Anda di halaman 1dari 29

Clinical Science Session

PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL

Oleh:

Muhammad Ilham Novesar 2140312039


Ulfa Hulkarimah 1810313035

Preseptor:

dr. Dedy Hendry, SpOG(K)-FER

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ANDALAS 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Clinical Science Session
(CSS) yang berjudul “Perdarahan Uterus Abnormal”. Makalah ini disusun untuk
menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan pembaca, serta menjadi salah
satu ilmiah dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Terima kasih penulis
ucapkan dr. Dedy Hendry, SpOG(K)-FER selaku preseptor yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam pembuatan makalah ini. Penulis juga
berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki
banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir
kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, November 2022

Penulis

i
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perdarahan Uterus Abnormal (PUA) adalah istilah yang digunakan untuk


menggambarkan semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya.
Manifestasi klinisnya dapat berupa pendarahan dalam jumlah yang banyak atau
sedikit dan haid yang memanjang atau tidak beraturan. Pada kondisi menstruasi
normal, volumenya adalah kurang dari 80 ml per siklus, dengan durasi kurang dari
atau sama dengan 7 hari perdarahan aktif, dan frekuensi 21-35 hari.1,2
Perdarahan Uterus Abnormal (PUA) menjadi masalah yang sering dialami
oleh perempuan usia produktif. Sekitar 70% kunjungan ke ginekologi pada wanita
perimenopause dan pascamenopause disebabkan oleh PUA. Dari beberapa negara
berkembang didapatkan data seperempat penduduk perempuan dilaporkan pernah
mengalami menoragia, 21% mengeluh siklus haid memendek, 17% mengalami
perdarahan antar haid, dan 6% mengeluh perdarahan pascasanggama. 1,2
Berdasarkan klasifikasi International Federation of Gynecology and
Obstetrics penyebab PUA dapat disingkat dalam bentuk PALM-COEIN. Terdapat
9 kategori utama yaitu Polyp, Adenomyosis, Leiomyoma, Malignancy dan
hyperplasia, Coagulopathy, Ovulatory dysfunctio, Endometrial, Iatrogenic dan
Not yet classified. PALM adalah kelainan struktural sedangkan COEIN
merupakan kelainan yang tidak terlihat secara pencitraan dan histopatologi.3
Diagnosis perdarahan uterus abnormal memerlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cermat. Diperlukan anamnesis mengenai menstruasi,
keadaan emosi pasien, latar belakang keluarga serta kemungkinan adanya
penyakit metabolik lain. Pada pemeriksaan ginekologi, diperhatikan apakah ada
kelainan organic yang mungkin menjadi penyebab perdarahan uterus abnormal.1,2

1.2 Batasan Masalah

CRS membahas tentang definisi, klasifikasi, epidemiologi, etiologi,


patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi dan prognosis
mioma uteri.

1
1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman


mengenai perdarahan uterus abnormal.

1.4 Manfaat Penulisan

Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah


informasi dan pengetahuan tentang perdarahan uterus abnormal.

1.5 Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang


merujuk dari berbagai literatur.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah istilah yang digunakan untuk


menggambarkan semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya.
Manifestasi klinisnya dapat berupa perdarahan dalam jumlah yang banyak atau
sedikit, dan haid yang memanjang atau tidak beraturan.1

2.2 Fisiologi Menstruasi

Menstruasi adalah suatu siklus, dimana terjadi peluruhan lapisan uterus


sebagai respon dari interaksi hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus, pituitarI,
dan ovarium. Menstruasi disebabkan oleh berkurangnya estrogen dan progesteron
secara tiba-tiba, terutama progesteron pada akhir siklus ovarium bulanan. Dengan
mekanisme yang ditimbulkan oleh kedua hormon di atas terhadap sel
endometrium, maka lapisan endometrium yang nekrotik dapat dikeluarkan disertai
dengan perdarahan yang normal.4
Siklus menstruasi dibagi menjadi siklus ovarium dan siklus endometrium.
Pada ovarium terdapat tiga fase, yaitu fase folikuler, fase ovulasi dan fase luteal.
Pada endometrium juga dibagi menjadi tiga fase yang terdiri dari fase menstruasi,
fase proliferasi dan fase ekskresi. Pada masa pubertas, tiap ovarium mengandung
200.01 oogonia, setiap bulan sebanyak 15-20 folikel dirangsang untuk tumbuh
oleh follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) yang
disekresi oleh kelenjar hipofise anterior. Jika satu ovum dilepaskan dan tidak
terjadi kehamilan maka selanjutnya akan terjadi menstruasi.4,5

Pengaturan sistem ini kompleks dan saling umpan balik. Stimulus awal
berasal dari hipotalamus dengan pelepasan gonadotrophic-releasing hormone
(GnRH) ke dalam pembuluh darah portal hipofisis. GnRH merangasang
pertumbuhan dan maturasi gonadotropin yang mensekresi FSH dan LH. FSH
bekerja pada 10-20 folikel primer terpilih, dengan berikatan dengan sel granulose
teka yang mengelilinginya. Efek meningginya jumlah FSH adalah sekresi cairan
ke dalam rongga folikel, salah satu di antaranya tumbuh lebih cepat daripada yang
lain.

3
Pada saat yang sama sel granulose teka yang mengelilingi folikel terpilih
mensekresi lebih banyak estradiol, yang memasuki siklus darah. Efek
endokrinologik peningkatan kadar estradiol ini adalah menimbulkan umpan balik
negatif pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Akibatnya sekresi FSH menurun
sedangkan sekresi estradiol meningkat mencapai puncak. Sekitar 24 jam kemudian
terjadi lonjakan besar sekresi dari LH (LH surge) dan lonjakan sekresi FSH yang
lebih kecil. Umpan balik positif ini menyebabkan pelepasan satu ovum dari folikel
yang paling besar, sehingga terjadi ovulasi.4,5

Folikel yang kolaps akibat pelepasan ovum berubah sifatnya. Sel granulose
teka berproliferasi dan warnanya menjadi kuning disebut sel luteinteka. Folikel
yang kolaps menjadi korpus luteum. Sel-sel lutein korpus luteum menghasilkan
progesterone dan estrogen. Sekresi progesterone mencapai puncak datar (plateau)
sekitar empat hari setelah ovulasi, kemudian meningkat secara progresif apabila
ovum yang dibuahi mengadakan implantasi ke dalam endometrium. Sel-sel
trofoblastik embrio yang telah tertanam segera menghasilkan human chorionic
gonadotropin (HCG) yang memelihara korpus luteum sehingga sekresi estradiol
dan progesterone terus berlanjut. Sebaliknya, jika tidak terjadi kehamilan, sel
lutein teka berdegenerasi sehingga menghasilkan estradiol dan progesterone yang
lebih sedikit, sehingga mengurangi umpan balik negatif pada gonadotrof yang
disertai dengan meningkatnya sekresi FSH. Penurunan kadar estradiol dan
progesteron dalam sirkulasi darah menyebabkan perubahan di dalam endometrium
yang menyebabkan terjadinya menstruasi.4,5
1. Fase Proliferatif

Pada fase proliferatif terjadi proses perbaikan regeneratif, setelah


endometrium mengelupas sewaktu menstruasi. Permukaan endometrium dibentuk
kembali dengan metaplasia sel-sel stroma dan pertumbuhan keluar sel-sel epitel
kelenjar endometrium dan dalam tiga hari setelah menstruasi berhenti, perbaikan
seluruh endometrium sudah selesai.5

2. Fase Luteal

Pada fase luteal, jika terjadi ovulasi maka endometrium akan mengalami
perubahan yang nyata, kecuali pada awal dan akhir masa reproduksi. Perubahan
ini mulai pada 2 hari terakhir fase proliferatif, tetapi meningkat secara
signifikan
4
setelah ovulasi. Vakuol-vakuol sekretorik yang kaya glikogen tampak di dalam
sel- sel yang melapisi kelenjar endometrium. Pada mulanya vakuol-vakuol
tersebut terdapat di bagian basal dan menggeser inti sel ke arah superfisial.
Jumlahnya cepat meningkat dan kelenjar menjadi berkelok-kelok. Pada hari ke
enam setelah ovulasi, fase sekresi mencapai puncak. Vakuol-vakuol telah
melewati nukleus. Beberapa di antaranya telah mengeluarkan mukus ke dalam
rongga kelenjar. Arteri spiral bertambah panjang dengan meluruskan gulungan.
Apabila tidak ada kehamilan, sekresi estrogen dan progesteron menurun karena
korpus luteum menjadi tua. Penuaan ini menyebabkan peningkatan asam
arakidonat dan endoperoksidase bebas di dalam endometrium. Enzim-enzim ini
menginduksi lisosom sel stroma untuk mensintesis dan mensekresi prostaglandin
(PGF2α dan PGE2) dan prostasiklin. PGF2α merupakan suatu vasokonstriktor
yang kuat dan menyebabkan kontraksi uterus, PGE2 menyebabkan kontraksi
uterus dan vasodilatasi, sedangkan prostasiklin adalah suatu vasodilator, yang
menyebabkan relaksasi otot dan menghambat agregasi trombosit. Perbandingan
PGF2α dengan kedua prostaglandin meningkat selama menstruasi. Perubahan ini
mengurangi aliran darah melalui kapiler endometrium dan menyebabkan
pergeseran cairan dari jaringan endometrium ke kapiler, sehingga mengurangi
ketebalan endometrium. Hal ini menyebabkan bertambahnya kelokan arteri spiral
bersamaan dengan terus berkurangnya aliran darah. Daerah endometrium yang
disuplai oleh arteri spiral menjadi hipoksik, sehingga terjadi nekrosis iskemik.
Daerah nikrotik dari endometrium mengelupas ke dalam rongga uterus disertai
dengan darah dan cairan jaringan, sehingga menstruasi terjadi.4,5,6
3. Fase Menstruasi

Pada fase menstruasi lapisan endometrium superifisial dan media dilepaskan,


tetapi lapisan basal profunda endometrium dipertahankan. Endometrium yang
lepas bersama dengan cairan jaringan dan darah membentuk koagulum di dalam
uterus. Koagulum ini segera dicairkan oleh fibrinolisin dan cairan, yang tidak
berkoagulasi yang dikeluarkan melalui serviks dengan kontraksi uterus. Jika
jumlah darah yang dikeluarkan pada proses ini sangat banyak mungkin fibrinolisin
tidak mencukupi sehingga wanita ini mengeluarkan bekuan darah dari serviks.4,5,6

5
Gambar 2.1 Siklus Menstruasi7
2.3 Jenis-jenis Gangguan Haid

2.3.1 Gangguan Lama dan Jumlah Darah Haid

Terdapat 2 gangguan durasi dan jumlah darah haid, yaitu menoragia dan
hipomenorea. Menoragia didefinisikan sebagai perdarahan haid dengan jumlah
darah lebih banyak dan/atau durasi lebih lama dari normal dengan siklus yang
normal teratur. Secara klinis menoragia didefinisikan dengan total jumlah darah
haid lebih dari 80 ml per siklus dan durasi haid lebih dari 7 hari. Sulit menentukan
jumlah darah haid secara tepat. Oleh karena itu, dapat disebutkan bila ganti
pembalut 2-5 kali per hari menunjukkan jumlah darah haid normal. Menoragia
adalah bila ganti pembalut lebih
dari 6 kali per hari.8

Hipomenorea merupakan perdarahan haid dengan jumlah darah haid lebih


sedikit dan/atau durasi lebih pendek dari normal. Terdapat beberapa penyebab
hipomenorea yaitu gangguan organik, misalnya pada uterus pasca operasi
miomektomi dan gangguan endokrin. Hipomenorea menunjukkan bahwa tebal
endometrium tipis dan perlu evaluasi lebih lanjut.8

6
2.3.2 Gangguan Siklus Haid

Terdapat tiga jenis gangguan siklus haid, yaitu polimenroa, oligomenorea


dan amenorea. Polimenorea didefinisikan sebagai haid dengan siklus yang lebih
pendek dari normal yaitu kurang dari 21 hari. Seringkali sulit membedakan antara
polimenorea dengan metroragia yang merupakan perdarahan antara dua siklus
haid. Penyebab polimenorea bermacam-macam antara lain gangguan endokrin
yang menyebabkan gangguan ovulasi, fase luteal memendek, dan kongesti
ovarium karena peradangan.8
Oligomenorea didefinisikan sebagai haid dengan siklus yang lebih panjang
dari normal yaitu lebih dari 35 hari. Sering terjadi pada sindroma ovarium
polikistik yang disebabkan oleh peningkatan hormon androgen sehingga terjadi
gangguan ovulasi. Pada remaja oligomenorea dapat terjadi karena imaturitas poros
hipotalamus hipofisis ovarium endometrium. Penyebab lainnya adalah stress fisik
dan emosi, penyakit kronis serta gangguan nutrisi. Oligomenorea memerlukan
evaluasi lebih lanjut untuk mencari penyebab. Perhatian perlu diberikan bila
oligomenorea disertai dengan obesitas dan infertilitas karena mungkin
berhubungan dengan sindroma metabolik.8
Amenorea secara klasik dikategorikan menjadi dua yaitu amenorea primer
dan amenorea sekunder yang menggambarkan terjadinya amenorea sebelum atau
sesudah terjadi menarke.Amenorea adalah tidak terjadi haid pada seorang
perempuan dengan mencakup salah satu tiga tanda sebagai berikut, yaitu tidak
terjadi haid sampai usia 14 tahun, disertai tidak adanya pertumbuhan atau
perkembangan tanda kelamin sekunder, tidak terjadi haid sampai usia 16 tahun,
disertai adanya pertumbuhan normal dan perkembangan tanda kelamin sekunder,
dan tidak terjadi haid untuk sedikitnya selama 3 bulan berturut-turut pada
perempuan yang sebelumnya pernah haid.

2.4 Epidemiologi

Perdarahan uterus abnormal merupakan keluhan yang sering menyebabkan


seorang perempuan datang berobat ke dokter atau tempat pertolongan pertama.
Keluhan gangguan haid bervariasi dari ringan sampai berat dan sering
menyebabkan rasa frustasi baik bagi penderita maupun dokter yang merawatnya.

7
Data di beberapa negara industri menyebutkan bahwa seperempat penduduk
perempuan dilaporkan pernah mengalami menoragia, 21% mengeluh siklus haid
memendek, 17% mengalami perdarahan antar haid dan 6% mengeluh perdarahan
pascasanggama. Selain menyebabkan gangguan kesehatan, gangguan haid
ternyata berpengaruh pada aktivitas sehari-hari yaitu 28% dilaporkan merasa
terganggu saat bekerja sehingga berdampak pada bidang ekonomi.8

2.5 Etiologi

Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics


(FIGO) terdapat 9 kategori utama yang disusun berdasarkan akronim “PALM-
COEIN”, yaitu: Polip, Adenomiosis, Leiomioma, Malignancy and hyperplasia,
Coagulopathy, Ovulatory dysfunction, Endometrial, Iatrogenik, dan Not yet
classified. Kelompok “PALM” merupakan kelompok kelainan struktur penyebab
PUA yang dapat dinilai dengan berbagai teknik pencitraan dana tau pemeriksaan
histopatologi. Sedangkan kelompok “COEIN” merupakan kelompok kelainan non
struktur penyebab PUA yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau
histopatologi.1,3

1. Polip (PUA-P)

Polip adalah pertumbuhan endometrium berlebih yang bersifat local,


dapat tunggal atau ganda, berukuran mulai dari beberapa millimeter hingga
sentimeter. Polip endometrium terdiri dari kelenjar, stroma, dan pembuluh darah
endometrium.
2. Adenomiosis (PUA-A)

Merupakan invasi endometrium ke dalam lapisan myometrium,


menyebabkan uterus membesar, difus, dan secara mikroskopik tampak sebagai
endometrium ektopik, nonneoplastik, kelenjar endometrium, dan stroma yang
dikelilingi oleh jaringan myometrium yang mengalami hipertrofi dan
hyperplasia.
3. Leiomyoma uteri (PUA-L)

Leiomyoma adalah tumor jinak fibromuscular pada permukaan myometrium.


Berdasarkan lokasinya, leiomyoma dibagi menjadi: submucosa, intramural,
subserosum.
8
4. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)

Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan abnormal berlebihan dari


kelenjar endometrium. Gambaran dari hyperplasia endometrium dapat
dikategorikan sebagai hiperplasi endometrium simpleks non atipik dan atipik,
dan hyperplasia endometrium kompleks non atipik dan atipik.
5. Coagulopathy (PUA-C)

Terminology koagulopati digunakan untuk merujuk kelainan hemostasis


sistemik yang mengakibatkan PUA.
6. Ovulatory dysfunction (PUA-O)

Kegagalan terjadinya ovulasi yang menyebabkan ketidakseimbangan hormonal


yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan uterus abnormal.
7. Endometrial (PUA-E)

Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid
teraturakibat gangguan hemostasis lokal endometrium.
8. Iatrogenik (PUA-I)

Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan penggunaan obatobatan


hormonal (estrogen, progesterone) ataupun non hormonal (obat-obat
antikoagulan) atau AKDR.
9. Not yet classified (PUA-N)

Kategori ini dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit dimasukkan
dalam klasifikasi (misalnya endometritis kronik atau malformasi arteri-vena).

2.6 Klasifikasi

Berdasarkan jenis perdarahannya, PUA dapat diklasifikasikan menjadi


perdarahan uterus abnormal akut, kronik dan tengah . Perdarahan uterus abnormal
akut didefinisikan sebagai pendarahan haid yang banyak sehingga perlu dilakukan
penanganan segera untuk mencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus
abnormal akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat
sebelumnya. Perdarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk
perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Perdarahan
tengah (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan haid yang terjadi diantara
2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat terjadi kapan saja atau dapat juga
9
terjadi di waktu yang

10
sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk menggantikan terminologi
metroragia.

2.7 Patogenesis

Pada anamnesis perlu diketahui usia menarche, frekuensi, durasi, dan sifat
perdarahan. Sebaiknya ditanyakan berapa jumlah produk tampon maupun
pembalut yang digunakan. Pada remaja yang mengeluhkan haid yang banyak
perlu ditanyakan riwayat mudah memar, perdarahan yang sulit berhenti pada luka
minor, epistaksis yang sering atau sulit dikontrol, atau perdarahan hebat setelah
operasi.9,10 Riwayat perdarahan pada keluarga termasuk riwayat perdarahan
postpartum penting diketahui untuk mencari kelainan perdarahan pada keturunan.
Anamnesis mengenai riwayat penggunaan obat-obat dan kontrasepsi hormonal
juga perlu ditanyakan.

Gambar 2.2 Langkah Diagnostik Perdarahan Uterus Abnormal11

Pemeriksaan fisik harus sebaiknya dilakukan walaupun sebagian besar

11
kasus normal. Takikardi dan hipotensi dapat memberikan petunjuk ketidakstabilan
hemodinamik akut yang memerlukan intervensi cepat. Adanya takikardia,
penampilan pucat, atau bunyi bising pada auskultasi jantung mengarah pada
anemia. Petekia atau memar yang berlebihan dapat mengarah pada defek platelet
atau kelainan perdarahan lainnya. Pemeriksaan inspeksi pada genitalia cukup
untuk menegakkan diagnosis pada kebanyakan pasien. Pemeriksaan bimanual dan
speculum disarankan pada pasien yang aktif secara seksual atau pada pasien yang
tidak mengalami respon terhadap terapi.
Evaluasi laboratorium direkomendasikan pada pasien dengan PUA.
Seluruh pasien dengan kelainan pada pemeriksaan darah awal atau hasil positif
pada kelainan pembekuan darah sebaiknya dilakukan pemeriksaan penyakit von
Willebrand dan kelainan koagulopati lainnya termasuk faktor VIII, antigen faktor
von Willebrand dan aktivitas kofaktor ristocetin von Willebrand. Pemeriksaan
kelainan tiroid, kelainan hati, sepsis atau leukemia diindikasikan bila ditemukan
gejala klinis. Pada pasien dengan keluhan perdarahan yang dinilai dalam batas
normal, pemeriksaan hemoglobin telah cukup untuk mendeteksi anemia.
Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung diferensiasi sel darah putih dan hitung
platelet sebaiknya dilakukan pada pasien yang anamnesis dan pemeriksaan
fisiknya mengarah pada HMB dan anemia. Jika kelainan perdarahan dicurigai
sebaiknya dilakukan pemeriksaan waktu protrombin dan waktu tromboplastin
parsial teraktivasi (PT dan APTT). 9,10

12
Gambar 2.3 Pemeriksaan Penunjang Perdarahan Uterus Abnormal11

13
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan
pap smear. Harus disingkirkan pula kemungkinan adanya mioma uteri, polip,
hiperplasia endometrium atau keganasan.12

1) Penilaian Ovulasi

Siklus haid yang berovulasi berkisar 22-35 hari. Jenis perdarahan PUA-O
bersifat ireguler dan sering diselingi amenorea. Konfirmasi ovulasi dapat
dilakukan dengan pemeriksaan progesterone serum fase luteal atau USG
transvaginal bila diperlukan.12
2) Penilaian Endometrium

Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua


pasien PUA. Pengambilan sampel endometrium hanya dilakukan pada perempuan
umur > 45 tahun dan terdapat faktor risiko genetik. USG transvaginal
menggambarkan penebalan endometrium kompleks yang merupakan faktor risiko
hiperplasia atipik atau kanker endometrium. Pengambilan sampel endometrium
perlu dilakukan pada perdarahan uterus abnormal yang menetap (tidak respons
terhadap pengobatan). 12
3) Penilaian Kavum Uteri

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip


endometrium atau mioma uteri submukosum. USG transvaginal merupakan alat
penapis yang tepat dan harus dilakukan pada pemeriksaan awal PUA. Bila
dicurigai terdapat polip endometrium atau mioma uteri submukosum disarankan
untuk melakukan Saline Infusion Sonography (SIS) atau histeroskopi. Keuntungan
dalam penggunaan histeroskopi adalah diagnosis dan terapi dapat dilakukan
bersamaan. 12
4) Penilaian Miometrium

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri


atau adenomiosis. Miometrium dinilai menggunakan USG (transvaginal,
transrektal dan abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI. Pemeriksaan adenomiosis
menggunakan MRI lebih unggul dibandingkan USG transvaginal. 12

2.8 Tatalaksana Perdarahan Uterus Abnormal

Pemilihan terapi pada PUA akut tergantung pada kondisi umum, etiologi
14
yang diduga, pertimbangan fertilitas pada masa mendatang, dan riwayat medis
pasien. Dua tujuan utama dalam penanganan AUB akut ialah mengontrol episode

15
perdarahan berat dan mengurangi kehilangan darah haid pada siklus berikutnya.
Terapi medis dipertimbangkan pada terapi awal tetapi beberapa situasi dapat
memerlukan penanganan operatif.
Penanganan hormonal dipertimbangkan sebagai lini pertama terapi medis
pada pasien dengan PUA akut tanpa kelainan perdarahan yang sudah diketahui
atau dicurigai. Pilihan penanganan termasuk EEK intravena, pil kontrasepsi
kombinasi (PKK), dan progestin oral. Kombinasi PKK dan progestin oral dalam
regimen dosis multipel sering digunakan pada PUA akut. Obat antifibrinolitik
seperti asam traneksamat merupakan terapi efektif pada pasien dengan PUA
kronis. Direkomendasikan untuk menggunakan asam traneksamat oral maupun
intravena pada terapi PUA akut. Ketika episode akut perdarahan sudah terkontrol,
pilihan terapi jangka panjang dapat dipertimbangkan untuk mencegah PUA
kronis.
Terapi jangka panjang efektif termasuk pemakaian alat kontrasepsi dalam
rahim (AKDR) dengan levonogestrel, asam traneksamat, dan obat NSAID. Pasien
dengan kelainan perdarahan umumnya memberikan respon terhadap terapi
hormonal maupun non-hormonal. Konsultasi dengan seorang hematologis
direkomendasikan pada pasien-pasien tersebut terutama bila perdarahan sulit
dikontrol atau ginekologis tidak memahami pilihan terapi pada pasien dengan
kelainan perdarahan. Penanganan operatif didasarkan pada stabilitas pasien,
tingkat perdarahan, kontraindikasi penanganan medis, dan kondisi medis yang
ada. Penanganan operatif termasuk dilatasi dan kuretase, ablasi endometrial,
embolisasi arteri uterina, dan histerektomi.

16
Gambar 2.4 Tatalaksana PUA Akut

Gambar 2.5 Tatalaksana PUA Kronis12

17
2.9 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada perdarahan uterus abnormal


diantaranya adalah anemia, infertilitas, dan kanker endometrium. Apabila pasien
dalam kondisi yang berat dan tidak mendapatkan perawatan, pasien dapat
menderita anemia yang berat, hipotensi, syok, hingga kematian. Tatalaksana pada
pasien perdarahan uterus abnormal juga dapat menimbulkan komplikasi terutama
pada penatalaksanaan yang bersifat invasif, oleh karena itu tatalaksana yang
bersifat invasif harus dipertimbangkan setelah mempertimbangkan kemungkinan
tatalaksana yang bersifat non-invasif.13

2.10 Prognosis

Prognosis dari perdarahan uterus abnormal ditentukan oleh etiologi yang


mendasarinya. Secara umum prognosis dari perdarahan uterus abnormal baik.
Tatalaksana yang dapat dilakukan pada perdarahan uterus abnormal ini memiliki
tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, mencegah kemungkinan
keganasan dan kemungkinan infertilitas. Prognosis juga ditentukan berdasarkan
perawatan medis dan bedah. Pengobatan non-hormonal dengan menggunakan obat
anti-inflamasi, antifibrinolitik dan non-steroid telah terbukti dapat mengurangi
kehilangan darah selama menstruasi hingga 50%. Pil kontrasepsi oral cukup
efektif yaitu pada wanita dengan perdarahan menstruasi yang berat. IUD dengan
levonorgestrel telah terbukti lebih efektif daripada terapi medis lainnya dan dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien. Progestogen dan agonis GnRH yang
diberikan pada pasien melalui injeksi dapat membantu dengan prevalensi hingga
50% hingga 90%. Namun, progestogen yang diinjeksikan dapat menimbulkan
efek samping dari perdarahan, dan agonis GnRH biasanya hanya digunakan dalam
kurun waktu 6 bulan karena memiliki efek samping yaitu dapat menghasilkan
estrogen yang rendah.13,14
Teknik bedah, seperti ablasi endometrium mengendalikan perdarahan lebih

efektif pada 4 bulan pasca operasi, tetapi pada 5 tahun, tidak ada perbedaan jika
dibandingkan dengan manajemen medis. Tatalaksana dengan histerektomi
ibandingkan dengan IUD levonorgestrel menunjukkan bahwa histerektomi
memiliki hasil yang lebih baik pada 1 tahun. Tidak ada perbedaan dalam kualitas

18
hidup yang terlihat pada 5 hingga 10 tahun, tetapi banyak kelompok wanita
dengan IUD yang melepaskan levonorgestrel telah menjalani histerektomi hingga
10 tahun.14

19
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 35 tahun
Agama : Islam
Suku : Minang
Pendidikan : S-1
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Padang Pariaman
MRS : 04 November 2022

Keluhan Utama:
Seorang Wanita 35 tahun datang ke Pasien datang ke IGD RSUP DR. M.Djamil
Padang pada 6 desember 2022 dengan eluhan keluar darah yang banyak dari
kemaluan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit

Riwayat penyakit sekarang


 Pasien mengeluhkan perdarahan pada vagina yang banyak dengan darah berwarna
merah kehitaman bergumpal seperti agar-agar.
 Perut pasien membesar ketika tidak terjadi perdarahan dan mengecil Kembali
ketika perdarahan pada vagina aktif.
 Keluhan ini sudah dirasakan pasien sejak 10 tahun yang lalu saat siklus haid,
namun sekarang pasien tidak dapat mengetahui siklusnya lagi karena perdarahan
pada vagina.
 Pasien sudah berobat ke dokter tiga tahun yang lalu dan minum obat kalnex untuk
menghentikan perdarahan serta tablet tambah darah
 Riwayat penurunan BB (+) 5 kg dalam sebulan terakhir
 Pasien dikenal dengan ca serviks sejak bulan agustus 2022

Riwayat penyakit dahulu


Tidak ada riwayat menderita penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus, ginjal

20
dan hepar.

Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada riwayat keluarga menderita penyakit keturunan, kejiwaan, dan menular.

Riwayat menstruasi
 Menarche usia 13 tahun
 Siklus haid 28 hari, teratur
 Lama haid 6-7 hari dengan 2-3 kali ganti pembalut

Riwayat perkawinan
Perkawinan pertama, sudah menikah sejak tahun 2005

Riwayat obstetrik
1. Perempuan/2005/spontan/bidan/hidup
2. Perempuan/2010/spontan/bidan/hidup
3. Laki-laki/2012/spontan/bidan/hidup
4. Perempuan/2017/spontan/bidan/hidup

Ante Natal Care


Pasien rutin melakukan kontrol kehamilan pada bidan setempat tiap bulan

Kontrasepsi
Pasien tidak pernah menggunakan metode kontrasepsi apapun.

Riwayat Kebiasaan
Tidak ada riwayat merokok, minum alkohol, narkoba.

3.2 Pemeriksaan Fisik


Antropometri : Berat badan : 46 kg, tinggi badan : 155 cm
……………………BMI : xx (Obese, asia pacific standart)
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis Cooperative

21
Tanda Vital
 Tekanan Darah : 124/81 mmHg
 Frekuensi Nadi : 81x/menit, kuat angkat
 Frekuensi Nafas : 18x /menit, regular
 Suhu : 36,5oC, aksila

Status Generalis
 Kepala : normocephal
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), Sclera ikterik (-/-)
 Hidung : Pernapasan cuping hidung (-)
 Telinga : gangguan pendengaran (-)
 Mulut : bibir sianosis (-)
 Leher : JVP 5-2 cm H2O, pembesaran KGB (-)
 Thoraks
Paru
 Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-)
 Palpasi : Gerakan dada simetris.
 Perkusi : sonor
 Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba
 Perkusi : batas jantung kanan : linea sternalis dekstra, batas jantung
kiri : linea midclavicula ICS V sinistra
 Auskultasi : S1 S2 normal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : tidak tampak membuncit
 Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium
(-), nyeri tekan perut kanan bawah (-)
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas

22
 Superior : Hangat (+), edema (-)
 Inferior : Hangat (+), edema (-)

Status Ginekologi
Abdomen
 Inspeksi : distensi (-), sikatrik (-), massa (-)
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans muscular (-)
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : BU(+) Normal

Genitalisa
 Inspeksi : Vulva dan uterta tidak tampak ada kelainan
PPV (+)

Inspekulo :
 Vagina : Tumor (-) laserasi (-) fluksus (+) menggenang di forniks
…………….. posterior
 Portio : Tampak portio tidak rata, bernodul, fluksus (+) darah mengalir
………………..dari oue

3.3 Diagnosis kerja
PUS ec Ca Cervix
Rencana
 Pemeriksaan Labor

Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin : 4.3 gr/dl 6. HbsAg : non reaktif
2. Leukosit : 14.020 7. Anti HIV: non reaktif
3. Thrombosit : 260.000 8. Total Protein : 4.8 g/dL
4. Hematokrit : 13% 9. Albumin : 2.2 g/dL
5. PT/APTT :11,5/ 27,8 10. Globulin : 2.6 g/dL
Kesan : Anemia Berat, Hipoalbuminemia

Diagnosis :

23
PUS ec Ca Cervix + Anemia Berat + Hipoalbuminemia

Terapi :
 Awasi keadaan umum, vital sign, ppv

 IVFD nacl 0.9% 20 tpm

 Injeksi asam traneksamat 3 x 500 mg

 Pro transfusi PRC

24
BAB 4
DISKUSI
Seorang pasien wanita umur 35 tahun datang ke RSUP DR M
Djamil Padang dengan keluhan perdarahan pada vagina yang banyak
dengan darah berwarna merah kehitaman bergumpal seperti agar-agar. Dari
anamnesis siklus menstruasi tidak teratur. Riwayat menstruasi tidak teratur,
frekuensi mengganti duk 5-6 kali per hari, dengan durasi haid sampai 13
hari, terkadang haid terjadi 2 kali dalam sebulan atau tidak sama sekali
dalam 1 bulan dan disertai nyeri haid. Pasien juga mengeluhkan perut
semakin membesar ketika tidak terjadi perdarahan, namun kembali
mengecil ketika perdarahan pervagina aktif. Penurunan berat badan pada
pasien disangkal dengan berat badan 35 kg sejak 10 tahun lalu hingga
sekarang. Pasien belum pernah menikah. Kondisi dimana tidak teraturnya
interval siklus haid dengan jumlah darah dan durasi yang lebih dari normal
disebur dengan metroragia. Siklus haid dengan interval 2 kali dalam sebulan
(< 24 hari) disebut polimenorea dan siklus haid dengan interval lebih dari 1
bulan disebut oligomenorea.1
Dari pemeriksaan fisik didapatkan vital sign dalam batas normal,
konjungtiva anemis. Pada pemeriksaan abdomen, abdomen distensi,
terdapat nyeri tekan, dan pada kuadran kiri atas dan bawah saat diperkusi
terdengar pekak. Pada pemeriksaan genitalia, pada vulva uretra tidak
tampak kelainan, ppv (+) tidak aktif. Pada pasien ini direncanakan
pemeriksaan laboratorium, Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
diagnosis kerja untuk pasien ini adalah PUA ec suspek ca cervix dengan
anemia. PUA dapat disebabkan oleh kelainan pada struktural dan kelainan
pada non-struktural.2 Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada
pasien ini PUA yang diakibatkan oleh penyebab nonsturktural (kehamilan,
iatrogenic, kelianan sitemik) dapat disingkirkan. Oleh karena itu, pasien ini
PUA diduga diakibatkan oleh kelanan struktural, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan USG untuk menentukan diagnosis pada pasien ini.
Pada pasien ini diagnosis adalah PUA ec suspek ca cervix dengan
anemia bertat dikarenakan pada ca cervix ditemukan metroragia, serta
gambaran massa hiperechoic dari usg. anemia ditegakkan dari hasil
laboratorium yang menunjukkan hasil anemia (4,3) IVFD Nacl 0.9% 20

25
tpm, injeksi asam traneksamat 3x500 mg, untuk menghentikan perdarahan.
Pasien ini direncanakan transfusi PRC. PUA merupakan pendarahan yang
berasal dari uterus dengan durasi, volume, frekuensi atau jadwal yang
abnormal diluar masa kehamilan. PUA disebabkan oleh berbagai faktor,
baik kelainan anatomis maupun fisiologis. PUA dapat mempengaruhi aspek
fisik dan emosional pada kehidupan wanita dan mengganggu kualitas hidup.
Pemilihan terapi pada PUA tergantung pada kondisi umum, etiologi yang
diduga, pertimbangan fertilitas pada masa mendatang, dan riwayat medis
pasien. Terapi medis dipertimbangkan pada terapi awal tetapi beberapa
situasi dapat memerlukan penanganan operatif. Penanganan operatif
didasarkan pada stabilitas pasien, tingkat perdarahan, kontraindikasi
penanganan medis, dan kondisi medis yang ada. Penanganan operatif
termasuk dilatasi dan kuretase, ablasi endometrial, embolisasi arteri uterina,
dan histerektomi.

26
27

Anda mungkin juga menyukai