Anda di halaman 1dari 16

PERAN KEDOKTERAN FORENSIK DALAM

PEMERIKSAAN KASUS KECELAKAAN


LALU LINTAS

KARYA ILMIAH

Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam Menjalani State Kedokteran Forensik


dan Medikolegal pada Program Studi Profesi Dokter

Oleh :

Jody Fajar Hibatullah


NPM :1807101030007

Pembimbing :

Dr. dr. Taufik Suryadi, Sp.F(K), Dipl. BE


NIP. 197503242006041002

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH 2020
HALAMAN PENGESAHAN

PERAN KEDOKTERAN FORENSIK DALAM


PEMERIKSAAN KASUS KECELAKAAN
LALU LINTAS

KARYA ILMIAH

Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam Menjalani State Kedokteran Forensik


dan Medikolegal pada Program Pendidikan Profesi Dokter

Oleh :

Jody Fajar Hibatullah


NPM :1807101030007

Mahasiswa Program Studi Profesi Dokter


Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala

Banda Aceh, Juli 2020

PEMBIMBING

Dr. dr.Taufik Suryadi, Sp.F(K), Dipl. BE


NIP. 197503242006041002

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan penulisan tugas karya ilmiah yang berjudul “Peran Kedokteran
Forensik dalam Pemeriksaan Kasus Kecelakaan Lalu Lintas”.

Penyusunan karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, RSUD
dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis
sampaikan kepada Dr. dr. Taufik Suryadi, Sp.F(K), Dipl. BE yang telah bersedia
meluangkan waktu membimbing penulis dalam penulisan karya ilmiah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak terutama
bidang kedokteran, berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan
mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya serta ilmu kedokteran forensik
dan medikolegal pada khususnya.

Banda Aceh, Juli 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
ABSTRAK....................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 2
BAB III KESIMPULAN............................................................................ 9
3.1 Kesimpulan.................................................................................... 9
3.2 Saran.............................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 10

iv
ABSTRAK

Kecelakaan lalu lintas (KLL) adalah kasus cedera yang terjadi sebagai akibat
kontak fisik seseorang atau banyak orang dengan bagian kendaraan setelah
mengalami benturan dengan permukaan keras. Kecelakaan lalu lintas
menimbulkan korban pejalan kaki, pengendara dan penumpang kendaraan yang
berakibat kepada menurunnya fungsi organ tubuh dan kerugian material. Ahli
kedokteran forensik melakukan pemeriksaan kasus KLL sesuai dengan aspek etik
dan medikolegal yang dimulai dari permintaan tertulis dari penyidik hingga
pemeriksaan korban atau autopsi sesuai indikasinya.
Kata kunci: kecelakaan lalu lintas, kedokteran forensik.

v
BAB I
PENDAHULUAN

Kecelakaan lalu lintas (KLL) merupakan kejadian yang tidak diduga dan
tidak diinginkan yang melibatkan seseorang atau lebih dengan kendaraan tertentu
akibat mekanisme trauma yang diterima sehingga menyebabkan luka dan
kematian sesuai dengan derajatnya. Kecelakaan lalu lintas menyebabkan korban
mengalami penurunan fungsi tubuh dan kerugian material. Kasus KLL merupakan
kasus global yang cukup tinggi terjadi. Kecelakaan lalu lintas menimbulkan
korban pejalan kaki, korban pengendara dan penumpang kendaraan, termasuk
kendaraan roda dua maupun kendaraan lainnya.[1,2]

Aspek etik dan medikolegal dalam profesi kedokteran forensik sesuai


dengan konsensus internasional untuk membatasi hubungan dokter dengan pasien,
sesama dokter dan dokter dengan negara tempat mengabdi. Aspek etik adalah
peran moral dalam profesi kedokteran yang terdiri dari beneficience, non-
maleficience, justice dan autonomy. Aspek medikolegal merupakan prinsip
penerapan ilmu kedokteran dalam proses peradilan. Peran dokter menentukan
apakah luka atau kematian bersifat wajar dan tidak wajar, namun dokter dalam
menyusun laporan hasil pemeriksaan (visum et repertum) tidak menyertakan
pendapat pribadi di samping hasil pemeriksaan.[3]

Dokter yang melakukan tugas pemeriksaan kasus KLL dimulai dari


permohonan resmi dari penyidik kepolisian, pemberian pertolongan pertama,
dilanjutkan dengan pemeriksaan luka pada korban hidup dan autopssi pada korban
meninggal. Pemeriksaan bertujuan untuk menjelaskan sebab kematian
berdasarkan informasi mekanisme KLL yang didapatkan oleh kepolisian. Semua
hasil pemeriksaan korban dituliskan dalam visum et repertum dan diserahkan
kepada penyidik untuk dilampirkan dalam berkas peradilan.[4]

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecelakaan Lalu Lintas (KLL)

Kecelakaan lalu lintas (KLL) adalah segala jenis cedera dan perlukaan
yang disebabkan oleh mekanisme trauma antara kendaraan dengan individu yang
dipengaruhi oleh faktor kecepatan kendaraan dan risiko yang ditimbulkan. Secara
umum, korban kecelakaan lalu lintas dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu
korban pejalan kaki, korban pengendara, dan korban penumpang kendaraan
(semua jenis kendaraan, termasuk kendaraan roda dua, mobil, pesawat, kapal, dan
lain – lain). Pejalan kaki merupakan korban terdampak yang paling sering
dilaporkan sebagai akibat dari mekanisme kecelakaan yang secara langsung
berdampak ke lingkungan sekitarnya.[1]

Kecelakaan menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas yang cukup


tinggi di negara – negara di seluruh dunia. Estimasi kejadian KLL di dunia
mencapai 20 – 50 juta orang, serta 1,24 juta meninggal setiap tahunnya akibat
KLL. Berdasarkan urutan jumlah kasus KLL global tahun 2015 berdasarkan data
Global Report on Road Safety, urutan pertama diduduki oleh Tiongkok, disusul
oleh India dan peringkat ketiga diduduki oleh negara Indonesia, dengan angka
kematian cukup tinggi, yaitu 38.279 kasus.[5]

Kecelakaan lalu lintas di Indonesia mengalami peningkatan seiring dengan


peningkatan jumlah pengguna kendaraan bermotor. Data dari satu dekade yang
lalu, tahun 2010 dibandingkan dengan data tahun 2009 terjadi peningkatan jumlah
kasus KLL, dimana pada tahun 2009 kasus KLL adalah sekitar 106.384 kasus,
sedangkan pada tahun 2010 adalah 109.319 kasus. Pada tahun berikutnya
meningkat lagi menjadi 109.776 kasus di tahun 2011. Kasus KLL merupakan
salah satu penyebab masuknya seseorang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) untuk
menerima pertolongan medis sebanyak 80% dari seluruh kasus emergensi. Cedera
kepala dilaporkan merupakan jenis cedera terbanyak yang diterima korban KLL,
baik dalam kondisi sadar maupun penurunan kesadaran.[6]

2
Kecelakaan pada pejalan kaki merupakan perlukaan akibat kontak
langsung antara individu yang tidak menggunakan kendaraan dengan suatu
kecelakaan yang mengarah serta menimbulkan perlukaan hingga kematian. Jenis
trauma yang dialami oleh korban pejalan kaki adalah trauma primer, sekunder,
dan tersier. Trauma primer terjadi apabila korban langsung bertabrakan dengan
kendaraan yang sedang berjalan dengan kecepatan tinggi. Trauma sekunder terjadi
apabila korban terlempar dan mengenai kendaraan lain, kondisi ini lebih berat
karena tekanan tinggi yang dialami tubuh korban. Trauma tersier terjadi apabila
korban terlempar ke jalanan. Berdasarkan manifestasi yang ditimbulkan, pada
tubuh korban akan tampak luka – luka yang diidentifikasi sebagai luka yang
terjadi akibat KLL dan luka lain yang muncul beriringan. Ketika korban
bertabrakan dengan bagian bumper mobil, maka luka terberat terjadi di daerah
sekitar lutut, begitu pula jika bertabrakan dengan bagian depan mobil yang flat
maka luka utama dan terberat ada di bagian dada.[1,4]

Gambar 1. Cedera korban pejalan kaki di daerah antara lutut dan cruris[1]

Kecelakaan pada pengendara dan penumpang mobil berkaitan dengan


mekanisme trauma benturan dengan struktur keras kendaraan seperti dashboard,
setir, dan lain – lain. Di samping mekanisme benturan, trauma yang terjadi adalah
memar, abrasi, dan kompresi organ vital akibat pemakaian sabuk pengaman yang
dipasang terlalu kuat sehingga ketika gaya yang bekerja seiring dengan
mekanisme kecelakaan, tubuh terdorong ke arah depan sehingga sabuk pengaman
yang dipasang dengan cara yang tidak tepat menyebabkan kompresi, salah satunya

3
pada sinus karotis. Kasus kematian akibat kompresi sabuk pengaman yang
dilaporkan dalam sebuah publikasi menunjukkan bahwa penyebab kematian
adalah penekanan pada sinus karotis serta korban tidak memiliki kelainan dan
penyakit penyerta sebelum kecelakaan terjadi.[7]

Gambar 2. Abrasi kulit akibat KLL penumpang kendaraan roda dua[1]

Kecelakaan lalu lintas berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 15 Tahun


2013 dibagi menjadi tiga, yaitu kecelakaan ringan, sedang dan berat. Kecelakaan
ringan merupakan KLL yang menyebabkan kerusakan kendaraan atau barang.
Kecelakaan sedang menyebabkan luka ringan dan kerusakan kendaraan, dimana
luka ringan bermakna luka yang menimbulkan sakit ringan tanpa perlu rawatan di
layanan kesehatan. Kecelakaan berat apabila menimbulkan luka berat hingga
meninggal dunia. Luka berat yang dimaksud terdiri dari sakit yang menimbulkan
bahaya kematian dan tidak ada harapan sembuh, tidak dapat menjalankan aktivitas
harian, kehilangan salah satu sistem indera, mendapatkan kecacatan berat dan
kelumpuhan, daya pikir terganggu lebih dari empat minggu, kematian kandungan
bagi korban wanita hamil, dan luka yang membutuhkan rawatan di layanan
kesehatan hingga lebih dari 30 hari.[2]

2.2. Kedokteran Forensik

4
Kedokteran forensik mewakili ilmu kedokteran yang mempelajari
mengenai sebab luka dan kematian serta berperan dalam proses peradilan. Dalam
melaksanakan tugas, dokter memiliki prinsip etik dan medikolegal. Fungsinya
adalah untuk membentuk hubungan dokter ke pasien, sesama dokter, dan dokter
dengan negara atau daerah mengabdi. Etik berhubungan dengan penerapan moral
dalam memperlakukan seseorang sesuai dengan profesi kedokteran sesuai dengan
aspek menguntungkan (beneficience), tidak merugikan (non-maleficience),
berkeadilan (justice) dan memberikan hak untuk memilih keputusan (autonomy).
Medikolegal berhubungan dengan prinsip – prinsip ilmu medis atau kedokteran
dalam pelaksanaan tugas di bidang legal atau hukum untuk memberikan informasi
yang dibutuhkan dalam proses peradilan. Oleh karena itu, peran kedokteran
forensik dapat mendukung informasi penyidik terkait terdakwa di antara korban
pengemudi atau pejalan kaki sesuai dengan aspek medikolegal.[3]

Gambar 3. Aspek medikolegal pemeriksaan KLL[4]

Luka akibat KLL mencakup proses mekanik yang menimbulkan memar,


abrasi, laserasi, hingga amputasi. Mekanisme memar terjadi seiring dengan
paparan benda tumpul kekuatan tertentu yang terjadi antara individu dengan
permukaan kendaraan. Pada kasus pengendara dan penumpang, cenderung terjadi
memar akibat benturan dengan dashboard, setir, airbag hingga sabuk pengaman.

5
Pada korban pejalan kaki, memar terjadi akibat benturan dengan bagian kendaraan
yang bermanifestasi perdarahan dan derajat luka berat sesuai dengan kecepatan
kendaraan yang mengenainya. Abrasi berhubungan dengan luka gores akibat
gesekan dengan permukaan kasar aspal dan semen sehingga menyebabkan
hilangnya lapisan terluar kulit. Laserasi terjadi beriringan dengan mekanisme
cedera akibat terpapar dengan benda permukaan tajam hingga amputasi sebagai
faktor dorongan yang kuat terhadap permukaan tubuh.[1,3]

Kematian terbagi menjadi kematian wajar dan tidak wajar, dimana


kematian wajar berhubungan dengan proses perjalanan penyakit dan usia,
sedangkan kematian tidak wajar berhubungan dengan pembunuhan, kecelakaan,
bunuh diri. Penentuan sebab kematian dilakukan oleh dokter maupun dokter ahli
forensik atau kehakiman dengan jenis pemeriksaan yang terpadu, salah satunya
autopsi. Autopsi juga terdiri dari autopsi yudisial dan autopsi administrasi.
Autopsi yudisial digunakan pada kasus kriminal untuk mencari tahu penyebab
kematian dan cara kematian. Autopsi administrasi dilakukan untuk kasus non-
kriminal, seperti kematian alami selama rawatan atas permintaan keluarga.[4,8]

Tabel 1. Pemilihan autopsi forensik berdasarkan jenisnya.[4]

Jenis Trauma Pilihan Autopsi


Tabrak lari Yudisial
Tabrakan oleh dua atau lebih kendaraan Yudisial
Kematian mendadak alamiah saat berkendara Administrasi/Yudisial
Identifikasi pengendara di antara penumpang Yudisial
Kasus kematian tidak dapat dijelaskan Administrasi/Yudisial
Permasalahan murni dari kendaraan Yudisial
Eksaserbasi penyakit menimbulkan KLL Administrasi/Yudisial
Bunuh diri atau pembunuhan Yudisial

2.3. Peran Kedokteran Forensik dalam Pemeriksaan Kasus KLL

Tujuan utama pemeriksaan oleh ahli kedokteran forensik dalam kasus


KLL berhubungan dengan pengungkapan penyebab kematian berdasarkan
mekanisme trauma KLL serta identifikasi kendaraan yang menyebabkan
terjadinya KLL. Selain itu, ahli kedokteran forensik juga mengupayakan hasil
temuan diungkap secara ilmiah dan berkeadilan tanpa menyertakan pendapat

6
pribadi. Oleh karena itu, KLL juga termasuk ke dalam jenis pemeriksaan
kedokteran forensik.[4]

Peran dokter dalam pemeriksaan kasus KLL tercantum dalam peraturan


Kapolri Pasal 39 Nomor 15 tahun 2013, bahwa dokter kehakiman maupun dokter
yang bertugas di rumah sakit dapat memberikan alat bukti keterangan ahli sebagai
pihak yang memiliki kompetensi. Salah satu alat bukti tersebut adalah lembaran
visum et repertum (VeR) yang berisi informasi korban luka atau korban
meninggal yang ditandatangani oleh dokter. Dokter juga menerima informasi dari
penyidik mengenai tempat kejadian perkara (TKP) KLL serta gambaran sketsa
yang dibutuhkan saat memeriksa korban.[2]

Gambar 4. Contoh sketsa TKP KLL melibatkan dua kendaraan[2]

Peran dokter dalam pemeriksaan KLL mengikuti tahapan investigasi oleh


penyidik untuk mengungkap peran serta faktor tertentu yang mencetus terjadinya
KLL. Salah satu faktor yang berhubungan dalam kecelakaan tunggal adalah
penggunaan narkotika, alkohol, dan obat – obatan tertentu mencakup stimulan,
diantaranya ganja (tetrahydrocannabinol), obat psikotropika, antiepileptik hingga
antidiabetik. Namun, apabila KLL menimbulkan korban pejalan kaki, maka

7
setelah stabil kedua pihak ditanyakan terkait penggunaan alkohol dan obat –
obatan untuk menentukan pihak yang bertanggung jawab terhadap terjadinya
KLL. Prosiding di Serbia menyatakan bahwa penyebab terbanyak kasus KLL
adalah dari manusia itu sendiri dibandingkan permasalahan teknis kendaraan,
kondisi jalan serta infrastruktur, dan cuaca. Pada bidang kedokteran forensik,
peran toksikologi forensik, forensik patologi dan forensik klinis dibutuhkan untuk
memberikan informasi tambahan.[9,10]

Gambar 5. Penyebab terjadinya KLL paling tinggi adalah faktor manusia[10]

Dalam mengidentifikasi korban yang dicurigai mengalami KLL akibat


alkohol, dokter dalam melakukan pemeriksaan dapat menentukan derajat
intoksikasi dengan Blood Alcohol Concentration (BAC) yang terdiri dari stage 0
sampai 6. Derajat intoksikasi terendah dengan BAC stage 0 adalah sensasi
gembira akibat mabuk ringan, sedangkan derajat terberat adalah BAC stage 6
dengan kondisi koma disertai gangguan hemodinamik.[4]

Identifikasi korban pejalan kaki dilakukan untuk menentukan apakah


korban yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Penelitian oleh Nakao, 2019
menunjukkan bahwa 6 korban KLL yang meninggal dari data departemen
forensik salah satu rumah sakit, dan 3 diantaranya adalah akibat pejalan kaki yang
menggunakan alkohol. Hubungan antara korban pejalan kaki dengan timbulnya
kecelakaan dijumpai saat korban sebelumnya berjalan tidak beraturan, melanggar
aturan menyeberang, dan berbaring di badan jalan sehingga saat kendaraan lewat,
kecelakaan tidak dapat dihindari.[9]

8
9
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Kecelakaan lalu lintas merupakan segala jenis cedera yang berhubungan


dengan mekanisme trauma yang diterima seseorang dari kendaraan. Korban dari
kecelakaan lalu lintas terdiri dari korban pejalan kaki, korban pengendara dan
korban penumpang kendaraan. Derajat kecelakaan dibagi menjadi kecelakaan
ringan, kecelakaan sedang dan kecelakaan berat. Kecelakaan lalu lintas
menyebabkan korban terbanyak yang membutuhkan pertolongan medis namun
kasus harus tetap ditangani oleh kepolisian untuk identifikasi korban dan pelaku
atau pihak yang bertanggungjawab.

Dokter dalam menjalankan tugas pemeriksaan di tempat kejadian perkara


bekerja sesuai dengan peraturan Kapolri Nomor 15 tahun 2013 untuk menyusun
lembaran visum et repertum yang diminta secara resmi untuk pemeriksaan luka
hingga autopsi. Luka terdiri dari memar, abrasi, laserasi hingga amputasi. Autopsi
dibagi menjadi autopsi yudisial untuk kasus kriminal dan autopsi administrasi
untuk kasus non-kriminal.

3.2 Saran

Dokter hanya ditugaskan untuk pemeriksaan korban, di samping ikut serta


dalam memberikan pertolongan pertama korban. Aspek etik terdiri dari
beneficience, non-maleficience, justice dan autonomy. Jika hasil pemeriksaan
dapat membantu dalam penentuan pihak yang bertanggung jawab, dokter
diberikan perlindungan agar tidak menerima perlawanan saat memberikan
kesaksiannya.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Shepherd R. Transportation Injuries. In: Simpson’s Forensic Medicine.


London: Arnold Publishing; 2011. page 87–93.

2. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan Kepala


Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2013 tentang Tata
Cara Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas. 2013.

3. Biswas G. Review of Forensic Medicine and Toxicology. 3rd ed. New


Delhi: Jaypee Brothers Medical; 2015.

4. Kibayashi K, Shimada R, Nakao K. Fatal Traffic Accidents and Forensic


Medicine. IATSS Res 2014;38:71–6.

5. Kepel FR, Mallo JF, Tomuka D. Pola Luka pada Kasus Kecelakaan Lalu
Lintas di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Prof.
Dr. R.D. Kandou Manado Periode Tahun 2017. J Biomedik 2019;11(1):23–
8.

6. Riandini IL, Susanti R, Yanis A. Gambaran Luka Korban Kecelakaan Lalu


Lintas yang Dilakukan Pemeriksaan di RSUP Dr. M. Djamil Padang. J
Kesehat Andalas 2015;4(2):502–8.

7. Najari F, Alimohammadi AM. An Immediate Death by Seat Belt


Compression : A Forensic Medicine Report. Emergency 2015;3(4):165–7.

8. Kibayashi K. Analysis and Prevention of Traffic Fatalities and Injuries


from the Perspective of Forensic Medicine. IATSS Res [Internet]
2019;43(2):69–70. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.iatssr.2019.06.003

9. Nakao K, Tatara Y. An analysis of Alcohol and Drug Intake in Forensic


Autopsy Cases of Traffic Fatalities. IATSS Res [Internet] 2019;43(2):75–8.
Available from: https://doi.org/10.1016/j.iatssr.2019.05.005

10. Duboka C. Forensic Evidence in Road Accidents Caused by Vehicle’s


Mechanical Failures. In: Nauka I Motorna Vozilla Science and Motor
Vehicles. Beograd: International Automotive Conference; 2017.

11

Anda mungkin juga menyukai