Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION LBM 3


BLOK SISTEM DIGESTIF II
“NYERI PERUT”

OLEH :

Putu Shanti Ayudiana Budi

019.06.0082

Kelompok 3/ Kelas A

Tutor : dr. Shinta Wulandari, S.Ked

PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya dan dengan kemampuan yang kami miliki, penyusunan makalah SGD
(Small Group Discussion) LBM 3 yang, berjudul “NYERI PERUT” dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas mengenai hasil SGD lembar belajar mahasiswa
(LBM) 3 yang berjudul “NYERI PERUT” meliputi seven jumps step yang dibagi
menjadi dua sesi diskusi. Penyusunan makalah ini tidak akan berjalan lancar tanpa
bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam kesempatan ini kami
mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Shinta Wulandari, S.Ked sebagai dosen fasilitator SGD 3 yang
senantiasa memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan
SGD.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi kami
dalam berdiskusi.
3. Keluarga yang kami cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman kami yang terbatas untuk
menyusun makalah ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 11 Agustus 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2


DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
1.1 Skenario .................................................................................................... 4

1.3 Deskripsi Masalah .................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 7


2.1 Pembahasan Keluhan Pasien ......................................................................... 7

2.2 Anatomi Klinis dan Siklus Hepatobilier .......... Error! Bookmark not defined.

2.3 Pembahasan Diagnosis Banding .................. Error! Bookmark not defined.


2.3.1 Kolelithiasis / Batu Empedu ................................................................... 9

2.3.2 Koledokolithiasis ....................................... Error! Bookmark not defined.

2.3.3 Kolesistitis Akut ................................................................................... 13

2.3.4 Kolangitis .............................................................................................. 16

2.3.5 Hepatitis A Virus Akut .............................. Error! Bookmark not defined.

2.3.6 Hepatitis B Virus Akut ......................................................................... 17

2.3.7 Pankreatitis Akut........................................ Error! Bookmark not defined.

2.4 Penentuan Dx ......................................................................................... 17

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 23


3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 24


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario

NYERI PERUT
Sesi I
Seorang perempuan, Ny. Y, 50 tahun datang ke IGD RS B dengan keluhan
nyeri perut kanan atas yang semakin berat sejak 1 hari yang lalu. Nyeri dirasakan
hilang timbul dan tidak menjalar. Keluhan tersebut juga disertai dengan mual dan
muntah. Pasien juga mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi. Nafsu makan
berkurang. Pasien mengeluh BAK berwarna kuning pekat seperti air teh dan BAB
seperti dempul. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran CM, tampak sakit
sedang, TD = 120/80 mmHg, nadi: 100x, RR: 20x, suhu: 38°C sklera ikterik, dan
hepar dan lien tidak teraba.

Jika Anda menjadi dokter yg memeriksa, apa saja pemeriksaan dan


tatalaksana yang Anda lakukan ?

Sesi II
Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan inspeksi abdomen : warna kulit
ikterik, tidak ada jaringan parut, tidak ada striae, tidak ada pelebaran pembuluh
darah vena, bentuk abdomen tampak rata, tidak ada benjolan local, gerakan
dinding abdomen normal. Auskultasi abdomen: Frekuensi terdengar normal 4 kali
permenit. Palpasi abdomen : Tidak teraba massa, saat dilakukan penekanan
sambil meminta pasien untuk menahan napas pada regio subcostal kanan, pasien
merasakan nyeri. Pada pemeriksaan tekan pada region kanan bawah abdomen,
pasien tidak merasakan nyeri. Perkusi abdomen : Hepar dan lien tidak teraba
membesar. Nyeri ketok CVA -/-.
1.2 Data Kasus
Data Dasar

a. Data subyektif

Pada anamnesis didapatkan data yaitu pasien mengeluhkan nyeri perut


kanan atas yang semakin berat sejak 1 hari yang lalu. Nyeri dirasakan hilang
timbul dan tidak menjalar. Keluhan tersebut juga disertai dengan mual dan
muntah. Pasien juga mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi. Nafsu makan
berkurang. Pasien mengeluh BAK berwarna kuning pekat seperti air teh dan BAB
seperti dempul.

b. Data obyektif

Pada pemeriksaan didapatkan sebagai berikut :

Tekanan Darah : 120/80 mmHg


Nadi : 100x
Respiration rate : 20x
Suhu : 380C
Pitting edema : (+)

1.3 Deskripsi Masalah

Berdasarkan hasil diskusi maka kelompok kami merumuskan beberapa


permasalahan yang penting untuk dikaji dan di diskusikan bersama untuk
menduga suatu diagnosis yang diambil dari keluhan pasien diantaranya yaitu
hubungan keluhan utama berupa nyeri perut kanan atas dengan BAB dempul serta
BAK berwarna seperti teh pekat. Permasalahan selanjutnya yaitu penjelasan
mengenai nyeri hilang timbul yang tidak menjalar, penyebab demam yang tidak
terlalu tinggi pada pasien. Selanjutnya dibahas juga mengenai keterangan
pemeriksaan fisik meliputi saat inspeksi ditemukan warna kulit ikterik, tidak ada
jaringan parut, tidak ada striae, tidak ada pelebaran pembuluh darah vena, bentuk
abdomen tampak rata, tidak ada benjolan local, gerakan dinding abdomen normal.
Saat di palpasi ditemukan tidak teraba massa, saat dilakukan penekanan sambil
meminta pasien untuk menahan napas pada regio subcostal kanan, pasien
merasakan nyeri. Pada pemeriksaan tekan pada region kanan bawah abdomen,
pasien tidak merasakan nyeri. Hepar dan lien tidak teraba membesar. Nyeri ketok
CVA -/-. Serta pada auskultasi frekuensi terdengar normal 4 kali permenit.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan Keluhan Pasien


Berdasarkan skenario diketahui bahwa pasien seorang perempuan
mengeluhkan nyeri perut kanan atas yang semakin berat sejak 1 hari yang lalu.
Nyeri dirasakan hilang timbul dan tidak menjalar. Keluhan tersebut juga disertai
dengan mual dan muntah. Nyeri yang dialami pasien merupakan nyeri kolik
dimana nyeri kolik merupakan nyeri visceral akibat spasme otot polos organ
berongga dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut.
Nyeri Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga dan
biasanya disebabkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus,
batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intraluminar). Nyeri ini timbul
karena hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran. Karena kontraksi ini
berjeda, kolik dirasakan hilang timbul. batu empedu, dan peningkatan
intraluminer.

Pasien juga mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi. Nafsu makan
berkurang hal ini bisa saja disebabkan karena berbagai factor seperti adanya
obstruksi karena pembentukan batu. Pasien mengeluh BAK berwarna kuning
pekat seperti air teh dan BAB seperti dempul. Dari keluhan pasien menunjukkan
pasien mengalami ikterus. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau
jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kekuningan karena pewarnaan
oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin
dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hema, biasanya sebagai akibat
metabolisme sel darah merah. Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis
jaune yang berarti kuning. lkterus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang
dengan melihat sklera mata. lkterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada
sklera mata, konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2- 2,5 mmg/dL. Jika
ikterus sudah jelas dapat terlihat dengan nyata maka bilirubin mungkin
sebenarnya sudah mencapai angka 7 mg/dL.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :


- Kesadaran : Compos Mentis, tampak sakit sedang
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 100x
- RR : 20x
- Suhu : 38°C
- Sklera : ikterik
- Hepar dan lien : tidak teraba.
Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan :
- Inspeksi abdomen : warna kulit ikterik, tidak ada jaringan
parut, tidak ada striae, tidak ada pelebaran pembuluh darah vena,
bentuk abdomen tampak rata, tidak ada benjolan local, gerakan
dinding abdomen normal.
- Auskultasi abdomen : Frekuensi terdengar normal 4 kali permenit
- Palpasi abdomen : Tidak teraba massa, saat dilakukan
penekanan sambil meminta pasien untuk menahan napas pada regio
subcostal kanan, pasien merasakan nyeri. Pada pemeriksaan tekan
pada region kanan bawah abdomen, pasien tidak merasakan nyeri
- Perkusi abdomen : Hepar dan lien tidak teraba membesar
- Nyeri ketok CVA : -/-

2.2 Nyeri Kolik


Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan dalam dua penyebab antara
lain yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan penyebab yang
berhubungan dengan psikis. Secara fisik contohnya nyeri yang disebabkan
trauma (baik terauma mekanik, termis kimiawi, maupun elektrik),
neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah dan lain-lain. Secara
psikis, penyebabnya dapat terjadi karena adanya trauma psikologis. Nyeri
yang disebabkan oleh factor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan
bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis dan
pengaruhnya terhadap fisik, yang biasa disebut dengan istilah
psikosomatik. Nyeri karena faktor ini disebut pula dengan psychogenic
pain. Sedangkan penyebab nyeri kolik biasanya cepat diketahui misalnya,
makan terlalu kenyang, makanan yang terlalu banyak asam, pedas, dan
kebanyakan minum minuman beralkohol. Nyeri kolik juga dapat terjadi
karena diare atau sembelit. Banyak wanita yang mengalami nyeri pada
daerah pinggul dan perut bagian bawah pada waktu haid. Nyeri dapat
terjadi sebelum atau selama haid, atau pada saat ovulasi. Kadang kadang
rasa nyeri ini disebabkan oleh gangguan pada alat kandungan seperti
endometriosis (terlepasnya sebagian dinding dalam rahim dan tumbuh
pada bagian lain di rongga perut) (Sjamsuhidajat, 2010).

2.3 Pembahasan Diagnosis Banding

2.3.1 Kolelithiasis / Batu Empedu


Definisi

Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik ftilier. Keluhan ini
didefinisikan sebagai nyeri di perut atas hedangsung lebih dari 30 menit dan
kurang dari 12 jam. Siasanya lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi tisa
juga di kiri dan prekordial. lstilah kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu
empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam duktus
koledokus, atau pada kedua-duanya. Apabila batu kandung empedu ini berpindah
ke dalam saluran empedu ekstrahepatik, disebut batu saluran empedu sekunder
atau koledokolitiasis sekunder. Kebanyakan batu duktus koledokus
(koledokolitiasis) berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang
terbentuk primer di saluran empedu ekstrahepatik maupun intrahepatik. Batu
primer saluran empedu, harus memenuhi kriteria sebagai berikut : ada massa
asimtomatik secelah kolesistektomi, morfologik cocok dengan batu empedu
primer, tidak ada striktur pada duktus koledokus atau tidak ada sisa duktus
sistikus yang panjang (Aru W. Sudoyo, dkk. 2016).

Diagnosis

Dengan ultrasonografi juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang


menebal karena fibrosis atau edema karena peradangan maupun sebab lain. Batu
yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena
terhalang udara di dalam usus. Dengan ultrasonografi, lumpur empedu dapat
diketahui karena betgerak sesuai dengan gaya gravitasi. Dengan ultrasonografi,
punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang gangren lebih
jelas daripada dengan palpasi biasa. Foto polos perut biasanya tidak memberikan
gambaran yang khas karena hanya sekitar 10- 15% batu kandung empedu yang
bersifat radioopak. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatica (Aru W. Sudoyo, dkk. 2016).
Apabila ada sindrom Mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin
serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu, dinding yang edema di
daerah kantong Hartmann, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan
tersebut. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di
dalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar
amilase serum biasanya meningkat sedang setiap kali ada serangan akut.

2.3.2 Hepatitis Akut


Definisi

Hepatitis akut adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan


berbagai kondisi yang ditandai dengan peradangan akut parenkim hati atau cedera
pada hepatosit yang mengakibatkan peningkatan indeks fungsi hati. Secara umum,
hepatitis diklasifikasikan sebagai akut atau kronis berdasarkan durasi peradangan
dan kerusakan parenkim hati. Jika periode peradangan atau cedera hepatoseluler
berlangsung kurang dari enam bulan, ditandai dengan normalisasi tes fungsi hati,
itu disebut hepatitis akut. Sebaliknya, jika peradangan atau cedera hepatoseluler
berlangsung lebih dari enam bulan, itu disebut hepatitis kronis. Penyebab infeksi
hepatitis akut yang paling umum adalah sekunder dari infeksi virus (hepatitis
virus akut).
Etiologi

Peradangan hati akut dapat disebabkan oleh banyak penyebab infeksi dan
noninfeksi, yang penyebab paling umum adalah sekunder dari infeksi virus atau
cedera hati yang diinduksi obat. Di bawah ini adalah daftar penyebab umum
hepatitis akut dan gagal hati akut. Virus hepatitis A (HAV) biasanya ditularkan
melalui kontaminasi air dan makanan oleh kotoran orang yang
terinfeksi. Kebersihan pribadi yang buruk merupakan faktor risiko. Virus hepatitis
B (HBV) unik karena dapat ditularkan secara vertikal. Cara penularan lainnya
termasuk kontak seksual melalui air mani dan cairan vagina, melalui darah
melalui penggunaan narkoba suntikan atau praktik medis yang tidak aman, dan
bahkan melalui kontak orang-ke-orang yang dekat.Virus hepatitis C (HCV) adalah
efek samping utama yang terkait dengan transfusi darah sebelum karakterisasi dan
pengembangan protokol skrining darah. Cara utama penularan saat ini adalah
melalui penggunaan narkoba (intravena atau intranasal), suntikan layanan
kesehatan yang terkontaminasi, dan melalui kontak seksual. Penularan terkait
transfusi masih terjadi di negara-negara miskin sumber daya. Virus hepatitis D
(HDV) mirip dengan HBV dan HCV karena terutama ditularkan melalui darah
atau kontak seksual. Namun, HDV unik di antara virus lain karena membutuhkan
antigen permukaan HBV (HBsAg) untuk bereplikasi dan bergantung
padanya. Virus hepatitis E (HEV) juga paling sering ditularkan melalui
kontaminasi air dan makanan, dan lebih jarang melalui rute zoonosis atau melalui
transfusi.
Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Pasien mungkin melaporkan demam, anoreksia, malaise, mual, muntah, rasa


penuh atau nyeri kuadran kanan atas, ikterus, urin gelap, dan tinja pucat. Beberapa
pasien tidak menunjukkan gejala, sementara yang lain mungkin datang dengan
gagal hati fulminan. Pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan scleral icterus atau
ikterus, hepatomegali, dan nyeri tekan kuadran kanan atas. Pemeriksaan
laboratorium biasanya menunjukkan peningkatan aminotransferase dan
peningkatan bilirubin. Hepatitis akut biasanya muncul dengan tingkat
aminotransferase yang diukur dalam 1000-an. Hepatitis kronis bervariasi dalam
presentasi dengan tingkat aminotransferase biasanya meningkat menjadi tidak
lebih dari 2 kali sampai 10 kali batas atas normal. Enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA) dan polymerase chain reaction (PCR) digunakan dalam diagnosis
hepatitis virus akut dan kronis.

- HAV: Antibodi IgM adalah diagnostik untuk infeksi akut. IgG positif
tetapi IgM negatif menunjukkan paparan masa lalu.
- HBV: Infeksi akut ditandai dengan adanya antigen permukaan,
antibodi inti IgM, antigen amplop, dan viral load. Namun, ada juga
"periode jendela" di mana antigen permukaan menghilang sebelum
munculnya antibodi IgG terhadap antigen permukaan. Infeksi HBV
kronis ditandai dengan adanya antigen permukaan selama lebih dari 6
bulan, antibodi inti IgG, dan DNA HBV, ditambah tidak adanya
antibodi permukaan.

- HCV: Infeksi akut ditandai dengan adanya RNA HCV dengan atau
tanpa adanya antibodi IgM. Infeksi kronis ditandai dengan adanya
RNA HCA dengan adanya antibodi IgG. Jika pasien sembuh dari
infeksi, hasilnya tidak akan menunjukkan RNA HCV yang terdeteksi,
dengan atau tanpa adanya antibodi HCV.

- HDV: Antibodi menunjukkan paparan virus sementara viral load


digunakan untuk mendeteksi infeksi saat ini.

- HEV: IgM merupakan indikasi infeksi akut, seperti antigen HEV dan
viral load RNA. Viral load RNA juga digunakan untuk mengevaluasi
respons terhadap terapi anti-virus. IgG mengkonfirmasi kemanjuran
vaksin atau perlindungan alami.

2.3.3 Kolesistitis Akut


Definisi

Radang kandung empedu (kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut


dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri
tekan, dan demam. Hampir semua kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus
sistikus oleh batu yang terjebak di dalam kantong Hartmann (Sjamsuhidajat, de
Jong. 2014).
Etiologi

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis adalah stasis


cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab
utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus
sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus
timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Magaimana stasis
di duktus sistikus dapat menyebabkan holesistitis akut, masih belum jelas
(Sjamsuhidajat, de Jong. 2014).

Manifestasi Klinis

Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut
di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh.
Kadang- kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat
berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat
bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan
gangren atau perforasi kandung empedu. Pada pemeriksaan fisis teraba masa
kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda- tanda peritonitis lokal (tanda
Murphy). lkterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin
<4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di
saluran empedu ekstra hepatik. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya
leukositosis serta kemungkinan peninggian serum transaminase dan fosfatase
alkali. Akan terjadi stasis bilier, pembengkakan, radang akut, yang dapat berlanjut
menjadi empiema dan perforasi kandung empedu. Keluhan utama ialah nyeri akut
di perut kuadran kanan atas, yang kadang- kadang menjalar ke belakang di daerah
skapula. Biasanya ditemukan riwayat serangan kolik dimasa lalu, yang pada
mulanya sulit dibedakan dengan nyeri kolik yang sekarang. Gejala yang khas
adalah rangsangan peritonitis lokal yaitu ketika inspirasi dalam, penderita merasa
nyeri pada hipokondrium kanan sehingga berhenti menarik napas (tanda Murphy)
(Sjamsuhidajat, de Jong. 2014).
Diagnosis

Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesisititis


akut. Hanya pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus
pandang (radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak.
Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila
ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat
bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung
empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan
USG mencapai 90-95%. Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat
radioaktif HIDA. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran
kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat
menyokong kolesistitis akut. Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitif dan
mahal tapi mampu memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil
yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG. Kadang kandung empedu
yang membesar dapat diraba. Pada separuh penderita, nyeri disertai mual dan
muntah. lkterus yang ringan agak jarang ditemukan. Suhu badan sekitar 38°C
(Price, Sylvia., Wilson Lorraine. 2005).

Pada pemeriksaan laboratorium, jumlah leukosit dapat meningkat atau


dalam batas normal. Apabila jumlah leukosit melebihi 15 .000, harus dicurigai
komplikasi yang lebih berat. Terdapat juga kenaikan protein reaktif C. Kadar
bilirubin meningkat sedang, mungkin karena sindrom Mirizzi atau penjalaran
radang ke duktus koledokus. Fosfatase alkali sering mengalami kenaikan sedang,
demikian juga kadar amilase darah. Pada sindrom Mirizzi, ikterus obstruktif
disebabkan tekanan pada duktus koledokus oleh batu di dalam kandung empedu.
Ultrasonografi menunjukkan gambaran batu dengan tanda radang akut kandung
empedu yaitu penebalan dinding >5mm, kandung empedu melebar, edema
subserosa (dinding ganda), gambaran lumpur empedu yang pekat dan cairan di
sekitar kandung empedu jika celah terjadi abses perikolesistitis (Price, Sylvia.,
Wilson Lorraine. 2005).
2.3.4 Kolangitis
Definisi

Kuman dapat memasuki saluran empedu dari saluran cerna melalui papila
Yater, dari hepar, atau dari aliran darah. Kolangitis terjadi bila ada obstruksi
saluluran empedu dan cukup banyak kuman dalam saluran empedu
(Sjamsuhidajat, de Jong. 2014).

Etiologi

Kuman penyebab kolangitis biasanya kuman Gram negatif, khususnya


Escheriichia coli. Bila terjadi kenaikan tekanan melebihi 200 mmH2 di saluran
empedu dari normalnya 70- 140 mmH2O di saluran empedu kuman dapat keluar
dari saluran empedu dan masuk sistem limfatik atau vena hepatika, sehingga
terjadi bakteriemia (Sjamsuhidajat, de Jong. 2014).

Manifestasi Klinis

Gejala yang terjadi adalah tanda radang clan tanda penyumbatan saluran
empedu atau disebut kolestasis. Dikenal trias Charcot yaitu nyeri abdomen,
ikterus, dan demam disertai menggigil. Bila keadaan ini memburuk akan terjadi
gangguan kesadaran dan hipotensi yang disebut sebagai Pentad Reynolds
(Sjamsuhidajat, de Jong. 2014)

(Sjamsuhidajat, de Jong. 2014)

Manifestasi Klinis

Gejala prodromal hepatitis akut adalah lemas, cepat lelah, anoreksia,


muntah, rasa tidak nyaman pada abdomen, diare, dan pada stadium lanjutan dan
tidak umum, dapat dijumpai demam, sakit kepala, artralgia, dan mialgia. Gejala
prodromal blasanya hilang seiring dengan munculnya ikterus (Price, Sylvia.,
Wilson Lorraine. 2005)

2.3.5 Hepatoma
Definisi

Karsinoma hepatoseluler merupakan tumor ganas hati primer yang berasal


dari hepatosit. Secara maksroskopis karsinoma hepatoseluler biasanya berwarna
putih, padat, kadang nekrotik kehijauan atau hemoragik. Sering ditemukan
thrombus tumor di dalam vena hepatica atau porta intra hepatic.

Etiologi

Infeksi kronik virus hepatitis B , virus hepatitis C dan sirosis hati adalah
faktor risiko utama KHS di Indonesia.R isiko juga dipengaruhi oleh ras, usia, dan
jenis kelamin. Baik kasus-kontrol maupun studi kohort menunjukan hubungan
yang kuat antara tingkat carrier hepatitis B kronis dan peningkatan kejadian KHS.

Manifestasi Klinis

Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri atau perasaan tak nyaman
di kuadran kanan-atas abdomen. Pasien dengan sirosis hati cenderung memiliki
toleransi yang rendah terhadap infiltasi sel ganas dalam hati sehingga muncul
tanda-tanda spesifik dan gejala dekompensasi hati seperti ensefalopati, icterus,
dan edema tubuh.

2.3 Penentuan Dx
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pasien di
skenario memiliki diagnosis “Kolangitis Akut”. Hal ini ditentukan berdasarkan
pembahasan di scenario dan dijabarkan pada tabel dibawah :
Kolelithiasis Kolesistitis Kolangitis Hepatitis Hepatoma
akut Akut
Nyeri + + + + +
perut
kanan
atas
Nyeri + + + +/- -
hilang
timbul
dan tidak
menjalar
Mual +/- + + + +
muntah
Demam - + - + -
low grade (high
grade)
Nafsu +/- +/- +/- + +/-
makan
berkurang
BAB + + + +/- +/-
dempul
BAK + + + +/- +/-
pekat
seperti teh
RR, Nadi, + + + + +
TD
normal
(Inspeksi) +/- +/- + + +/-
Sklera
dan
warna
kulit
ikterik
Hepar - - - +/- +/-
dan lien
tidak
teraba
(Palpasi) - + + - -
Murphy
Sign (+)
Nyeri - - - - -
ketok
CVA

Berdasarkan tabel diatas sebenarnya dugaan mengarah kepada kolestesitis


dan kolangitis berdasarkan manifestasi klinis yaitu Trias Charcoat. Namun disini
kelompok kami lebih memilih diagnosis kolangitis karena berdasarkan
manifestasi klinisnya di kolesistitis tidak didapatkan adanya ikterik sehingga
kelompok kami lebih cenderung terhadap diagnosis “Kolangitis Akut”. Tokyo
Guidelines 2013 (TG 13) merumuskan diagnosis kolangitis berdasarkan adanya
tiga kriteria yaitu tanda inflamasi sistemik, kolestasis, dan pencitraan.
Pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan pelebaran saluran empedu
ekstrahepatik dan intrahepatik. Kantong empedu menunjukkan adanya batu
empedu dan sering terjadi kontraksi karena radang yang kronis.

Epidemiologi

Di Asia Timur dan Pasifik, penyakit parasit hati ( Clonorchis sinensis) clan
askaris menyebabkan kolangitis sekunder.

Penatalaksanaan

Resusitasi cairan intravena dan antibiotik parenteral diberikan sebagai cata


laksana awal kolangitis akut. Bila keadaan membaik, terapi definitive dilakukan
serelah masa akut reda. Urgent drainage ( <24 jam) dilakukan pada kolangitis akut
berat (tingkat III) dan drainase dini (48 jam) pada kolangitis akut sedang atau
ringan. Drainase dilakukan dengan ERCP, drainase naso-bilier, atau lewat PTBD
(percutaneous transhepatic biliary-drainage). Setelah keadaan klinis membaik,
barn dilakukan terapi definitif. Semua tindakan ini bergantung pada fasilitas
rumah sakit maupun kemampuan tenaga ahli.

Prognosis

Pada pasien dengan kasus kolangitis akut ringan, 80-90% pasien merespon
terapi medis dan memiliki prognosis yang baik. Individu yang datang dengan
tanda-tanda awal kegagalan organ multipel seperti perubahan status mental, gagal
ginjal, ketidakstabilan hemodinamik, dan mereka yang tidak menanggapi
manajemen konservatif dan pengobatan antibiotik harus menjalani drainase bilier
darurat. Drainase bilier dini mengarah pada perbaikan klinis yang lebih cepat dan
penurunan mortalitas.

Komplikasi

Kolangitis akut dapat berkisar dalam tingkat keparahan dari penyakit ringan
hingga gagal hati atau multiorgan. Komplikasi berikut terkait dengan kolangitis :

- Abses hati

- Kolesistitis akut

- Trombosis vena portal

- Pankreatitis bilier akut

- Gagal hati

- Gagal ginjal akut

- Bakteremia atau septikemia

- Kegagalan organ multipel


KIE

Pasien harus dididik tentang faktor risiko kolangitis akut dan disarankan
untuk mengurangi faktor yang dapat dimodifikasi dengan diet rendah lemak,
peningkatan aktivitas fisik, dan berat badan yang sehat bila
memungkinkan. Individu dengan riwayat penyakit batu empedu dan duktus bilier
harus dididik tentang presentasi klinis kolangitis dan disarankan untuk mencari
perhatian medis segera ketika gejala muncul.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pasien di
skenario memiliki diagnosis “Kolangitis Akut”. Hal ini dicurigai karena pasien
sering mengeluhkan nyeri perut kanan atas sakit bila ditekan (tanda Murphy
positif), takikardia, mual, muntah, anoreksia dan demam. Terapi kolangitis akut
terdiri dari pemberian antibiotik dan drainase bilier. Derajat kolangitis akut
menetukan perlu tidaknya pasien dirawat di rumah sakit. Bila klinis penyakitnya
ringan, dapat berobat jalan, terutama jika kolangitis akut ringan yang berulang
sehingga diperlukan upaya tatalaksana secara non- farmakologi dan farmakologi
untuk memberikan prognosis yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo, dkk. 2016. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Harrison. 1999. Prinsip- Prinsip Ilmu Penyakit Dalam (Harrison’s Principles of
Interna Medicine). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Edisi 13.

J. Timothy, et al. 2021. Acute Hepatitis. StatPearls.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551570/ (Diunduh pada tanggal
11 Agustus 2021)

Kowalak, dkk. 2014. Buku Ajar Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Price, Sylvia., Wilson Lorraine. 2005. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Penerbit EGC. Edisi. 6

Sjamsuhidajat, de Jong. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah; Sistem Organ dan Tindak
Bedahnya (2). Penerbit EGC. Edisi 4. Vol. 3

Tanto, Chris., dkk. 2016. Kapita Selekta Kedokteran. Essentials medicine; Media
Aesculapius. Edisi IV. ISBN 978-602-1 7338-4-4

Tjokroprawiro, Askandar., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas


Kedokteran Universitas Airlangga

Tortora, Gerard J. Bryan Derrickson. Dasar Anatomi dan Fisiologi :


Pemeliharaan dan Kontinuitas Tubuh Manusia. Edisi 13 Volume 2.

Tripathi, Nishant., Mousa, Umar Y. 2021. Hepatitis B. StatPearls.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK555945/ (Diunduh pada tanggal
10 Agustus 2021)

Virgile Jennifer., et al. 2021. Cholangitis. StatPearls.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558946/ (Diunduh pada tanggal
11 Agustus 2021)
Zarrin, Arash. Et al. 2021. Viral Hepatitis. StatPearls.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK556029/ (Diunduh pada tanggal
11 Agustus 2021)

Anda mungkin juga menyukai