, • inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
spider nevi (-) • Palpasi : ictus cordis tidak teraba
• Palpasi : nyeri tekan • Perkusi : 
(-) stem fremitus kiri
sama dengan kanan • Batas atas jantung : ICS III linea
dan tidak meningkat midclavicularis sinistra
• Perkusi : Sonor • Batas kiri jantung : ICS V linea aksilaris
anterior sinistra
• Auskultasi : Vesikular
(+/+), Ronkhi(-/-), • Batas kanan jantung : ICS IV linea
wheezing (-/-) parasternalis dextra
• Auskultasi : BJ I > BJ II , reguler (+), bising
(-)
19
Lanjutan.....

Abdomen Ekstremitas

• inspeksi : simetris, caput • Superior : Edema (-/-) Pucat (-/-) motorik


medusa (-)
(5555/5555) sensorik (+)
• Palpasi : soepel, undulasi
(-), hepar tidak teraba dan • Inferior : Edema (-/-) pucat (-/-) akral
terdapat nyeri tekan di dingin (-/-), motorik (5555/5555), sensorik
regio epigastrium. Lien (+)
dan renal tidak teraba.
• Reflek fisiologis (+)
• Perkusi : timpani, shifting
dulness (-) • Reflek patologis (-)
• Auskultasi : peristaltik (+)
normal 3x/menit

20
3.4 Pemeriksaan
penunjang
CT - SCAN

21
3.5 Diagnosa Kerja

EPILEPSI KEJANG UMUM TONIK - KLONIK

22
3.6 penatalaksanaa

Tatalaksana non-Medikamentosa Planing


Tatalaksana non-Medikamentosa Planing
Hindari faktor pencetus seperti jangan
terlalu capek.
Pemeriksaan EEG
Minum obat teratur dan tidak boleh
putus obat

Tatalaksana Medikamentosa
Tatalaksana Medikamentosa

Depakote ER 500 mg 2x1

23
3.7 prognosis

Quo ad Vitam   : Quo ad Functionam     : Dubia Quo


ad ad Sanactionam    : Dubia ad
Dubia ad bonam bonam bonam

24
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang ke poli neurologi RSUDZA dengan keluhan kejang Kemungkinan


berulang sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan mulai dirasakan sejak mengembangkan epilepsi
kelas 3 SMA. Pasien mengalami kejang ketika pasien capek dan setelah trauma kepala
banyak pikiran (stress). Ketika kejang, pasien dalam keadaan tergantung pada keparahan
cedera dan adanya faktor
tidak, tangan dan kaki kelonjotan dan mata terbelalak ke arah rumit, termasuk hilangnya
atas. Kejang dirasakan selama 2 menit. Diantara episode kejang kesadaran yang
pasien sadar. Setelah kejang pasien dapat beraktivitas kembali berkepanjangan, amnesia
dan tidak ada gangguan bicara. Sebelum kejang pasien pasca-trauma, perdarahan
mengeluhkan nyeri kepala disertai keringat dingin dan kebas- intrakranial, penetrasi
kebas di kedua ekskremitas. Nyeri kepala dirasakan di bagian peluru, atau fraktur depresi
depan, dan nyeri bertambah berat ketika melihat bintik hitam. pada tulang tengkorak.
Nyeri tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Riwayat keluar busa saat
kejang tidak ada. Pasien juga memilki riwayat trauma (kepala
terbentur) pada saat kelas 1 SMA.

25
Lanjutan...

Pasien ini didiagnosa Penyebab terjadinya serangan


dengan epilepsi disertai epilepsi harus dapat ditepis
kejang umum tonik- melalui pemeriksaan fisik dengan
klonik. Diagnosis epilepsi menggunakan umur dan riwayat
ditegakkan berdasrkan penyakit sebagai pegangan.
anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis
merupakan langkah
terpening dalam
menegakkan diagnosis
epilepsi. Dalam
melakukan anamnesis,
dokter harus
melakukannya  dengan
cermat, rinci, dan
menyeluruh.

26
Lanjutan.....

Pemeriksan penunjang dapat dilakukan untuk Pasien ini mendapat terapi


membantu penegakan diagnosis pada kasus epilepsi. Depakote ER 500 mg
2x1. Berdasarkan teori,
Adapun pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pemberian obat anti
pada kasus epilepsi adalah pemeriksaan EEG epilepsi golongan asam
(Electroencephalography) yang memiliki sensifitas valproat memiliki efek
yang baik dalam menilai kelistrikan di otak. Dua jenis yang signifikan terhadap
pemeriksaan yang sering digunakan pada kasus mencegah kekambuhan
kejang pada pasien.
epilepsi adalah Computer Tomography Scan (CTScan)
dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).

27
Kesimpulan
Epilepsi adalah gangguan Manifestasi klinis pada kasus Tatalaksana pada kasus
kronis pada otak yang epilepsi adalah kejang. epilepsi adalah dengan
ditandai dengan serangan Kejang yang terjadi terdiri pemberian obat anti epilepsi
episodik berulang, kejang dari beberapa jenis, seperti (OAE). OAE dapat
epilepsi, dan memilki kejang tonik, kejang klonik, menurunkan angka
konsekuensi terhadap kejang tonik-klonik, kejang kekambuhan pada pasien
kognitif, sosial dan mioklonik, dan kejang epilepsi dan meningkatkan
kejiwaannya. Epilepsi terjadi lainya. Pemeriksan EEG kualitas hidup pasien
akibat adanya kelainan pada (Electroenchepalography) tersebut. Tindakan operasi
muatan listrik yang ada di merupakan pemeriksaan hanya dapat dilakukan
otak. Penyebab terjadinya yang sangat penting pada apabila tidak ada perbaikan
epilepsi hingga saat ini pasien epilepsi, karena dengan OAE atau terjadi
masih belum diketahui pemeriksaan tersbut dapat resistensi OAE tersebut.
secara pasti, tetapi ada menilai aktivitas kelistrikan
beberapa hipotesis yang yang ada di otak.
menjadi penyebab terjadinya
epilepsi seperti karena
trauma, penyakit
serebrovaskular, infeksi,
keganasan serta idiopatik.
28
Daftar Pustaka
• Kristanto, A. Epilepsi bangkitan umum tonik-klonik di UGD
RSUPSanglah Denpasar-BalI. Intisari Sains Medis 2017,
Volume 8, Number 1: 69-73P-ISSN: 2503-3638, E-ISSN:
2089-9084.
• Beghi, E. Giussani, G. Aging and the Epidemiology of
Epilepsy. Neuroepidemiology 2018;51:216–223. DOI:
10.1159/000493484
• Liu, G. et al. Epilepsy: Treatment Options. American
Academy of Family Physicians. 2017.; 87-96.
• Reynolds, E. Epilepsy: The Disorder, in Epilepsy Atlas. World
Health Organization. 2005; 16-30.
• Mosche, S. et al. Epilepsy: New Advences. www. The Lancet.
com. Published online 24 September 2014; 1-13.
• Andrianti,  P. et al. Profile of Epilepsy in Children and its
Treatment Results in Dr. SoetomoGeneral Hospital. Sari
Pediatri, Vol. 18, No. 1, Juni 2016; 34-37.
• Bhalla, D. et al. Etiology of Epilepsy: A Comprehensive
Review. Expert Reviews Ltd. 2011; 861-867.
• Prince, W. Patofisiologi: Konsep klinis, proses-proses
penyakit. Jakarta. EGC, 2006

29
Daftar pustaka
• Fisher RS, Cross JH, D’Souza C, French JA, Haut SR,
Higrashi N, et al. Instruction Manual for the ILAE 2017
Operational Classification of Seizure Types. Epilepsia. 58(4):
531-42.
• Leach JP, O’Dwyer R. Diagnosis of Epilepsy. 1st ed. Epilepsy
Simplified. Malta: Gutenberg Press; 2011.p. 51-67
• Fisher RS, Cross JH, D’Souza C, French JA, Haut SR,
Higrashi N, et al. Instruction Manual for the ILAE 2017
Operational Classification of Seizure Types. Epilepsia. 58(4):
531-42. 
• Budikayanti A, Islamiyah WR, Lestari ND. Diagnosis dan
Diagnosis Banding. In: Kusumastuti K, Gunadharma S,
Kustiowati E, editors. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. 4th ed.
Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair; 2014.p.19-
32 
• Stafstrom CE. Recognizing Seizures and Epilepsy: Insights
from Pathophysiology. In:   Miller JW, Goodkin HP, editors.
Neurology in Practice: Epilepsy. New Jersey: Wiley
Blackwell; 2014.p. 3-20
• Swisher CB, Radtke RA. Principles of Treatment. In: Husain
MA, editor. Practical Epilepsy. New York: Demosmedical;
2016.p.254-9.
30
Daftar Pustaka
• Lowenstein DH, Cloyd J. Out-of-hospital treatment of status
epilepticus and prolonged seizures. Epilepsia. 2007. 48
Suppl 8:96-8
• Sirven, J. et al. Management of Status Epilepticus.
American Family Physician. 2003; 469-475.
• Glauser T, Ben-Menachem E, Burgeois B,  Cnaan A,
Guerreiro C, Matson R, et al. AED Guideline updated ILAE
evidence review of antiepileptic drug efficacy and
effectiveness as initial monotherapy for epileptic seizure
drug syndromes. Epilepsia. 2013: 1-13
• Dawda, Y. Ezewuzie, N. Epilepsy: Clinical Feature and
Diagnosis. Clinical pharmacist. 2010;86-88.
• Setiaji, A. Pengaruh Penyuluhan tentang Penyakit Epilepsi
Anak Terhadap Pengetahuan Masyarakat Umum.
Universitas Diponegoro. 2014.

31
TERIMA KASIH

32

Anda mungkin juga menyukai