SKRIPSI
Oleh:
NIM : 128114052
FAKULTAS FARMASI
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI
Oleh:
NIM : 128114052
FAKULTAS FARMASI
YOGYAKARTA
2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
“To every thing there is a season, and time for every purpose
under the heaven..”
Ecclesiastes 3:1
Paulo Coelho
I dedicate this,
For all my friends, without you I would’t keep standing until now
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
ini dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ambil bagian dalam membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, yaitu:
1. Kedua orang tua tersayang Bapak Sri Sumarwan dan Ibu Sri Suwarni, kakak-
kakak tersayang Mbak Ucik, Kak Roy, Mas Inus, dan Mbak Denis,
skripsi ini.
2. Ibu Yunita Linawati, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing dan penguji atas
penyusunan skripsi.
3. Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt. sebagai dosen penguji yang telah memberikan
4. Dita Maria Virginia, S.Farm., Apt., M.Sc sebagai dosen penguji yang telah
skripsi.
5. Ibu drg. Rini Sunaring Putri, M.Kes selaku Direktur SDM dan Pendidikan
melakukan penelitian.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Bapak Sudirman, Mbak Tri, Mas Ade, dan Mas Randy atas kerjasamanya
7. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt., Ph.D. selaku Dekan dan segenap staff
Ella, Monik, Nova, Nonik dan temen-teman SMA tercinta Bonya, Etta, dan
skripsi ini dan semoga apa yang diperoleh dari penelitian ini dapat bermaanfaat
pada lansia.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSEMBAHAN………….............................................. iv
PRAKATA…………............................................................................... vii
ABSTRACT............................................................................................... xvii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................... 1
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
1. Rumusan Masalah………………………………………………. 2
2. Keaslian Penelitian……………………...……………………… 3
3. Manfaat Penelitian……………………………………………… 4
B. Tujuan Penelitian.................................................................................. 5
1. Tujuan Umum………….......................................…………........ 5
2. Tujuan Khusus………….........................................……..........… 5
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Definisi...................................................................................... 6
2. Klasifikasi................................................................................. 6
3. Patofisiologi...............................................................………... 6
4. Diagnosis...............................................................…………… 12
5. Terapi Farmakologi……………………………………………… 13
6. Terapi Suportif…………………………………………………… 16
7. Monitoring………………………………………………….... 18
C. Metode SOAP........................................................................................ 20
D. Lansia…………………………………………………………………. 21
E. Keterangan Empiris………………………………………………… 21
1. Variabel Penelitian.......................................................................... 23
2. Definisi Operasional........................................................................ 24
C. Subjek Penelitian……………………………………………………... 25
1. Bahan Penelitian.............................................................................. 26
2. Instrumen Penelitian........................................................................ 27
F. Jalannya Penelitian…………………………………………………… 27
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Persiapan………………………………………………............ 27
2. Analisis Situasi…………………………………………………. 28
3. Pengumpulan Data….…………………………………………... 28
4. Analisis Data…………………………………………………… 28
1. Karakteristik Pasien………………………………………………. 28
2. Profil Pengobatan………………………………………………… 29
3. Evaluasi DRP…………………………………………………….. 29
A. Karakteristik Pasien…………………………………………………. 31
B. Profil Pengobatan…………………………………………………….. 33
1. Terapi Farmakologi…………………………………………… 33
2. Terapi Suportif………………………………………… 38
C. Evaluasi DRP………………………………………………………… 39
1. Kasus 1................……………..………………………………….. 40
2. Kasus 2.......................…………………………………………… 42
3. Kasus 3.................………………………………………………. 43
4. Kasus 4..........….………………………………………………… 44
5. Kasus 5…..........................................……………………………. 46
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Kasus 6..............………………………………………………….. 47
7. Kasus 7............................................................................................ 49
8. Kasus 8............................................................................................ 50
9. Kasus 9............................................................................................ 51
A. Kesimpulan…………………………………………………………… 53
B. Saran………………………………………………………………….. 53
LAMPIRAN .................................................................…......................... 59
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
(DRPs).................................................................................. 19
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
AIHA……………………………………………….............. 8
AIHA…………………………………………………........... 10
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Tahun 2009-2014.......................................................... 62
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
disebabkan oleh autoantibodi secara langsung melawan sel darah merah yang ada
pada tubuh (Zanella and Barcellini, 2014). Terjadinya autoantibodi dapat dipicu
limfoproliferatif (Chaudhary and Das, 2014). Angka kejadian AIHA pada orang
dewasa yaitu 0,8-3 x 105/ tahun, dengan prevalensi 17:100,000. AIHA ini dapat
autoimun (20%), infeksi dan tumor (Zanella et al, 2014). Penyakit AIHA ini dapat
terjadi pada seluruh usia, termasuk para lansia. Penyakit ini biasa terjadi pada
lansia dengan median angka kejadian pada usia 70 tahun pada salah satu jenis
AIHA, yaitu Primer Cold Agglutinin Syndrom (CAS) (Gehrs and Friedberg,
2002).
adverse drug reaction or events (ADEs) dan interaksi obat lebih sering terjadi
pada pasien lansia, karena populasi ini yang paling sering menggunakan terapi
multi drugs (Miller, 2012). AIHA dapat menjadi penyakit yang serius dan
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
meningkat seiring bertambahnya usia khususnya untuk pasien berusia lebih dari
50 tahun dengan potensi kematian pada 2 tahun pertama sejak terdiagnosis dan
(Hoffbrand, Higgs, Keeling, Mehta, 2016). Oleh sebab itu, pengobatan bagi
lansia ini harus terus dipantau agar efektif dalam pengobatan dan outcome terapi
Salah satu cara untuk mengetahui apakah terapi yang diperoleh pasien
sudah efektif yaitu dengan cara evaluasi drug related problems (DRPs). Menurut
pada farmakoterapi dari individu pasien yang dapat atau berpotensi mengganggu
sebagai diagnosis utama. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan
evaluasi terkait terapi pasien AIHA lansia dan mampu memberikan gambaran
1. Rumusan Masalah
meliputi terapi obat yang tidak diperlukan (Unnecessary drug related), perlu
terapi obat tambahan (Need for additional drug related), obat tidak efektif
(Ineffective drug), dosis terlalu rendah (Dosage too low), efek samping obat
(Adverse drug reaction), dan dosis terlalu tinggi (Dosage too high)?
2. Keaslian Penelitian
Tabel I. Lanjutan
No Pengarang Persamaan Perbedaan
2 Bussone et al, Penelitian ini Subjek yang digunakan
2009 menggunakan pada penelitian ini
pengambilan data merupakan pasien
secara retrospektif dewasa dengan rata-rata
dengan subjek umur 49.7 ± 21 tahun.
penelitian yaitu pasien Selain itu tujuan, tempat,
wAIHA. dan waktu penelitian juga
berbeda.
3 Peñalver et al, Penelitian ini Subjek yang digunakan
2010 menggunakan pada penelitian ini
pengambilan data merupakan pasien
secara retrospektif dewasa. Selain itu
dengan subjek tujuan, tempat, dan
penelitian yaitu pasien waktu penelitian juga
AIHA. berbeda.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis: hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
sumber informasi terkait Drug Related Problems (DRPs) pada terapi pasien
b. Manfaat Praktis: bagi rumah sakit, diharapkan hasil penelitian ini dapat
menjadi bahan evaluasi dan dapat meningkatkan pelayanan terapi pada pasien
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
periode 2009-2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Tujuan Khusus
meliputi: terapi obat yang tidak diperlukan (Unnecessary drug related), perlu
terapi obat tambahan (Need for additional drug related), obat tidak efektif
(Ineffective drug), dosis terlalu rendah (Dosage too low), efek samping obat
(Adverse drug reaction), dan dosis terlalu tinggi (Dosage too high).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
disebabkan antibodi IgG dan/atau IgM berikatan dengan antigen dan memulai
penghancuran red blood cell (RBC) melalui sistem komplemen dan sistem
2. Klasifikasi AIHA
berdasarkan pada suhu optimal terjadinya hemolisis dan jenis imunoglobulin yang
berperan. Imunoglobulin yang berperan pada wAIHA yaitu IgG, pada cAIHA
Syndrom (CAS) dan Paroxysmal Cold Hemoglobinuria (PCH). Setiap jenis AIHA
dibagi menjadi subbagian, yaitu idiopatik (primer) dan sekunder. Idiopatik yaitu
AIHA tanpa adanya hubungan dengan penyakit lain, sedangkan sekunder yaitu
AIHA yang memiliki hubungan dengan penyakit lain (Gehrs et al, 2002).
3. Patofisiologi
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sistem imun individu tidak dapat mengenali host atau self-antigen dan berkaitan
sejumlah protein yang berperan dalam sistem imun non spesifik maupun sistem
imun spesifik. Komplemen merupakan salah satu sistem enzim serum yang
dipecah menjadi bagian-bagian yang besar dan kecil (C3a, C4a, dan
jalur, yaitu jalur klasik dan alternatif, dan sekarang diketahui juga dapat terjadi
jalur lektin. Jalur klasik diaktifkan oleh kompleks imun sedang jalur alternatif dan
370C. Dalam wAIHA target epitope dari autoantibodi yaitu protein Rh. Antigen
Rh dijadikan target diduga disebabkan oleh adanya reaksi silang dengan protein
Rh dan sistem imun gagal untuk menekan respon autoreaktif yang dapat
merah dari sirkulasi yaitu fagositosis dan lisis. Dua mekanisme tersebut terjadi
mediated hemolysis.
reseptor merupakan reseptor yang terdapat pada makrofag, reseptor ini membuat
makrofag menempel pada IgG yang telah membentuk kompleks dengan sel darah
merah. Protein CR1 yang terdapat pada makrofag merupakan ligan untuk protein
sferosit, yaitu eritrosit yang memiliki ukuran lebih bulat dan dengan warna yang
padat dibandingkan dengan eritrosit normal, serta tidak memiliki warna pucat
Sel darah merah yang dianggap antigen oleh IgG mengakibatkan IgG
menempel pada sel darah merah dan membentuk kompleks. Kompleks ini
dan C1s. C1qrs ini mengaktifkan C2 dan C4 yang selanjutnya mengaktivasi C3.
10
dengan aglutinate pada sel darah merah yang terjadi optimum pada suhu 3-40C.
Cold AIHA biasanya berhubungan dengan sistem golongan darah Ii, dan
pada bayi berusia kurang dari 18 bulan, setelah lebih dari 18 bulan antigen I akan
lebih banyak diekspresikan dan ekspresi antigen i menurun sehingga pada orang
ekspresi antigen i meningkat. Hal ini yang menyebab antibodi mengikat antigen
dan memulai proses aglutinasi (Yu and Lin, 2011). Selain itu, terjadinya
pendinginan darah pada bagian akral tubuh (bagaian ujung jari tangan dan kaki)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Setelah kompleks IgM-CA berikatan dengan sel darah merah, kompleks ini
menjadi C3a dan C3b, C3b inilah yang berikatan dengan kompleks. Ketika
kompleks kembali ke bagian tubuh dengan suhu normal 370C, IgM-CA terlepas
dari permukaan sel, sementara C3b tetap terikat dengan sel darah merah yang
coldreacting dari sub tipe IgG yang jarang. Polyclonal cold reactive komplek
IgG-antibodi pada PCH mengikat protein di permukaan sel darah merah disebut P
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
tetapi tidak mengaglutinasi sel darah merah (Berentsen et al, 2015). Antibodi
mengikat protein P diduga dapat disebabkan oleh adanya mutasi gen pada sintesis
protein P sehingga jumlah protein P meningkat pada permukaan sel darah merah
kompleks pada suhu 4⁰C, kemudian mengikat C1 pada suhu 37⁰C yang
dipecah menjadi C3a dan C3b. C3b yang terikat pada kompleks antigen-antibodi
protein komplemen C5b,6,7,8,9 dan kemudian sel lisis (Berentsen et al, 2015).
4. Diagnosis
Gejala untuk wAIHA biasanya kelelahan, penurunan aktivitas fisik dan kesulitan
bernapas bagi lansia. Selain itu gejala akut lain seperti malaise, demam, jaundice,
cAIHA biasanya sensitif terhadap dingin dan anemia akan bertambah parah jika
ada paparan dingin (Hoffman, Benz, Silberstein, Heslop, Weitz, Anastasi, 2014).
retikulositopenia pada awal anemia. Kadar hemoglobin 3-9 g/dL, jumlah leukosit
kadang disertai trombositopeni (Permono dkk, 2005). Tes laboratorium yang lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
c. Tes Coombs
diagnosis AIHA. Direct Coombs test atau direct antiglobulin test (DAT)
(Sills, 2003). Jika hasil tes DAT menunjukan hasil positif dan adanya IgG saja
atau IgG dan C3d, kemungkinan besar termasuk dalam wAIHA. Sedangkan jika
hasil DAT positif dan hanya terdapat C3d saja, maka kemungkinan besar
5. Terapi Farmakologi
Tabel III. Terapi yang Disarankan untuk wAIHA dan cAIHA Primer
Maupun Sekunder (Lechner et al, 2010)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
a. Terapi wAIHA.
digunakan yaitu prednison dengan dosis 1-1,5 mg/kg/hari selama 1-3 minggu,
kemudian dilakukan tappering dosis sesuai keadaan pasien. Untuk pasien yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
injeksi dengan dosis 250-1000 mg/hari 1-3 hari (Zanella et al, 2014).
2. Rituximab
Rituximab merupakan pilihan secondline terapi lain bagi pasien yang tidak
pasien dengan infeksi virus hepatitis B yang tidak diobati (Lechner et al, 2010).
3. Imunosupresan
(Zanella et al, 2014). Selain itu imunosupresan lain yang memberikan efek baik
pada pasien AIHA yaitu siklosporin dan mikofenolat mofetil (Zeerleder, 2011).
4. Last-line
16
b. Terapi cAIHA.
Pasien cold agglutinin biasanya kurang efektif jika diberikan terapi obat.
Terapi suportif seperti menjauhkan dari paparan dingin khususnya bagian kepala,
wajah, ujung tangan dan kaki. Selain itu transfusi darah dapat diberikan, dengan
pasien diberikan terapi kortikosteroid tetapi hanya 15% yang menunjukan hasil
yang baik. Terapi yang sejauh ini memberikan efek paling baik adalah terapi
6. Terapi Suportif
a. Transfusi Darah
17
dengan ancaman gagal jantung atau menderita infeksi berat, serta perdarahan
Bertujuan agar sel darah merah dapat disimpan lebih lama, sebagian persediaan
Untuk menghindari reaksi imun yang akan terjadi, radiasi bertujuan untuk
Indikasi untuk pasien yang mengalami alergi parah atau reaksi demam berulang
pada sel darah merah, atau pasien yang mengalami defisiensi IgA. Perbedaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
WRC dengan paket sel darah merah yang lain yaitu plasmanya telah
b. Splenectomy
Merupakan secondline terapi yang paling efektif, dan biasa digunakan untuk
de Gara, 2008).
Bagi pasien cAIHA, menjauhkan pasien dari paparan dingin merupakan salah satu
hal penting karena proses penghancuran sel darah pada pasien AIHA terjadi pada
suhu dingin. Pasien dapat dilindungi dari paparan dingin dengan cara memakai
sarung tangan, topi dan sepatu hangat. Jika perlu, tranfusi darah harus dilakukan
dalam kondisi yang terkontrol pada 370C dengan menggunakan sistem pemanas
(Zeerleder, 2011).
7. Monitoring
monitoring berikut:
19
diinginkan, yang melibatkan atau diduga melibatkan terapi obat, dan dapat
mengidentifikasi DRPs adalah untuk membantu pasien mencapai tujuan terapi dan
Tabel IV. Kategori dan Penyebab Utama Drug related problems (DRPs)
(Cipolle et al, 2004)
Kategori Penyebab Umum
Tidak adanya indikasi medik yang valid
untuk terapi pada saat itu
Berbagai obat digunakan untuk kondisi
Terapi obat yang tidak
yang hanya membutuhkan satu obat
diperlukan (Unnecessary drug
Kondisi medis yang lebih tepat
related)
menggunakan terapi non-obat
Terapi untuk pencegahan efek samping
Penyalahgunaan obat
Kondisi yang membutuhkan terapi baru
Perlu terapi obat tambahan Terapi obat pencegahan untuk mengurangi
(Need for additional drug risiko timbulnya risiko baru
related) membutuhkan tambahan terapi untuk
mencapai efek sinergis dan aditif.
Obat tidak efektif untuk kondisi pasien
Kondisi medis tidak dapat disembuhkan
Obat tidak efektif (Ineffective
dengan obat yang diberikan
drug)
Bentuk sediaan obat tidak sesuai
Obat tidak efektif untuk indikasi
Dosis terlalu rendah untuk menghasilkan
respon yang diinginkan
Interval dosis terlalu besar untuk
Dosis terlalu rendah (Dosage menghasilkan respon yang diinginkan
too low) Interaksi obat mengurangi jumlah obat
aktif yang tersedia
Durasi terapi obat terlalu singkat untuk
menghasilkan respon yang diinginkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
C. Metode SOAP
Metode ini terdiri atas 4 elemen, yaitu: subjective (S): terdiri dari informasi
subjektif dalam rekam medis; objective (O): berisi data yang dimasukkan ke
dalam catatan kesehatan seperti beberapa hasil tes, prosedur dan evaluasi; data ini
dapat berupa tanda vital, temuan pemeriksaan fisik, hasil X-ray, ECG, obat dan
lainnya; Assessment (A): mengacu pada informasi subjektif dan objektif yang
harus digunakan untuk mengembangkan rencana terapi; plan (P): terdiri diri
semua rekomendasi selama analisis, menetapkan perubahan obat dan strategi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
dipilih, tujuan yang akan dicapai dan parameter yang harus dipantau (Becerra,
pasien dan membuat catatan dokumentasi berdasarkan informasi yang didapat dari
D. Lansia
E. Keterangan Empiris
Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
2009-2014, yang meliputi : terapi obat yang tidak diperlukan (Unnecessary drug
related), perlu terapi obat tambahan (Need for additional drug related), obat tidak
efektif (Ineffective drug), dosis terlalu rendah (Dosage too low), efek samping
obat (Adverse drug reaction), dan dosis terlalu tinggi (Dosage too high).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014 termasuk
series.
informasi dilakukan secara sederhana melalui sumber infomasi yang tersedia yaitu
tidak dimaksud untuk menguji hipotesis (Arikunto, 2006). Rancangan case series
merupakan kumpulan dari kasus yang sama dengan suatu kondisi dalam periode
waktu tertentu yang kemudian dievaluasi dan dideskripsikan hasilnya (Storm and
1. Variabel Penelitian
Anemia (AIHA) dan Drug Related Problems (DRPs) yang terdiri dari tidak
diperlukan obat (Unnecessary drug related), perlu terapi obat tambahan (Need for
additional drug related), obat tidak efektif (Ineffective drug), dosis terlalu rendah
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
(Dosage too low), efek samping obat (Adverse drug reaction), dan dosis terlalu
2. Definisi Operasional
Yogyakarta tahun 2009-2014 meliputi jenis obat serta terapi non farmakologi.
oleh Liu et al tahun 2013, dan Drug Interaction Checker oleh Medscape.
c. Evaluasi DRPs pada penelitian ini hanya terkait pada kondisi klinis dan terapi
DRPs aktual merupakan masalah yang terjadi selama terapi pengobatan dan
dapat dilihat melalui data yang tertera pada lembar rekam medis. DRPs
penunjang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
C. Subjek Penelitian
1. Kriteria inklusi subjek yaitu satu atau lebih kasus dalam satu nomor rekam
medis, dengan umur pasien ≥ 60 tahun yang menjalani rawat inap di RSUP
primer.
tahun 2009, rekam medis tidak lengkap, rekam medis tidak ditemukan.
diagnosis utama AIHA yang menjalani rawat inap di RSUP Dr.Sardjito periode
2009 sampai 2014. 57 kasus diantaranya tidak masuk dalam subjek penelitian
merupakan kasus AIHA murni (AIHA sebagai diagnosis utama dan tidak terdapat
diagnosis sekunder). Dari 16 kasus terdapat 7 kasus yang tidak masuk dalam
subjek penelitian karena terdapat 1 kasus yang tidak lengkap, 1 kasus dengan
diagnosis AIHA sebelum tahun 2009, dan 5 kasus tidak terdapat di ruang rekam
medis atau sedang dibawa oleh dokter maupun perawat. 9 kasus yang masuk
dalam kriteria inklusi merupakan kasus yang diperoleh dari 8 rekam medis atau 8
pasien, dan 2 kasus dari 9 kasus berasal dari satu nomor rekam medis yang sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Eksklusi 57 kasus:
50 kasus: AIHA
sekunder / dengan
penyakit penyerta
1 kasus: tidak
lengkap
1 kasus: diagnosis
sebelum 2009
5 kasus: tidak
ditemukan
1. Bahan penelitian
Bahan penelitian yang digunakan untuk penelitian yaitu lembar rekam medis
27
2009-2014.
2. Instrumen penelitian
proses pengambilan data dari lembar rekam medis pasien lansia dengan diagnosis
AIHA yang dirawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009-2014.
Form ini memuat informasi subjektif dan objektif selama pasien menjalani rawat
inap.
2015 di bagian Rekam Medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Jalan Kesehatan No.
1 Sekip, Yogyakarta.
F. Jalannya Penelitian
1. Persiapan
mencari informasi terkait seperti jumlah pasien AIHA lansia, perijinan dan
28
2. Analisis situasi
evaluasi. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan data yang diambil dari
3. Pengumpulan data
a. Penelusuran data; tahap ini dilakukan dengan melihat print out data dari
b. Pengambilan data; menyalin data dari rekam medis yang meliputi, identitas
4. Analisis data;
Analisis data dilakukan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan diagram.
1. Karakteristik pasien
kategori, yaitu lansia awal (60-74 tahun), lansia (75-84 tahun), dan sangat lansia
jumlah kasus pada setiap kelompok per jumlah kasus yang dianalisis dikali 100%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
2. Profil pengobatan
yang mendapat jenis terapi tertentu per jumlah keseluruhan kasus yang dianalisis
dikali 100%.
3. Evaluasi DRP
jenis DRPs yang meliputi tidak perlu obat (Unnecessary drug related), perlu obat
tambahan (Need for additional drug related), obat tidak efektif (Ineffective drug),
dosis terlalu rendah (Dosage too low), efek samping obat (Adverse drug reaction),
dan dosis terlalu tinggi (Dosage too high). Bagian plan pada penelitian ini diganti
DRPs dengan menghitung jumlah kasus pada setiap kategori DRPs per jumlah
Hasil dari penelitian ini berupa karakteristik pasien AIHA lansia, profil
pengobatan, dan evaluasi Drug Related Problems diuraikan secara deskriptif dan
kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan persentase. Persentase kejadian DRPs
dihitung berdasarkan kelompok pada parameter DRPs dengan cara jumlah kasus
pada setiap jenis kelompok DRPs dibagi dengan total kasus DRPs dan dikali
100%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Belum terdapat guideline atau protokol resmi yang cukup untuk penyakit
sebelumnya pernah dilakukan. Penyakit AIHA adalah penyakit yang cukup jarang
sehingga belum banyak penelitian terkait penyakit AIHA ini. Selain itu cukup
banyak rekam medis yang tidak ada, tidak lengkap atau sulit terbaca sehingga
Penelitian ini dilakukan pada kasus yang terjadi pada tahun 2009 sampai
evaluasi cukup terkini, sehingga ini merupakan salah satu kelemahan penelitian
kami. Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengevaluasi 9 kasus, sehingga ini
penyakit AIHA secara umum, sehingga ini merupakan salah satu kelemahan
penelitian ini. Selain itu peneliti hanya mengevaluasi kasus AIHA murni
(idiopatik), sedangkan kasus AIHA sekunder cukup banyak terjadi dan cukup
kompleks.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
A. Karakteristik Pasien
tahun), lansia (75-84 tahun), dan sangat lansia (lebih dari 84 tahun) (Director
0%
22%
78%
Keterangan:
Pasien Kasus (n) Persentase
Total 8 9 10)%
Lansia awal (60-74 tahun) 6 7 78%
Lansia (75-84 tahun) 2 2 22%
Sangat lansia (>84 tahun) 0 0 0%
yang paling banyak hingga paling sedikit yaitu kelompok umur lansia awal,
dilanjutkan dengan kelompok umur lansia. Tidak terdapat pasien yang masuk
kelompok umur sangat lansia dalam penelitian ini. AIHA dapat terjadi dari bayi
hingga lansia tetapi mayoritas terjadi pada pasien usia lebih dari 40
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
tahun dengan puncak insiden pada usia 70 tahun (Olsson, Hagnerud, Hedelius,
and Oldenborg, 2006). Lebih dari 70% kasus baru umumnya merupakan pasien
yang berusia lebih dari 40 tahun dengan puncak insidensi antara umur 60-70 tahun
(Chaudhary et al, 2014). Usia 60-70 tahun masuk dalam kelompok umur young-
diagnosis AIHA yang menjalani rawat inap di periode 2009-2014 didominasi oleh
44%
56%
Keterangan:
Pasien Kasus (n) Persentase
Total 8 9 100%
Wanita 4 4 56%
Laki-laki 4 4 44%
kelamin laki-laki dan wanita memiliki persentase yang sama yaitu 50%.
Ditemukan 9 kasus dari 8 rekam medis yang masuk dalam penelitian ini, 4 rekam
medis merupakan pasien laki-laki dan 4 rekam medis sisanya wanita. Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
lain yang sudah ada menunjukan pada usia lansia AIHA kebanyakan terjadi pada
60:40 (Chaudhary et al, 2014). Wanita cenderung lebih banyak mengalami AIHA
karena adanya hormon seks dan/atau sex-linked gene inheritance yang mungkin
Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya.
B. Profil Pengobatan
1. Terapi Farmakologi
umum penggunaan obat pada pasien lansia dengan diagnosis AIHA berdasarkan
sub kelas terapi menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
34
a. Kortikosteroid.
Kortikosteroid adalah analog sistesis dari hormon steroid alami yang diproduksi
oleh korteks adrenal ginjal. Seperti hormon alami yang lain, senyawa sintetis ini
cairan dalam tubuh (Zoorob and Cender, 1998). Steroid bekerja dengan
menggunakan steroid (Hoffman et al, 2014). Namun, pada pasien cAIHA, terapi
35
b. Imunosupresan
AIHA karena tingkat responnya yaitu 40%-60% (Lechner et al, 2010). Contoh
c. Antianemi
terapi antianemi yaitu asam folat, ferro sulfat, low molecule feri sucrose, low
36
RSUP Dr.Sardjito untuk pasien AIHA yaitu asam folat. Asam folat diperlukan
metilasi tRNA, menghasilkan dan menggunakan format, dan sintesis purin dan
d. Antiulkus
Salah satu risiko efek samping yang disebabkan oleh obat kortikosteroid
ulcer dengan nilai OR 2,2 (95% CI: 0.9-5,4) (Gutthann, Rodriguez, and Raiford,
sel parietal karena sekresi asam berlebih, gangguan fungsi fibroblast dan
dan siklooksigenase-2 (Luo, Chang, Lin, Lu, Lu, Cheng et al, 2002).
Obat antiulkus yang digunakan pada pasien AIHA lansia di RSUP Dr.
Sardjito yaitu obat golongan proton pump inhibitor dan histamin H2 receptor
37
lansoprazole, dan omeprazole, dengan obat yang paling banyak digunakan yaitu
e. Diuretik
transfusi darah untuk mengatasi anemia yang dialami. Salah satu reaksi transfusi
akut yaitu kelebihan beban sirkulasi atau yang biasa disebut transfusion-
risiko dan kondisi medis predisposisi seperti gagal jantung, gangguan ginjal,
Salah satu cara mencegah overload cairan yaitu dengan penggunaan diuretik
Diuretik yang digunakan pada pasien AIHA di RSUP Dr. Sardjito yaitu
analgesik dan anastesi. Selain itu chlorpromazine memiliki efek dalam beberapa
pada salah satu kasus. Pasien pada kasus tersebut mengalami cegukan yang cukup
lama. Chlorpromazine merupakan obat yang paling sering digunakan dan satu-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
satunya obat yang diakui oleh FDA Amerika Serikat untuk pengobatan cegukan
(Becker, 2010).
g. Analgesik
suhu tubuh dan dapat bekerja di perifer untuk memblokir impuls nyeri, serta dapat
digunakan sebanyak 11% pada penelitian, yaitu pada kasus 2. Pasien mengeluh
dialami pasien, tetapi pada rekam medis tidak dituliskan dengan jelas berapa dosis
yang diberikan kepada pasien. Dosis parasetamol untuk meringankan nyeri pada
orang dewasa yaitu 325-650 setiap 4-6 jam atau 1000 mg 3-4 kali perhari bila
Association, 2007).
2. Terapi Suportif
Tabel VI. Profil Penggunaan Transfusi Darah pada Pasien Lansia dengan
Diagnosis AIHA di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito
Yogyakarta Tahun 2009-2014
Jumlah Kasus
Kelas Terapi Jenis terapi (n=9) Persentase No. Kasus
Transfusi PRC 7 78% 1,2,3,4,5,7,9
Salah satu terapi suportif untuk pasien AIHA adalah transfusi darah.
Transfusi darah adalah rangkaian proses pemindahan darah dari seorang donor
39
yang spesifik memberikan efek (Zanella et al, 2014). Pasien dengan keadaan
(March, 2014).
transfusi tidak hanya tergantung pada hasil tes kompatibilitas, tetapi juga
tergantung pada evaluasi dan keadaan pasien membutuhkan transfusi atau tidak
(Petz, 2004).
darah lengkap (whole blood), sel darah merah, trombosit, leukosit konsentrat, dan
plasma darah (Permono dkk, 2005). Pasien AIHA lansia Di RSUP Dr.sardjito
menggunakan sediaan sel darah merah pekat (packed red cell/PRC), dengan
C. Evaluasi DRPs
muncul terhadap pengobatan yang diterima oleh pasien lansia dengan diagnosis
berdasarkan data pengobatan pasien, catatan perawat dan catatan dokter. Kasus
meliputi tidak perlu obat (Unnecessary drug related), perlu terapi obat tambahan
(Need for additional drug related), obat tidak efektif (Ineffective drug), dosis
terlalu rendah (Dosage too low), efek samping obat (Adverse drug reaction). dan
40
Dari 9 kasus yang masuk dalam kriteria inklusi dan dievaluasi, terdapat
DRP pada 7 kasus. Dari masing-masing kasus, terdapat beberapa kasus yang
memiliki DRP lebih dari satu. DRPs yang ditemukan dari 7 kasus diurutkan dari
yang paling banyak hingga paling sedikit yaitu interaksi dan efek samping obat,
dosis kurang, perlu tambahan obat, tidak perlu obat, dan obat tidak efektif. Dosis
berlebih tidak ditemukan. Berikut dijabarkan DRPs yang terjadi pada setiap kasus:
1. Kasus 1
53 kg, datang ke rumah sakit dengan keluhan lemas dan terdiagnosis mengalami
AIHA. Hasil tes darah pasien ketika datang menunjukan hemoglobin pasien 3,4
g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization,
2011) dan HCT 10%, selain itu hasil coombs test pasien menunjukan direct
coombs test (DCT) +4 dan indirect coombc test (ICT) +3. Terapi farmolokogi
yang diterima pasien yaitu asam folat (dosis 1,2 mg/hari), injeksi
metilprednisolon (dosis 500 mg/ hari selama 3 hari, kemudian dosis diturunkan
menjadi 250 mg/ hari hingga pasien pulang), metilprednisolon oral (diberikan
hanya sekali pada hari pertama dengan dosis 16 mg), dan mikofenolat mofetil
(dosis 1,5 g/ hari lalu diturunkan menjadi 1 g/hari) sebagai terapi autoimmune
hemolitik anemia (AIHA). Selain menerima terapi untuk AIHA, pasien juga
menerima terapi tambahan yaitu pantoprazole yang termasuk dalam golongan PPI
merupakan efek samping dari (Lockrey and Lim, 2011). Pasien juga menerima
terapi suportif yaitu transfusi PRC. Pasien dirawat di rumah sakit selama 8 hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
samping steroid (Salama, 2015), sedangkan pasien baru pertama kali terdiagnosis
remisi parsial yang baik untuk terapi pada pasien dewasa, sehingga mikofenolat
diatas dapat disimpulkan bahwa mikofenolat mofetil lebih efektif diberikan untuk
kasus kekambuhan AIHA, sehingga belum diberikan untuk kasus baru AIHA.
Selain DRP tidak perlu obat, pada kasus ini juga ditemukan terdapat
efek dari mikofenolat mofetil oleh pantoprazole dan perlu dimonitoring dengan
42
dan HCT secara berkala untuk memonitoring penyakit AIHA pasien dan
panjang.
2. Kasus 2
53 kg, pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan lemas dan terdiagnosis
mofetil 3 x 500 mg. Hasil pemeriksaan darah ketika pasien datang menunjukan
kadar hemoglobin 7,5 g/dL yang termasuk dalam kategori anemia tingkat
moderate (World Health Organization, 2011) dan HCT 24,2%. Pasien menerima
terapi farmakologi yaitu injeksi metilprednisolon (dosis 500 mg/ hari selama 6
hari) dan mikofenolat mofetil (dosis 1,5 g/ hari) dan pantoprazole dengan dosis
40mg/hari. Pasien juga menerima terapi suportif yaitu transfusi PRC. Pasien
ini dilihat dari kadar hemoglobin pasien. Hari pertama (20/01/2013) kadar
hemoglobin pasien adalah 7,5 g/dL, pasien menerima terapi metilprednisolon 250
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
mg/hari pada hari kedua dan 500 mg/hari pada hari ketiga dan keempat. Tetapi
pada hari keempat kadar hemoglobin pasien turun menjadi 6,2 g/dL. Pasien yang
tidak memberikan respon atau menunjukan resistensi pada terapi firstline harus
karena AIHA terkait dengan beberapa penyakit seperti tumor ganas, ulcerative
colitis, benign ovarian teratomas, atau warm autoantibodi IgM sering menjadi
Selain DRP tidak perlu obat, pada kasus ini juga ditemukan terdapat
dibahas di kasus 1.
mofetil (Zanella et al, 2014). Selain itu penggunaan mikofenolat mofetil dan
pantoprazole diberi jeda kurang lebih 1-2 jam untuk menghindari risiko interaksi
3. Kasus 3
49 kg, datang ke rumah sakit dengan keluhan lemas dan terdiagnosis AIHA. Hasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
pemeriksaan darah pasien menunjukan kadar hemoglobin 6,7 g/dL yang termasuk
dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011) dan HCT 22%.
Pasien menerima terapi farmakologi yaitu injeksi metilprednisolon (dosis 500 mg/
hari selama 3 hari, kemudian dosis diturunkan menjadi 250 mg/ hari hingga hari
pasien pulang) sebagai terapi AIHA, pantoprazole dengan dosis 40 mg/hari untuk
pencegahan peptic ulcer, dan chlorpromazine dengan dosis 12,5 mg/hari untuk
meredakan cegukan. Selain itu pasien juga menerima terapi suportif yaitu tranfusi
Tidak ditemukan DRP terkait terapi AIHA pada kasus ini. Terapi AIHA
yang diterima pasien sudah sesuai dengan acuan. Tetapi sebaiknya tetap
4. Kasus 4
42 kg, datang ke rumah sakit dengan keluhan lemas, pucat, badan kuning sejak 4
hari, perut sebah, mual, nyeri ulu hati, dan pasien terdiagnosis mengalami AIHA
cold. Pasien memiliki riwayat suspek hepatitis akut. Hasil pemeriksaan darah
ketika pasien datang menunjukan kadar hemoglobin 6 g/dL yang termasuk dalam
kategori anemia berat (World Health Organization, 2011) dan HCT 14%. Pasien
menerima terapi farmakologi yaitu injeksi metilprednisolon (dosis 500 mg/ hari
selama 5 hari dan dilanjutkan dengan dosis 160 mg/hari selama tiga hari),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
furosemid (dosis 20 mg/hari sebanyak satu kali), dan ranitidin injeksi (100
mg/hari). Pasien juga menerima terapi suportif yaitu transfusi PRC. Pasien
ampul perhari atau 20 mg/hari. Sedangkan dosis menurut literatur yaitu adalah 40-
setiap 6-8 jam perhari atau 150-200 mg perhari (Oliva, Partemi, Arena, De
penyesuaian dosis furosemid agar terapi pencegahan yang diterima pasien lebih
46
pencegahan yang diterima pasien lebih efektif, dan dilakukan monitoring kadar
furosemid. Selain itu dilakukan monitoring Hb dan HCT secara berkala untuk
5. Kasus 5
50 kg, datang ke rumah sakit dengan keluhan lemas dan pasien terdiagnosis
mengalami AIHA cold. Pasien sudah memiliki riwayat AIHA cold sebelumnya
dan memiliki riwayat tuberkulosis paru tahun 1986 dan 2003. Hasil pemeriksaan
darah ketika pasien datang menunjukan kadar hemoglobin 3,8 g/dL yang
termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization, 2011), HCT
11,9% dan DCT +2. Pasien menerima terapi farmakologi yaitu injeksi
metilprednisolon (dosis 500 mg/ hari selama 4 hari dan dilanjutkan dengan dosis
250 mg/hari selama 3 hari), dan furosemid (dosis 20 mg/hari sebanyak satu kali).
Pasien juga menerima terapi suportif yaitu transfusi PRC. Pasien dirawat di rumah
dibahas di kasus 4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
penyesuaian dosis furosemid agar terapi pencegahan yang diterima pasien lebih
Hb dan HCT secara berkala untuk memonitoring penyakit AIHA pasien dan
panjang.
6. Kasus 6
37,8 kg, datang ke rumah sakit dengan keluhan lemas, pucat, batuk dan
terdiagnosis AIHA. Pasien memiliki riwayat hipertensi 20 tahun yang lalu. Hasil
dalam kategori anemia tingkat moderate (World Health Organization, 2011) HCT
8,5%, DCT +1, dan ICT +. Pasien menerima terapi farmakologi yaitu injeksi
metilprednisolon (dosis 375 mg/ hari selama 5 hari kemudian dosis diturunkan
hari.
badan, katarak dan glaukoma, efek samping pada kulit, myopathy, kejadian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
hipertensi, hiperglikemi dan obesitas (Liu et al, 2013). Beberapa penelitian pada
darah karena terkadi penurunan oksida nitrit endotel (endothelial nitric oxide)
yang berakibat pada penurunan vasodilatasi pada pembuluh aorta, liver maupun
pada sel otot halus aorta tikus sehingga memediasi peningkatan tekanan darah
Pasien pada kasus 6 memiliki riwayat hipertensi 20 tahun lalu yang lalu
tetapi dari riwayat pengobatan pasien saat ini sedang tidak mengkonsumsi obat
antihipertensi. Hal ini yang menyebabkan risiko terjadi hipertensi akut pada
darah dari awalnya berada dikisaran 120/70 mmHg meningkat hingga tekanan
paling tinggi selama rawat inap yaitu 170/100 mmHg, ditambah pasien mengeluh
sulit tidur dan pusing. Oleh sebab itu direkomendasikan untuk memberikan obat
kondisi klinis akibat hipertensi yaitu pusing. Selain itu dilakukan monitoring
DRP yang lain yaitu perlu tambahan obat. Kasus 6 menunjukan pasien
49
digunakan untuk pasien lansia, tetapi dengan dosis yang lebih kecil dan dosis awal
yang biasa digunakan (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, Posey, 2008).
et al, 2008). ACEi yang dapat digunakan contohnya yaitu captopril dengan dosis
untuk menurunkan tekanan darah seperti yang telah dijelaskan diatas, dilakukan
panjang.
7. Kasus 7
45 kg, datang ke rumah sakit dengan keluhan lemas, pusing, dan pasien
terdiagnosis mengalami AIHA. Pasien memiliki riwayat anemia 2 tahun yang lalu.
Hasil pemeriksaan darah ketika pasien datang menunjukan kadar hemoglobin 3,1
g/dL yang termasuk dalam kategori anemia berat (World Health Organization,
2011), HCT 8,4%, DCT +3, dan ICT negatif. Pasien menerima terapi farmakologi
yaitu injeksi metilprednisolon (dosis 375 mg/hari selama tiga hari dan 250 mg/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
hari selama satu hari), dan ranitidin injeksi (100 mg/hari). Pasien juga menerima
terapi suportif yaitu transfusi PRC. Pasien dirawat di rumah sakit selama 5 hari.
penyesuaian dosis ranitidin agar terapi pencegahan yang diterima pasien lebih
Hb dan HCT secara berkala untuk memonitoring penyakit AIHA pasien dan
panjang.
8. Kasus 8
42 kg, datang ke rumah sakit dengan keluhan lemas dan terdiagnosis AIHA.
Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukan kadar hemoglobin 7,8 g/dL yang
2011) HCT 5,3%, DCT +1, dan ICT negatif. Pasien menerima terapi farmakologi
yaitu injeksi metilprednisolon (dosis 375 mg/ hari pada hari keempat, hari
selanjutnya pasien diberikan 500 mg/hari selama 2 hari, kemudian dosis pasien
diturunkan menjadi 187,5 mg/ hari selama 2 hari.), dan omeprazole dengan dosis
51
Tidak ditemukan DRP terkait terapi AIHA pada kasus ini. Terapi AIHA
yang diterima pasien sudah sesuai dengan acuan. Tetapi sebaiknya tetap
9. Kasus 9
60 kg, datang ke rumah sakit dengan keluhan lemas, mual dan terdiagnosis
mengalami AIHA. Pasien sudah memiliki riwayat AIHA. Hasil tes darah pasien
ketika datang menunjukan hemoglobin pasien 4,6 g/dL yang termasuk dalam
kategori anemia berat (World Health Organization, 2011) dan HCT 14,2%. Terapi
farmolokogi yang diterima pasien yaitu injeksi metilprednisolon (dosis 375 mg/
hari selama 3 hari, mikofenolat mofetil (dosis 1 g/ hari) dan lansoprazole yang
termasuk dalam golongan PPI dengan dosis 30 mg/hari. Pasien juga menerima
terapi suportif yaitu transfusi PRC. Pasien dirawat di rumah sakit selama 5 hari.
mikofenolat mofetil dan lansoprazole diberi jeda kurang lebih 1-2 jam untuk
52
Tabel VII. Gambaran DRPs pada Pasien Lansia dengan Diagnosis AIHA di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Tahun
2009-2014
Jumlah
No.
No. Jenis DRPs Jenis Obat Kasus Persentase
Kasus
(n=9)
Tidak perlu obat:
Berbagai obat digunakan Mikofenolat
1 1 1 11%
untuk kondisi yang hanya mofetil
membutuhkan satu obat
Perlu tambahan obat:
2 Kondisi yang mem-butuhkan Antihipertensi 6 1 11%
terapi baru
Obat tidak efektif:
3 Obat tidak efektif untuk Metilprednisolon 2 1 11%
kondisi pasien
Dosis kurang:
Dosis terlalu rendah
Furosemid 4,5
untuk menghasilkan
respon yang diinginkan
4 Interval dosis terlalu 3 33%
besar untuk
Ranitidin 4,7
menghasilkan respon
yang diinginkan
Interaksi dan efek samping
obat:
PPI dan
Interaksi obat Mikofenolat 1,2,9
menyebabkan reaksi mofetil
5 yang tidak diinginkan Metilprednisolon 6 67%
4,5
dan Furosemid
Obat menyebabkan
reaksi tidak diinginkan
Metilprednisolon 6
yang tidak berhubungan
dengan dosis
6 Dosis berlebih - - 0 0%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
A. Kesimpulan
disimpulkan:
1. AIHA paling banyak terjadi pada lansia dengan usia 60-74 tahun (78%), dan
3. DRPs yang paling banyak ditemukan yaitu interaksi dan efek samping obat,
seperti potensi interaksi obat PPI dan mikofenolat mofetil pada 3 kasus,
banyak selanjutnya yaitu dosis kurang, seperti dosis furosemid kurang dari
seharusnya terjadi pada 2 kasus dan interval pemberian ranitidin terlalu lama
B. Saran
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
baik dan terapi yang diterima pasien lebih optimal. Selain itu dapat dengan
pasien.
termasuk jenis AIHA warm atau cold, karena terdapat perbedaan terapi untuk
Perlu dilakukan penelitan terkait AIHA sekunder dan penyakit penyerta yang
paling banyak dialami pasien AIHA seperti AIHA dengan penyakit autoimun lain
karena kasus AIHA sekunder cukup banyak terjadi khususnya pada lansia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
DAFTAR PUSTAKA
56
57
Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati, Jubaedi, A., Batubara, I., 2008,
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, Penerbit Salemba Medika,
Jakarta, hal.32.
Medscape, 2015, Drug Interaction Checker, http://reference.medscape.com/drug-
interactionchecker, diakses tanggal 3 Januari 2016.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2013, Formularium Nasional, Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 328.
Miller, S.W., 2012, Clinical Pharmacokinetics :Therapeutic Drug Monitoring in
the Lansiac Patient, 5th Edition, American Society of Health-Sistem
Pharmacist, United States, pp.45-71.
Norfolk, D., 2013, Handbook of Transfusion Medicine, 5th Edition, TSO
Information and Publishing, United Kingdom, p. 52.
Oliva, A., Partemi, S., Arena, V., De Giorgio, F., Colecchi, C., Fucci, N., Pascali,
V, L., 2008, Fatal Injection Of Ranitidin: A Case Report, J Med Case
Reports, 2:232.
Olsson, M., Hagnerud, S., Hedelius, D.U.R., and Oldenborg, P., 2006,
Hematologic Diseases: Autoimmune Hemolytic Anemia and Immune
Thrombocytopenic Purpura,Landes Bioscience,135-143.
Olsson, M, L., and Hellberg, A., 2015, P1PK Blood Group System,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/gv/mhc/xslcgi.cgi?cmd=bgmut/systems_info&
system=p, diakses tanggal: 10 April 2016.
Peñalver, F,J., Alvarez-Larrán, A, Díez-Martin, J, L., Gallur, L., Jarque, I.,
Caballero, D., et al, 2010, Rituximab Is An Effective and Save Thera-peutic
Alter-native in Adults with Refractory and Severe Auto-immune Hemolytic
Anemia, Annals of Hematology, 89 (11), 1073-1080.
Permono, B., Sutaryo, Ugrasena, I, D, G., Windiastuti, E., Abdulsalam, M., 2005,
Buku Ajar Hematology-Onkology Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Indonesia.
Petz, L, D., 2004, A Physician’s Guide To Transfusion In Autoimmune
HaemolyticAnaemia, Br J Haematol, 124, 712–716.
Salama, A., 2015, Treatment Options for Primary Autoimmune Hemolytic
Anemia: A Short Comprehensive Review, Transfus Med Hemother,
42:294–301.
Sharma, C, V., and Mehta, V., 2013, Paracetamol: Mechanism and Update,
Contin Educ Anaesth Crit Care Pain, 1-6.
Shoolin, J., Ozeran, L.,Hamann, C., and Bria, W., 2013, Association of Medical
Directors of Information Systems Consensus on Inpatient Electronic Health
Record Documentation, (2013): 293-301.
Sills, R, H.,2003, Practical Algorithms in Pediatric Hematology and Oncology,
Karger.
Strom, B. L. and Kimmel, S. E. 2006, Texbook of Pharmacoepidemiology, John
Wiley & Sons Ltd., England, pp. 18.
Van Mil, F., 2005, Drug-Related Problems: A Cornerstone for Pharmaceutical
Care, J Malta College of Pharmacy Practice, 10, 5-8.
Voskuhl, R., 2011, Sex Differences in Autoimmune Diseases, Bio Sex Differ, 2:1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
59
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
61
62
No. Jenis
Kasus DRPs DRPs Rekomendasi
Pemberian mikofenolat mofetil
Tidak perlu obat Aktual
dihentikan
1 Interaksi dan Pemberian pantoprazole dan mikofenolat
efek samping Potensial mofetil diberi jeda atau tidak digunakan
obat bersamaan
Pertimbangan menggunakan tambahan
Obat tidak
Aktual terapi secondline atau mengganti dengan
efektif
2 secondline
Interaksi dan Pemberian pantoprazole dan mikofenolat
efek samping Potensial mofetil diberi jeda atau tidak digunakan
obat bersamaan
3 -
Pertimbangan penyesuaian dosis
Dosis kurang Potensial
furosemid
Pertimbangan penyesuaian frekuensi
Dosis kurang Potensial
4 pemberian ranitidin
Interaksi dan
efek samping Potensial Monitoring kadar kalium
obat
Pertimbangan penyesuaian dosis
Dosis kurang Potensial
furosemid
5 Interaksi dan
efek samping Potensial Monitoring kadar kalium
obat
Perlu diberikan obat antihipertensi untuk
Perlu obat Aktual
menurunkan tensi pasien.
6 Interaksi dan
Pemberian obat antihipertensi dan
efek samping Aktual
monitoring penggunaan metilprednisolon
obat
Pertimbangan penyesuaian frekuensi
7 Dosis kurang Potensial
pemberian ranitidin
8 -
Interaksi dan Pemberian mikofenolat mofetil dan
9 efek samping Potensial lansoprazole diberi jeda atau tidak
obat digunakan bersamaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 4. Kasus 1
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Nafas (x/menit) 20 20 20 20 20
Tekanan Darah 120/80 120/80 120/80 120/70 110/70 130/60 110/70 130/80
Keluhan Lemas Lemas, Lemas -
Penatalaksanaan Obat
Dosis dan Cara
Nama Obat P S S M P S S M P S S M P S S M
Pemberian
Transfusi √(12.00) √(12.00)
PRC
Folavit 3 x 400 mcg 08 14 20 08 14 20 08 14 20
Metil 2 x 16 mg 08 stop
Prednisolon
Cellcept® 2 x 500 mg 08 20 08 20 08 20
Medixon inj 125 mg / 6 jam 12 16 24 06 12 16 24 06 12 16 24
Pantozol inj 1 A / 12 jam 20 08 20 08 20
Tanggal 31/12 01/01 02/01 03/01
0
Suhu ( C) Af Af Af Af Af Af Af Af
Nadi (x/menit) 90 70 78 70 80 80 80 88
Tanda Vital
Nafas (x/menit) 20 20 20 20 20 20 20 20
Tekanan Darah 120/70 140/70 130/70 140/80 140/70 130/70 130/70 150/80
Keluhan - - - -
Penatalaksanaan Obat
Dosis dan Cara
Nama Obat P S S M P S S M P S S M P S S M
Pemberian
Transfusi
PRC
Folavit® 3 x 400 mcg 08 14 20 08 14 20 08 14 20 08 14
Cellcept® 2 x 500 mg 08 20 08 stop
Cellcept® 3 x 500 mg 14 20 08 14 20 08 14
Medixon® inj 125 mg / 6 jam 06 Stop
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 5. Kasus 2
Kasus 2 No. RM 01.61.52.85
Subjektif
Nama: Ny. I Tanggal Rawat: 20/03/2013 – 26/03/2013
Jenis Kelamin / Umur: Perempuan / 60 tahun Diagnosis Utama: AIHA
BB: 53 Kg Diagnosis Sekunder: -
TB: 150 cm Keluhan Utama: Lemas
RPD: AIHA Status Keluar: Diizinkan (membaik)
RPO: Medixon 16 mg 2-1-0, Cellcept® 3 x 500 mg
Objektif
Hasil Laboratorium: Tanggal: 20/03
Parameter Nilai Rujukan 20/01 23/01 EKG: ST, HR, 115x/menit
WBC 4,8 – 10,8 x 10^3 / L 18,8
RBC 4,2 – 5,4 x 10^6 / L 2,11 Crost test:
HGB 12 – 16 7,5 6,2 Mayor: -
HCT 37 – 47 % 24,2 Minor: 3+
MCH 27 – 31 pg 35,5
MCV 78 – 99 119,4
PLT 150 – 450 x 10^3 / L 666
LED 2
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Perlu obat: tidak terjadi pada kasus ini karena kebutuhan terapi pasien telah terpenuhi
Obat tidak efektif: Metilprednisolon yang digunakan kurang efektif. Pada hari pertama Hb pasien 7,5 g/dL dan diberi terapi 125 mg setiap 6 jam, tetapi pada
hari ke empat kadar Hb pasien mengalami penurunan yaitu 6,2 g/dL dan terapi tetap dilanjutkan hingga hari terakhir, selain itu pada hari ketujuh tidak
dilakukan pemeriksaan darah kembali untuk memastikan terapi efektif atau tidak. Sehingga kasus ini masuk dalam DRP kategori ini.
Penggunaan PRC yang digunakan untuk transfusi pada pasien sebanyak tiga kali (tiga kolf). Penggunaan injeksi Medixon® dengan dosis 500 mg/ hari
selama 6 hari. Selain itu pasien mendapat Cellcept® dengan dosis 1,5 g/ hari, dan Pantozol® dengan dosis 40mg/hari.
Dosis kurang: tidak terjadi pada kasus ini, dosis setiap obat sudah sesuai.
Dosis berlebih: tidak terjadi pada kasus ini, dosis setiap obat sudah sesuai.
Efek samping dan interaksi obat: pasien tidak menunjukan adanya reaksi efek samping. Tetapi terdapat interaksi obat antara Cellcept® dan Pantoprazole
yang menyebabkan penurunan level atau efek dari Cellcept® oleh Pantoprazole dan perlu dimonitoring dengan seksama (Medscape, 2014). Berdasarkan
assesment kasus ini termasuk dalam DRP kategori ini.
Rekomendasi:
Terapi metilprednisolon ditambah dengan secondline terapi atau diganti dengan obat secondline
Pemberian Cellcept® dan Pantozol® diberi jeda untuk menghindari risiko interaksi
Monitoring Hb dan HCT
Monitoring risiko efek samping transfusi PRC,injeksi Medixon, Cellcept® dan Pantozol®, khususnya efek samping metilprednisolon.
68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 6. Kasus 3
Kasus 3 No. RM 01.62.83.32
Subjektif
Nama: Tn. MS Tanggal Rawat: 01/04/2013 – 05/04/2013
Jenis Kelamin / Umur: Laki-laki / 61 tahun Diagnosis Utama: AIHA
BB: 49 Kg Diagnosis Sekunder:-
TB: 157 cm Keluhan Utama: Lemas
IMT: 21,78 Status Keluar: Diizinkan (membaik)
RPD:-
RPO:-
Objektif
Hasil Laboratorium: Pemeriksaan morfologi darah tepi (MTD) tanggal 28/03/2013:
Parameter Nilai Rujukan 28/03 04/04 Gambaran anemia penyakit kronil disertai proses hemolitik dan infeksi bakteri
WBC 5,2 – 12,4 x 10^3 / µL 6,37 13,96
RBC 4,7 – 6,1 x 10^6 / µL 2,84 4,06 Tanggal 01/04/2013
HGB 14 – 18 6,7 10,3 Parameter Nilai Rujukan Hasil
HCT 42 – 52 % 22 32,1 Retikulosit 0,5 – 1,5 % 0,6
MCH 27 – 31 pg 23,6 Tbil ≤ 1.00 mg/dL 0,17
MCHC 33 – 37 g/dL 30,5 Dbil 0,00 – 0,30 0,11
MCV 80 – 94 77,5 LDH 100 – 190 U/L 200
NEU 1,9 – 8 x 10^3 / µL 4,30
LYM 0,9 – 5,2 x 10^3 / µL 1,35
Pemeriksaan USG
MONO 0,16 – 1 x 10^3 / µL 0,34
Lower abdomen: tidak tampak nodul metastasis di lower abdomen
EOS 0,0 – 0,8 x 10^3 / µL 0,29
Upper abdomen: Luymphadenopathy paraortici, splenomegalia dengan sentral
BASO 0,0 – 0,2 x 10^3 / µL 0,09 necrotic
SGPT 8 – 35 U/L 23
SGOT 15 – 37 U/L 16
BUN 7 – 20 mg/dL 9
Kreatinin 0,6 – 1,3 mg/dL 0,89
Asam Urat Darah: 2,6 – 7,2 mg/dL 5,7
Tanggal 01/04 02/04 03/04 04/04 05/04
Suhu (0C) 36,5 36,8 36,5 36,2 36,5 36,5 36,5 36,2 36,5 36,7 36,7 36,5 36,2
Tanda Vital
Nadi (x/menit) 74 88 88 88 88 80 80 88 88 88 88 88 84
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Nafas (x/menit) 18 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Tekanan 120/80 110/70 120/ 130/ 120/ 120/ 130/ 140/ 130/ 130/ 140/ 130/ 80 120/70
Darah (mmHg) 70 80 80 70 90 90 90 80 90
Keluhan Lemas, perut sebah Lemas, cegukan, perut - - Perut sebah
sebah
Penatalaksanaan Obat
Dosis dan Cara
Nama Obat P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M
Pemberian
Metil 125mg/ 6 jam 18 24 06 12 18 24 06 12 18 24 06 12 18 24 06 12
Prednisolon
inj
Pantozol inj 1 A / 24 jam 18 18 18 18
Largactyl 2x 6,25 mg 18 06 18 06 18 06
Transfusi √ √ √ √
PRC
Assesment:
Pasien mendapat transfusi PRC dan injeksi Metilprednisolon sebagai terapi autoimmune hemolitik anemia (AIHA). Transfusi PRC (packed red cell)
berisi sel darah merah yang berfungsi untuk mengatasi keadaan anemia, perbaikan fungsi oksigenasi, dan perbaikan volume sirkulasi akibat perdarahan (Permono,
Sutaryo, Ugrasena, Windiastuti, Andulsalam, 2005). Metilprednisolon yang termasuk dalam golongan steroid (antiinflamasi) dan merupakan first line terapi untuk
AIHA (Zanella, 2012). Selain menerima terapi untuk AIHA, pasien juga menerima terapi tambahan yaitu Pantozol® (Pantoprazole) yang termasuk dalam
golongan Proton Pump Inhibitor digunakan untuk pencegahan risiko peptic ulcer yang merupakan efek samping dari Metilprednisolon (Lockrey and Lim, 2011).
Selain itu pada hari ke 2 pasien mengalami cegukan dan mendapat terapi Largactyl® (Chlorpromazine).
Tidak perlu obat: tidak terjadi pada kasus ini, terapi yang diterima pasien telah sesuai dengan kondisi dan hasil laboratorium pasien.
Perlu obat: tidak terjadi pada kasus ini karena kebutuhan terapi pasien telah terpenuhi
Obat tidak efektif: tidak terjadi pada kasus ini, tidak terjadi komplikasi selama pasien menjalankan terapi
Penggunaan PRC yang digunakan untuk transfusi pada pasien sebanyak empat kali (empat kolf). Penggunaan injeksi metilprednisolon dengan dosis 250
pada hari pertama, lalu dosis 500 mg/ hari selama 3 hari, selanjutnya diberi dosis 250 mg/hari pada hari terakhir. Selain itu pasien mendapat Pantozol® dengan
dosis 40mg/hari dan Largactyl® dengan dosis 12,5 mg/hari.
Dosis kurang: tidak terjadi pada kasus ini, dosis obat sudah sesuai
Dosis berlebih: tidak terjadi pada kasus ini, dosis obat sudah sesuai.
Efek samping dan interaksi obat: tidak terjadi pada kasus ini. Pasien tidak menunjukan adanya reaksi efek samping dan tidak terdapat interaksi antar obat.
Rekomendasi:
Monitoring Hb dan HCT
Monitoring risiko efek samping transfusi PRC,injeksi Medixon, Cellcept® dan Pantozol®, khususnya efek samping metilprednisolon.
70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 7. Kasus 4
Kasus 4 No. RM 01.40.34.83
Subjektif
Nama: Ny. S Tanggal Rawat: 23/01/2009 – 31/01/2009
Jenis Kelamin / Umur: Perempuan / 61 tahun Diagnosis Utama: AIHA cold
BB: 42 Kg Diagnosis Sekunder: -
TB:156 cm Keluhan Utama: lemas, pucat, badan kuning sejak 4 hari, perut sebah, mual,
RPD: Susp. Hepatitis akut nyeri ulu hati
RPO: - Status Keluar: Diizinkan (Belum sembuh)
Objektif
Hasil Laboratorium:
Parameter Nilai Rujukan 23/01 26/01 27/01 29/01 Parameter Nilai Rujukan 23/01
WBC 4,8 – 10,8 x 10^3 / L 25,1 13,0 19,81 18,5 Fe 20 – 170 ug/dL 200
RBC 4,2 – 5,4 x 10^6 / L 1,81 3,28 2,33 2,94 IRN 50 – 175 ug / dL 81
HGB 12 – 16 6,0 9,6 10,3 12,9 TIBC 261 – 478 ug/dL 565
HCT 37 – 47 % 14,0 28,8 19,9 26,9 IBC 150 – 250 ug/dL 365
MCH 27 – 31 pg 33,3 87,8 85,4 91,7 Calc 2,10 – 2,60 mmol 1,96
MCV 78 – 99 77,3 29,2 44,2 43,9 PPT 13,3 – 15,7 11,6
MCHC 32,0 - 36,0 g/dL 43,1 33,2 51,8 47,9 INR 0,90
NEU 1,8 – 8 x 10^3 / L 17,3 18,42 15,2 Kontrol 12,9
LYM 0,9 – 5,2 x 10^3 / L 6,0 0,79 2,5 APTT 25,5 – 35,0 25,7
MONO 0,16 – 1 x 10^3 / L 1,1 0,53 0,8 Kontrol 32,7
EOS 0,044 – 0,44 x 10^3 / L 0,4 0,00 0,0
BASO 0,0 – 0,2 x 10^3 / L 0,3 0,07 0,0 Parameter Nilai Rujukan 23/01 24/01
Na 136,0 – 145,0 mmol/L 128,1 141,4 139,0 138,0 HbsAg 0,00 – 0,99 0,440 0,404
K 3,10 – 5,00 mmol/L 4,33 4,32 3,70 5,0 Feritin 9300 – 159000 2.321,43 3.259
Cl 98,0 – 107,0 mmol/L 101,20 112,30 105,0 138.0
Tp 6,4 – 8,3 g/dL 5,800 6,780 6,300 6,850
Alb 3,50 – 5,00 g/dL 2,97 3,69 3,4 2,61 Anti HAV IgM (0,00 – 0,40 mIU/mL) 0,010
SGPT 10 – 42 U/L 18 19
SGOT 10 – 40 U/L 27 25 Gambaran sediaan apus darah tepi (22/09/2009);
Dbill 0,00 – 0,30 mg/dL 1,32 1,00 0,730 Gambaran Leukoeritromboblastik suspek AIHA type cold disertai
Tbil 0,20 – 1,00 mg/dL 2,98 2,77 2,71 proses infeksi bakterial dan trombosis.
71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penatalaksanaan Obat
Tanggal 28/01 29/01 30/01 31/01
Metil 125 mg/ 6 jam 06 12 18 24
prednisolo
Inj
Metil 6-4-0 √ √ √ √ √ √
prednisolo
(16 mg)
Ranitidin 1 A / 12 jam 08 20 08 20 08 20 08 20
Assesment:
Pasien menerima injeksi metilprednisolon dan transfusi PRC sebagai terapi autoimmune hemolitik anemia (AIHA).Pemberian Kortikosteroid merupakan
salah satu protokol penanganan AIHA cold akut (Goldman and Schafer, 2015). Namun guideline terkait dosis pemberian belum tersedia secara khusus.
Selain menerima terapi untuk AIHA, pasien juga menerima terapi tambahan yaitu Lasix® yang mengandung Furosemid. Furosemid termasuk golongan diuretik
loop. Geriatri memiliki risiko tinggi mengalami overload cairan sirkulasi setelah melakukan transfusi darah, dan salah satu cara untuk mencegahnya yaitu dengan
monitoring dan pemberian diuretik (Derek, 2013). Pasien juga menerima terapi tambahan yaitu ranitidin injeksi yang termasuk dalam golongan antagonis reseptor
H2digunakan untuk pencegahan risiko peptic ulcer yang merupakan efek samping dari Metilprednisolon (Lockrey and Lim, 2011).
Tidak perlu obat: tidak terjadi pada kasus ini, terapi yang diterima pasien telah sesuai dengan kondisi dan hasil laboratorium pasien.
Perlu obat: tidak terjadi pada kasus ini karena kebutuhan terapi pasien telah terpenuhi
Obat tidak efektif: tidak terjadi pada kasus ini, tidak terjadi komplikasi selama pasien menjalankan terapi
Penggunaan PRC yang digunakan untuk transfusi pada pasien sebanyak lima kali (lima kolf). Penggunaan Metilprednisolon pada kasus ini yaitu 375
mg/hari pada hari pertama, kemudian 500 mg/hari selama lima hari, dan dilanjutkan dengan dosis 160 mg/hari selama tiga hari. Selain itu pasien mendapat
Lasix® (Furosemid) degan dosis 20 mg/hari sebanyak satu kali, yang dosis literaturnya 40-80 mg/dosis (Hillyer, Strauss, and Luban, 2004) dan pasien juga
mendapat ranitidin injeksi (per ampul berisi 50 mg/2ml) dengan dosis 100 mg/hari yang dosis literaturnya 150 mg sampai 200 mg perhari untuk injeksi (Oliva et
all, 2008).
Dosis kurang: dosis furosemid yang diberikan kepada pasien kurang dan frekuensi pemberian ranitidin kurang. Dosis menurut literatur adalah 40-80
mg/dosis (Hillyer, Strauss, and Luban, 2004), sedangkan pasien hanya menerima 20 mg/hari. Menurut literatur ranitidin diberikan 50 mg setiap 6-8 jam
perhari atau 150-200 mg perhari (Oliva et all, 2008), sedangkan pasien hanya menerima 50 mg setiap 12 jam perhari atau 100 mg perhari. Sehingga kasus ini
masuk dalam DRP kategori ini.
Dosis berlebih: tidak terjadi pada kasus ini. dosis setiap obat sudah sesuai.
Efek samping dan interaksi obat: pasien tidak menunjukan adanya reaksi efek samping. Tetapi terdapat interaksi obat yatitu antara metiprednisolon dan
furosemid. Interaksi yang ditimbulkan secara sinergisme farmakodinamik yang kemungkinan dapat menyebabkan hipokalemia dan merupakan interaksi
minor (Medscape, 2016). Berdasarkan assesment kasus ini termasuk dalam DRP kategori ini.
Rekomendasi:
Meningkatkan dosis furosemid menjadi 40 mg/hari
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Meningkatkan frekuensi penggunaan ranitidin menjadi tiga kali sehari dengan dosis 50 mg
Monitoring Hb dan HCT
Monitoring risiko efek samping transfusi PRC,metilprednisolon, furosemid dan ranitidin khususnya efek samping metilprednisolon.
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 8. Kasus 5
Kasus 5 No. RM 01.40.90.20
Subjektif
Nama: Tn. SD Tanggal Rawat: 01/05/2009 – 08/05/2009
Jenis Kelamin / Umur: Laki-laki / 67 tahun Diagnosis Utama: AIHA cold
BB:50 Kg Diagnosis Sekunder: -
TB: 160 cm Keluhan Utama: lemas
RPD: AIHA cold, TB paru tahun 1986 dan 2003 Status Keluar: Diizinkan (membaik)
RPO: Ranitidin 2x1, curcuma 3x1, KCL 3x1, Cardase 1x2,5 g, Lasix 1-0-0
Objektif
Hasil Laboratorium:
Parameter Nilai Rujukan 01/05 03/05 04/05 05/05 06/05 Ro Thorax:
WBC 5,2 – 12,4 x 10^3 / µL 5,93 9,6 11,6 10,53 7,40 TB paru lama aktif dengan atelektasis lobus superior pulmo
RBC 4,7 – 6,1 x 10^6 / µL 0,91 1,57 1,65 1,94 2,17 dextra dan pleuritis
HGB 14 – 18 3,8 5,6 6,0 7,0 7,8
HCT 42 – 52 % 11,9 19,2 19,1 22,7 24,9 Pemeriksaan morfologi darah tepi (MTD) tanggal 01/05/2009:
MCH 27 – 31 pg 41,8 35,3 36,6 36,1 36,2 Observasi bisotopenia dengan gambaran anemia makrositik et
MCHC 33 – 37 g/Dl 31,9 29,0 31,6 30,9 31,5 cause susp defisiensi asam folat/ B2
MCV 80 – 94 130,8 121,7 115,7 116,7 114,7
Coomb test :
NEU 1,9 – 8 x 10^3 / µL 3,95 8,96 6,3 9,82 6,76
Direct +2
LYM 0,9 – 5,2 x 10^3 / µL 1,03 0,52 1,2 0,48 0,45
MONO 0,16 – 1 x 10^3 / µL 0,45 0,06 0,1 0,12 0,13 Pemeriksaan urin
EOS 0,0 – 0,8 x 10^3 / µL 0,45 0,03 0,0 0,06 0,02 Parameter Hasil
BASO 0,0 – 0,2 x 10^3 / µL 0,05 0 0,0 0,01 0 Glukosa -
PLT 26 334 81 308 295 Protein +-
Tbil ≤ 1.00 mg/dL 2,58 2,490 3,13 2,790 2.590 Bilirubin -
Dbil 0,00 – 0,30 0,34 0,34 0,340 0,250 0,360 Urobilin Normal
Tp 5,74 5,65 5,740 pH 5,5
Alb 3,45 3,31 3,450 BJ 1.015
SGPT 8 – 35 U/L 11 14 11 Blood -
SGOT 15 – 37 U/L 17 19 17 Keton -
BUN 7 – 20 mg/dL 6,80 18,70 6,8 Nitrit -
Kreatinin 0,6 – 1,3 mg/dL 0,95 1,080 0,950 Leukosit -
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LDH 100 – 190 U/L 621 621 652 685 Warna Kuning
GDS Darah: 74 – 106 118 118
mg/dL
Na 136 – 145 mmol/mL 139 142 139,0
K 3,5 – 5,1 mmol/mL 3,6 3,1 3,6
Cl 98 – 107 mmol/mL 103,0 104,0 103,0
Nadi (x/menit) 68 88 80 80 80
Tanda Vital
Nafas (x/menit) 20 20 20 20 20
Tekanan Darah 130/70 140/70 140/70 140/70 140/70
Keluhan Lemas Lemas Batuk Batuk
Penatalaksanaan Obat
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 9. Kasus 6
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penatalaksanaan Obat
Dosis dan Cara
Nama Obat P S S M P S S M P S S M P S S M
Pemberian
Pantozol 1 A x 24 jam 16 16 16 16
Metil 125 mg/ 8 jam 08 16 24 08 16 24 08 Stop
Prednisolon
inj
Metil 62,5 mg/ 8 jam 16 24 08 16 24
Prednisolon
inj
Tanggal 26/11 27/11 28/11
0
Suhu ( C) Af Af
Nadi (x/menit) 78 84
Tanda Vital
Nafas (x/menit) 20 18
Tekanan Darah 170/85 140/70
Keluhan Lemas, pusing
Penatalaksanaan Obat
Dosis dan Cara
Nama Obat P S S M P S S M P S S M P S S M
Pemberian
Pantozol 1 A x 24 jam 16 16
Metil 62,5 mg/ 8 jam 08 16 24 Stop
Prednisolon
inj
Metil 32 – 8 - 0 06 14 06
Prednisolon
Ambroxol 3 x C1
Assesment:
Pasien mendapat transfusi metilprednisolon injeksidan oral sebagai terapi autoimmune hemolitik anemia (AIHA). Metilprednisolon yang termasuk
dalam golongan steroid (antiinflamasi) dan merupakan first line terapi untuk AIHA (Zanella, 2012).
Selain menerima terapi untuk AIHA, pasien juga menerima terapi tambahan yaitu Pantozol® (Pantoprazole) yang termasuk dalam golongan Proton Pump
Inhibitor digunakan untuk pencegahan risiko peptic ulcer yang merupakan efek samping dari (Lockrey and Lim, 2011).
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tidak perlu obat: tidak terjadi pada kasus ini, terapi yang diterima pasien telah sesuai dengan kondisi dan hasil laboratorium pasien.
Perlu obat: Pasien memerlukan obat antihipertensi.Sejak hari keenam (23/11/2009) tekanan darah pasien mengalami kenaikan hingga hari terakhir pasien
beraaa di rumah sakit (28/11/2009). Selain itu pasien memiliki riwayat hipertensi sebelumnya tetapi pasien tidak mengkonsumsi obat lagi.
Obat tidak efektif: tidak terjadi pada kasus ini, tidak terjadi komplikasi selama pasien menjalankan terapi.
Penggunaan injeksi metilprednisolon dengan dosis 375 mg/ hari selama 5 hari kemudian dosis diturunkan menjadi 187,5 mg/hari selama 3 hari,
selanjutnya diganti dengan metilprednisolon oral dengan dosis 40 mg/hari hingga pulang dari rumah sakit. Selain itu pasien mendapat Pantozol® dengan dosis
40mg/hari.
Dosis kurang:tidak terjadi pada kasus ini, dosis yang digunakan masing-masing obat efektif.
Dosis berlebih: tidak terjadi pada kasus ini, dosis setiap obat sudah sesuai.
Efek samping dan interaksi obat: terjadi efek samping metilprednisolon yaitu peningkatan tekanan darah pasien dari 120/80 pada hari pertama menjadi
170/100 pada hari keenam, diikuti dengan pasien mengalami pusing
Rekomendasi:
Diberikan terapi tambahan obat antihipertensi.
Monitoring Hb, HCT, dan tekanan darah.
Monitoring risiko efek samping transfusi PRC,injeksi Medixon, Cellcept® dan Pantozol®, khususnya efek samping metilprednisolon.
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
IBC 12 Nitrit -
Saturation index 20 – 50 % 89,4 Leukosit -
LDH 100 – 190 U/L 311 Warna Kuning terang
GDS Darah: 74 – 106 mg/dL 96
Na 136 – 145 mmol/mL 143 Pemeriksaan Hemostasis
K 3,5 – 5,1 mmol/mL 4,6 Parameter Nilai Rujukan Hasil
Cl 98 – 107 mmol/mL 114 PPT 11,4 – 16,3 detik 14,7
Fe 50 – 175 ug/dL 101 INR 108
Kontrol 141
APTT 22,5 – 37 detik 28.8
Pemeriksaan morfologi darah tepi (MTD) tanggal 01/06/2013: Kontrol 33.4
Kesan: Anemia dengan kelainan morfologi eritrosit reaktivitas netrofil dan
limfosit
Kesimpulan: gambaran anemia ec suspek proses hemolitik dd AIHA, MDS
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sutaryo, Ugrasena, Windiastuti, Andulsalam, 2005). Metilprednisolon yang termasuk dalam golongan steroid (antiinflamasi) dan merupakan first line terapi untuk
AIHA (Zanella, 2012). Selain menerima terapi untuk AIHA, pasien juga menerima terapi tambahan yaitu ranitidin injeksi yang termasuk dalam golongan
antagonis reseptor H2digunakan untuk pencegahan risiko peptic ulcer yang merupakan efek samping dari Metilprednisolon (Lockrey and Lim, 2011).
Tidak perlu obat: tidak terjadi pada kasus ini, terapi yang diterima pasien telah sesuai dengan kondisi dan hasil laboratorium pasien.
Perlu obat: tidak terjadi pada kasus ini karena kebutuhan terapi pasien telah terpenuhi
Obat tidak efektif: tidak terjadi pada kasus ini, tidak terjadi komplikasi selama pasien menjalankan terapi
Penggunaan PRC yang digunakan untuk transfusi pada pasien sebanyak satu kali (1 kolf). Penggunaan Metilprednisolon pada kasus ini yaitu 375
mg/hari selama tiga hari dan 250 mg/ hari selama satu hari. Dosis Metilprednisolon untuk pasien yang mengalami severe anemia yaitu 250-1000 mg perhari
selama 3 hari (Zanella, 2012). Selain itu pasien mendapat ranitidin injeksi (per ampul berisi 50 mg/2ml) dengan dosis 100 mg/hari yang dosis literaturnya 150 mg
sampai 200 mg perhari untuk injeksi (Oliva et all, 2008).
Dosis kurang: Frekuensi pemberian ranitidin kurang. Menurut literatur ranitidin diberikan 50 mg setiap 6-8 jam perhari atau 150-200 mg perhari (Oliva et
all, 2008), sedangkan pasien hanya menerima 50 mg setiap 12 jam perhari atau 100 mg perhari. Sehingga kasus ini masuk dalam DRP kategori ini.
Dosis berlebih: tidak terjadi pada kasus ini, dosis setiap obat sudah sesuai.
Efek samping dan interaksi obat:tidak terjadi pada kasus ini. Pasien tidak menunjukan adanya reaksi efek samping dan tidak terdapat interaksi antar obat.
Rekomendasi:
Meningkatkan frekuensi pemberian ranitidin menjadi 50 mg setiap 8 jam
Monitoring Hb dan HCT
Monitoring risiko efek samping transfusi PRC,metilprednisolon, dan ranitidin khususnya efek samping metilprednisolon.
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penatalaksanaan Obat
Dosis dan Cara
Nama Obat P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M
Pemberian
Cellcept® 2x1 20 08 20 06 18 06 18 06
Lansoprazole 1 tab / 12 jam 20 06 18 06 18 06
Inj. Metil 125 mg / 8 jam 20 06 14 22 06 14 22 06 14 22 06
Prednisolon
Transfusi √ √ √ √
PRC 21. 14. 13. 15.
00 00 30 00
Assesment:
Pasien menerima injeksi metilprednisolon, Cellcept® dan transfusi PRCsebagai terapi autoimmune hemolitik anemia (AIHA).Metilprednisolon
termasuk dalam golongan steroid (antiinflamasi) dan merupakan first line terapi untuk AIHA (Zanella, 2012). Cellcept® merupakan obat golongan
mycophenolate mofetil (immunosupresan) yang merupakan second line terapi untuk AIHA (Zanella, 2012). Transfusi PRC (packed red cell) berisi sel darah merah
yang berfungsi untuk mengatasi keadaan anemia, perbaikan fungsi oksigenasi, dan perbaikan volume sirkulasi akibat perdarahan (Permono, Sutaryo, Ugrasena,
Windiastuti, Andulsalam, 2005).
Selain menerima terapi untuk AIHA, pasien juga menerima terapi tambahan yaitu Lansoprazole oral yang termasuk dalam golongan Proton Pump Inhibitor
digunakan untuk pencegahan risiko peptic ulcer yang merupakan efek samping dari (Lockrey and Lim, 2011).
Tidak perlu obat: tidak terjadi pada kasus ini, terapi yang diterima pasien telah sesuai dengan kondisi dan hasil laboratorium pasien.
Perlu obat: tidak terjadi pada kasus ini karena kebutuhan terapi pasien telah terpenuhi.
Obat tidak efektif: tidak terjadi pada kasus ini, tidak terjadi komplikasi selama pasien menjalankan terapi
Penggunaan PRC yang digunakan untuk transfusi pada pasien sebanyak empat kali (4 kolf). Penggunaan Metilprednisolon pada kasus ini yaitu 375
mg/hari selama 3 hari. Dosis Metilprednisolon untuk pasien yang mengalami severe anemia yaitu 250-1000 mg perhari selama 3 hari (Zanella, 2012). Selain itu
pasien mendapat Cellcept® dengan dosis 1 g/hari, yang dosis literaturnya yaitu 1-2 g perhari (Salama, 2015), dan Lansoprazole dengan dosis 30 mg/hari yang
dosis literaturnya 30 mg perhari (Lockrey and Lim 2011).
Dosis kurang: tidak terjadi pada kasus ini. dosis setiap obat sudah sesuai.
Dosis berlebih: tidak terjadi pada kasus ini, dosis setiap obat sudah sesuai.
Efek samping dan interaksi obat: pasien tidak menunjukan adanya reaksi efek samping. Tetapi terdapat interaksi obat antara Cellcept® dan Lansoprazole
yang menyebabkan penurunan level atau efek dari Cellcept® oleh Lansoprazole dan perlu dimonitoring dengan seksama (Medscape, 2014). Berdasarkan
assesment kasus ini termasuk dalam DRP kategori ini.
Plan:
Pemberian Cellcept® dan Lansoprazole diberi jeda untuk menghindari risiko interaksi
Monitoring Hb dan HCT
Monitoring risiko efek samping transfusi PRC,metilprednisolon, Cellcept® , dan Lansoprazole khususnya efek samping metilprednisolon.
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
BIOGRAFI PENULIS