Anda di halaman 1dari 15

ESSAI KULIAH

BLOK REPRODUKSI II

Gangguan Siklus Haid

Nama : Putu Shanti Ayudiana Budi

NIM : 019.06.0082

Kelas :A

Blok : Blok Reproduksi II

Dosen : dr. Agus Rusdhy Hariawan Hamid, SpOG (K), MARS

PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2021
Gangguan Siklus Haid

I. Pendahuluan

Latar Belakang

Haid merupakan suatu proses hasil remodeling jaringan profunda yang


terjadi setiap bulan pada perempuan usia reproduktif. Menstruasi juga dapat
diartikan sebagai perdarahan yang terjadi secara periodik dan siklik dari uterus
yang disertai deskuamasi dari endometrium. Panjang siklus menstruasi yang
normal dikatakan 28 hari, namun pada beberapa wanita panjangnya suatu siklus
dapat berbeda- beda. Siklus menstruasi sering tidak teratur pada masa
adolescence, khususnya dari interval pertama ke interval kedua. Berdasarkan
World Health Organization’s International dan studi multisenter yang
mempelajari 3037 perempuan, median panjangnya siklus pertama setelah
menarche sekitar 34 hari, dengan 38% siklus memanjang sampai 40 hari.
Menstruasi awal dicirikan oleh siklus anovulatory, tetapi frekuensi ovulasi
berhubungan dengan waktu semenjak menarche dan usia saat menarche.
Menarche yang awal, berhubungan dengan onset awal dari siklus ovulasi.

Gangguan pada siklus haid merupakan suatu proses yang dapat diartikan
dari berbagai aspek seperti gangguan terhadap siklus haid, frekuensi haid, ataupun
jumlah cairan yang keluar. Gangguan pada siklus haid juga sering menimbulkan
beberapa kasus seperti pendarahan. Perdarahan haid merupakan hasil interaksi
kompleks yang melibatkan sistem hormon dengan organ tubuh, yaitu hipotalamus,
hipofisis, ovarium, dan uterus serta faktor iain di luar organ reproduksi. Pada
pembahasan kali ini akan lebih lengkap membahas Pendarahan Uterus Abnormal
(PUA) sebab materi ini sangat penting untuk dipahami dengan tujuan memahami
konsep pembelajaran Ginekologi yang mengaitkan antara proses fisiologis haid
sampai dengan kondisi patologis yang menimbulkan gangguan pada siklus haid.

“Gangguan Siklus Haid” 2


II. Isi

Haid Normal

Haid normal adalah hasil akhir dari suatu siklus ovulasi. Siklus ovulasi
diawali dari pertumbuhan beberapa folikel antral pada awal siklus, diikuti ovulasi
dari satu folikel dominan, yang terjadi pada pertengahan siklus. Kurang Iebih 14
hari pascaovulasi, bila tidak terjadi pembuahan akan diikuti dengan haid. OvuIasi
yang terjadi teratur setiap bulan akan menghasilkan siklus haid yang teratur pula,
siklus ovulasi (ovulatory cycle), sedangkan siklus anovulasi adalah siklus haid
tanpa ovulasi sebelumnya. Prevalensi siklus anovulasi paling sering didapatkan
pada perempuan usia di bawah 20 tahun dan di atas usia 40 tahun. Sekitar 5 - 7
tahun pascamenarke, siklus haid relatif memanjang, kemudian perlahan panjang
siklus berkurang, menuju siklus yang teratur normal, memasuki masa reproduksi,
masa sekitar usia 20 - 40 tahun. Selama masa reproduksi secara umum, siklus haid
teratur dan tidak banyak mengalami perubahan. Variasi panjang siklus semakin
bertambah usia semakin menyempit, semakin mengecil variasi panjang siklusnya,
dan rerata panjang siklus pada usia 40 - 42 tahun mempunyai rentang variasi yang
paling sedikit (Anwar, Mochamad., dkk. 2011)

Berdasarkan gambaran dari hormone reproduksi pada haid yang abnormal


pasien akan mengalami menstruasi yang tidak teratur. Dilakukan juga
pemeriksaan kadar FSH, LH dan estradiol akan membantu mengidentifikasi

“Gangguan Siklus Haid” 3


etiologi disfungsi poros hypothalamus- hipofisis- gonad. FSH/ LH/ estradiol dapat
dinilai pada hari ke- 3 pada siklus menstruasi teratur atau kapan saja pada siklus
menstruasi yang tidak teratur. Peningkatan kadar FSH dan LH serta rendahnya
kadar estradiol serum sesuai dengan rendahnya cadangan ovarium atau kegagalan
ovarium primer. Sedangkan rendahnya kadar FSH dan LH sesuai dengan
disfungsi ovarium sekunder sebagai akibat dari gangguan pada hypothalamus atau
hipofisis (Anwar, Mochamad., dkk. 2011).

Kadar FSH dan LH tinggi dengan perkembangan karakteristik seks


sekunder di usia muda menunjukkan pubertas prekoks. Adapun rasio LH / FSH
lebih dari 2 : 1 atau 3 : 1 yang mungkin dapat membantu untuk diagnostic SOPK.
Kadar FSH dapat meningkat pada penggunaan simetidine, clomiphene, digitalis
dan levodopa yang menurun pada penggunaan kontrasepsi oral dan fenotiazin.
Apabila gejala virilisasi tidak ditemukan pada pasien dicurigai SOPK, kelebihan
androgen dapat diuji dengan mengukur kadar testosterone total dan bebas atau
free androgen index. Peningkatan kadar testosterone bebas adalah indikator yang
sensitive kelebihan androgen (Anwar, Mochamad., dkk. 2011).

Definisi Tradisional

Menurut definisinya secara tradisional masih digunakan istilah seperti


menoragia, metroragia, oligomenorea dan polimenora seperti gambar di bawah.

“Gangguan Siklus Haid” 4


(Affandi, Biran., dkk)

Etiologi

Berdasarkan etiologi adapun penyebab amenore primer adalah sebagai


berikut :

1. Tertundanya menarke (menstruasi pertama)


2. Kelainan bawaan pada sistem kelamin (misalnya tidak memiliki rahim
atau vagina, adanya sekat pada vagina, serviks yang sempit, lubang
pada selaput yang menutupi vagina terlalu sempit/himen imperforata)
3. Penurunan berat badan yang drastis (akibat kemiskinan, diet
berlebihan, anoreksia nervosa, bulimia, dan lain lain)
4. Kelainan bawaan pada sistem kelamin
5. Kelainan kromosom (misalnya sindroma Turner atau sindroma Swyer)
dimana sel hanya mengandung 1 kromosom X)
6. Obesitas yang ekstrim
7. Hipoglikemia

“Gangguan Siklus Haid” 5


Berdasarkan etiologi adapun penyebab amenore penyebab amenore
sekunder adalah sebagai berikut :

1. Kehamilan
2. Kecemasan akan kehamilan
3. Penurunan berat badan yang drastis
4. Olah raga yang berlebihan
5. Lemak tubuh kurang dari 15-17%
6. Mengkonsumsi hormon tambahan
7. Obesitas
8. Stres emosional

Pada tabel diketahui bahwa indikator seseorang mengalmai menstruasi


diyinjau dari siklus, frekuensi, durasi serta volume kehilangan darah perbulan.
Pada frekuensi kategori sering berarti batas menstruasi nya adalah >24 hari, pada
kategori normal batas menstruasinya adalah 21- 35 hari sedangkan pada kategori
jarang batas menstruasinya adalah >38 hari. Apabila sudah lebih dari 3 bulan
maka diperlukan intervensi lebih lanjut (Anwar, Mochamad., dkk. 2011).

“Gangguan Siklus Haid” 6


Definisi PUA (Pendarahan Uterus Abnormal)

Pendarahan uterus abnormal (PUA) merupakan nomenklatur baru yang


digunakan oleh POGI yang juga mendapatkan referensi Internasional sehingga
melahirkan perubahan- perubahan. PUA merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan semua kelainan haid baik secara jumlah ataupun waktunya. Pada
manifestasi klinisnya istilah ini dapat berupa pendarahan dalam jumlah yang
banyak atau sedikit serta siklus haid yang tidak beraturan atau mengalami
pemanjangan (Anwar, Mochamad., dkk. 2011).

Klasifikasi PUA (Pendarahan Uterus Abnormal)

(Affandi, Biran., dkk)

Berdasarkan klasifikasinya, Pendarahan Uterus Abnormal (PUA) dapat di


klasifikasikan menjadi tiga yaitu pertama pendarahan uterus abnormal akut yang
dapat di definisikan sebagai pendarahan haid yang banyak sehingga diperlukan
penanganan yang segera unutk mencegah pendarahan. Apabila pendarahan terus
berlangsung tidak berhenti maka diperlukan pengobatan. Kedua yaitu PUA kronik
merupakan pendarahan uterus abnormal yang berlangsung selama lebih dari tiga
bulan. Sedangkan klasifikasi ketiga yaitu pendarahan tengah (intermenstrual
bleeding) yang merupakan istilah pengganti dari metroragia yaitu pendarahan haid
yang terjadi antara dua siklus haid yang teratur, dapat terjadi kapan saja atau dapat
juga terjai di waktu yang sama setiap siklus (Benetti-Pinto, Cristina., et al. 2017).

“Gangguan Siklus Haid” 7


(Affandi, Biran., dkk)

Scheduled bleeding merupakan periode menstruasi yang berulang


sedangkan unscheduled bleeding merupakan pendarahan yang terjadi diluar dari
siklus menstruasi. Penggunaan kontrasepsi sangat berhubungan dengan siklus dan
frekuensi dari menstruasi (Benetti-Pinto, Cristina., et al. 2017).

Klasifikasi PUA Berdasarkan Penyebab Pendarahan

Kedua yaitu klasifikasi PUA berdasarkan penyebab pendarahan terdapat


Sembilan kategori utama yang diklasifikasikan oleh FIGO dan disusun
berdasarkan akronim “PALM-COEIN”. Kategori pertama yaitu PALM
merupakan kelompok kelainan struktur penyabab PUA sedangkan COEN
kelompok kelainan non structural. Klasifikasi pertama yaitu PALM yang terdiri
dari polip, adenomiosis, leiomioma dan malignancy and hyperplasia. Sedangkan
kategori kedua yaitu COEIN yang terdiri dari coagulopathy, ovulatory
dysfunction, endometrial, iatrogenic termasuk kontrasepsi dan not yet classified
yang belum mengalami klasifikasi (Benetti-Pinto, Cristina., et al. 2017).

Pertama yaitu Polip (PUA-P) merupakan pertumbuhan dinding


endometrium yang berlebih atau bersifat ganda atau dapat juga tunggal. Polip

“Gangguan Siklus Haid” 8


endometrium dapat dilihat dengan cara USG selain pemerikaan ginekologi. Harus
selalu dilakukan pemeriksaan ginekologi untuk melihat secara general. Kedua
yaitu adenomiosis yaitu invasi endometrium ke dalam lapisan miometrium yang
menyebabkan terjadinya pembesaran pada uterus, difus, serta secara mikroskopik
terlihat sebagai endometrium ektopik, non neoplastik, kelenjar endometrium dan
stroma yang dikelilingi oleh jaringan miometrium yang mengalami hipertrofi dan
hyperplasia. Ketiga yaitu leiomioma uteri (PUA-L) merupakan suatu tumor jinak
fibromuskular pada permukaan myometrium. Berdasarkan lokasi, leimioma uteri
dapat di klsifikasikan menjadi tiga yaitu submukosum yang paling dekat dengan
endometrium, intramural di tengah- tengah endometrium serta subserosum
merupakan bagian yang terletak paling luar yang menonjol kearah cavum
abdomen. Keempat yaitu malignancy and hyperplasia (PUA-M) merupakan
keabnormalan pada pertumbuhan kelenjar endometrium yang dapat dikategorikan
sebagai hiperplasi endometrium simpleks non atipik dan atipik serta hyperplasia
endometrium kompleks non atipik dan atipik (Affandi, Biran., dkk).

Selanjutnya klasifikasi non- structural pertama yaitu coagulopathy (PUA-C)


merupakan istilah untuk kelainan hemostasis sistemik yang menjadi penyebab
dari PUA. Kedua yaitu ovulatory dysfunction (PUA-O) merupakan suatu
kegagalan dari ovulasi sehingga menyebabkan ketidakseimbangan hormonal dan
terjadinya pendarahan uterus abnormal. Ketiga yaitu endometrial (PUA-E)
merupakan pendarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan
siklus haid normal namun terdapat gangguan hemostasis local pada endometrium.
Selanjutnya yaitu iatrogenic (PUA-I) merupakan pendarahan uterus yang
berhubungan dengan penggunaan obat- obatan hormonal seperti estrogen dan
progestin ataupun non-hormonal seperti obat- obat antikoagulan atau AKDR. Dan
terakhir yaitu PUA-N atau not yet classified merupakan kategori untuk penyebab
lain yang sulit untuk dimasukkan ke dalam klasifikasi seperti endometritis kronik
atau malformasi arteri- vena (Affandi, Biran., dkk).

“Gangguan Siklus Haid” 9


Pendarahan Sela (Breakthrough Bleeding)

merupakan pendarahan yang terjadi secara terus menerus pada lapisan


endomterium yang tidak dapat dideteksi penyebabnya. Pendarahan jenis ini dapat
di klasifikasikan menjadi dua yaitu progestron breaktrough bleeding dan estrogen
breaktrough bleeding. Pertama yaitu progesterone breaktrough bleeding
merupakan pendarahan bercak ketika rasio kadar progesterone dengan estrogen
tinggi, sedangkan estrogen breaktrough bleeding merupakan pendarahan akibat
dari paparan estrogen terus menerus (Affandi, Biran., dkk).

Pendarahan Lecut/ Withdrawal Bleeding

Secara patofisiologi pendarahan lucut atau withdrawal bleeding merupakan


suatu keadaan terjadinya pendarahan menstruasi normal pada akhir dari siklus
yang berovulasi akibat turunnya kadar horomon estrogen dan progesterone karena
korpus luteum yang mengalami degenerasi (estrogen- progesterone withdrawal).
Mekanisme demikian dapat terjadi pula ketika korpus luteum diangkat saat
tindakan bedah atau ketika adanya gangguan pada hormone gonadotropin di fase
luteal. Kejadian pendarahan yang mengikuti penghentian pemberian estrogen dan
progestin pada terapi hormone pascamenopause yang diberikan secara siklik dan
pendarahan yang terjadi pada akhir siklus PKK dapat juga dikategorikan sebagai
pendarahan lucut (Davis, Emily., B. Paul., Sparzak. 2020).

Pendarahan Sela Progesteron

Pendarahan lucut progesterone merupakan suatu pendarahan yang


disebabkan oleh penurunan kadar hormone progesterone yang dapat terjadi saat
pemberian progesterone dihentikan. Pendarahan lucut progesterone umumnya
hanya terjadi jika lapisan endometrium sebelumnya terpapar dengan hormone
estrogen baik berasal dari endogen atau eksogen terlebih dahulu (Davis, Emily.,
B. Paul., Sparzak. 2020).

“Gangguan Siklus Haid” 10


Pendarahan Sela Estrogen

Pendarahan sela estrogen (estrogen withdrawal) sebelum terjadi ovulasi


(fase folikular). Adapun contoh klinis nya adalah pendarahan yang terjadi pasca
tindakan ooforektomi bilateral pada fase folikular (Affandi, Biran., dkk).

Diagnosis

“Gangguan Siklus Haid” 11


Apabila menemukan gangguan siklus haid maka tetap melakukan
pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menilai stabilitas hemodinamik, tekanan
darah, denyut nadi. Serta pemeriksaan IMT angat diperlukan karena lemak
mengikat jaringan tubuh sehingga akan rentan unutk mengalami polikstik
ovarium, oligomenorae. Perlu juga dilakukan pemeriksaan tanda hiperandrogen,
pembesaran kelenjar tiroid dan galaktorea serta pemeriksaan gangguan lapang
pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa serta perlunya
untuk pemeriksaan fisik dengan tujuan menyingkirkan kehamilan karena seseorng
yang mengalami gangguan siklus haid saat kehamilan rentan untuk mengalami
abortus (Affandi, Biran., dkk).

Pemeriksaan ginekologi harus dilakukan dengan teliti pada gangguan siklus


haid minimal melakukan konseling awal untuk melihat kondisi vagina, torsio serta
apakah terdapa perlukaan atau torsio pada vagina dan organ dalam genetalia.
Misalnya pada polip akan terlihat adanya hyperplasia yang nantinya akan
mengarahkan pada diagnosis karsinoma atau adenoma. Perlunya pemeriksaan
speculum apabila terdapat pendarahan. Diperlukan juga pemeriksaan pap smear
untuk mendeteksi apakah adanya kanker serviks. Diperlukan juga ketelitian dalam
pemakaian kontrasepsi yang benar dan konsisten. Pemeriksaan laboratorium
digunakan untuk melihat perkiraan kehilangan darah yang terjadi selama
menstruasi (Affandi, Biran., dkk).

“Gangguan Siklus Haid” 12


(Affandi, Biran., dkk)

“Gangguan Siklus Haid” 13


Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan


hemodinamik akibat perdarahan uterus abnormal. Bila kondisi stabil selanjutnya
pemeriksaan umum ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kelainan yang
menjadi sebab perdarahan. Periksa tanda hiperandrogen, menilai indeks massa
tubuh, galaktorea, gangguan lapang pandang yang mungkin suatu sebab adeno-
hipofisis, ikterus, hepatomegali, dan takikardia Pemeriksaan ginekologi dilakukan
untuk menyingkirkan kelainan organik yang dapat menyebabkan perdarahan
uterus abnormal, misalnya mioma uteri, polip serviks, ulkus, trauma, erosi, tumor,
atau keganasan. Seringkali evaluasi untuk menentukan diagnosis tumpang tindih
dengan penanganan yang dilakukan pada perdarahan utems abnormal (Affandi,
Biran., dkk).

III. Penutup

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari materi diatas maka dapat disimpulkan


bahwa gangguan siklus haid merupakan suatu kondisi yang terjadi akibat
keabnormalan berdasarkan siklus, frekuensi beserta jumlah cairan pada saat haid.
Gangguan siklus haid harus segera diatasi sejak dini hal ini memerlukan upaya
yang tepat dalam hal preventif, kuratif dan rehabilitatifnya. Oleh karena itu
nantinya diharapkan gangguan ini dapat segera ditangani berdasarkan asal
etiologinya karena diagnosis beserta penatalaksanaan sangat bergantung pada
etiologi, hasil anamnesis dan hasil pemeriksaan baik itu pemeriksaan fisik
maupun pemeriksaan penunjang.

“Gangguan Siklus Haid” 14


DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Biran., dkk. Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal


karena Efek Samping Kontrasepsi. Himpunan Endokrinologi Reproduksi
dan Fertilitas Indonesia (HIFERI) Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
(POGI)

Anwar, Mochamad., dkk. 2011. Ilmu Kandungan. PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. Ed. 3. Cet. 1. ISBN 978-97 9 -8150-28-9

Benetti-Pinto, Cristina., et al. 2017. Abnormal Uterine Bleeding Sangramento


uterino anormal. Review Article.
https://www.scielo.br/j/rbgo/a/tysBfKQtwPhzQJRnLQ4GryQ/?
format=pdf&lang=en (Diunduh pada tanggal 21 Juni 2021)

Davis, Emily., B. Paul., Sparzak. 2020. Abnormal Uterine Bleeding.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532913/ (Diunduh pada tanggal
21 Juni 2021)

“Gangguan Siklus Haid” 15

Anda mungkin juga menyukai