Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS HASIL VISUM ET REPERTUM PADA KASUS

KECELAKAAN LALU LINTAS


Tugas ini diajukan untuk memenuhi tugas kelompok Ilmu Kedokteran Kehakiman Kelas A

Disusun oleh :
MUHAMMAD HAIKAL ARIFFIN 10040020252
RHENOVAN JODY 10040020157
MUHAMMAD RIFQI HAKIM 10040020156
WINDAYAKA ARIFFA MEGANTARA 10040020097
FERY HADIWIYANTO 10040020158
JOAN AMELIA ZAKAHA 10040020080
NISSYA MAULYDHA 10040020051

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 1,35 juta orang
meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas setiap tahunnya, dan sekitar 20-50 juta
orang mengalami cedera atau cacat. Kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab kematian
utama bagi kelompok usia 5-29 tahun, dan menjadi penyebab kematian kedelapan secara
global. Selain itu, kecelakaan lalu lintas juga menimbulkan kerugian ekonomi sekitar 3%
dari Produk Domestik Bruto (PDB) global setiap tahunnya.
Kecelakaan adalah sebuah peristiwa yang terjadi secara tidak sengaja dan dapat
menimbulkan kerugian, cedera, atau kematian bagi manusia, hewan, atau
benda. Kecelakaan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kelalaian,
ketidaktahuan, kesalahan, kegagalan, kekurangan, atau keadaan darurat. Kecelakaan
dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, seperti di jalan raya, di tempat kerja, di rumah,
di sekolah,
Kecelakaan merupakan salah satu masalah sosial yang serius dan mendesak, karena
dapat menimbulkan dampak negatif yang luas dan beragam, baik bagi korban, pelaku,
maupun masyarakat. Dampak negatif tersebut antara lain adalah kerusakan fisik,
psikologis, ekonomi, sosial, lingkungan, dan hukum. Misalnya, korban kecelakaan dapat
mengalami luka-luka, cacat, trauma, stres, depresi, atau kematian. Pelaku kecelakaan
dapat menghadapi sanksi hukum, ganti rugi, penjara, atau hukuman mati. Masyarakat
dapat mengalami kerugian materiil, moral, kesehatan, pendidikan, atau keamanan.
Visum adalah sebuah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan
pihak berwenang, seperti penyidik, jaksa atau hakim untuk kepentingan pengadilan.
Visum berisi fakta tertulis berdasarkan keahlian atau keilmuan dokter mengenai hasil
pemeriksaan medis pada manusia baik yang masih hiudp maupun yang sudah tiada.
Visum termasuk kedalam alat bukti yang sah dalam KUHAP lebih jelasnya Pasal 184
KUHAP.
Tujuan visum adalah sebagai upaya pembuktian yang biasanya barang-barang bukti
akan diperlihatkan di sidang peradilan untuk memperjelas masalah. Semua hal yang
terdapat pada tubuh manusia (benda bukti) harus direkam atau diabadikan oleh seorang
ahli di bidang tersebut, yakni dokter, dan dituangkan ke dalam sebuah visum berfungsi
sebagai pengganti barang bukti.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 133, Pasal 134
dan Pasal 135, visum adalah suatu Keterangan Ahli yang hanya terbatas untuk
kepentingan peradilan saja. Pihak korban atau pengacaranya tidak boleh memperoleh
surat keterangan ahli itu langsung dari dokter, melainkan harus melalui aparat peradilan
yang berwewenang (penyidik, jaksa dan hakim).
Visum et repertum yang semata-mata dibuat agar suatu tindak pidana menjadi jelas
dan sangat berguna bagi kepentingan pemerikasaan dan untuk keadilan serta diperuntukan
bagi kepentingan peradilan. Visum et repertum dengan demikian tidaklah dibuat
diterbitkan untuk kepentingan lain, karena tujuan Visum et repertum adalah untuk
memberikan kepada Hakim (Majelis) suatu kenyataan akan fakta-fakta dari bukti-bukti
tersebut atas semua keadaan/atau hal sebagaimana tertuang dalam bagian pemberitaan
agar hakim dapat mengambil putusannya dengan tepat atas dasar kenyataan atau fakta-
fakta tersebut, sehingga dapat menjadi pendukung atas keyakinan hakim.
Berdasarkan objek yang diperiksa, visum dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu
Visum et repertum psikiatrikum dan Visum et repertum fisik. Visum et repertum
psikiatrikum adalah hasil pemeriksaan kejiwaan yang dilakukan pada tersangka atau
terdakwa pelaku tindak pidana. Visum et repertum fisik adalah hasil pemeriksaan fisik
yang dilakukan pada korban atau barang bukti yang berhubungan dengan tubuh, nyawa,
atau kesehatan manusia. Visum et repertum fisik dapat dibedakan lagi menjadi Visum et
repertum fisik korban hidup dan Visum et repertum fisik jenazah.
Dengan itu kami mengangkat Judul Makalah “Analisis Hasil Visum Et Repertum
Pada Kasus Kecelakaan Lalu Lintas”

1.2. Identifikasi Masalah


1. Bagaimana hasil Visum et repertum terhadap korban kecelakaan lalu lintas akibat
ketidaksengajaan pelaku?
2. Bagaimana kedudukan visum et repertum dalam KUHP dalam kasus tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui hasil Visum et repertum terhadap korban Kasus kecelakaan lalu
lintas tersebut.
2. Untuk mengetahui kedudukan Visum et repertum dalam KUHP dalam kasus
kecelakaa lalu lintas tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
2.1.1 Pengertian

2.1.2

2.2. Kronologi Kasus


Pada hari Selasa tangal 28 Desember 2010, Pukul 12.45 WIB, sewaktu menyebrang jalan
tertabrak oleh KBM truk HINO MIXER No.Pol B-9114-HT

2.3. Hasil Pemeriksaan Visum et repertum


Pada pemeriksaan korban hidup, bagian ini terdiri dari :
a. Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik pemeriksaan
fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda dengan pada korban mati, yaitu
hanya uraian tentang keadaan umum dan perlukaan serta hal-hal lain yang
berkaitan dengan tindak pidananya (status lokalis).
b. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada keadaan sebaliknya,
alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya dilakukan. Uraian
meliputi juga semua temuan pada saat dilakukannya tindakan dan perawatan
tersebut. Hal ini perlu diuraikan untuk menghindari kesalahpahaman tentang-tepat
tidaknya penanganan dokter dan tepat-tidaknya kesimpulan yang diambil.
c. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan merupakan
hal penting guna pembuatan kesimpulan sehingga harus diuraikan dengan jelas.
Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu anamnesis, tanda vital, lokasi luka pada
tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan pengobatan atau perawatan yang
diberikan.

HASIL PEMERIKSAAN :
1. Korban datang dalam keadaan sadar dengan keadaan umum sakit sedang. Korban
mengeluh sakit kepala dan sempat pingsan setelah kejadian kecelakaan lalu lintas
2. Pada korban ditemukan
a. Pada belakang kepala kiri, dua sentimeter dan garis pertengahan belakang, empat
senti meter diatas batas dasar tulang, dinding luka kotor, sudut luka tumpul,
berukuran tiga senti meter kali satu senti meter, disekitarnya dikelilingi benjolan
berukuran empat sentimeter kali empat senti meter
b. Pada dagu, tepat pada garis pertengahan depan terdapat luka terbuka tepi tidak
rata, dasar jaringan bawah kulit,dinding kotor, sudut tumpul, berukuran dua senti
meter kali setengah sentimeter dasar otot.
c. Lengan atas kiri terdapat gangguan fungsi, teraba patah pada pertengahan serta
nyeri pada penekanan.
d. Korban dirujuk ke dokter syaraf dan pada pemeriksaan didapatkan adanya cedera
kepala ringan.
3. Pemeriksaan foto Rontgen kepala posisi depan dan samping tidak menunjukkan
adanya patah tulang. Pemeriksaan foto rontgen lengan atas kiri menunjukkan adanya
patah tulang lengan atas pada pertengahan.
4. Terhadap korban dilakukan penjahitan dan perawatan luka, dan pengobatan.
5. Korban dipulangkan dengan anjuran kontrol seminggu lagi.

2.4. Pemberlakuan Hukum terhadap Kasus


Menurut Moeljatno dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana, kealpaan adalah suatu
struktur yang sangat geocompliceerd, yang di satu sisi mengarah pada kekeliuaran pada
kekeliuran dalam perbuatan seseorang secara lahiriah, dan sisi lain mengarah pada
keadaan batin seseorang. Terdapat perbedaaan antara kesengajaan dan kealpaan, dimana
dalam kesengajaan terdapat suatu sifat positif, yaitu adanya kehendak dan persetujuan
pelaku untuk melakukan suatu perbuatan yang dilarang, dalam kealpaan sifat positif ini
tidak ditemukan apabila seorang pengemudi lalai dalam berkendara dan mengakibatkan
suatu kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa (kealpaan), maka pengemudi tersebut
diancam pidana atas kecelakan lalu lintas berat sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat
(4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan (“UU
LLAJ”) sebagai berikut :
”Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya
mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
Sanksi lain yang dapat dikenakan kepada pelaku berdasarkan Pasal 314 UU LLAJ sebagai
berikut:
”Selain pidana penjara, kurungan, atau denda, pelaku tindak pidana Lalu Lintas dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan Surat Izin Mengemudi atau ganti kerugian
yang diakibatkan oleh tindak pidana lalu lintas.”
Ganti Kerugian atas Kecelakaan Lalu Lintas Berat Mengenai ganti kerugian akibat suatu
kecelakaan lalu lintas berat diatur dalam Pasal 235 ayat (1) UU LLAJ sebagai berikut:
”Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan
Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan
dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.”
Lebih lanjut diatur dalam penjelasan Pasal 235 ayat (1) UU LLAJ yang dimaksud dengan
membantu berupa biaya pengobatan adalah bantuan biaya yang diberikan kepada korban,
termasuk pengobatan dan perawatan atas dasar kemanusiaan.
Dalam kasus kecelakaan juga bisa saja bahwasanya seseorang yang mengemudikan mobil
merupakan pegawai perusahaan, maka mengenai tanggungjawab perusahaan atas
kecelakaan yang dilakukan oleh pegawai (driver) diatur pula dalam Pasal 1367 Kitab
Undang Undang Hukum Perdata sebagai berikut :
”Seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya
sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang
menjadi tanggungannya, atau disebabkan barang-barang yang berada pada
pengawasannya.” Majikan dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili
urusan-urusan mereka, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan
atau bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orang-orang
itu.” Perusahaan harus bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh supir
pengemudinya selama waktu orang-orang itu berada di bawah pengawasannya. Tanggung
jawab yang disebutkan di atas berakhir, jika perusHaan itu membuktikan bahwa mereka
masing-masing tidak dapat mencegah perbuatan itu atas mana mereka seharusnya
bertanggung jawab. Berdasarkan ketentuan tersebut maka keluarga korban dapat
menuntut perusahaan yang mempekerjakan driver tersebut dan perusahaan bersama
dengan driver berkewajiban secara hukum untuk membayar segala ganti kerugian atas
hilangnya nyawa korban akibat kecelakaan yang dilakukan oleh driver yang dipekerjakan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

3.2. Saran

Anda mungkin juga menyukai