Anda di halaman 1dari 40

Clinical Science Session

PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL

Devi Miranda 1840312205

Nadia Larastri Almira 1840312306

Pembimbing :

dr. Deddy Hendry, Sp.OG KFER

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RS PENDIDIKAN UNIVERSITAS ANDALAS

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan atas kehadirat-Nya yang

telah melimpahkan ilmu, akal, pikiran, dan waktu, sehingga penulis dapat

menyelesaikan referat yang berjudul “Perdarahan Uterus Abnormal”. Referat ini

merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tahap kepaniteraan klinik ilmu

obstetrik dan ginekologi di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Rumah Sakit

Pendidikan Universitas Andalas, Padang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Deddy Hendry, Sp.OG KFER

selaku preseptor yang telah memberikan saran, bimbingan dan dukungan dalam

penyusunan referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan

dokter muda dan semua pihak yang banyak membantu dalam penyusunan referat ini.

Penulisan referat ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan

kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi

semua pihak.

Padang, April 2019

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah istilah luas yang menggambarkan

ketidakteraturan dalam siklus menstruasi yang melibatkan frekuensi, keteraturan,

durasi, dan volume aliran di luar kehamilan. Hingga sepertiga wanita akan mengalami

perdarahan uterus yang abnormal dalam hidup mereka, dengan penyimpangan yang

paling sering terjadi pada menarche dan perimenopause. Prevalensi perdarahan uterus

abnormal di antara wanita usia reproduksi secara internasional diperkirakan antara 3%

hingga 30%, dengan insiden yang lebih tinggi terjadi di sekitar menarche dan

perimenopause.1

Perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah kondisi umum yang mengarah pada

peningkatan biaya perawatan kesehatan dan penurunan kualitas hidup. PUA

merupakan alasan sering untuk rawat jalan dan kunjungan gawat darurat pada wanita

usia reproduksi. Terminologi medis yang digunakan untuk menggambarkan

perdarahan uterus abnormal telah memiliki banyak deskripsi dengan korelasi yang

buruk antara terminologi dan diagnosis medis, membuat penelitian dan manajemen

klinis dari spektrum gangguan ini menjadi sulit.2,3

Federasi Internasional Ginekologi dan Obstetri (FIGO) pada 2005 mengadakan

komite internasional untuk para dokter dan peneliti dari 6 benua dan lebih dari 17

negara untuk mengusulkan klasifikasi baru untuk AUB. Publikasi pertama dari

kelompok ini membahas standardisasi terminologi dan definisi berdasarkan

1
karakteristik menstruasi normal. Keputusan ini didasarkan pada data yang

dipublikasikan dari WHO. FIGO setuju untuk meninggalkan istilah perdarahan uterus

disfungsional (PUD) dan mengganti istilah menorrhagia dengan perdarahan menstruasi

berat (PMB).3

Pada tahun 2007, FIGO memperkenalkan Sistem 1, dengan definisi standar dan

terminologi ringkas untuk PUA pada wanita tidak hamil. Menorrhagia, metrorrhagia,

dan oligomenore diganti dengan nomenklatur perdarahan menstruasi berat (PMB),

perdarahan intermenstrual, dan perdarahan tidak teratur atau breakthrough bleeding

(BTB) pada pengobatan hormon. Sistem 2 dari FIGO berupa akronim PALM-COEIN

(polip, adenomiosis, leiomioma, keganasan, koagulopati, disfungsi ovulasi, gangguan

endometrium, iatrogenik, dan belum diklasifikasikan) secara sistematis mendefinisikan

etiologi yang paling umum untuk PUA dengan penyebab struktural (PALM) dan

nonstruktural (COEIN) dari PUA. Dalam sistem FIGO 2018, PUA sekunder untuk

antikoagulan dipindahkan dari kategori koagulopati ke kategori iatrogenik.1,2

Evaluasi dan manajemen PUA menimbulkan biaya perawatan kesehatan yang

tinggi, terutama ketika pasien memerlukan histerektomi. Untungnya, PUA sering dapat

dikelola dengan perawatan medis yang aman, efektif, dan non-invasif yang berfokus

pada sumber pendarahan. Banyak wanita tidak mencari pengobatan untuk

gejala-gejalanya, dan beberapa komponen diagnosis bersifat objektif sementara yang

lain subjektif, membuat prevalensi yang tepat sulit untuk ditentukan. Sulitnya

menentukan komponen diagnosis dan evaluasi ini membuat peneliti tertarik untuk

membuat referat berjudul Perdarahan Uterus Abnormal ini.2,3

1.2 Batasan Masalah

2
Batasan penulisan makalah vaginitis ini adalah mengenai definisi,

epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patofisiologi, diagnosis, dan tatalaksana dari

perdarahan uterus abnormal.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan pembaca

dan penulis mengenai perdarahan uterus abnormal

1.4 Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk

dari berbagai literatur.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Anatomi yang Berperan

2.1.1 Hipothalamus

Ada lima hormon berbeda yang dilepaskan dari hipotalamus yang memiliki

efek pada siklus menstruasi. Hormon-hormon ini termasuk:4

1. Gonadotrophin releasing hormone (GnRH)

2. Thyrotrophin releasing hormone (TRH)

3. Somatotrophin release-inhibitory factor (SRIF) alias Somatostatin

4. Corticotrophin releasing factor (CRF)

5. Prolacting release-inhibiting factor (PIF)

4
Masing-masing memiliki efek yang berbeda pada kelenjar hipofisis anterior,

merangsang untuk melepaskan atau menghentikan pelepasan hormon tertentu.4

GnRH

Pelepasan hormon ini bertanggung jawab untuk stimulasi sel-sel spesifik yang

disebut gonadotrofin di kelenjar hipofisis. Stimulasi ini menghasilkan produksi dua

hormon penting yang disebut luteinising hormone (LH) dan follicular stimulating

hormone (FSH) dari hipofisis. GnRH sangat penting dalam siklus menstruasi. Salah

satu fitur paling penting dari rilis GnRH adalah kenyataan bahwa proses keluarnya

terjadi secara berdenyut. Pada awal pubertas ada peningkatan frekuensi dan amplitudo

pelepasan GnRH.4

Bagian otak yang disebut pusat lonjakan mengontrol waktu peningkatan

pelepasan GnRH ini. Pusat lonjakan hadir pada wanita sangat awal dalam kehidupan,

namun hanya saat masa remaja mendekati pusat ini menjadi lebih responsif terhadap

perubahan hormon. Sepanjang siklus menstruasi ada pelepasan GnRH secara pulsatil.

Apa pun yang mengganggu frekuensi nadi GnRH dapat menghentikan siklus

menstruasi. Pemulihan GnRH pulsatil ini dengan pemberian hormon dapat

menghasilkan kembalinya ovulasi.4

2.1.2 Hipofisis

Kelenjar hipofisis anterior terdiri dari enam jenis sel yang berbeda dan

menghasilkan enam hormon yang berbeda. Jenis sel yang penting dalam menstruasi

adalah gonadotrof. Sel-sel ini melepaskan hormon perangsang folikel (FSH) dan

hormon luteinis (LH) dan juga bertanggung jawab untuk produksi dan penyimpanan

hormon-hormon ini.4

5
FSH

Granulosa di ovarium adalah target utama untuk aksi FSH. Sebagai respons

terhadap stimulasi FSH, sel-sel granulosa melepaskan estrogen. Efek gabungan dari

estrogen dan FSH adalah untuk menyebabkan pertumbuhan dan peningkatan produksi

estrogen.4

LH

LH menstimulasi sel-sel di ovarium, yang disebut sel teka, untuk menghasilkan

hormon yang disebut androgen yang kemudian diangkut ke sel granulosa di ovarium

untuk dikonversi menjadi estrogen.4

Pola sekresi Gonadotrophin

Siklus ovulasi normal dibagi menjadi dua fase yang disebut fase folikel dan

luteal. Fase folikuler dimulai sejak hari perdarahan berhenti dan berakhir dengan

gelombang pertengahan siklus LH. Fase luteal dimulai dengan lonjakan pertengahan

siklus LH yang bertepatan dengan ovulasi dan berakhir dengan hari pertama onset

periode tersebut.4

2.1.3 Ovarium

Wanita dilahirkan dengan sekitar 2 hingga 4 juta folikel primer. Folikel janin ini

mengandung sel telur yang berkembang yang disebut oosit primer yang dikelilingi oleh

lapisan sel granulosa. Oosit primer ini merupakan bagian jalan melalui pembelahan sel.

Proses pembelahan ini tidak berlanjut sampai waktu ovulasi. Dengan setiap siklus

ovarium, beberapa folikel ovarium direkrut dan biasanya hanya satu dari ovulasi ini,

6
sisa folikel yang tidak direkrut tetap dalam keadaan tidak aktif. Perkembangan folikel

terjadi hingga menopause.4

Hormon dalam siklus ovarium

1. Estrogen. Hormon ini rendah di awal siklus menstruasi dan memuncak di tengah

dan sekali lagi menjelang akhir.4

2. Progesteron. Ada sedikit produksi hormon ini di setengah awal siklus haid tetapi

terjadi peningkatan yang signifikan di pertengahan akhir. Progesteron tetap tinggi

jika kehamilan terjadi. Progesteron juga bertanggung jawab atas peningkatan suhu

tubuh pada kehamilan.4

2.1.4 Uterus

Gambar 1. Uterus

Uterus adalah organ berbentuk buah pir yang terletak di panggul wanita antara

kandung kemih anterior dan rektum posterior (lihat gambar di bawah). Dimensi

7
rata-rata sekitar 8 cm, lebar 5 cm, dan tebal 4 cm, dengan volume rata-rata antara 80 dan

200 mL. Uterus dibagi menjadi 3 bagian utama: fundus, tubuh, dan leher rahim.5

Gambar 2. Perdarahan Uterus

Darah diberikan ke uterus oleh arteri ovarium dan arteri uterus, yang

belakangan muncul dari divisi anterior arteri iliaka interna. Arteri uterus

kadang-kadang mengeluarkan arteri vagina (walaupun ini biasanya cabang terpisah

dari iliaka internal), yang memasok vagina bagian atas, dan arteri arkuata, yang

mengelilingi uterus. Kemudian cabang lebih lanjut ke arteri radial, yang menembus

miometrium untuk memberikan darah ke semua lapisan, termasuk endometrium.5

Setelah pembuluh ini mencapai tingkat endometrium, mereka bercabang ke

arteri basal dan arteri spiral, yang mendukung fungsi khusus dari setiap lapisan. Arteri

basal tidak responsif terhadap hormon; mereka mendukung lapisan endometrium basal,

yang menyediakan sel-sel proliferatif untuk pertumbuhan endometrium. Arteri spiral

8
memasok lapisan fungsionalis dan sangat sensitif terhadap hormon steroid. Pada siklus

ovulasi di mana kehamilan tidak terjadi, menstruasi terjadi setelah penyempitan arteri

terminal ini, menyebabkan kerusakan endometrium dengan deskuamasi kelenjar dan

stroma.5

Anatomi uterus terdiri dari 3 lapisan jaringan berikut:5

1. Lapisan dalam, yang disebut endometrium, adalah lapisan paling aktif dan

merespon perubahan hormon ovarium siklik; endometrium sangat terspesialisasi dan

sangat penting untuk fungsi menstruasi dan reproduksi

2. Lapisan tengah, atau miometrium, membentuk sebagian besar volume

uterus dan merupakan lapisan otot, terutama terdiri dari sel-sel otot polos

3. Lapisan luar rahim, serosa atau perimetrium, adalah lapisan tipis jaringan

yang terbuat dari sel epitel yang menyelimuti rahim

Endometrium adalah lapisan dalam rahim dan melekat pada lapisan otot rahim.

Secara fungsional dibagi menjadi dua zona yang berbeda. Bagian luar adalah bagian

yang ditumpahkan selama siklus menstruasi, dan bagian dalam berisi sel induk yang

membantu regenerasi sel yang hilang.4

Endometrium melewati tiga tahap selama siklus menstruasi:4

1. Fase menstruasi

9
Fase ini dimulai dengan hari pertama haid. Terjadi kontraksi pada lapisan otot

yang mengeluarkan darah dan sel endometrium melalui vagina. Terjadi ketika estrogen

dan progesteron berada pada level terendah.

2. Fase proliferatif

Ada pembaruan dimediasi estrogen dari jaringan endometrium karena migrasi

sel-sel induk dari lapisan dalam. Ada pembuluh darah dan kelenjar baru yang terbentuk

selama fase ini.

3. Fase sekretori

Peningkatan aktivitas sekresi oleh kelenjar endometrium dirangsang oleh

progesteron. Kelenjar endometrium pada fase ini menjadi lebih berkembang.

Meningkatnya aktivitas sekretori pada fase menstruasi ini menciptakan lingkungan

yang ideal di dalam rahim untuk perkembangan embrio.

10
Gambar 3. Hipothalamus-Hipofisis-Ovarium axis.

2.2 Menstruasi

2.2.1 Definisi

Menstruasi (haid) normal merupakan hasil akhir dari suatu siklus ovulasi. Siklus

ovulasi diawali dari pertumbuhan beberapa folikel antral pada awal siklus, diikuti oleh

ovulasi dari satu folikel dominan, yang terjadi pada pertengahan siklus. Bila dalam

kurang lebih 14 hari pascaovulasi tidak terjadi pembuahan, maka haid akan terjadi.

Siklus ovulasi merupakan ovulasi yang terjadi setiap bulan, sementara siklus anovulasi

adalah haid tanpa ovulasi. Sekitar 5-7 tahun pasca menarke (haid pertama), siklus haid

relatif memanjang. Wanita akan mengalami haid mulai dari menarke sampai

11
menopause. Variasi panjang siklus haid merupakan manifestasi klinik variasi panjang

fase folikuler di ovarium, sedangkan fase luteal memiliki panjang yang tetap (13-15

hari). Haid dikatakan normal bila siklus haid sepanjang 24-35 hari, lama haid 3-7 hari,

dengan jumlah darah tidak lebih dari 80 ml per siklus (ganti pembalut 2-6 kali per

hari).6

2.1.2 Siklus Menstruasi

Gambar 4. Siklus menstruasi

12
Menstruasi melibatkan interaksi hormon yang sangat kompleks. Hormon-hormon

kunci yang terlibat dalam menstruasi adalah estrogen dan progesteron (diproduksi oleh

ovarium) dan hormon luteinis yang menstimulasi folikel yang diproduksi oleh kelenjar

hipofisis, di bawah pengaruh hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus. Interaksi

antara organ-organ ini disebut sebagai poros hipotalamus-hipofisis-ovarium (aksis

HPO).4

Saat rahim mempersiapkan lapisannya dalam fase proliferatif, indung telur wanita

sedang mempersiapkan telur untuk dilepaskan. Kadar estrogennya naik merangsang

pertumbuhan beberapa folikel ovarium. Setiap folikel mengandung satu telur (oosit)

yang matang saat folikel tumbuh. Biasanya hanya satu folikel (dikenal sebagai folikel

dominan) sepenuhnya matang dan melepaskan telur yang dikandungnya. Pelepasan sel

telur disebut sebagai ovulasi. Jarang seorang wanita akan mengembangkan dan

melepaskan dua atau lebih telur, dan ini adalah saat kehamilan ganda terjadi (mis.

Kembar tiga, tergantung pada jumlah telur yang dilepaskan).4

Siklus ovulasi sering dibagi menjadi dua fase, fase folikuler dan fase luteal. Fase

folikuler dimulai dari hari pertama haid sampai hari ovulasi, sedangkan fase luteal

dimulai saat ovulasi dan berakhir sehari sebelum haid berikutnya. Panjang fase

folikuler bervariasi dari wanita ke wanita, yang berarti beberapa wanita memiliki siklus

yang berlangsung tepat 28 hari. Namun fase luteal kurang bervariasi dan hampir selalu

berlangsung selama 14 hari.7

Hari ke 1-4

Hari pertama dari siklus menstruasi adalah hari pertama menstruasi. Kadar

estrogen dan progesteron rendah, setelah turun dengan cepat pada akhir siklus terakhir.

Rendahnya tingkat estrogen menyebabkan hormon perangsang folikel (FSH)

13
dilepaskan dari kelenjar seukuran kacang yang dikenal sebagai kelenjar hipofisis; yang

ditemukan di pangkal otak di belakang hidung. FSH adalah kunci dalam hal kesuburan,

karena memungkinkan sekelompok kecil folikel untuk tumbuh dan berkembang di

dalam ovarium. Masing-masing folikel ini mengandung sel telur, namun dalam

keadaan normal hanya satu folikel yang dapat matang dan berovulasi sepenuhnya pada

atau sekitar hari ke-14.7

Hari ke 5-8

Ketika folikel tumbuh, mereka mulai menghasilkan estrogen. Peningkatan kadar

estrogen dalam darah memberi tahu kelenjar pituitari untuk berhenti melepaskan FSH

dan karenanya ini mulai menurun. Ini adalah waktu yang sangat penting bagi folikel

yang sedang berkembang, karena ini adalah titik di mana salah satu dari mereka akan

menjadi dominan sementara yang lain akan mulai mengalami degenerasi dan mati

dengan proses yang disebut atresia. Folikel dominan biasanya dapat dideteksi

menggunakan USG setelah hari ke-8. Ini adalah folikel yang berada pada ukuran yang

tepat pada waktu yang tepat dan mampu merespon yang terbaik terhadap penurunan

kadar FSH. Selama perawatan IVF, injeksi FSH diberikan agar kadar hormon tetap

lebih tinggi lebih lama. Ini berarti bahwa banyak folikel dapat matang pada saat yang

sama dalam persiapan untuk pengumpulan telur. Kadang-kadang, dua folikel secara

alami akan menjadi dominan pada saat yang sama, yang dapat menghasilkan konsepsi

kembar yang tidak identik.7

Hari ke 9-13

Selama tahap ini, kadar estrogen terus meningkat yang menyebabkan

endometrium menebal. Lendir lengket yang mencegah sperma memasuki serviks di

waktu lain dalam sebulan juga menjadi lebih tipis. Lendir sekarang menjadi konsistensi

14
untuk membantu perjalanan sperma menuju saluran tuba untuk pembuahan. Estrogen

yang tinggi memicu kelenjar pituitari untuk melepaskan gelombang hormon luteinizing

atau LH, yang bertanggung jawab untuk memicu ovultaion. Ada juga kenaikan

tiba-tiba di level FSH, meskipun ini tidak sedramatis peningkatan LH.7

Hari ke 14

Pada atau sekitar hari 14, sekitar 36 jam setelah lonjakan LH dimulai, folikel

dominan pecah di permukaan ovarium dan telur matang dilepaskan. Telur kemudian

disapu ke saluran tuba yang berdekatan. Begitu berada di dalam tuba falopii, telur dapat

hidup sekitar 24 jam. Karena sperma dapat bertahan selama beberapa hari di dalam

saluran tuba, waktu terbaik untuk berhubungan seks jika seorang wanita mencoba

untuk hamil adalah antara awal gelombang LH dan ovulasi.7

Hari ke 15-26

Folikel kosong sekarang dikenal sebagai corpus luteum. Corpus luteum

memainkan peran sentral dalam sisa siklus. Bahkan, jika pembuahan berhasil, corpus

luteum menjadi penting bagi perkembangan awal embrio. Corpus luteum melepaskan

estrogen dan progesteron dalam jumlah besar. Oleh karena itu kadar progesteron naik

untuk pertama kalinya dalam siklus ini. Peran corpus luteum adalah untuk memastikan

endometrium dalam kondisi sempurna untuk implantasi embrio. Lapisan uterus terus

bertambah tebal dan pembuluh darah tumbuh melaluinya. Tingkat LH akhirnya turun

di bawah titik yang dapat menopang korpus luteum. Satu-satunya cara untuk

mempertahankan corpus luteum adalah adanya human chorionic gonadotropin (hCG),

yang merupakan hormon yang sangat mirip dengan LH tetapi dilepaskan dari embrio

yang sedang berkembang.7

Hari ke 27-28

15
Tanpa hCG, korpus luteum berdegenerasi setelah 14 hari sehingga pelepasan

estrogen dan progesteron berhenti. Oleh karena itu kadar hormon ini turun drastis.

Rendahnya tingkat estestogen berarti kelenjar pituitari dapat sekali lagi mulai

melepaskan FSH, dan dengan demikian siklus dimulai kembali. Tes kehamilan

mendeteksi keberadaan hCG dalam urin. Tingkat hCG yang diperlukan untuk hasil

positif biasanya mencapai sekitar 14 hari setelah pembuahan, sehingga sekitar waktu

yang sama dengan saat haid Anda jatuh tempo. Namun, beberapa tes kehamilan yang

lebih sensitif sekarang dapat mendeteksi keberadaan hCG beberapa hari sebelumnya.7

2.3 Perdarahan Abnormal Uterus

2.3.1 Definisi

Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal

jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit,

siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan. Terminologi menoragia saat ini

diganti dengan perdarahan haid banyak atau heavy menstrual bleeding sedangkan

perdarahan uterus abnormal yang disebabkan oleh faktor koagulopati, gangguan

hemostasis lokal endometrium dan gangguan ovulasi merupakan kelainan yang

sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).8

Perdarahan uterus abnormal terbagi menjadi:8

1. Perdarahan uterus abnormal akut, didefinisikan sebagai perdarahan haid yang

banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah

16
kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi

PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.

2. Perdarahan uterus abnormal kronik, merupakan terminologi untuk perdarahan

uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak

memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan dengan PUA akut.

3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding), merupakan perdarahan haid yang

terjadi diantara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat terjadi kapan saja

atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan

untuk mengganti terminlogi metroragia.

2.3.2 Epidemiologi

Prevalensi perdarahan uterus abnormal di antara wanita usia reproduksi secara

internasional diperkirakan antara 3% hingga 30%, dengan insiden yang lebih tinggi

terjadi di sekitar menarche dan perimenopause.1

2.3.3 Patofisiologi

Arteri uterina dan ovarium memasok darah ke uterus. Arteri ini menjadi arteri

arkuata; kemudian arteri arcuate mengirimkan cabang radial yang memasok darah ke 2

lapisan endometrium, fungsionalis, dan lapisan basalis. Kadar progesteron jatuh pada

akhir siklus menstruasi, yang menyebabkan pemecahan enzim pada lapisan fungsional

dari endometrium. Kerusakan ini menyebabkan kehilangan darah dan peluruhan yang

menyebabkan menstruasi. Trombosit dan trombin yang berfungsi, dan vasokonstriksi

arteri ke endometrium mengontrol kehilangan darah. Setiap kelainan dalam struktur

uterus (seperti leiomioma, polip, adenomiosis, keganasan atau hiperplasia), kekacauan

17
pada jalur pembekuan (koagulopati atau iatrogenik), atau gangguan poros

hipotalamus-hipofisis-ovarium (melalui ovulasi / gangguan endokrin atau gangguan

ovarium) iatrogenik) dapat mempengaruhi menstruasi dan menyebabkan perdarahan

uterus abnormal.

2.3.4 Klasifikasi PALM-COEIN

Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO),

terdapat 9 kategori utama disusun sesuai dengan akronim “PALM COEIN”, yaitu

polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy dan hiperplasia, coagulopathy, ovulatory

dysfunction, endometrial, iatrogenik, dan not yet classified.

Kelompok PALM merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai dengan

berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok COEIN

merupakan kelinan non strruktural yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan

atau histopatologi.

Klasifikasi PALM-COEIN digunakan di sini sebagai pendekatan sistematis

untuk mengklarifikasi PUA, dengan fokus pada evaluasi spesifik dan strategi

manajemen. Sistem klasifikasi tersebut disusun berdasarkan pertimbangan bahwa

seorang pasien dapat memiliki satu atau lebih faktor penyebab PUA.

A. Polip (PUA-P)

1. Definisi: pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik

bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan

kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium

2. Gejala :

18
a) Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula menyebabkan

PUA.

b) Lesi umumnya jinak, namun sebagian kecil atipik atau ganas.

3. Diagnostik :

a) USG dan/atau histeroskopi (dengan atau tanpa histopatologi).

b) Histopatologi: pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma

endometrium yang memiliki vaskularisasi dan dilapisiolehepitel

endometrium.

Gambar 5. Hasil USG

B. Adenomiosis (PUA-A)

1. Definisi : Dijumpai jaringan stroma dan kelenjar endometrium ektopik pada

lapisan miometrium

2. Gejala :

a) Nyeri haid, nyeri saat snggama, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri

saat buang air besar, atau nyeri pelvik kronik

b) Gejala nyeri tersebut diatas dapat disertai dengan perdarahan uterus

abnormal.

3. Diagnostik :

19
a) Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalaman jaringan

endometrium pada hasil histopatologi

b) Adenomiosis dimasukkan ke dalam sistem klasifikasi berdasarkan

pemeriksaan MRI dan USG

c) Mengingat terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup untuk

mendiagnosis adenomiosis

d) Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heterotopik pada

miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi

miometrium.

e) Hasil histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma

endometrium ektopik pada jaringan miometrium.

C. Leiomioma (PUA-L)

1. Definisi : Pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan miometrium

2. Gejala :

a) Perdarahan uterus abnormal

b) Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan dinding abdomen

3. Diagnostik :

a) Mioma uteri umumnya tidak memberikan gejala dan biasanya bukan

penyebab tunggal PUA

b) Pertimbangan dalam membuat sistem klasifikasi mioma uteri yakni

hubungan mioma uteri denga endometrium dan serosa lokasi, ukuran,

serta jumlah mioma uteri.

4. Klasifikasi mioma uteri :

20
a) Primer : ada atau tidaknya satu atau lebih mioma uteri

b) Sekunder: membedakan mioma uteri yang melibatkan endometrium

(mioma uteri submukosum) dengan jenis mioma uteri lainnya.

c) Tersier : Klasifikasi untuk mioma uteri submukosum, intramural dan

subserosum.

D. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)

1. Definisi : Pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan

endometrium

2. Gejala : Perdarahan uterus abnormal

3. Diagnostik :

a) Meskipun jarang ditemukan, namun hiperplasia atipik dan keganasan

merupakan penyebab penting PUA

b) Klasifikasi keganasan dan hiperplasia menggunakan sistem klasifikasi

FIGO dan WHO

c) Diagnostik pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi.

d) Ketika premalignant hyperplasia atau malignancy telah diidentifikasi

pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal pada usia reproduksi,

maka diklasifikasikan dalam PUA-M dan disubklasifikasikan lagi

berdasarkan sistem klasifikasi FIGO atau WHO.

E. Coagulopathy (PUA-C)

1. Definisi : Gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap perdarahan

uterus

2. Gejala : Perdarahan uterus abnormal

21
3. Diagnostik :

a) Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostatis sistemik

yang terkait dengan PUA

b) Tiga belas persen perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki

kelainan hemostatis sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah

penyakit von Willebrand.

F. Ovulatory dysfunction (PUA-O)

1. Definisi : Kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan uterus

2. Gejala : Perdarahan uterus abnormal

3. Diagnostik :

a) Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan

manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang

bervariasi

b) Dahulu termasuk dalam kriteria Perdarahan uterus disfungsional (PUD)

c) Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang,

hingga perdarahan haid banyak

d) Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarioum polikistik,

hiperprolaktenemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan,

anoreksia atau olahragaberat yang berlebihan.

G. Endometrial (PUA-E)

1. Definisi : Gangguan hemostatis lokal endometrium yang memiliki kaitan erat

dengan terjadinya perdarahan uterus.

2. Gejala : Perdarahan uterus abnormal

22
3. Diagnostik :

a) Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus

haid teratur

b) Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan hemostatis

lokal endometrium

c) Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi seperti

endothelin-1 dan prostaglandin F2α serta peningkatan aktifitas fibrinolitik

d) Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengah atau perdarahan yang

berlanjut akibat gangguan hemostasis lokal endometrium

e) Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan lain pada

siklus haid yang berovulasi.

H. Iatrogenik (PUA-I)

1. Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis

seperti penggunaan estrogen, progestin, AKDR.

2. Perdarahan haid diluar jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen atau

progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau breakthrough

bleeding.

3. Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi

yang disebabkan oleh sebagai berikut :

a) Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi

b) Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin

c) Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna anti

koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin)

dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C.

I. Not yet classified (PUA-N)

23
1. Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit

dimasukkan dalam klasifikasi

2. Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis kronik atau

malformasi arteri-vena

3. Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan kejadian PUA.

Penulisan

Kemungkinan penyebab PUA pada individu bisa lebih dari satu karena itu dibuat

sistem penulisan.2,3

- Angka 0 : tidak ada kelainan pada pasien

- Angka 1 : terdapat kelainan pada pasien

- Tanda tanya : belum dilakukan penilaian

24
Gambar 6. Penulisan.

25
2.3.5 Diagnosis

A. Anamnesis

Dokter harus mendapatkan riwayat terperinci dari pasien yang mengalami keluhan

terkait menstruasi. Aspek khusus dari anamnesis meliputi:

1. Riwayat menstruasi

a) Umur saat menarche

b) Periode menstruasi terakhir

c) Frekuensi, keteraturan, durasi, volume aliran

i. Frekuensi dapat digambarkan sebagai sering (kurang dari 24 hari), normal

(24 hingga 38 hari), atau jarang (lebih dari 38 hari)

ii. Keteraturan dapat digambarkan sebagai tidak ada, teratur (dengan variasi

+/- 2 hingga 20 hari), atau tidak teratur (variasi lebih dari 20 hari)

iii. Durasi dapat digambarkan sebagai berkepanjangan (lebih dari 8 hari),

normal (sekitar 4 hingga 8 hari), atau dipersingkat (kurang dari 4 hari)

iv. Volume aliran dapat digambarkan sebagai berat (lebih dari 80 mL),

normal (5 hingga 80 mL), atau ringan (kurang dari 5 mL kehilangan

darah)

1. Tanyakan secara terperinci mengenai frekuensi perubahan produk

sanitasi pada setiap hari, perjalanan dan ukuran gumpalan, perlu

mengubah produk saniter pada malam hari, dan sensasi "banjir"

adalah penting.

26
d) Perdarahan intermenstrual dan postcoital

2. Sejarah seksual dan reproduksi

a) Riwayat kebidanan termasuk jumlah kehamilan dan cara persalinan

b) Keinginan kesuburan dan subfertilitas

c) Kontrasepsi saat ini

d) Riwayat infeksi menular seksual (IMS)

e) PAP smear

3. Gejala terkait / Gejala sistemik

a) Penurunan berat badan

b) Nyeri

c) Discharge

d) Gejala usus atau kandung kemih

e) Tanda / gejala anemia

f) Tanda / gejala atau riwayat gangguan pendarahan

g) Tanda / gejala atau riwayat gangguan endokrin

4. Pengobatan saat ini

5. Riwayat keluarga, termasuk pertanyaan tentang koagulopati, keganasan, gangguan

endokrin

6. Riwayat sosial, termasuk konsumsi tembakau, alkohol, dan penggunaan narkoba;

dampak gejala pada kualitas hidup

27
7. Riwayat pembedahan

B. Pemeriksaan Fisik

1. Tanda vital, termasuk tekanan darah dan indeks massa tubuh (BMI)

2. Tanda-tanda pucat, seperti kulit atau mukosa pucat

3. Tanda-tanda gangguan endokrin

a) Pemeriksaan tiroid untuk pembesaran atau nyeri tekan

b) Pola pertumbuhan rambut yang berlebihan atau abnormal, klitoromegali,

jerawat yang dapat mengindikasikan hiperandrogenisme

c) Moon face, distribusi lemak abnormal, striae yang dapat mengindikasikan

Cushing

4. Tanda-tanda koagulopati, seperti memar atau petekie

5. Pemeriksaan abdomen untuk meraba massa panggul atau perut

6. Pemeriksaan panggul: Spekulum dan bimanual

a) Pap smear jika diindikasikan

b) Skrining IMS (seperti untuk gonore dan klamidia) dan prep basah jika

diindikasikan

c) Biopsi endometrium, jika diindikasikan

2.3.6 Tatalaksana

28
Gambar 7. Tatalaksana PUA Akut dan Kronik.

Pengobatan perdarahan uterus yang abnormal tergantung pada beberapa faktor,

seperti etiologi AUB, keinginan kesuburan, stabilitas klinis pasien, dan komorbiditas

medis lainnya. Perawatan harus disesuaikan berdasarkan faktor-faktor ini.

Secara umum, pilihan medis lebih disukai sebagai perawatan awal untuk AUB.

Untuk perdarahan uterus abnormal akut, metode hormonal adalah lini pertama dalam

manajemen medis. Estrogen terkonjugasi intravena (IV) estrogen, pil kontrasepsi oral

kombinasi (OCPs), dan progestin oral adalah semua pilihan untuk pengobatan AUB

akut. Asam traneksamat mencegah degradasi fibrin dan dapat digunakan untuk

mengobati AUB akut. Tamponade perdarahan uterus dengan bola Foley adalah pilihan

mekanis untuk pengobatan AUB akut. Penting untuk menilai stabilitas klinis pasien

29
dan mengganti volume dengan cairan intravena dan produk darah sambil berusaha

menghentikan perdarahan uterus abnormal yang akut. Desmopresin, yang diberikan

secara intranasal, subkutan, atau intravena, dapat diberikan untuk AUB akut sekunder

akibat penyakit koagulopati von Willebrand.

Berdasarkan pada akronim PALM-COEIN untuk etiologi AUB kronis, opsi

perawatan spesifik untuk setiap kategori tercantum di bawah ini:

1. Polip dirawat melalui reseksi bedah.

2. Adenomyosis diobati melalui histerektomi. Lebih jarang, adenomiomektomi

dilakukan.

3. Leiomioma (fibroid) dapat diobati melalui manajemen medis atau bedah

tergantung pada keinginan pasien untuk kesuburan, komorbiditas medis, gejala

tekanan, dan distorsi rongga rahim. Pilihan bedah termasuk embolisasi arteri

uterin, ablasi endometrium, atau histerektomi. Pilihan manajemen medis termasuk

levonorgestrel-releasing intrauterine device (IUD), agonis GnRH, progestin

sistemik, dan asam traneksamat dengan obat antiinflamasi non-steroid (NSAID).

4. Keganasan atau hiperplasia dapat diobati melalui pembedahan, +/- pengobatan

tambahan tergantung pada stadium, progestin dalam dosis tinggi ketika

pembedahan bukan merupakan pilihan, atau terapi paliatif, seperti radioterapi.

5. Koagulopati yang mengarah ke AUB dapat diobati dengan asam traneksamat atau

desmopresin (DDAVP).

6. Disfungsi ovulasi dapat diobati melalui modifikasi gaya hidup pada wanita dengan

obesitas, PCOS, atau kondisi lain di mana siklus anovulasi diduga. Gangguan

30
endokrin harus dikoreksi dengan penggunaan obat yang tepat, seperti cabergoline

untuk hiperprolaktinemia dan levothyroxine untuk hipotiroidisme.

7. Gangguan endometrium tidak memiliki pengobatan khusus karena mekanisme

tidak dipahami dengan jelas.

8. Penyebab Iatrogenik dari AUB harus dikelola berdasarkan obat yang

menyinggung dan / atau obat-obatan. Jika metode kontrasepsi tertentu yang diduga

sebagai penyebab AUB, metode alternatif dapat dipertimbangkan, seperti IUD

pelepas levonorgestrel, pil kontrasepsi oral kombinasi (dalam siklus bulanan atau

diperpanjang), atau progestin sistemik. Jika obat lain dicurigai dan tidak dapat

dihentikan, metode yang disebutkan di atas juga dapat membantu untuk

mengendalikan AUB. Terapi individu harus dirancang berdasarkan keinginan

reproduksi pasien dan komorbiditas medis.

9. Penyebab AUB yang tidak diklasifikasikan tidak termasuk entitas seperti

endometritis dan AVM. Endometritis dapat diobati dengan antibiotik dan AVM

dengan embolisasi.

2.3.7 Diagnosis Banding

Setiap perdarahan dari saluran genitourinarius atau saluran gastrointestinal

(saluran GI) dapat meniru pendarahan rahim yang abnormal. Karena itu, perdarahan

dari sumber lain cocok dengan diagnosis banding dan harus disingkirkan. Diagnosis

banding untuk perdarahan saluran genital berdasarkan lokasi atau sistem anatomi:

1. Vulva: Pertumbuhan jinak atau ganas

31
2. Vagina: Pertumbuhan jinak, infeksi menular seksual, vaginitis, keganasan,

trauma, benda asing

3. Serviks: Pertumbuhan jinak, infeksi menular seksual, keganasan

4. Saluran tuba dan ovarium: Penyakit radang panggul, keganasan

5. Saluran kemih: Infeksi, keganasan

6. Saluran pencernaan: Penyakit radang usus, sindrom Behçet

7. Komplikasi kehamilan: Aborsi spontan, kehamilan ektopik, plasenta previa

8. Uterus: Etiologi perdarahan yang timbul dari korpus uterus tercantum dalam

akronim PALM-COEIN

2.3.8 Prognosis

Prognosis untuk perdarahan uterus abnormal baik tetapi juga tergantung pada

etiologi. Tujuan utama evaluasi dan pengobatan PUA kronis adalah untuk

menyingkirkan kondisi serius seperti keganasan dan untuk meningkatkan kualitas

hidup pasien, dengan mengingat tujuan kesuburan saat ini dan di masa depan dan

kondisi medis komorbid lainnya yang dapat memengaruhi pengobatan atau gejala.

Prognosis juga berbeda berdasarkan perawatan medis versus bedah. Pengobatan

non-hormonal dengan obat antiinflamasi anti-fibrinolytic dan non-steroid telah terbukti

mengurangi kehilangan darah selama menstruasi hingga 50%.

2.3.9 Rekomendasi

32
American College of Obstetrics and Gynecology (ACOG) telah menerbitkan

ringkasan rekomendasi dan kesimpulan mengenai pendarahan uterus yang abnormal.

1. Rekomendasi Level A (Bukti Level I atau temuan yang konsisten dari berbagai

studi level II, III, atau IV):

a) Sonohisterografi lebih unggul dari USG transvaginal dalam mendeteksi lesi

intrakaviter, seperti polip atau leiomioma submukosa.

b) Semua remaja dengan perdarahan menstruasi berat dan orang dewasa dengan

riwayat skrining positif untuk gangguan perdarahan, tes laboratorium harus

dilakukan, termasuk CBC dengan trombosit, waktu protrombin, dan waktu

tromboplastin parsial; waktu perdarahan tidak sensitif atau spesifik dan tidak

diindikasikan.

2. Rekomendasi Level B (bukti dan temuan Level II, III, IV umumnya konsisten):

a) Pengujian untuk Chlamydia trachomatis harus dipertimbangkan pada pasien

dengan risiko tinggi infeksi.

b) Hipotiroidisme dan hipertiroidisme berhubungan dengan AUB. Skrining

untuk penyakit tiroid dengan TSH pada wanita dengan AUB masuk akal dan

murah.

3. Rekomendasi Level C (Bukti Level II, III, atau IV, tetapi temuan tidak konsisten):

a) Pengambilan sampel endometrium harus dilakukan pada pasien dengan AUB

yang lebih tua dari 45 tahun sebagai tes lini pertama.

b) ACOG mendukung adopsi sistem nomenklatur PALM-COEIN yang

dikembangkan oleh FIGO untuk membakukan terminologi yang digunakan

untuk menggambarkan AUB.

33
c) Beberapa ahli merekomendasikan USG transvaginal sebagai tes skrining awal

untuk AUB dan MRI sebagai lini kedua untuk digunakan ketika diagnosis

tidak meyakinkan, penggambaran lebih lanjut akan mempengaruhi

manajemen pasien, atau diduga ada mioma uterus yang hidup bersama.

d) MRI mungkin berguna untuk memandu pengobatan mioma, terutama ketika

uterus membesar, mengandung banyak mioma, atau pemetaan mioma yang

tepat adalah penting secara klinis. Namun, manfaat dan biaya harus ditimbang

ketika mempertimbangkan penggunaannya.

e) Perdarahan persisten dengan patologi jinak sebelumnya, seperti endometrium

proliferatif, biasanya memerlukan pengujian lebih lanjut untuk menyingkirkan

patologi endometrium nonfokal atau patologi struktural, seperti polip atau

leiomioma.

34
BAB III

KESIMPULAN

1. Perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah istilah luas yang menggambarkan

ketidakteraturan dalam siklus menstruasi yang melibatkan frekuensi, keteraturan,

durasi, dan volume aliran di luar kehamilan.

2. PUA merupakan alasan sering untuk rawat jalan dan kunjungan gawat darurat pada

wanita usia reproduksi.

3. FIGO memperkenalkan PALM-COEIN (polip, adenomiosis, leiomioma,

keganasan, koagulopati, disfungsi ovulasi, gangguan endometrium, iatrogenik, dan

belum diklasifikasikan) yang secara sistematis mendefinisikan etiologi yang paling

umum untuk PUA dengan penyebab struktural (PALM) dan nonstruktural

(COEIN) dari PUA.

4. Pengobatan perdarahan uterus yang abnormal tergantung pada beberapa faktor,

seperti etiologi AUB, keinginan kesuburan, stabilitas klinis pasien, dan

komorbiditas medis lainnya. Untuk perdarahan uterus abnormal akut, metode

hormonal adalah lini pertama dalam manajemen medis. Pada PUA kronis,

tatalaksana menyesuaikan dengan etiologi.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Davis E dan Sparzak PB. Abnormal Uterine Bleeding (Dysfunctional Uterine

Bleeding). NCBI Bookshelf. 2018

2. Marnach ML et al. Evaluation and Management of Abnormal Uterine Bleeding

Mayo Clin Proc. 2019;94(2):326-335

3. Bacon JL. Abnormal Uterine Bleeding: Current Classification and Clinical

Management. Obstet Gynecol Clin N Am 44 (2017) 179–193

4. Virtual Medical Center. Menstruation (period or menstrual cycle). Artikel online.

Diakses online pada tanggal 7 April 2019.

https://www.myvmc.com/anatomy/menstruation-period-or-menstrual-cycle/

5. Behera MA. Uterus Anatomy. Medscape, 2015. Diakses online tanggal 7 April 2019.

https://emedicine.medscape.com/article/1949215-overview#a2

6. Samsulhadi. 2014. Haid dan Siklusnya. Dalam: Ilmu Kandungan Edisi Ketiga.

Jakarta:EGC

7. Bourn Hall Clinic. The Menstrual Cycle, Hormones and Fertility Treatment. Online

Leaflet. Diakses online tanggal 7 April 2019.

https://www.bournhall.co.uk/wp-content/uploads/2017/03/the_menstrual_cycle_horm

ones_and-_fertility_treatment.pdf

8. Munro MG, Critchley HOD, Fraser IS., FIGO Menstrual Disorders Committee. The

two FIGO systems for normal and abnormal uterine bleeding symptoms and

classification of causes of abnormal uterine bleeding in the reproductive years: 2018

revisions. Int J Gynaecol Obstet. 2018 Dec;143(3):393-408.

36
9. American College of Obstetricians and Gynecologists. ACOG committee opinion

no. 557: Management of acute abnormal uterine bleeding in nonpregnant

reproductive-aged women. Obstet Gynecol. 2013 Apr;121(4):891-6.

37

Anda mungkin juga menyukai