Anda di halaman 1dari 27

DEATH ON ARRIVAL

Disusun oleh:
Rahmita Dewi K (4151121402)
Dessy Mira Vitaloka (4151121405)
Noventy Sutarman (4151121410)
Rachmayanti Nur (4151121417)
Aviryandi Wibawamukti (4151121425)
Annisa Halimatussadiah (4151121435)
Patricia Meilroviane S (4151121437)
Nathasya Beani Winde (4151121438)
Achmed Irfan Naseer (4151121454)
Raden Ayu Listya (4151121455)
Zahra (4151121465)

Pembimbing:
Nurul Aida, dr., Sp.F

LABORATORIUM ILMU KEDOKTERAN FORENSIK &


MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNJANI
CIMAHI
2014
BAB I

PENDAHULUAN (kasi index)

Kasus kematian seseorang dalam perjalanan menuju sarana kesehatan atau

yang biasa dikenal dengan istilah dead on arrival sering ditemukan dalam praktik

dokter sehari-hari. Dead on arrival merupakan istilah yang digunakan pada pasien

yang meninggal secara klinis sebelum sampai di rumah sakit.

Dalam menangani kasus kematian mendadak seorang dokter harus mampu

menentukan apakah kematian tersebut merupakan kematian wajar (natural

sudden death) atau kematian tidak wajar (unnatural sudden death) serta penyebab

kematian mendadak. Beberapa penelitian menunjukan bahwa penyebab kematian

mendadak terbanyak disebabkan oleh penyakit sistem kardiovaskular, yaitu

sudden cardiac arrest atau sudden cardiac death.

Penentuan cara dan sebab kematian seseorang dapat menjadi penting terkait

dengan kepentingan hukum.Dead on arrival bukanlah diagnosis, melainkan hanya

keterangan kematian sementara saat diperiksa pertama kali oleh dokter. Dead on

arrival belum dapat dikatakan termasuk kematian mendadak sebelum ditegakkan

sebab kematian pastinya melalui hasil otopsi klinis atau otopsi forensik.

Prosedur yang medikolegal dokter pada kasus dead on arrival adalah untuk

menentukan apakah termasuk kematian wajar atau tidak wajar. Maka dari itu

diperlukan pemahaman yang baik bagi seorang dokter tentang materi dead on

arrival sehingga bisa mempraktikan pemanfaatan ilmu kedokteran untuk

kepentingan hukum serta keadilan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi  Death on Arrival

Kematian merupakan hal yang sering ditemui dokter dalam menghadapi

pasien-pasien kegawatdaruratan. Kematian pasien terjadi tidak hanya ketika

pasien berada pada pelayanan kesehatan, tetapi dapat terjadi ketika pasien berada

dalam perjalanan menuju pelayanan kesehatan terdekat. Kematian pasien dalam

perjalanan disebut dengan istilah Death On Arrival (DOA). Istilah ini sering

digunakan pada penemuan pasien yang ditemukan telah meninggal secara klinis

tepat ketika dilakukan pemeriksaan awal (Primary Survey) oleh tenaga medis di

Unit Gawat Darurat.1

2.2 Penyebab Kematian

2.3 Pengelolaan Death on Arrival

Sebuah kematian mendadak dapat mungkin dilaporkan kepada dokter umum

dan hal pertama yang paling penting untuk memastikan dan menentukan apakah

kematian termasuk wajar atau tidak wajar. Ketika mendapatkan pasien dengan

kematian mendadak, hal pertama yang dilakukan adalah mencari tau mengenai

identitas korban, identifikasi mengenai riwayat penyakit terdahulu, bukti-bukti

penyakit jantung atau penyakit serius lalu menanyakan kronologis meninggalnya

pasien. Kemudian dokter umum memeriksa tanda-tanda pasti kematian, seperti

lebam mayat, kaku mayat, dan penurunan suhu tubuh. Namun, perlu
dipertimbangkan mengenai kemungkinan kematian tidak wajar. Sehingga tubuh

pasien dijauhkan dari manipulasi berlebihan karena bila pasien telah dicurigai

sebagai korban kematian yang tidak wajar, tempat ditemukannya korban dapat

menjadi tempat kejadian perkara. Selain itu, perlu diperhatikan barang-barang

yang dibawa atau berada pasien, seperti botol obat kosong, surat yang ditulis oleh

korban sebelum kematian, dan sejenisnya. Dokter umum harus dapat menentukan

waktu kematian pasti. Waktu kematian dapat diperkirakan berdasarkan kaku

mayat, lebam mayat, dan penurunan suhu tubuh. Bila didapatkan kecurigaan

kematian yang tidak wajar, dokter wajib menginformasikan kepada keluarga dan

pihak yang berwajib. Setelah itu, pihak yang berwajib akan mengirimkan surat

permintaan visum dan dokter harus dapat meyakinkan keluarga korban agar dapat

dilakukan pemeriksaan forensik.2

Pada kasus kematian mendadak, autopsi dan pemeriksaan histopatologi

merupakan suatu keharusan. Sampel diambil dari semua organ yang dianggap

terlibat dengan perjalanan penyakit hingga menyebabkan kematian, juga kelainan

pada organ yang tampak secara makroskopik, walau mungkin kelainan tersebut

tidak berhubungan langsung dengan penyebab kematian. Setiap jenis organ

dimasukkan pada wadahnya sendiri, menghindari bias pembacaan mikroskopik.

Eksisi sampel organ haruslah mencakup daerah yang normal dan daerah yang kita

curigai secara mikroskopik terjadi proses patologi. Informasi mengenai temuan-

temuan pada autopsi perlu disertakan dalam permintaan pemeriksaan

histopatologi. Sedangkan pada unnatural sudden death selain dilakukan autopsi


forensik, dilakukan juga pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan

laboratorium dan toksikologi.2

2.2.1 Pemeriksaan Luar

1. Pakaian

Pakaian mayat dicatat dengan teliti meliputi bahan, warna dasar, warna,

corak atau motif, bentuk atau model, ukuran, dan merek. Indentifikasi bila ada

pengotoran atau robekan dan bila ditemukan saku maka harus diperiksa isinya.3

2.Tanda-tanda Kematian

a. lebam mayat: lebam mayat dapat digunakan sebagai tanda pasti kematian yaitu

memperkirakan sebab kematian, misalnya lebam warna merah terang pada

keracunan CO atau CN, warna kecoklatan pada keracunan aniline, nitrit, nitrat,

sulvonal; mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya

lebam mayat yang menetap; dan memperkiraan saat kematian.4

b. kaku mayat: dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda kematian dan

memperkirakan saat kematian. Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa

persendian dan mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari

bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah dalam.4

c. penurunan suhu tubuh: kecepatan penurunan suhu tubuh dipengaruhi oleh suhu

keliling, aliran dan kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi tubuh dan pakaian.

Selain itu suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan perkiraan saat

kematian.4

2.2.2 Pemeriksaan Dalam

1. Pemeriksaan Lidah
Pada permukaan lidah, perhatikan adanya kelainan bekas gigitan baru atau

lama. Bekas gigitan yang berulang dapat ditemukan pada penderita epilepsi.

Bekas gigitan ini dapat pula terlihat pada penampang lidah. Pengirisan lidah

sebaiknya tidak sampai teriris putus, agar setelah selesai autopsi, mayat masih

tampak berlidah utuh.3

 2. Pemeriksaan Tonsil

Perhatikan permukaan maupun penampang tonsil, adakah selaput, gambaran

infeksi, nanah dan sebagainya.Ditemukannya tonsilektomi kadang-kadang

membantu dalam identifikasi.3

 3. Pemeriksaan Kelenjar Gondok

Untuk melihat kelenjar gondok dengan baik, otot-otot leher terlebih dahulu

dilepaskan dari perlekatannya di sebelah belakang. Dengan pinset bergigi pada

tangan kiri, ujung bawah otot-otat leher dijepit dan sedikit diangkat, dengan

gunting pada tangan kanan, otot leher dibebaskan dari bagian posterior. Setelah

otot leher ini terangkat, maka kelenjar gondok akan tampakjelas dan dapat

dilepaskan dari perlekatannya pada rawan gondok dan trakea.Perhatikan ukuran

dan beratnya. Periksa apakah permukaannya rata, catat warnanya, adakah

perdarahan berbintik atau resapan darah. Lakukan pengikisan di bagian lateral

pada kedua baga kelenjar gondok dan catat perangai penampang kelenjar ini.3 

4. Pemeriksaan Kerongkongan (Esofagus)

Esofagus dibuka dengan jalan menggunting sepanjang dinding

belakang.Perhatikan adanya benda-benda asing, keadaan selaput lendir serta

kelainan yang mungkin ditemukan (misalnya striktura, varises). Setelah selesai


diperiksa, esofagus dilepaskan dari perlekatannya dengan batang tenggorok mulai

dari arah bawah.3

 5. Pemeriksaan Batang Tenggorok (Trakea)

Pemeriksaan dimulai pada mulut atas batang tenggorok, dimulai pada

epiglotis. Perhatikan adakah edema, benda, asing, perdarahan dan kelainan lain.

Perhatikan pula pita suata dan kotak suara.Pembukaan trakea dilakukan dengan

melakukan pengguntingan dinding belakang (bagian jaringan ikat pada cincin

trakea) sampai mencapai cabang bronkus kanan dan kiri. Perhatikan adanya benda

asing, busa, darah, serta keadaan selaput lendirnya.3

 6. Pemeriksaan Tulang Lidah, Rawan Gondok (Kartilago Tiroidea), dan

Rawan Cincin(Kartilago Krikoidea)

Tulang lidah kadang-kadang ditemukan patah unilateral pada kasus

pencekikan. Tulang lidah terlebih dahulu dilepaskan dari jaringan sekitarnya

dengan menggunakan pinset dan gunting. Perhatikan adanya patah tulang, resapan

darah. Rawan gondok dan rawan cincin seringkali juga menunjukkan resapan

darah pada kasus dengan kekerasan pada daerah leher (pencekikan, penjeratan,

gantung).3

 7. Pemeriksaan Arteri Karotis Interna

Arteri karotis komunis dan interna biasanya tertinggal melekat pada

pemukaan depan ruas tulang leher. Perhatikan adanya tanda kekerasan pada

sekitar arteri ini. Buka pula arteri ini, dengan menggunting dinding depannya dan

perhatikan keadaan intima. Bila kekerasan pada daerah leher mengenai arteri ini,
kadang-kadang dapat ditemukan kerusakan pada intima, di samping terdapatnya

resapan darah pada permukaan luar arteri.3

 8. Pemeriksaan Kelenjar Kacangan (Timus)

Kelenjar kacang biasanya telah berganti menjadi thymic fat body pada orang

dewasa, namun kadang-kadang masih dapat ditemukan (status

thymicolymphaticus). Kelenjar kacangan melekat di permukaan depan kandung

jantung. Pada permukaannya perhatikan akan adanya perdarahan berbintik serta

kemungkinan adanya kelainan lain.3

 9. Pemeriksaan Paru-Paru

Kedua paru masing-masing diperiksa tersendiri. Tentukan permukaan paru-

paru. Pada paru-paru yang mengalami emfisema, dapat ditemukan cekungan

bekas penekanan iga. Perhatikan warnanya, serta adanya bintik perdarahan atau

bercak perdarahan akibat aspirasi darah ke dalam alveoli (tampak pada permukaan

paru-paru sebagai bercak berwama merah-hitam dengan batas tegas), resapan

darah, luka, buih, dan sebagainya.Perabaan paru-paru yang normal terasa seperti

meraba spons/karet busa. Pada paru-paru dengan proses peradangan, perabaan

dapat menjadi padat atau keras. Penampang paru-paru diperiksa setelah

melakukan pengirisan paru-paru yang dimulai dari apeks sampai ke basal, dengan

tangan kiri memegang paru-paru pada daerah hilus.Pada penampang paru

ditentukan wamanya serta dicatat kelainan yang mungkin ditemukan.3

 10. Pemeriksaan Jantung

Jantung dilepaskan dari pembuluh darah besar yang keluar/masuk ke

jantung dengan jalan memegang apeks jantung dan dengan kepalan tinju kanan
mayat. Perhatikan akan adanya resapan darah, luka atau bintik-bintik

perdarahan.Pada autopsi jantung, ikuti sistematika pemotongan dinding jantung

yang dilakukan dengan ‘mengikuti’ aliran darah di dalam jantung.Pertama-tama

jantung diletakkan dengan permukaan ventral menghadap ke atas. Posisi ini

dipertahankan terus sampai autopsi jantung selesai. Vena kava superior dan

inferior dibuka dengan jalan menggunting dinding belakang vena-vena tersebut.

Dengan gunting buka pula aurikel kanan. Perhatikan akan adanya kelainan baik

pada aurikel kanan maupun atrium kanan.Dengan pisau panjang, masuki bilik

jantung kanan sampai ujung pisau menembus apeks di sisi kanan septum dengan

mata pisau mengarah ke lateral, lakukan irisan menembus tebal otot dinding

sebelah kanan. Dengan demikian, rongga bilik jantung sebelah kanan dapat

terlihat.3

Lakukan pengukuran lingkaran katup trikuspidal serta memeriksa keadaan

katup, apakah terdapat penebalan, benjolan atau kelaman lain. Tebal dinding bilik

kanan diukur dengan terlebih dahulu membuat irisan tegak lurus pada dinding

belakang bilik kanan ini, 1 sentimeter di bawah katup.Irisan pada dinding depan

bilik kanan dilakukan menggunakan gunting, mulai dari apeks, menyusuri septum

pada jarak setengah sentimeter, ke arah atas menggunting dinding depan arteria

pulmonalis dan memotong katup semilunaris pulmonal. Katup diukur

lingkarannya dan keadaan daun katupnya dinilai.Pembukaan serambi dan bilik

kiri dimulai dengan pengguntingan dinding belakang vv. pulmonales, yang

disusul dengan pembukaan aurikel kiri.3


Dengan pisau panjang, apeks jantung sebelah kiri dari septum ditusuk, lalu

diiris ke arah lateral sehingga bilik kiri terbuka. Lakukan pengukuran lingkaran

katup mitral serta perulaian terhadap keadaao katup. Tebal otot jantung sebelah

kiri diukur pada irisan tegak yang dibuat 1 sentimeter di sebelah bawah katup

pada dinding belakang. Dengan gunting, dinding depan bilik kiri dipotong

menyusun septum pada jarak ½ sentimeter, terus ke arah atas, membuka juga

dinding depan aorta dan memotong katup semilunaris aorta. Lingkaran katup

diukur dan daun katup dinilai.Pada daerah katup semilunaris aorta dapat

ditemukan dua muara a. koronaria, kiri dan kanan. Untuk memeriksa keadaan a.

koronaria sama sekali tidak boleh menggunakan sonde, karena ini akan dapat

mendorong trombus yang mungkin terdapat.3

Pemeriksaan nadi jantung ini dilakukan dengan membuat irisan melintang

sepanjang jalannya pembuluh darah. A. koronaria kiri berjalan di sisi depan

septum, dan a.koronaria kanan ke luar dari dinding pangkal aorta ke arah

belakang. Pada penampang irisan diperhatikan tebal dinding arteri, keadaan lumen

serta kemungkinan terdapatnya trombus.Septum jantung dibelah untuk melihat

kelainan otot, baik merupakan kelainan yaug bersifat degeneratif maupun kelainan

bawaan.3

Nilai pengukuran pada jantung normal orang dewasa adalah sebagai berikut:

ukuran jantung sebesar kepalan tangan kanan mayat, berat sebesar 300 gram,

ukuran lingkaran katup serambi bilik kanan sekitar 11 cm, yang kiri sekitar 9,5

cm, lingkaran katup pulmonal sekitar 7 cm dan aorta sekitar 6,5 cm. Tebal otot

bilik kanan 3-5 mm sedangkan yang kiri sekitar 14 mm.3


 11. Pemeriksaan Aorta Torakalis

Pengguntingan pada dinding belakang aorta torakalis dapat memperlihatkan

permukaan dalam aorta. Perhatikan kemungkinan terdapatnya deposit kapur,

ateroma atau pembentukan aneurisma. Kadang-kadang pada aorta dapat

ditemukan tanda kekerasan merupakan resapan darah atau luka. Pada kasus

kematian bunuh diri dengan jalan menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi, bila

korban mendarat dengan kedua kaki terlebih dahulu, seringkali ditemukan

robekan melintang pada aorta torakalis.3

 12. Pemeriksaan Aorta Abdominalis

Blocorgan perut dan panggul diletakkan di atas meja potong dengan

permukaan belakang menghadap ke atas. Aorta abdominalis digunting dinding

belakangnya mulai dari tempat percabangan a. iliaka komunis kanan dan kiri.

Perhatikan dinding aorta terhadap adanya penimbunan perkapuran atau

ateroma.Perhatikan pula muara dari pembuluh nadi yang keluar dari aorta

abdominalis ini, terutama muara a. renalis kanan dan kiri. Mulai pada muaranya,

a. renalis kanan dan kiri dibuka sampai memasuki ginjal. Perhatikan apakah

terdapat kelainan penyempitan dinding pembuluh darah yang mungkin merupakan

dasar dideritanya hipertensi renal oleh yang bersangkutan.3

 13. Pemeriksaan Anak Ginjal (Kelenjar Suprarenalis)

Kedua anak ginjal harus dicari terlebih dahulu sebelum dilakukan

pemeriksaan lanjut pada bloc alat rongga perut dan panggul. Hal ini perlu

mendapat perhatian, karena bila telah dilakukan pemeriksaan atau telah dilakukan

pemisahan alat rongga perut dan panggul, anak ginjal sukar ditemukan. Anak
ginjal kanan terletak di bagian mediokranial dari kutub atas ginjal kanan, tertutup

oleh jaringan lemak, berada antara permukaan belakang hati dan permukaan

bawah diafragma. Untuk menemukan anak ginjal sebelah kanan ini, pertama-tama

digunting otot diafragma sebelah kanan.3

  Pada tempat yang disebutkan di atas, lepaskan dengan pinset dan gunting

jaringan lemak yang terdapat dan akan tampak anak ginjal yang berwarna kuning

kecoklat-coklatan, berbentuk trapesium dan tipis. Anak ginjal kemudian

dibebaskan dari jaringan sekitamya dan diperiksa terhadap kemungkinan

terdapatnya kelainan ukuran, resapan darah dan sebagainya.3

 Anak ginjal kiri terletak di bagian mediokranial kiri kutub atas ginjal kiri,

juga tertutup dalam jaringan lemak, terletak antara ekor kelenjar liur perut

(pankreas) dan diafragma. Dengan cara yang sama seperti pada pengeluaran anak

ginjal kanan, anak ginjal kiri yang berbentuk bulan sabit tipis dapat dilepaskan

untuk dilakukan pemeriksaan dengan seksama.Pada anak ginjal yang normal,

pengguntingan anak ginjal akan memberikan penampang dengan bagian korteks

dan medula yang tampak jelas.3

 14. Pemeriksaan Ginjal, Ureter, dan Kandung Kencing

Kedua ginjal masing diliputi olehjaringan lemak yang dikenal sebagai

kapsula adiposa ginjal. Adanyatrauma yang mengenai daerah ginjal seringkali

menyebabkan resapan darah pada kapsul ini. Dengan melakukan pengirisan di

bagian lateral kapsula, ginjal dapat dibebaskan.3

Untuk pemeriksaan lebih lanjut, ginjal digenggam pada tangan kiri dengan

pelvis ginjal dan ureter terletak antara telunjuk dan jari tengah. Irisan pada ginjal
dibuat dari arah lateral ke medial, diusahakan tepat di bidang tengah sehingga

penampang akan melewati pelvis ginjal. Pada tepi insan, dengan menggunakan

pinset bergigi, simpai ginjal dapat di”cubit” dan kemudian dikupas secara tumpul.

Pada ginjal yang normal, hal ini dapat dilakukan dengan mudah. Pada ginjal yang

mengalami peradangan, simpai ginjal mungkin akan melekat erat dan sulit

dilepaskan. Setelah simpai ginjal dilepaskan, lakukan terlebih dahulu pemeriksaan

terhadap permukaan ginjal. Adakah kelainan berupa resapan darah, luka-luka

ataupun kista-kista retensi.3

Pada penampang ginjal, perhatikan gambaran korteks dan medula ginjal.

Juga perhatikan pelvis ginjal akan kemungkinan terdapatnya batu ginjal, tanda

peradangan, nanah dan sebagainya.Ureter dibuka dengan meneruskan pembukaan

pada pelvis ginjal, terus mencapai vesika urinaria. Perhatikan kemungkinan

terdapatnya batu, ukuran penampang, isi saluran serta keadaan mukosa.Kandung

kencing dibuka dengan jalan menggunting dinding depannya mengikuti bentuk

huruf T. Perhatikan isi serta selaput lendirnya.3

 15. Pemeriksaan Hati dan Kandung Empedu

Pemeriksaan dilakukan terhadap permukaan hati, yang pada keadan biasa

menunjukkan permukaan yang rata dan licin, berwarna merah-coklat. Kadangkala

pada permukaan hati dapat ditemukan kelainan berupa jaringan ikat, kistakecil,

permukaan yang berbenjol-benjol, bahkan abses.3

 Pada perabaan, hati normal memberikan perabaan yang kenyal. Tepi hati

biasanya tajam. Untuk memeriksa penampang, buatlah 2 atau 3 irisan yang

melintang pada punggung hati sehingga dapat terlihat sekaligus baik bagian kanan
maupun kiri. Hati yang normal menunjukkan penampang yang jelas gambaran

hatinya. Pada hati yang telah lama mengalami perbendungan dapat ditemukan

gambaran hati pala.3

Pada kandung empedu diperiksa ukurannya serta diraba akan kemungkinan

terdapatnya batu empedu. Untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan pada saluran

empedu, dapat dilakukan pemeriksaan dengan jalan menekan kandung empedu ini

sambil memperhatikan muaranya pada duodenum (papilla Vateri). Bila tampak

cairan coklat hijau keluar dari muara tersebut, ini menandakan saluran empedu

tidak tersumbat. Kandung empedu kemudian dibuka dengan gunting untuk

memperlihatkan selaput lendirnya yang seperti beludru berwarna hijau-kuning.3

 16. Pemeriksaan Limpa dan Kelenjar Getah Bening

Limpa dilepaskan dari sekitarnya. Limpa yang normal menunjukkan

permukaan yang berkeriput, berwama ungu dengan perabaan lunak kenyal.

Buatlah irisan penampang limpa, limpa normal mempunyai gambaran limpa yang

jelas, berwama coklat-merah dan bila dikikis dengan punggung pisau, akan ikut

jaringan limpa. Jangan lupa mencatat ukuran dan berat limpa. Catat pula bila

ditemukan kelenjar getah bening regional yang membesar.3

 17. Pemeriksaan Lambung, Usus Halus, dan Usus Besar

Lambung dibuka dengan gunting pada kurvatura mayor. Perhatikan isi

lambung dan simpan dalam botol atau kantong plastik bersih bila isi lambung ini

diperlukan untuk pemeriksaan toksikologi atau pemeriksaan laboratorium lainnya.

Selaput lendir lambung disiram dan diperiksa terhadap kemungkinan adanya

erosi, ulserasi, perdarahan/resapan darah.Usus diperiksa akan kemungkinan


terdapat darah dalam lumen serta kemungkinan terdapatnya kelainan bersifat

ulseratif, polip dan lain-lain.3

 18. Pemeriksaan Kelenjar Liur Perut (Pankreas)

Pertama-tama lepaskan lebih dahulu kelenjar liur perut ini dari sekitarnya.

Kelenjar liur perut yang normal mempunyai warna kelabu agak kekuningan

dengan permukaan yang berbelah-belah dan perabaan yang kenyal. Perhatikan

ukuran serta beratnya. Catat bila ada kelainan.3

 19. Pemeriksaan Otak Besar, Otak Kecil, dan Batang Otak

Perhatikan permukaan luar otak dan catat kelainan yang ditemukan. Adakah

perdarahan subdural, perdarahan subaraknoid, kontusio jaringan otak atau

laserasi.Pada edema serebri, girus otak akan tampak mendatar dan sulkus tampak

menyempit. Perhatikan pula akan kemungkinan terdapatnya tanda penekanan

yang menyebabkan sebagian permukaan otak menjadi datar.Pada daerah ventral

otak, perhatikan keadaan sirkulus Willisi. Nilai keadaan pembuluh darah pada

sirkulus, adakah penebalan dinding akibat kelainan ateroma, adakah penipisan

dinding akibat aneurisma, adakah perdarahan. Bila terdapat perdarahan hebat,

usahakan agar dapat ditemukan sumber perdarahan tersebut. Perhatikan pula

bentuk serebelum. Pada keadaan peningkatan tekanan intrakranial akibat edema

serebri misalnya, dapat terjadi herniasi serebelum ke arah foramen magnum,

sehingga bagian bawah serebelum tampak menonjol dan edematous.3

 Pisahkan otak kecil dari otak besar dengan melakukan pemotongan pada

pedunkulus serebri kanan dan kiri. Otak kecil ini kemudian dipisahkan juga dari

batang otak dengan melakukan pemotongan pada pedunkulus serebeli.Otak besar


diletakkan dengan bagian ventral menghadap pemeriksa. Lakukan pemotongan

otak besar secara koronal/melintang, perhatikan penampang irisan. Tempat

pemotongan haruslah sedemikian rupa agar struktur penting dalam otak besar

dapat diperiksa dengan teliti. Kelainan yang dapat ditemukan pada penampang

otak besar antara lain adalah: perdarahan pada korteks akibat kontusio serebri,

perdarahan berbintik pada substansi putih akibat emboli, keracunan barbiturat

serta keadaan lain yang menimbulkan hipoksia jaringan otak, infark jaringan otak,

baik yang bilateral maupun unilateral akibat gangguan pendarahan oleh arteri,

abses otak, perdarahan intraserebral akibat pecahnya a. lenticulostriata dan

sebagainya.3

Otak kecil diperiksa penampangnya dengan membuat suatu irisan

melintang, catat kelainan perdarahan, perlunakan dan sebagainya yang mungkin

ditemukan.Batang otak diiris melintang mulai daerah pons, medula oblongata

sampai ke bagian proksimal medula spinalis. Perhatikan kemungkinan

terdapatnya perdarahan. Adanya perdarahan di daerah batang otak biasanya

mematikan.3

 20. Pemeriksaan Alat Kelamin Dalam (Genitalia Interna)

Pada mayat laki-laki, testis dapat dikeluarkan dari skrotum melalui rongga

perut. Jadi tidak dibuat irisan baru pada skrotum Perhatikan ukuran, konsistensi

serta kemungkinan terdapatnya resapan darah. Perhatikan pula bentuk dan ukuran

dari epididimis. Kelenjar prostat perhatikan ukuran serta konsistensinya.3

Pada mayat wanita, perhatikan bentuk serta ukuran kedua indung telur,

saluran telur dan uterus sendiri. Pada uterus diperhatikan kemungkinan


terdapatnya perdarahan, resapan darah ataupun luka akibat tindakan abortus

provokatus. Uterus dibuka dengan membuat irisan berbentuk huruf T pada

dinding depan, melalui saluran serviks serta muara kedua saluran telur pada

fundus uteri. Perhatikan keadaan selaput lendir uterus, tebal dinding, isi rongga

rahim serta kemungkinan terdapatnya kelainan lain.3

 21. Timbang dan catatlah berat masing-masing alat/organ

Sebelum mengembalikan organ-organ (yang telah diperiksa secara

makroskopik) kembali ke dalam tubuh mayat, pertimbangkan terlebih dahulu

kemungkinan diperlukannya potongan jaringan guna pemeriksaan histopatologik

atau diperlukannya organ guna pemeriksaan toksikologik.3

Potongan jaringan untuk pemeriksaan histopatologik diambil dengan tebal

maksimal 5 mm. Potongan yang terlampau tebal akan mengakibatkan cairan

fiksasi tidak dapat masuk ke dalam potongan tersebut dengan sempurna.

Usahakan mengambil bagian organ di daerah perbatasan antara bagian yang

normal dan yang mengalami kelainan.Jumlah potongan yang diambil dari setiap

organ agar disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kasus. Potongan ini

kemudian dimasukkan ke dalam botol yang berisi cairan fiksasi yang dapat

merupakan larutan formalin 10% (= larutan formaldehid 4%) atau alkohol 90-

96%, dengan jumlah cairan fiksasi sekitar 20-30 kali volume potongan jaringan

yang diambil.3

Jumlah organ yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologi

disesuaikan dengan kasus yang dihadapi serta ketentuan laboratorium pemeriksa.

Bahan yang diambil untuk pemeriksaan toksikologi umumnya adalah urin, darah,
isi lambung, dan organ-organ lain seperti hati, ginjal, dan sebagainya tergantung

dari jenis dugaan racunnya. Sedapat mungkin setiap jenis organ ditaruh dalam

botol tersendiri. Bila diperlukan pengawetan, agar digunakan alkohol 90%. Pada

pengiriman bahan untuk pemeriksaan toksikologik, contoh bahan pengawet agar

juga turut dikirimkan di samping keterangan klinik dan hasil sementara autopsi

atas kasus tersebut.3

2.2.3 Pemeriksaan Penunjang

Pada kasus yang diduga kematian mendadak hampir semua pemeriksaan

toksikologi harus dilakukan. Tanpa pemeriksaan toksikologi penegakkan sebab

kematian menjadi kurang tajam. Pemeriksaan yang rutin dilakukan diantaranya:4

1. Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan mikroskopis darah bertujuan untuk melihat morfologi sel-sel

darah merah. Cara ini tidak dapat dilakukan bila telah terjadi kerusakan pada sel-

sel darah. Cara pemeriksaannya darah yang masih basah atau baru mengering

ditaruh pada kaca objek dan ditambahkan satu tetes garam faal, kemudian ditutup

dengan kaca penutup. Darah diambil dengan semprit dan jarum yang bersih.

Diambil 2 contoh darah masing masing sebanyak 50 ml dari jantung sebelah

kanan dan kiri. Dua contoh darah tepi diambil masing-masing 30 ml dari tempat

yag berlainan, biasanya dari vena leher atau subaxila dari arteri femoralis.

Perhatikan warna darah pada intksikasi dengan racun yang menimbulkan

hemolisis (bias ular, pirogalol, hodroquinon, dinitrofenol dan arsen) darah dan

organ-organ dalam berwarna coklat kemerahan gelap. Pada racun yang

menimbulkan gangguan trombosit akan terdapat banyak bercak perdarahan pada


organ-organ. Bila terjadi keracunan yang cepat menimbulkan kematian, misalnya

sianida, alkohol, kloroform, maka darah dalam jantung dan pembuluh darah besar

tetap cair tidak terdapat bekuan darah.4

2. Urin

Ambil 1 ml atau 2 ml urin dengan semprit dan jarum yang bersih, seluruh

urin diambil dari kandung kemih untuk pemeriksaan toksikologi. Urin

dimasukkan ke dalam kontainer kosong, kecuali bila ada penundaan pemeriksaan,

dapat dimasukkan sodium azide. 4

3. Muntahan atau isi lambung

Muntahan dapat dimasukkan ke dalam kantung plastik yang dapat ditutup

rapat, pada autopsi isi lambung dapat dimasukkan ke dalam wadah yang sama

dengan membuka kurvatura minor dengan gunting. Laboratorium tertentu

jugaakan meminta sampel dinding lambung karena bubuk atau debris tablet dapat

melekat pada lipatan lambung dengan konsentrasi yang tinggi. 4

4. Feses

Isi rektum umumnya tidak diperlukan untuk analisa kecuali ada kecurigaan

keracunan logam berat, sampel sebanyak 20-30 gram dapat dimasukkan ke dalam

wadah yang dapat tertutup rapat. 4

5. Pemeriksaan rambut

Pemeriksaan laboratorium terhadap rambut dalam bidang forensic adalah

untuk membantu penentuan identitas seseorang, menunjukan keterkaitan antara

seseorang yang dicurigai dengan suatu kejahatan tertentu. Pemeriksaan

makroskopis pada rambut dicatat keadaan warnanya, panjangnya, bentuk, dan zat
pewarna rambut. Untuk pemeriksaan mikroskopisnya. Rambut dibersihkan

dengan air, alcohol dan eter kemudian letakkan pada glas objek dan tetesi gliseril

kemudian tutup dengan glass penutup dengan cara ini dapat dilihat gambaran

medula dari rambut. Untuk melihat pola sisik dari rambut dibuat cetakan rambut

pada sehelai film selulosa dengan menteteskan asam asetat glacial, lalu letakan

rambut yang telah dibersihkan diatasnya dan ditekan menggunakan glass objek. 4

6. Hati

Bahan yang penting untuk analisis tosikologi, diambil seluruh hati atau

paling sedikit 500 gram untuk pemeriksaan histologik. Bila hanya sebagian hati

yang diambil sebagai sampel maka berat total hati harus dicantumkan dalam

lembar permintaan pemeriksaan. 4

2.3 Aspek Medikolegal

Pelaku pembunuhan akan melakukan suatu tindakan kejahatan dengan

bersih yaitu tanpa diketahui oleh keluarga, masyarakat dan pihak penyidik

(polisi). Salah satu bentuk modus pembunuhan dapat berupa kecelakaan atau

meninggal diperjalanan ketika menuju kerumah sakit (death on arrival) dimana

sebelumnya korban mengalami serangan suatu penyakit (natural sudden death)

atau modus lainya.5

Dokter sebagai seseorang yang ahli mempunyai kewenangan untuk

memberikan surat keterangan kematian harus bersikap sangat hati-hati dalam

mengeluarkan dan menandatangani surat kematian pada kasus kematian

mendadak (sudden death) karena dikhawatirkan kematian tersebut setelah


diselidiki oleh pihak penyidik merupakan kematian yang terjadi akibat suatu

tindak pidana. Kesalahan prosedur atau kecerobohan yang dokter lakukan dapat

mengakibatkan dokter yang membuat dan menandatangani surat kematian

tersebut dapat terkena sangsi hukuman pidana.Maka dari itu ada beberapa prinsip

yang harus diketahui oleh dokter berhubungan dengan kematian mendadak akibat

penyakit yaitu:6

a. Apakah pada pemeriksaan luar jenazah terdapat adanya tanda-tanda kekerasan

yang

signifikan dan dapat diprediksi dapat menyebabkan kematian?

b. Apakah pada pemeriksaan luar terdapat adanya tanda-tanda yang mengarah

pada keracunan?

c. Apakah almarhum merupakan pasien yang rutin datang berobat ke tempat

praktek atau poliklinik di rumah sakit?

d. Apakah almarhum mempunyai penyakit kronis tetapi bukan merupakan

penyakit tersering penyebab natural sudden death?

Pada tahap medikolegal, setelah dipastikan penyebab kematian, pada

kematian wajar dokter akan menerbitkan surat kematian dan pada kematian tidak

wajar dokter melaporkan kepada polisi, polisi akan membuat Surat Pembuatan

Visum (SPV) dan sebagai dokter berkewajiban membuat VeR berdasarkan Pasal

133 KUHAP ayat 1 yaitu “Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan

menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena

peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan

keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli
lainnya”. Serta ayat 2 “Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas

untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah

mayat”. Permintaan tersebut dilanjutkan dengan pasal 179 KUHAP ayat 1 yaitu

“Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakirnan atau

dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”.6,7

Untuk meminimalisirkan dan mengetahui sejauh mana perjalanan penyakit

atau keadaan korban yang menyebabkan meninggal, dokter dapat melakukan

pembadahan untuk meneggakan diagnosis dan sesuai pada pasal 199 KUHAP

ayat 2 “bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat ditujukan untuk

menegakkan diagnosis dan atau menyimpulkan penyebab kematian”. Lalu

dilanjutkan dengan pasal 121 KUHAP ayat 1 “Bedah mayat klinis dan bedah

mayat anatomis hanya dapat dilakukan oleh dokter sesuai dengan keahlian dan

kewenangannya” dan ayat 2 yaitu “Dalam hal pada saat melakukan bedah mayat

klinis dan bedah mayat anatomis ditemukan adanya dugaan tindak pidana, tenaga

kesehatan wajib melaporkan kepada penyidik sesuai dengan peraturan perundang-

undangan”.7
2.4 Permasalahan Death On Arrival (Doa) Di Indonesia

Kejadian DOA pada umumnya terjadi akibat beberapa faktor, diantaranya

adalah:

1. Faktor transportasi

Kebanyakan transportasi yang digunakan dalam mengangkut

pasien tidak sesuai dengan standar transportasi kegawatdaruratan ideal,

seperti tidak digunakannya ambulans atau ambulans gawat darurat yang

tidak dilengkapi peralatan yang memadai. Ambulans gawat darurat

dirancang agar mampu menangani pasien-pasien dengan kasus gawat

darurat, sehingga dapat memberikan pertolongan pertama pada setiap

kasusnya dan melakukan perawatan yang cukup intensif selama dalam

perjalanan.8

Selain ambulans gawat darurat, adanya peralatan kesehatan yang

lengkap serta petugas kesehatan yang profesional dan berkompeten di

bidang pelayanan gawat darurat pada ambulans merupakan faktor penting

transportasi dalam penanganan gawat darurat di Indonesia. Dengan

demikian pertolongan darurat mampu dilakukan cepat, tapt, dan efisien

serta terhindar dari keterlambatan yang bisa berhujung pada kematian

pasien.8

2. Tenaga medis pertolongan pertama

Tenaga medis yang melakukan pertolongan pertama pada pasien di

lapangan haruslah tenaga medis yang berkompeten yang memiliki

kemampuan dan sertifikasi di bidang kegawatdaruratan. Sertifikasi atau


pelatihan kegawatdaruratan perlu dilaksanakan secara berkala untuk terus

memperbaharui pengetahuan tenaga kesehatan dalam menangani

pertolongan pertama pada pasien gawat darurat.8

Hambatan ditemukan juga pada upaya transportasi pasien ke rumah

sakit rujukan yang sering kali hanya didampingi oleh paramedis ataupun

petugas yang kurang terlatih di puskesmas, sehingga saat dibutuhkan

tindakan darurat dalam perjalanan, upaya yang diberikan kurang

maksimal. 8

Proses pengantaran dan tindakan teknis secara langsung dalam

melakukan transportasi juga patut diperhatikan dalam kasus

kegawatdaruratan. Pertolongan terbaik pada pasien gawat darurat tersebut

harusnya dilakukan oleh dokter atau paramedis yang berpengalamandan

memiliki kompetensi penanganan kasus kegawatdaruratan. 8

2.5 Pencegahan Death on Arrival (DOA)

a. Syarat penderita

Pasien gawat darurat dapat ditransformasikan bila penderita tersebut

memenuhi syarat untuk dilakukan transportasi diantaranya apabila gangguan

pernafasan dan kardiovaskular telah dapat diatasi, resusitasi dilakukan bila

diperlukan, perdarahan dihentikan, luka ditutup, patah tulang di fiksasi dan selama

perjalanan harus di monitor kesadaran, pernafasan, tekanan darah dan denyut nadi

serta daerah perlukaan. 8

b. Prinsip transportasi prehospital

Terdapat beberapa panduan dalam mengangkat pasien gawat darurat :


1. Kenali kemampuan diri dan kemampuan kelompok dalam melakukan

transportasi

2. Nilai beban yang diangkat, jika tidak mampu jangan memaksakan diri

3. Apabila telah siap untuk melakukan transportasi, posisikan kedua kaki

berjarak sebahu, satu kaki sedikit ke depan

4. Posisi menjongkok merupakan posisi ideal dalam memulai proses transportasi

pasien. Jangan membungkuk saat mengangkat

5. Tangan yang memegang menghadap ke depan (jarak =30 cm)

6. Tubuh sedekat mungkin ke beban (+- 50cm)

7. Jangan memutar tubuh saat mengangkat


BAB III

KESIMPULAN

Dead on arrival merupakan istilah dimana pada pasien yang meninggal

secara klinis sebelum sampai di rumah sakit. Seorang dokter dalam menangani

kasus kematian mendadak dan mampu menentukan cara dan sebab kematian

korban.

Dalam menangani kasus kematian mendadak seorang dokter harus mampu

menentukan apakah kematian tersebut merupakan kematian wajar (natural

sudden death) atau kematian tidak wajar (unnatural sudden death) serta penyebab

kematian mendadak.Penentuan cara dan sebab kematian seseorang dapat menjadi

penting terkait dengan kepentingan hukum. Hal ini bertujuan untuk membantu

menegakkan kepentingan hukum serta keadilan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan. Referat Death on Arrival.


(Available on-line with updates at
http://www.scribd.com/doc/228087936/Referat-Forensik-DOA): 1-22.
2013 [diunduh 24 Juni 2014].
2. Draper R, Willacy H. tersedia di: http://www.
Patient.co.uk/doctor/suddendeath. (diunduh: 24 Juni 2014).
3. Staf pengajar bagian kedokteran forensik FK UI. Teknik autopsi forensik.
Jakarta: bagian kedokteran forensik, fakultas kedokteran universitas
Indonesia; 2000.
4. Budiyanto, Arif. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997.
5. Olshaker JS, Jackson MC, Smock. Forensic Emergency Medicine. 2 nd
edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia:2007. P. 55-71.
6. Draper R. Sudden death. 2011. Tersedia di:
http://www.patient.co.uk/doctor/sudden-death (diunduh 24 Juni 2014).
7. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
8. Zahra

Anda mungkin juga menyukai