KORBAN MATI
AKIBAT KECELAKAAN KERJA
Oleh :
Preseptor :
PADANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Kecelakaan akibat kerja secara umum dapat disebabkan oleh bahaya fisik,
biologis, kimia, atau psikososial seperti kebisingan, suhu, gigitan serangga atau
hewan, aerosol, patogen yang ditularkan melalui darah, bahan kimia berbahaya,
radiasi, dan kelelahan kerja. Meskipun berbagai metode pencegahan sudah
tersedia, banyak kecelakaan kerja yang masih terjadi akibat ergonomi yang
buruk, penanganan beban berat secara manual, penyalahgunaan peralatan, bahaya
zat-zat umum, dan pelatihan keselamatan yang tidak memadai.3
Usia juga mungkin menjadi faktor personal paling umum yang memengaruhi
peningkatan risiko cedera terkait pekerjaan seseorang. Pekerja berusia 65 tahun
ke atas lebih rentan untuk menderita kecelakaan akibat pekerjaan dibandingkan
dengan rekan kerja mereka yang lebih muda. Kecelakaan akibat kerja, secara
umum, terjadi lebih sering pada pekerja di atas usia 65 tahun dibandingkan
dengan pekerja berusia 25 hingga 34 tahun.1 Menurut laporan Bureau of Labor
Statistics (BLS), di amerika serikat 4.836 kecelakaan kerja yang fatal terjadi pada
tahun 2015, dengan tingkat keparahan cedera lebih fatal terlihat pada populasi
pekerja yang lebih tua sekitar empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan
populasi pekerja yang lebih muda.1
Menurut data dari Institut Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja
dan Biro Statistik Tenaga Kerja, sekitar 15 pekerja meninggal karena cedera
traumatis setiap hari di Amerika Serikat, dan 200 orang dirawat di rumah sakit.
Dari kecelakaan yang mengakibatkan kematian tersebut, yang paling umum
adalah jatuh dari ketinggian, kontak dengan mesin yang bergerak, dan ditabrak
oleh kendaraan. Jenis kecelakaan ini mengakibatkan setengahnnya dari kematian
terkait pekerjaan. Tergelincir atau tersandung yang menyebabkan terjatuh adalah
kecelakaan kerja yang umum terjadi, terhitung sebanyak 20% hingga 40% dari
kecacatan akibat kecelakaan kerja.4 Mengingat sifat mekanis dari sebagian besar
kecelakaan kerja ini, tidak mengherankan bahwa laporan gawat darurat 2018
menganalisis hampir 50.000 kunjungan gawat darurat untuk kecelakaan kerja
yang menyebabkan pelayanan ortopedi menjadi yang paling sering
dikonsultasikan.5
2.4. Tanatologi
Tanda pasti kematian terdiri atas lebam mayat (livor mortis), kaku
mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh (algor mortis), pembusukan
(dekomposisi), adiposera (lilin mayat), dan mumifikasi. Tanda-tanda
tersebut merupakan perubahan lanjut yang dapat ditemukan pada seorang
jenazah.7 Pada kasus ini, tanda pasti kematian yang ditemukan meliputi
lebam mayat dan kaku mayat.
Lebam mayat terbentuk akibat eritrosit yang menempati tempat
terbawah akibat gravitasi, dan mengisi vena dan venula sehingga
terbentuk bercak warna merah keunguan pada bagian terbawah tubuh,
kecuali bagian tubuh yang tertekan alas keras. Lebam mayat mulai
tampak 20-30 setelah kematian, menjadi menetap dan lengkap setelah 8-
12 jam. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) pada
penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat diubah. Lebam mayat
tidak selalu terlihat, pada kondisi tertentu bergantung pada usia, kondisi
darah, dan keadaan lain lebam mayat dapat tidak terlihat. Pada kasus
keracunan, lebam mayat dapat digunakan untuk memperkirakan sebab
kematian seperti lebam yang berwarna merah terang pada kasus
keracunan karbon monoksida atau sianida, dan warna coklat pada kasus
keracunan anilin, nitrit, nitrat atau sulfonal.7 Pada jenazah, ditemukan
lebam mayat pada punggung, berwarna kebiruan, dan hilang pada
penekanan, hal ini menunjukkan bahwa perkiraan waktu kematian korban
lebih dari 20-30 menit dan kurang dari 8-12 jam dari waktu pemeriksaan.
Kaku mayat terbentuk akibat habisnya ATP di dalam serabut otot
sehingga energi tidak terbentuk lagi serta aktin dan miosin akan
menggumpal dan otot menjadi kaku. Kaku mayat mulai tampak kira-kira
2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil)
kearah dalam (sentripetal). Setelah mati klinis, 12 jam kaku mayat
menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang
dalam urutan yang sama. Kaku mayat dimulai dari otot-otot kecil hingga
akhirnya ditemukan pada seluruh tubuh. Faktor-faktor yang dapat
mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati,
suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan
suhu lingkungan tinggi.7 Pada jenazah, ditemukan kaku pada rahang,
anggota gerak atas dan bawah yang mudah dilawan.
Penurunan suhu tubuh tidak diperiksa di bagian ilmu forensik
RSUP Dr. M. Djamil Padang karena tidak tersedianya alat. Berdasarkan
teori, penurunan suhu tubuh harusnya sudah dapat dideteksi pada jenazah.
Tanda-tanda pembusukan belum ditemukan pada jenazah karena waktu
kematian jenazah diperkirakan belum mencapai 24 jam.
3.1. Kesimpulan
1. Identifikais forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan
membantu penyedik menentukan identitas seseorang
2. Ada tiga temuan cardinal klinis pada pasien dengan mati batang otak,
yaitu kesadaran koma, reflex batang otak tidak ada, dan apnea. Pada
kasus ini, korban sudah dalam tidak sadar dan apnea. Hilangnya
reflex batang otak dapat dinilai dengan midriasis pupil.
3. Pada kasus ini, cara kematian korban termasuk ke dalam kematian
tidak wajar karena kematian disebabkan oleh trauma berupa jatuh
dari ketinggian akibat kecelakaan kerja. Oleh karena itu, korban
harus dilakukan pemeriksaan luar dan dalam untuk menentukan
sebab kematian.
4. Pada korban, hanya dilakukan pemeriksaan luar sehingga tidak dapat
ditentukan sebab kematian. Namun, hasil pemeriksaan luar jenazah
dapat mengarahkan sebab kematian disebabkan oleh cidera kepala
sehingga terjadi perdarahan. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan
dalam (autopsy) untuk menentukan penyebab pasti kematian pada
jenazah ini.
DAFTAR PUSTAKA