Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B

BLOK 17






Disusun oleh:
Kelompok 10
Anggota :
Astary Utami 04111001004
Farida Chandradewi 04111001006
Agien Tri Wijaya 04111001041
Obby Saleh 04111001046
Audrey Witari 04111001060
Fajar Ahmad Prasetya 04111001084
Herdwin Limas 04111001089
Aini Nur Syafaah 04111001092
Lina Wahyuni Hrp 04111001093
Rio Yus Ramadhani 04111001103
Fatimah Shellya 04111001123
Robiokta Alfi Mona 04111001125
Riandri Lingga G 04111001132


Tutor : drg. Billy Sujatmiko Sp.KG


PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013



KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan Tutorial
ini dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari
skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat
dalam pembuatan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak.Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan
laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca
akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.


Tim Penyusun











DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................ 3
SKENARIO BBLOK 17 ......................................................................................... 4
I. Klarifikasi Istilah ............................................................................ 5
II. Identifikasi Masalah ........................................................................
III. Analisis Masalah .............................................................................
IV. Hipotesis ..........................................................................................
V. Kerangka Konsep ............................................................................ 29
VI. Sintesis .............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................















Skenario B Blok 17 Tahun 2013

Ny.M, 48 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas
yang hebat, disertai demam dan menggigil.
Sejak 2 bulan yang lalu, Ny,M mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar
sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah hebat
bila makan makanan berlemak.Biasanya Ny.M minum obat penghilang nyeri.
Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang
timbul, mata dan badan kuning BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis
Tanda vtal ; TD: 110/70 mmHg, Nadi :106 xmenit, RR : 24 xmenit, Suhu : 39,0
o
C
Pemeriksaan spesifik :
Kepada : Sklera ikterik
Leher dan thoraks dala batas normal
Abdomen : inspeksi : datar
Palpasi : lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphys sign (+), hepar dan
lien tidak teraba, kandung empedu : sulit dinilai
Perkusi : Shifting dullness (-)
Ekstremitas : palar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)
Pemeriksaan laboratorium :
Darah Rutin : Hb 12,4 g/dl, Ht : 36 vol%, Leukosit : 15.400/mm3, Trombosit :329.000/mm3,
LED : 77mm/jam
Liver Function Test (LFT) : bil.Total : 20,49 mg/dl, Bil.direk : 19,94 mg/dl,
bil.indirek:0,55mg/dl, SGOT : 29 U/L, SGPT: 37 U/L, Fosfatase alkali : 864 u/l
Amylase : 40 unit/L dan Lipase : 50 unit/L

I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Menggigil : gerakan involunter sebagai respon terhadap demam.
2. Mual : sensasi tidak menyenangkan yang samar pada epigastrium dan
abdomen, dengan kecenderungan untuk muntah.
3. Ikterik : suatu kondisi medis yang ditandai menguningnya sclera kulit atau
jaringan lain akibat penimbunan bilirubin.
4. Murphys sign : nyeri pada saat palpasi di daerah subcostal kanan saat inspirasi,
biasanya
diasosiasikan dengan kolesistisis akut.
5. Shifting dullness : suara pekak yang berpindah-pindah saat perkusi akibat adanya
cairan
bebas dalam rongga abdomen.
6. Palmar eritema : memerahnya telapak tangan bagian thenar dan hipothenar.
7. Akral pucat : ekstremitas yang terlihat pucat.
8. Edema perifer : pengumpulan cairan secara abnormal diruang interstitial seluruh
tubuh
perifer
9. LFT : serangkaian pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai fungsi hati.
10. Bil total : jumlah bilirubin total didalam plasma.
11. Bil. Direk : bilirubin yang telah diambil oleh sel-sel hati dan dikonjugasikan
membentuk bilirubin diglukoronide yang larut dalam air
12. Bil indirek : bentuk bilirubin larut lemak yang bersirkulasi dengan asosiasi
longgar
terhadap protein
13. SGOT : enzim yang biasanya terdapat dalam jaringan tubuh, terutama dalam
jantung dan hati. Enzim ini dilepaskan kedalam serum sebagai hasil
cidera jaringan karena itu konsentrasinya dalam serum dapat
meningkat
pada penyakit seperti infark miokard, atau kerusakan akut sel-sel hati.
14. SGPT : enzim yang normalnya dijumpai dalam serum dan jaringan tubuh,
terutama pada hati. Enzim ini dilepaskan kedalam serum sebagai hasil
cidera jaringan karena itu konsentrasinya dalam serum dapat
meningkat
pada pasien dengan kerusakan sel hati yang akut.
15. Amylase : enzim yang mengkatalisis hidrolisis zat tepung menjadi senyawa
yang
lebih sederhana.
16. Lipase : enzim yang mengkatalisis pemecahan anion asam lemak dari
trigliserida
dan fosfolipid.
17. Fosfatase alkali :enzim yang mengkatalisis pemecahan ortofosfat dari monoester
ortofosforik pada kondisi alkali meningkat pada penyakit tulang, dan
obstruksi saluran empedu karena gangguan eksresi.
II. IDENTIFIKASI MASALAH :
1. Ny.M ,48 tahun, mengeluh nyeri diperut kanan atas yang menjalar sampai ke bahu kanan
dan disertai mual sejak 2 bulan yang lalu.nyeri hilang timbul dan bertambah hebat bila
makan akanan berlemak dan biasanya minum obat penghilang nyeri.
2. Sejak 1 minggu SMRS ia demam ringan yang hilang timbul mata dan badan kungin,
BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul dan gatal-gatal.
3. Ny.M dibawa ke RS dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang hebat, disertai demam
dan menggigil.
4. Pemeriksaan fisik
5. Pemeriksaan laboratorium

III. ANALISIS MASALAH :
ANALISIS MASALAH :
Ny.M ,48 tahun, mengeluh nyeri diperut kanan atas yang menjalar sampai ke bahu
kanan dan disertai mual sejak 2 bulan yang lalu.nyeri hilang timbul dan bertambah
hebat bila makan makanan berlemak dan biasanya minum obat penghilang nyeri.
1. Organ-organ apa saja yang terletak di kuadran kanan atas?

Kuadran Kanan Atas Kuadran Kiri Atas
Hati, kantung empedu, paru, esofagus

Hati, jantung, esofagus, paru, pankreas,
limfa, lambung
Kuadran Kanan Bawah Kuadran Kiri Bawah
Usus 12 jari (duo denum), usus besar, usus
kecil, kandung kemih, rektum, testis, anus
Anus, rektum, testis, ginjal, usus kecil, usus
besar
2. Bagaimanaanatomi,histologi,fisiologi dari hepatobilier? (sintesis)
3. Apa etiologi dari nyeri di perut kanan atas?
Kemungkinan penyebab terjadinya nyeri pada organ-organ yang terletak pada bagian
kanan atas adalah :
o Akibat gangguan hati, radang pada kandung empedu akibat adanya batu, serta
kadang-kadang bisa terjadi radang usus kecil. Nyeri kantung empedu bersifat
nyeri hebat, tetap/konstan, nyeri kuadran kanan atas/ epigastrik dan sering
memburuk setelah makan makanan yang berlemak (fatty foods).
o Tetapi kalau tempat nyeri berada agak ditengah dan rasa nyerinya sampai
menembus kebelakang, kemungkinan gangguan ginjal harus dicurigai.
Gangguan ginjal salah satunya menyebabkan kolik renal atau gangguan nyeri
disebabkan gangguan ginjal: nyeri kolik pada sudut tertentu bagian ginjal,
yang nyeri bila ditekan, menjalar ke panggul. Khasnya pasien tidak dapat
menemukan posisi yang dapat mengurangi nyeri. Namun pada kolik ginjal
dapat juga terjadi di bagian sebelah kiri.
o Iskemik usus atau usus yang rusak, nyeri bersifat tumpul, hebat, tetap/konstan,
nyeri abdomen kuadran kanan atas yang meningkat saat makan.

4. Bagaimana mekanisme nyeri perut kanan atas dan menjalar ke bahu kanan?
Kemungkinan disebakan oleh adanya nyeri alih dari vesica biliaris
Mekanisme Batu empedu obstruksi duktus koledokus berusaha mengeluarkan
batu mensensitisasi peritoneum parietal-nervus splanchnicus (C3-C5) nyeri
sampai kebahu kanan
Mekanisme : Pada kasus ny. A menderita batu empedu dan kolesistitis. Pada batu
empedu biasanya akan terjadi usaha dari otot polos dinding vesica biliaris untuk
mengeluarkan batu tersebut. Hal ini akan mensensitasi serabut saraf yang
mempersarafi otot polos dinding vesica biliaris yaitu plexus coeliacus dan nervus
splanchnicus major, dan akan dirasakan nyeri alih di kuadran kanan atau atau daerah
epigastrium ( dermatome T7,8,9). Sedangkan nyeri yang menjalar hingga kebahu
kanan berkaitan dengan kolesistitis akut yang dapat menyebabkan iritasi peritoneum
parietale subdiagfragmaticus yang sebagain dipersarafi oleh nervus phrenicus (C3,4
dan 5). Hal ini akan menimbulkan nyeri alih ke bahu karena kulit dibahu dipersarafi
oleh nervus supraclaviculaer (C3,4)

5. Bagaimana mekanisme mual pada kasus ini?
a) Kolik bilier yang mengalami peradangan, menyebabkan nausea melalui aktivasi
aferen dari peregangan/distensi trunkus biliaris. Terdapat berbagai perubahan
aktivitas saluran cerna yang berkaitan dengan mual, seperti meningkatnya salivasi,
menurunnya tonus lambung dan peristalsis. Namun demikian tidak terdapat bukti
yang mengesankan bahwa hal ini menyebabkan mual.
b) Bilirubin yang tidak bisa disekresikan ke duodenum akibat koledokolitiasis
mengakibatkan penumpukan kadar bilirubin di dalam darah sehingga masuk ke
sistemik,, bilirubin yang mempengaruhi sistemik ini dapat merangsang pusat
muntah mual di hipotalamus sehingga mual.

6. Mengapa nyeri hilang timbul?
Obstruksi saluran vesica biliaris oleh batu empedu meningkatkan tekanan di
kantong empedu saat lemak melewati duodenum merangsang pengeluaran
empedu oleh hormone kolesitokinin proses eksresi meningkat dan karena adanya
obstruksi nyeri kolik hilang timbul

7. Mengapa nyeri bertambah setelah makan makanan berlemak?
Empedu berfungsi untuk mengemulsi lemak. Makanan berlemak akan merangsang
pengeluaran empedu dari kandung empedu dan peningkatan perilstasis duktus.
Adannya batu di saluran empedu menyebabkan terjadinya obstruksi empedu. Hal ini
akan semakin memperberat rasa nyeri pada sange penderita

8. Apa saja obat analgetik yang mungkin digunakannya? Dan bagimana cara kerjanya?
Analgetik
Analgetik (obat-obat penghilang nyeri) adalah zat-zat yang mengurangi atau
melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Obat analgetik termasuk
oban antiradang non-steroid (NSAID) seperti salisilat, obat narkotika seperti morfin
dan obat sintesis bersifat narkotik seperti tramadol.
NSAID seperti aspirin, naproksen, dan ibuprofen bukan saja melegakan sakit, malah
obat ini juga bisa mengurangi demam dan kepanasan.Analgetik bersifat narkotik
seperti opioid dan opidium bisa menekan sistem saraf utama dan mengubah persepsi
terhadap kesakitan (noisepsi).Obat jenis ini lebih berkesan mengurangi rasa sakit
dibandingkan NSAID.
Analgetik seringkali digunakan secara gabungan serentak, misalnya bersama
parasetamol dan kodein dijumpai di dalam obat penahan sakit (tanpa resep).Gabungan
obat ini juga turut dijumpai bersama obat pemvasocerut seperti pseudoefedrin untuk
obat sinus, atau obat antihistamin untuk alergi.
Jenis-jenis obat analgetik ialah:Aspirin, Asetaminofen, Kodein
- Penyebab sakit/ nyeri.
Didalam lokasi jaringan yang mengalami luka atau peradangan beberapa bahan
algesiogenic kimia diproduksi dan dilepaskan, didalamnya terkandung dalam prostaglandin
dan bradikinin. Bradikinin sendiri adalah perangsang reseptor rasa nyeri. Sedangkan
prostaglandin ada 2 yang pertama Hiperalgesia yang dapat menimbulkan nyeri dan PG(E1,
E2, F2A) yang dapat menimbulkan efek algesiogenic (menyebabkan sakit).
- Mekanisame:
Menghambat sintase PGS di tempat yang sakit/trauma jaringan.
- Karakteristik:
1. Hanya efektif untuk menyembuhkan sakit
2. Tidak narkotika dan tidak menimbulkan rasa senang dan gembira
3. Tidak mempengaruhi pernapasan
4. Gunanya untuk nyeri sedang, contoh: sakit gigi

Analgetik di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Analgetik Opioid/analgetik narkotika
Analgetik opioid merupakan kelompok obat yang memilikisifat-sifat seperti opium atau
morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti
pada fractura dan kanker. Tetapi semua analgetik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan,
maka usaha untuk mendapatkan suatu analgetik yang ideal masih tetap diteruskan dengan
tujuan mendapatkan analgetik yang sama kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi.
Ada 3 golongan obat ini yaitu :
a. Obat yang berasal dari opium-morfin,
b. Senyawa semisintetik morfin, dan
c. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
Macam-macam obat Analgetik Opioid:Metadon, Fentanyl, Kodein

Methadon Fentanyl Kodein
2. Obat Analgetik Non-narkotik/Perifer
Obat Analgetik Non-Narkotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah
Analgetik/Analgetika/Analgetik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari
obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral, seperti golongan salisilat
seperti aspirin, golongan para amino fenol seperti paracetamol, dan golongan lainnya seperti
ibuprofen, asam mefenamat, naproksen/naproxen dan masih banyak lagi.
Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgetik Perifer ini cenderung
mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan
saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-
Narkotik / Obat Analgetik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada
pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).
Efek samping obat-obat analgetik perifer: kerusakan lambung, kerusakan darah,
kerusakan hati dan ginjal, kerusakan kulit.
Pada umumnya, obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri biasanya terdiri dari
tiga komponen, yaitu :
a. analgetik (menghilangkan rasa nyeri),
b. antipiretik (menurunkan demam), dan
c. anti-inflamasi (mengurangi proses peradangan).
d. Sebagai analgetik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit
gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot.menurunkan demam pada influenza dan
setelah vaksinasi.
Macam-macam obat Analgetik Non-Narkotik:Ibupropen, Paracetamol/acetaminophen, Asam
Mefenamat

Ibuprofen Acetaminophen Asam Mefenamat
9. bagaimana pengaruh konsumsi obat analgetik terhadap kasus diatas?
OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) yang dapat mempelopori terjadinya
kolestatik adalah sulindac, phenylbutazone, indomethacin, fenoprofen dan
ticlopidine.Sulindac lebih sering menimbulkan kelainan pada uji fungsi hati daripada
OAINS di atas.Sulindac merupakan calon obat sulfoksida. Obat ini dimetabolisasi
secara reversibel menjadi metabolit sulfida aktif, yang diekskresi dalam empedu dan
kemudian direabsorpsi dari usus. Sulindac tampaknyadisekresi ke
dalamkanalikulusempedudalam bentukunconjugatedmelalui
sistemeksporgaramempeducanaliculardanpasifdiserap olehepitelsaluran empedu,
sehinggamenginduksicholeresiskaya-bikarbonat. Karenasiklusterus menerus
dalamshuntjalurcholehepatic, konsentrasi lokaltinggisulindacdapatdicapai
dalamhepatosityang menyebabkankolestasisdengan
menghambatcanalicularempedudalam penyalurangaram.
Adapun obat-obat analgesik opioid seperti morphine, meperidine, dan pentazocin
dapat meningkatkan tonusotot polos disaluran empedu, yang dapat
menyebabkanspasmedan tekanansaluran empedumeningkat, terutama
dalamsfingterOddi.Namun pemakaian obat-obat ini dalam pengawasan dan harus
menggunakan resep sehingga dalam kasus ini penderita tidak mengonsumsi obat
analgesik opioid.

10. Bagiamana hubungan jenis kelamin, dan usia terhadap keluhan yang dialami?
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Semakin
bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu.
Pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga orang.
Batu empedu lebih sering pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan 4 : 1.
Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu, sementara di
Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia jumlah penderita
wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Usia 42 tahun merupakan usia dimana wanita
mulai memasuki masa perimenopause.
Fluktuasi kadar hormon estrogen berpengaruh terhadap kadar kolesterol total dalam
darah. Peningkatan kadar kolesterol akan memacu terbentuknya cairan empedu yang
memiliki kadar kolesterol lebih tinggi (selain bilirubin tentunya). Hal ini akan
menyebabkan wanita dalam masa perimenopause dan menopause memiliki risiko
lebih besar untuk mengalami terjadinya batu empedu. Kadar esterogen yang tinggi
menunjukkan keterkaitan terhadap kadar HDL yang meningkat dan LDL serta
trigliserida yang menurun, demikian pula sebaliknya.

Sejak 1 minggu SMRS ia demam ringan yang hilang timbul mata dan badan kuning,
BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul dan gatal-gatal.

1. Apa etiologi dari demam yang hilang timbul?
Demam yang hilang timbul berkorelasi terhadap nyeri yang hilang timbul. Pada saat
kontraksi, timbul nyeri akibat drainase yang terhambat oleh obstruksi, sehingga dapat
mencetuskan inflamasi yang termanifestasi dalam demam.

2. Bagaimana mekanisme demam ringan yang hilang timbul ?
Inflamasi dan infeksi sistem hepatobilier akibat permukaan batu empedu . Sumbatan
batu empedu pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan
gangguan aliran darah dan limfe sehingga menyebabkan bakteri komensal potensial
untuk berkembang biak.

3. Mekanisme :
(a) mata dan badan kuning,
faktor resiko 3F hipersaturasi kolesterol terbentuknya batu empedu di
kandung empedu batu empedu dapat mengalir ke saluran empedu obstruksi
ductus cysticus obstruksi ductus choledocus bilirubin terkonjugasi tidak
dapat masuk ke duodenum menumpuk di dalam hati dilepaskan ke dalam
darah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam plasma mata dan badan
kuning.
(b) BAK seperti teh tua
Adanya obstruksi pada ductus choledokus bilirubin terkonjugasi tidak dapat
masuk ke duodenum regurgitasi cairan cairan empedu ke sistemik, dalam hal
ini termasuk bilirubin terkonjugasi peningkatan bilirubin konjugasi di plasma
ikut terfitrasi di ginjal urin berwarna teh tua
(c) BAB seperti dempul
Dalam kondisi normal, bilirubin terkonjugasi yang telah diproses oleh hepatosit
akan disalurkan ke duodenum melalui saluran empedu. Selanjutnya bakteri usus
akan mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi sterkobilin atau urobilinogen.
Sterkobilin inilah yang mewarnai feses sehingga berwarna kuning
kecoklatan.Feses berwarna dempul menunjukkan tidak adanya sterkobilin.Dalam
kasus ini, terjadi obstruksi saluran empedu komunis yang menyebabkan bilirubin
terkonjugasi tidak dapat disalurkan ke duodenum sehingga tidak terjadi
pewarnaan feses oleh sterkobilin.
(d) gatal-gatal
Garam empedu berperan sebagai pruritogen. Pada saat terjadi obstruksi, garam
empedu akan ke aliran darah dan mempengaruhi saraf. Pruritogen menyebabkan
ujung serabut saraf C pruritoseptif teraktivasi.Serabut saraf C tersebut kemudian
menghantarkan impuls sepanjang serabut saraf sensoris. Terjadi input eksitasi di
Lamina-1 kornu dorsalis susunan saraf tulang belakang. Hasil dari impuls tersebut
adalah akson refleks mengeluarkan transmiter yang menghasilkan inflamasi
neurogenik (substansi P, CGRP, NKA, dll). Setelah impuls melalui pemrosesan di
korteks serebri, maka akan timbul suatu perasaan gatal dan tidak enak yang
menyebabkan hasrat untuk menggaruk bagian tertentu tubuh.

Ny.M dibawa ke RS dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang hebat, disertai demam
dan menggigil.
1. Mekanisme terjadinya demam dengan menggigil?
Febris (39,0
o
C)
Batu empedu di kandung empedu menyumbat ductus syscticus berpindah ke
ductus choledocus (gerakan peristaltik) obstruksi total cairan empedu menjadi
statis potensial sebegai tempai perkembang biakan kuman infeksi dan
inflamasi pembentukan PGE2 di hipotalamus peningkatan set point
dihipotalamus febris
Penyebab kemungkinan adanya inflamasi dan infeksi
Mekanisme : adanya choledokolitiasis aliran cairan empedu menjadi terhambat dan
terjadi inflamasi pada dinding saluran empedu menjadi tempat yang potensial
untuk perkembangan bakteri difagositosis oleh sel-sel radang terjadi pelepasan
IL-1 dan TNF alfa mempengaruhi pusat pengaturan suhu dihipotalamus demam
kompensasi tubuh untuk meningkatkan suhu tubuh sesuai dengan yang di set oleh
hipotalus menggigil.

2. Bagaimana hubungan keluhan yang lalu dengan keluhan yang sekarang?
Diawali dari terbentuk batu empedu. Berbagai faktor risiko seperti usia, jenis kelamin,
faktor hereditas, obesitas, dan lainnya menjadi predisposisi pembentukan batu
empedu.Kemudian, batu dapat bergerak keluar dari gallblader, misalnya saat
mengkonsumsi lemak yang mengeluarkan hormon CCK agar gallbladder
berkontraksi. Jika batu besar, ia dapat menyumbat saluran empedu obstruksi.
Hal ini terlihat pada 2 bulan yang lalu Ny.M menderita nyeri perut kanan atas
yang hilang timbul dan bertambah jika makan makanan yang berlemak.Jika batu
empedu terus didorong disertai nyeri, dapat terjadi pergerakan batu ke arah distal, dan
menyebabkan obstruksi pada common bile duct koledokolitiasis. Obstruksi total
pada common bile duct menyebabkan mata & badan kuning, BAK seperti teh, BAB
seperti dempul, dan gatal-gatal.
Kemudian, batu yang mengobstruksi tersebut mencetuskan terjadinya
peradangan/inflamasi, yang terbukti dengan adanya demam ringan yang hilang timbul
kolangitis dan kolisistitis.
Selanjutnya terjadi nyeri perut kanan yang hebat, demam, menggigil bisa
jadi menandakan adanya kontaminasi/ infeksi bakteri, karena peningkatan suhu yang
sangat tinggi, dan nyeri semakin hebat.

Pemeriksaan fisik
1. Interpretasi dan mekanisme abnormal
- Keadaan umum & tanda vital
Pemeriksaan Hasil Normal Interpretasi
Keadaan umum Sakit sedang Tidak tampak
sakit
Abnormal
Kompos mentis Kompos mentis Normal
TD 110/70 mmHg
Nadi 106x/menit 60-100x/menit Takikardi
RR 24x/menit 16-24x/menit Normal
Suhu 39
o
C 36.5
o
C-37.5
o
C Meningkat
BB dan TB (IMT)
BB: 80 kg
TB: 158 cm
32 18.5-22.9 Obesitas tingkat
II
Febris akibat inflamasi dan infeksi system hepatobilier cholangitis (ini
merupakan komplikasi dari batu pada duktus choledochus, infeksi bakteri yang terjadi
pada obstruksi sal.bilier)
Nadi kompensasi dari demam untuk memenuhi metabolisme tubuh akibat demam

- Kepala & ektremitas
a. Kepala : skela ikterik
Interpretasi : abnormal (sklera mata berwarna kekuningan).
Mekanisme abnormal : Karena adanya akumulasi abnormal pigmen bilirubin dalam
darah, ikterus paling mudah dilihat pada sklera mata karena elastin pada sklera mengikat
bilirubin. Ikterus dapat terlihat bila kadar bilirubin plasma mencapai 2,5mg% atau lebih.
Ikterus harus dibedakan dengan karotenemia yaitu warna kulit kekuningan yang
disebabkan asupan berlebihan buah-buahan berwarna kuning yang mengandungpigmen
lipokrom, misalnya wortel, pepaya dan jeruk. Pada karotenemia warna kuning terutama
tampa pada telapak tangan dan kaki disamping kulit lainnya. Sklera pada karotenemia
tidak kuning.
b. Ektemitas palmar eritema (-) akral pucat, edema perifer (-)
Interpretasi : palmar tidak eritema (normal), akral pucat (abnormal), tidak ada edema
perifer (normal)
Mekanisme abnormal : akral(ujung ekstremitas) pucat terjadi karena kurangnya suplai
oksigen ke jaringan yang disebabkan adanya kadar bilirubin bebas yang berlebihan.

- Abdomen
Abdomen
Inspeksi Datar Normal
Palpasi Lemas,
Nyeri tekan kanan atas (+),
Murphys sign (+),
Hepar tidak teraba,
Kandung empedu sulit
dinilai
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)

Abnormal

Kolesistitis
Perkusi Shifting dullness (-) (-) Normal
Pada obstruksi duktus yang lanjut, nyeri kolisistitis bisa persisten untuk beberapa jam
bahkan beberapa hari. Jika proses inflamasi berlanjut dan melibatkan permukaan
serosa dari vesica felea (gallbladder), maka peritoneum parietal yang didekatnya
teriritasi. Sehingga, nyeri menjadi lebih kuat dan lebih terlokalisasi dengan jelas pada
kuadran kanan atas. Pergerakan dari gallbladder yang mengalami inflamasi melawan
peritoneum parietal selama bernafas akan dihalangi selama inspirasi yang dalam. Hal
ini ditandai dengan murphys sign positif pada saat pemeriksaan.

2. Cara pemeriksaan abdomen dan ekstremitas?
a. Palpasi
Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:
- Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang.
- Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan. Sedangkan
untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan agar tidak
melakukan penekananyang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding abdomen.
- Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang
dikeluhkannyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.
- Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta
untuk menekuk lututnya.Bedakan spasme volunteer & spasme sejati; dengan menekan
daerahmuskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam, jika muskulus rectus
relaksasi, maka ituadalah spasme volunteer. Namun jika otot kaku tegang selama siklus
pernapasan, itu adalahspasme sejati.
- Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana tangan kiri
berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan kanan di bagian
depan dindingabdomen.
- Pemeriksaan ballottement; cara palpasi organ abdomen dimana terdapat asites.Caranya
dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen & dengan
cepattangan ditarik kembali. Cairan asites akan berpindah untuk sementara, sehingga
organ ataumassa tumor yang membesar dalam rongga abdomen dapat teraba
saat memantul.
Teknik ballottement juga dipakai untuk memeriksa ginjal, dimana gerakan penekanan
pada organoleh satu tangan akan dirasakan pantulannya pada tangan lainnya. Setiap ada
perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya, konsistensinya,tepinya,
permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan, dan warna kulit di
atasnya.Sebaiknya digambarkan skematisnya.
A. Palpasi abdomen secara dangkal
Letakkan telapak tangan dan jarijari pada abdomen
Tekan kedalam abdomen secara dangkal dan menggunakan jari jari tangan.
Pindahkan tangan keseluruh 4 kuadran dengan cara mengangkat tangan kemudian
meletakkannya pada daerah yang lain. Jangan menggeser atau menarik tangan pada
permukaan kulit.
b. Palpasi abdomen dengan tekanan sedang
Lakukan pada palpasi dangkal
Berikan penekanan abdomen kurang lebih 6 cm
Lakukansetiap kuadran secara berurutan
Untuk klien yang gemuk gunakan palpasi bimanual
Identifikasi adanya nyeri atau massa.
c. Palpasi hepar
Letakkan tangan kiri dibawah thorax posterior kanan pada tulang rusuk ke 11 dan 12
(pinggang).
Angkat daerah tulang rusuk tersebut dengan tangan kiri
Letakkan tangan kanan pada abdomen (RUQ) atau dibawah batas bawah hepar
kemudian tekan kedalam dankeatas sepanjang batas lengkung tulang rusuk
Instruksikan pasien untuk menarik nafas dalam. Pada saat ekspirasi perawat meraba
tepi hepar.
Normalnya hepar tidak teraba kecuali pasien yang kurus. Bila teraba maka tepi hepar
harus halus, tegas dan tidak nyeri.
d. Palpasi limfa
Pemeriksa berdiri disisi kanan
Letakkan tangan kiri dibawah lengkung rusuk sebelah kiri dan lengkung tersebut
untuk memindahkan posisi limfe ke anterior
Tekan ujung jari jari tangan kanan kedalam batas tulang rusuk kiri kearah klien
Instruksikan klien untuk menarik nafas dalam melalui mulut. Biasanya limfe tidak
teraba kecuali ada pembesaran yang jelas.
e. Palpasi ginjal
Ginjal kiri jarang teraba
Posisi klien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan.
Letakkan tangan kiri dibawah abdomen, diantara tulang iga dan lengkung iliaka.
Tangan kanan dibagian atas.
Anjurkan klien nafas dalam dan tangan kanan menekan kebawah sementaratangan
kiri mendorong keatas
Lakukan hal yang sam untuk ginjal kanan.
PEMERIKSAAN MUPRHYS SIGN
Pasien di periksa dalam posisi supine (berbaring).Ketika pemeriksa menekan/palpasi regio
subcostal kanan (hipokondriaka dextra) pasien, kemudian pasien diminta untuk menarik nafas
panjang yang dapat menyebabkan kandung empedu turun menuju tangan pemeriksa.Ketika
manuver ini menimbulkan respon sangat nyeri kepada pasien, kemudian tampak pasien
menahan penarikan nafas (inspirasi terhenti), maka hal ini disebut murphys sign positif.
Hal ini terjadi karena adanya sentuhan antara kandung empedu yang mengalami inflamasi
dengan peritoneum abdomen selama inspirasi dalam yang dapat menimbulkan reflek
menahan nafas karena rasa nyeri.Bernafas dalam menyebabkan rasa yang sangat nyeri dan
berat beberapa kali lipat walaupun tanpa tekanan/palpasi pada pasien dengan inflamasi akut
kandung empedu.

Pasien dengan kolesistitis biasanya tampak kesakitan dengan manuver ini dan mungkin akan
terjadi penghentian mendadak dari inspirasi (menarik nafas) ketika kandung empedu yang
terinflamasi tersentuh jari pemeriksa. Hal ini disebut dengan istilah inspirasi terhenti
(inspiration arrest) dan dideskripsikan sebagai shutting off dari inspirasi (menarik nafas).

b. Perkusi
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan,
menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa berisi
cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara
bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ
berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).
# Orientasi abdomen secara umum.
Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis untuk mengetahui
distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada perforasi usus, pekak hati akan
menghilang.
# Cairan bebas dalam rongga abdomen
Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara perkusi
timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness dominant. Karena
cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila pasien dimiringkan akan terjadi
perpindahan cairan ke sisi terendah. Cara pemeriksaan asites:

o Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).
Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan pada satu sisi
dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang akan diteruskan ke sisi yang
lain.
Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu sisi abdomen dan
tangan kanan melakukan ketukan berulang-ulang pada dinding abdomen sisi yang lain.
Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan gelombang.
o Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).
Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah. Pasien tidur terlentang,
lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani ke redup pada kedua sisi. Lalu pasien
diminta tidur miring pada satu sisi, lakukan perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara
timpani ke redup maka akan tampak adanya peralihan suara redup.
Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat
melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ berongga seperti
lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani, sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati,
limfa, pankreas, ginjal

c. Ekstremitas
Inspeksi untuk menenmukan adanya eritema/pucat (bandingkan dengan tangan si pemeriksa),
lihat adanya clubbing finger/tidak, lihat Kunya, ada luka/tidak.
Palpasi untuk merasakan temperaturnya, ditekan untuk melihat adanya edema/tidak.Apabila
edem ditekan (pitting) memerlukan waktu lama untuk kembali, maka diklasifikasikan sebagai
pitting edema, biasanya merupakan edem sistemik. Namun apa bila segera kembali (non-
pitting edema) biasanya merupakan edema akibat inflamasi, obsstruksi limfe dll.
EKSTREMITAS ATAS :
a. Inspeksi kulit dan kuku. Kuku halus, warna merah muda
b. Jarungan kulit utuh pengisian kapiler < 3 detik
c. Cembung dan sudut antar kuku- dasar sekitar 160 derajat
d. Kuku sangat tebal/tipis, warna kuku pucat/ sianosis
e. Jaringan kulit tidak utuh
f. Pengisian kapiler > 3 detik
g. Terdapat lekukan-lekukan (karena injury)
h. Kuku cenderung spoon nail
i. Sudut antara kuku dan dasar kuku sekitar 180 derajat lebih

Evaluasi Range or Motion (ROM)
Bergerak bebas tanpa nyeri / spasme otot / sendi bengkak / kontraktur. Bergerak terbatas bias
karena nyeri, spasme otot.
a. Rentang gerak penuh dengan melawan gaya gravitasi
b. Kekuatan otot secara bilateral simetris terhadap tahanan tanaga dorongan
c. Tidak ada gerakan tubuh
d. Tidak ada kontraksi otot
e. Tidak dapat melawan gaya gravitasi
f. Refleks otot bisep. Gerakan respon singkat (tidak berlebihan/sangan lambat )
- Refleks berupa fleksi
- Tidak ada respon reflex
- Gerakan hypoaktif( minim activity) atau hiperaktif ( sangat cepat)
- Palpasi brachialis dan radial pulpasi irama teratur
g) Kekuatan denyut sama setiap denyutan
h) Denyutan terasa penuh dan mudah di palpasi
i) Frekuensi dalam batas normal (dewasa 100x/menit)
j) Irama regular
k) Kekuatan setiap denyutan tidak sama
l) Denyutan lemah
m) Frekuensi melebihi atau kurang dari batas normal

EKSTREMITAS BAWAH :
Evaluasi Range or Motion (ROM) Bergerak bebas tanpa nyeri/spasme otot/ sendi bengkak/
kontraktur. Bergerak terbatas bias karena nyeri, spasme otot
a) Kekuatan otot terhadap kontraksi otot
b) Rentang gerak penuh dengan melawan gaya gravitasi
c) Kekuatan otot secara bilateral simetris terhadap tahanan tanaga dorongan
d) Tidak ada gerakan tubuh
e) Tidak ada kontraksi otot
f) Tidak dapat melawan gaya gravitasi
Test refleks patella dan plantar gerakan respon singkat(tidak berlebihan/sangat lambat)
a) Refleks berupa ekstensi dari tungkai bawah (refleks patella)
b) Refleks berupa penekukan ibu jari kaki ke bawah (refleks plantar)
c) Tidak ada respon refleks
d) Gerakan hypoaktif( minim activity) atau hiperaktif ( sangat cepat)
e) Dada (depan dan belakang)

Pemeriksaan laboratorium
1. Interpretasi dan mekanisme abnormal
- Darah rutin
Ny. M Nilai Normal Keterangan
Darah Rutin
Hb 12,4 g% 12-16 g% Normal
Ht 36% 38-48 % Rendah
Leukosit 16.800/mm
3
5.000-11.000/ mm
3
Tinggi, adanya infeksi dan
inflamasi
Trombosit 329.000/ mm
3
150.000-350.000 mm
3
Normal
LED 77 mm/jam <20 mm/jam pertama Meningkat, karena viskositas
darah yang meningkat.

- LFT
Liver Function Test
Bil Total 0,1-1,2 mg/dL 20,49 mg/dL Meningkat
Bil Direct 0,1-0,3 mg/dL 19,94 mg/dL Meningkat sirosis, obstruksi
biliaris, hepatitis infeksius,
karsinoma pankreas, obat
(kontrasepsi oral, sulfonamid,
rifamfisin, aspirin, morfin, tiazid,
prokainamid)
Bil Indirect 0,1-1 mg/dL 0,55 mg/dL Normal (meningkat pada kondisi
peningkatan kerusakan SDM)
SGOT 8-38 U/L
8-33 U/L pada
suhu 37
o
C
(Satuan SI)
29 u/L Normal enzim yg sebagian
besar terdapat pada otot jantung
dan hati.
Meningkat pada
Fosfatase Alkali 43-136U/L 864 u/L Meningkat ALP terutama
ditemukan di tulang dan hati,
juga usus, ginjal, dan plasenta.
Meningkat pada kerusakan hati
yang berat (kanker hati, masalah
hepatoseluler)
isoenzim ALP1 Hati, ALP2
tulang
- Amilase & Lipase
Amylase: 40 unit/L Amilase: <120 unit/L normal
Lipase: 50 unit/L Lipase: < 190 unit/L normal
DD
Ikterus obstruktif e.c choledocolithiasis
Pankreatitis akut, disingkirkan dari hasil pemeriksaan enzim pancreas yang tidak
meningkat.
Keganasan pada sistem bilier (kolangiokarsinoma, ca caput pankreas, ca kandung
empedu, limfoma maligna)
Sirosis Hepatis, disingkirkan dari hasil pemeriksaan fisik dan factor resiko
P. Fisik Hepatitis Kolesistitiset
causa
kolelitiasis
Kolangitis
Skela ikterik (+) (+) (+)
Lemas (+) (+) (+)
Nyeritekan
abdomen
(+) (+) (+)
Murphys sign (+) (+) (+)
Akral pucat (+) (+) (+)



Cara penegakan diagnosis & WD
a. Anamnesa
i. Pada kasus asimptomatik, setengah sampai dua pertiga penderita batu empedu
mengeluh dyspepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak
ii. Pada kasus simptomatik, keluhan utama adalah nyeri di daerah epigastrium
(kuadran atas kanan) dengan tipe kolik bilier yang mungkin memanjang lebih dari
15 menit dan kadang hilang beberapa jam kemudian. Nyeri datang perlahan tetapi
1/3 kasus timbul tiba-tiba. Nyeri sering menjalar ke punggung tengah, scapula atau
puncak bahu, disertai juga dengan mual dan muntah.
iii. Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri kolik akan disertai dengan demam dan
menggigil jika terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin berwarna
gelap.
iv. Pruritus (gatal) ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan banyak
ditemukan di daerah tungkai daripada badan

b. Pemeriksaan Fisik
Adanya nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah letak anatomic kandung
empedu.Tanda Murphy (+) apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik
nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh jari pemeriksa.
Terkadang jika kadar

c. Pemeriksaan Laboratorium
i. Ditemukan kenaikan bilirubin serum (total) akibat penekanan duktus koledokus
oleh batu
ii. Kadar fosfatese alkali serum dan juga kadar amylase serum biasanya meningkat
ketika serangan akut
iii. Peningkatan leukosit dan LED mengindikasikan adanya infeksi dan inflamasi

d. Pemeriksaan Pencitraan
i. Foto Polos Abdomen , Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat
radioopak sehingga terlihat pada foto polos abdomen.
ii. Ultasonografi (US) : Gelombangsuara ini diarahkan ke tubuh dan pantulan
gelombangnya kemudian diolah komputer yang akan menunjukkan ada atau
tidaknya batu empedu

iii. Endoscopic ultrasonografi (EUS), adalah suatu metode pemeriksaan dengan
memakai instrument gatroskop dengan echoprob di ujung skop yang dapat terus
berputar. Dibandingkan dengan ultrasound transabdominal, EUS akan memberikan
gambaran yang lebih jelas sebab echoprobenya diletakkan didekat organ yang
diperiksa.
iv. ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography), dapat digunakan
untuk mendeteksi adanya batu di dalam duktus. Batu empedu dapat terlihat pada
foto polos bila mengalami kalsifikasi secara bermakna.
v. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP), merupakan teknik
pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrument, dan
radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang
karena mempunyai intensitas sinyal tinggi sedangkan batu saluran empedu akan
terlihat sebagai intensitas rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal
tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu.
studi terkini MRCP menunjukan nilai sensitivitasnya antara 91% sampai dengan
100% nilai spesifitasnya antar 92% hingga 100% dan nilai prediktif positif antara
93% sampai dengan 100% pada keadaan dengan dugaan batu saluran empedu.
Nilai diagnostic MRCP yang tinggi membuat teknik ini makin sering dikerjakan
untuk diagnosis atau eksklusi batu saluran empedu khususnya pada pasien dengan
kemungkinan kecil mengandung batu.
MRCP mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan ERCP. Salah satu
manfaat yang besar adalah pencitraan saluran empedu tanpa resiko yang
berhubungan dengan instrumentasi, zat kontras, dan radiasi.
Sebaliknya MRCP juga mempunyai limitasi mayor yaitu bukan merupakan
modalitas terapi dan juga aplikasinya bergantung pada operator, sedangkan ERCP
dapat berfungsi sebagai sarana diagnostic dan terapi pada saat yang sama.
Kesimpulan: Ny. M, 48 tahun menderita ikterik obstruksi et causa suspect cholesystisis,
cholangitis, choledocholetiasis

Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling
penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan ole perubahan susunan empedu,
stasis empedu dan infeksi kandung empedu.Sementara itu, komponen utama dari batu
empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu
menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan
membentuk endapan di luar empedu.

Epidemiologi
Epidemiologi batu empedu di Amerika Serikat cukup tinggi sekitar 10-20% orang
dewasa ( 20 juta orang). Setiap tahunnya bertambah sekitar 13 % kasus baru dan
sekitar 13% nya dari penderita kandung empedu menimbulkan komplikasi . Kira kira
500.000 orang yang menderita simptom batu empedu atau batu empedu dengan
komplikasi dilakukan kolesistektomi. Batu empedu bertanggung jawab pada 10.000
kematian per tahun. Di Amerika Serikat, ditemukan pula sekitar 20003000 kematian
disebabkan oleh kanker kandung empedu dan sekitar 80% dari kejadian penyakit batu
empedu disertai dengan kolesistitis kronik. Sedangkan, epidemiologi di Indonesia belum
dapat diketahui.

Faktor risiko
Faktor risiko batu empedu dikenal dengan singkatan 4F, yaitu Forty, Female, Fat,
Family.Artinya, batu empedu lebih umum pada mereka yang berusia di atas 40 tahun,
wanita, kegemukan dan punya riwayat keluarga terkena batu empedu.
Batu empedu dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.
Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya batu empedu. Faktor resiko batu kolesterol antara lain:
Usia lanjut.
Batu empedu jarang sekali menyerang di usia 25 tahun ke bawah. Sekitar 30%
lansia diperkirakan memiliki batu empedu, meskipun kebanyakan tidak menimbulkan
gejala.Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia> 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan orang degan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih
dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu
empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:
i. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
ii. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya
usia.
iii. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.
Jenis kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria.Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6,
20 % wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat
dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita. Pada wanita
insidennya sekitar 2 per 1000, dibandingkan hanya 0,6 per 1000 pada pria.
Obesitas (BMI tinggi).
Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko yang kuat untuk batu empedu,
terutama di kalangan wanita. Sindrom metabolik pada obesitas trunkal, resistensi
insulin, diabetes melitus tipe 2, hipertensi, dan hiperlipidemia dapat meningkatkan
sekresi kolesterol hepatik yang kemudian mengakibatkan kadar kolesterol dalam
kandung empedu tinggi. Kadar kolesterol dalam kandung empedu yang tinggi dapat
mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung
empedu sehingga meningkatkan resiko terjadinya kolelitiasis.
Obat-obatan.
Penggunaan estrogen dapat meningkatkan sekresi kolesterol di dalam empedu.Obat-
obat clofibrat dan fibrat dapat meningkatkan eliminasi kolesterol melalui sekresi
empedu dan tampaknya meningkatkan resiko terjadinya batu kolesterol
empedu.Sedangkan obat-obat dari analog somatostatin dapat dapat mengurangi
pengosongan kandung empedu.
Kehamilan.
Faktor resiko meningkat pada wanita yang telah beberapa kali hamil. Kadar
progesteron tinggi dapat mengurangi kontraktilitas kandung empedu yang
mengakibatkan retensi memanjang dan konsentrasi tinggi bile dalam kandung
empedu. Pada wanita hamil, kandung empedu menjadi lebih rendah dan batu empedu
bisa berkembang. Hormon wanita dan penggunaan pil KB juga diduga ikut berperan
Kandung empedu statis.
Kandung empedu yang statis diakibatkan dari konsumsi obat-obatan dan
terlalu lama puasa setelah pasca operasi dengan total nutrisi parenteral dan penurunan
berat badan yang berlebihan.
Keturunan.
Faktor genetik memegang peranan sekitar 25%.Batu empedu terjadi 1
sampai 2 kali lebih umum diantara orang-orang Skandinavia dan orang-orang
Amerika keturunan Meksiko.Diantara orang-orang Amerika keturunan Indian,
kelaziman batu empedu mencapai lebih dari 80%.Perbedaan-perbedaan ini mungkin
dipertanggungjawabkan oleh faktor-faktor genetik (yang diturunkan).Bila keluarga
inti Anda (orangtua, saudara dan anak-anak) memiliki batu empedu, Anda berpeluang
1 kali lebih mungkin untuk mendapatkan batu empedu.
Makanan.
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko
untuk menderita kolelitiasis.Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar
kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu
dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan
berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu
dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
Aktifitas fisik.
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis.Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

Patofisiologi / pathogenesis
Kolelitiasis merupakan batu saluran empedu, yang unsur pokok utamanya adalah
kolesterol dan pigmen, dan sering mengandung campuran komponen empedu.Manifestasi
batu empedu timbul bila batu bermigrasi dan menyumbat duktus koledukus.Obstruksi
menyebabkan nyeri dan menyumbat ekskresi empedu.Nyeri viseral di perkirakan oleh
kontraksi bilier dan di sebut kolik bilier.Nyeri ini tidak seperti kolik, tetapi biasanya di
rasakan menetap, sangat sakit atau ada tekanan di epigastrium.
Patofisiologi Kolelitiasis dimulai dengan adanya gabungan material mirip batu yang
terbentuk didalam kandung empedu, pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan
fosfolipid membantu dalam menjaga stabilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi
tinggi (Supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolestrol, kalsium, birirubin), akan
berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu kristal yang terbentuk
dalam kandung empedu, kemudian lama kelamaan Kristal tersebut bertambah ukuran,
ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu.

Manifestasi klinis
GEJALA AKUT GEJALA KRONIS
TANDA :
1. Epigastrium kanan terasa nyeri
dan spasme
2. Usaha inspirasi dalam waktu
diraba pada kwadran kanan atas
3. Kandung empedu membesar dan
nyeri
4. Ikterus ringan
TANDA:
1. Biasanya tak tampak gambaran pada abdomen
2. Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas
GEJALA:
1. Rasa nyeri (kolik empedu)
yangmenetap
2. Mual dan muntah
3. Febris (38,5C)
GEJALA:
1. Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat : abdomen bagian atas
(mid epigastrium), Sifat : terpusat di epigastrium menyebar
ke arah skapula kanan
2. Nausea dan muntah
3. Intoleransi dengan makanan berlemak
4. Flatulensi
5. Eruktasi (bersendawa)

Ikterus, nyeri perut kanan atas dengan kombinasi mual, muntah dan panas.Pada
pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan sering teraba
kandung empedu yang membesar dan tanda-tanda peritonitis, pemeriksaan laboratorium
menunjukkan adanya leukositosis dan peningkatan bilirubin.
Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut atau kronik.Bentuk
akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian atas, terutama ditengah
epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung dan bahu kanan (Murphy sign). Pasien
dapat berkeringat banyak dan berguling ke kanan-kiri saat tidur.Nausea dan muntah
sering terjadi.Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali terulang.
Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri dan tanda-
tanda fisik kurang nyata.Seringkali terdapat riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri
ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama.Setelah terbentuk, batu empedu dapat
berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau
dapat menimbulkan komplikasi.Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung
empedu (kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus.Obstruksi
ini dapat bersifat sementara, intermitten dan permanent.Kadang-kadang batu dapat
menembus dinding kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering
menimbulkan peritonitis, atau menyebakan ruptur dinding kandung empedu.
Komplikasi
1. Komplikasi kole(doko)litiasis yang paling sering adalah infeksi kandung empedu
(kolesistitis) dan obstruksi duktus sistikus atau duktus koledokus.
2. Komplikasi dari inflamasi pada gallbladder atau kolesistitis mencakup empiema,
perforasi, fistula, inflamasi dari trunkus bilier (kolangitis) dan kolestasis obstruktif
atau pankreatitis dengan disusul berbagai masalah berikutnya.
Kadang-kadang, batu empedu yang besar dapat mengikis secara langsung usus halus
didekatnya dan menghasilkan obstruksi intestinal (gallstone ileus atau sindrome
bouveret).

Tata laksana
a. Terapi Non Bedah
Terapi pengobatan untuk batu empedu, digunakan sendiri atau dikombinasikan,
sebagai berikut :
- Terapi garam empedu oral (Ursodeoxycholic acid)
Ursodeoxycholic acid diindikasikan untuk batu empedu nonkalsifikasi radio
lucent dengan diameter lebih kecil dari 5 mm ketika kolesistektomi tidak dapat
dilakukan. Ursodeoxycholic acid bekerja sebagai penekan sintesis dan sekresi
kolesterol hepatik serta penghambat absorpsi intestinal.Efek penghambat
sintesis dan sekresi asam endogenous bile kedalam bile tidak mengganggu
sekresi fosfolipid kedalam bile. Ursodeoxycholic acid juga bekerja dengan
mendispersi kolesterol menjadi cairan kristal di aquous media. Secara
keseluruhan efek dari UDCA adalah untuk meningkatkan level konsentrasi pada
saat saturasi kolesterol terjadi.
- Litolisis dengan asam empedu peroral
Asam ursodeoksikolat (AUDK) telah digunakan untuk pelarutan batu
empedu.Asam empedu ini menekan sintesis kolesterol di hati dengan
menghambat hidroksimetil glutaril CoA (HMG-CoA) reduktase dan
meningkatkan aktivitas dari 7a-hidroksilase sehingga meningkatkan sintesis
empedu.AUDK juga menurunkan absorpsi/reabsorpsi kolesterol di usus dan
memperpanjang waktu nukleasi dari empedu.
Efek samping: Diare, bersifat hepatotoksik pada fetus sehingga kontra
indikasi pada ibu hamil.

- Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL)
ESWL merupakan terapi non-invasif, karena tidak memerlukan pembedahan
atau pemasukan alat kedalam tubuh pasien. Teknik ini dapat dilakukan untuk
empedu batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal
atau bila multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal 3
batu.

b. Terapi bedah
Terdapat beberapa tindakan bedah yang dapat dilakukan untuk terapi batu empedu,
yaitu:
- Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatgraphy (ERCP)
ERCP merupakan suatu prosedur yang dilakukan dengan cara kolangiografi dan
pankreatografi langsung secara retrograde. Melalui kanulasi dari papila vateri
disuntikan kontras kedalam saluran bilier atau pankreas.
- Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simptomatik.Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris.Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
- Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut.Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur
konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan pasien
dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah
yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan
dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat
terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.
c. Nutrisi
- Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.
- Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori
dikurangi.
- Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
- Intake banyak cairan untuk mencegah dehidrasi.

Preventif & edukasi
Karena dalam kasus ini penyebab ikterusnya adalah choledokolitiasis maka tindakan
preventif nya adalah untu mengehindari terjadinya kolelitiasis
a) membatasi makanan berlemak
b) memperbanyak makanan berserat untuk mencegah pembentukan batu empedulebih
lanjut.
c) Bila kelebihan berat badan, menurunkan berat badan secara bertahap sangat penting
untuk mencegah dan meminimalkan keluhan batu empedu.
d) Tidak makan sebelum tidur. Karena Makanan kecil sebelum tidur dapat menaikkan
garamempedu dalam kandung empedu.
Membiasakan minum kopi dan makan kacang-kacangan. Selain berbagai manfaat
lainnya ada beberapa bukti bahwa kopi bisa mengurangi risiko mengembangkan batu
empedu,setidaknya pada orang berusia 40 hingga 75 tahun. Dalam sebuah studi
pengamatan yangmelacak sekitar 46.000 dokter laki-laki selama 10 tahun, mereka
yang minum dua sampai tigacangkir kopi berkafein setiap hari mengurangi risiko
pengembangan batu empedu sampai 40%.Dalam studi lain, konsumsi kacang tanah
atau kacang-kacangan lainnya juga berhubungandengan risiko yang lebih rendah
untuk kolesistektomi.

Prognosis
a) Ad Vitam
Prognosis ad vitam adalah prognosis yang menyatakan apakah perjalanan
penyakitpasien akan mengakibatkan ancaman kelangsungan hidup pada pasien atau
tidak.Prognosis ad vitam dikatakan bonam jika penyakit yang diderita pasien tidak
akanmengancam kelangsungan hidup pasien. Sedangkan jika mengancam, maka
prognosisad vitamnya disebut ad malam.
b) Ad Fungsionam
Prognosis ad fungsionam adalah prognosis yang menyatakan apakah
perjalananpenyakit pasien akan mengakibatkan terganggunya fungsi organ pada
pasien atautidak. Prognosis ad fungsionam dikatakan bonam jika penyakit yang
diderita pasientidak akanmengganggu fungsi organ pasien.Sedangkan jika
mengganggu, makaprognosis ad fungionamnya disebut ad malam.

KDU
Kole(doko)lithiasis Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Kolesistitis Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan
awal, dan merujuk
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan
dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling
tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan.

IV. HIPOTESIS
Ny.M, 48 tahun, mengalami kolangitis et causa koledokolithiasis.






V. KERANGKA KONSEP

VI. LEARNING ISSUE :
A. SISTEM HEPATOBILIER
a. Anatomi
Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia dan memiliki 200 fungsi dalam
tugasnya. Namun, tiga fungsi dasarnya yaitu (1) membentuk dan mensekresikan empedu
ke dalam ductus tractus intestinalis; (2) berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein; (3) menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda asing lain yang
masuk ke darah dari lumen intestinum. Hepar bertekstur lunak, lentur dan terletak di
bagian atas cavitas abdominalis di bawah diafragma.

Anterior view posterior view
Hepar dapat dibagi menjadi lobus hepatis dexter yang besar dan lobus hepatis sinister
yang kecil oleh perlekatan ligamentum falciforme. Lobus hepatis dexter terbagi lagi
menjadi lobus quadrates dan lobus caudatus oleh adanya vesica biliaris, fissura ligamenti
teres, vena cava inferior dan fissura ligamenti venosi.
Porta hepatis, atau hilus hepatis terdapat pada facies visceralis dan terletak antara lobus
quadratus dan lobus caudatus.Pada bagian ini terdapat ductus hepaticus dexter dan
sinister, arteria hepatica, vena porta hepatis, serta serat-serat serabut saraf simpatis dan
parasimpatis.

Seluruh hepar dikelilingi oleh
capsula fibrosa, tetapi hanya
sebagian ditutupi oleh
peritoneum.Hepar tersusun atas
lobuli hepatis.Vena centralis
pada masing-masing lobulus
bermuara ke vena hepatica.Di
dalam ruangan antar lobulus
terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena portae hepatis,
dan cabang ductus choledocus.Darah dari arteria dan vena berjalan diantara sel-sel hepar
menuju sinusoid dan dialirkan ke vena centralis.
DUCTUS HEPATICUS
Ductus hepaticus dexter dan sinister keluar dari lobus hepatis dexter dan sinister pada
porta/hilus hepatis. Keduanya akan membentuk ductus hepaticus communis. Ductus ini
akan bergabung dengan ductus cysticus dari vesica biliaris di sisi kanannya dan
membentuk ductus choledocus. Ductus choledocus berakhir di bawah dengan menembus
dinding medial pars descendens duodenum, kira-kira di pertengahan panjangnya.
Biasanya ductus choledocus bergabung dengan ductus pankreaticus dan bersama-sama
bermuara ke dalam ampulla kecil di dinding duodenum, yaitu ampulla hepatopancreatica
(ampulla vater).Ampulla ini bermuara ke papilla duodeni major yang dikelilingi serabut
otot sirkular yang disebut spinchter oddi.
VESICA BILIARIS

Merupakan sebuah kantong berbentuk
buah pir yang terletak pada permukaan
bawah hepar. Vesica biliaris memiliki
kemampuan untuk menampung empedu
sebanyak 30-50 ml dan menyimpannyam
serta memekatkan empedu dengan cara
mengabsorpsi air. Vesica biliaris dibagi
menjadi fundus, corpus, dan collum
Vesica biliaris memiliki fungsi sebagai
tempat penyimpanan empedu,
memekatkan empedu dan untuk membantu
proses ini, vesica biliaris mempunyai lipatan-lipatan permanen yang saling berhubungan
sehingga tampak seperti sarang tawon. Sel-sel toraks (kolumner) terletak pada
permukaan mucosa memiliki banyak vili (dijelaskan pada bagian histologi).
Empedu dialirkan ke duodenum sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial vesica
biliaris. Mekanisme: makanan berlemak masuk ke duodenum merangsang sekresi
hormone kolesistokinin dari tunica mucosa duodenum hormon masuk ke darah
kontraksi vesica biliaris, relaksasi distal ductus choledocus dan ampulla masuknya
empedu yang pekat ke dalam duodenum
Ductus cysticus
Ductus ini menghubungkan collum vesica biliaris dengan ductus hepaticus communis
untuk membentuk ductus choledocus. Tunica mucosa ductus cysticus menonjol untuk
membentuk plica spiralis dan melanjutkan diri dengan plica yang sama pada collum
vesica biliaris. Plica dikenal sebagai valvula spiralis dan berfungsi untuk
mempertahankan lumen secara konstan
b. Fisiologi
Hepar merupakan kelenjar yang menghasilkan empedu.Empedu diproduksi sebanyak
500-1500cc/hari oleh hepar.
Komposisi getah empedu antara lain:
1. Kolesterol
2. Asam empedu dan garam empedu
a) Macam-macam asam empedu: asam kolat, asam deoksikolat, dan asam
kenodioksikolat.
b) Garam empedu: Natrium atau Kalium yang berasal dari asam-asam empedu.
3. Pigmen empedu:
a) Bilirubin (paling banyak)
b) Biliverdin
c) Mesobilirubin
d) Mesobiliverdin
e) Mesobilicyanin

Empedu disekresikan dalam dua tahap oleh hepar:
1. Sekresi oleh sel-sel fungsional hepar hepatosit
o mengandung sejumlah besar asam empedu dan kolesterol
o sekresi ke dalam kanalikuli biliaris kecil
2. Kanalikuli biliaris canalis biliferis ductulus biliaris ductus biliaris ductus
hepaticus dextra dan sinistra ductus hepaticus communis ductus cysticus
vesica biliaris
o penyimpanan dan pemekatan hingga lima belas kali
sekresi ion Natrium dan Bikarbonat oleh sel sekretoris ductus
hormon sekretin: merangsang sekresi ductus hepar
o pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh:
hormon kolesistokinin: kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi
N. vagus: kontraksi lemah kandung empedu
Sistem saraf enterik

Kontraksi vesica biliaris pengeluaran getah empedu menuju ductus cysticus + ductus
hepaticus communis ductus choledochus + ductus pancreaticus ampulla Vateri
papilla Vateri duodenum pars descenden.

Fungsi asam empedu:
1. Emulsifikasi: mempermudah emulsifikasi lemak dengan menurunkan tegangan
permukaan air.
2. Netralisasi asam: adanya ion Bikarbonat pH empedu 7,8-8,6
3. Ekskresi: bilirubin, kolesterol, obat-obatan, toksin, dan lain-lain
4. Daya pelarut kolesterol
o Kolesterol + lesitin dalam empedu akan membentuk misel
o Absorbsi produk akhir lemak yang telah dicerna melalui membran mukosa
intestinal
o Empedu : Lesitin : Kolesterol = 80 : 15 : 5

Pembentukan Pigmen Empedu



B. BILIRUBIN
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin
dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20%
bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin
tidak larut dalam air; bilirubin yang disekresikan dalam darah harus diikatkan kepada
albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati.Di dalam hati, hepatosit melepaskan
ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air.
Proses konjugasi ini melibatkan enzim glukoroniltransferase.
Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran
empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi
urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui urin. Bilirubin
terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk
azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau
bilirubin langsung.
Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang
terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain
sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak
langsung.
Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati
(kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak
dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke
dalam aliran darah.
Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi
eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau
eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan
kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin
indirek.
Hati bayi yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika kadar bilirubin
yang ditemukan sangat tinggi, bayi akan mengalami kerusakan neurologis permanen
yang lazim disebut kenikterus. Kadar bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa mencapai
12 mg/dl; kadar yang menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl. Ikterik kerap nampak
jika kadar bilirubin mencapai > 3 mg/dl. Kenikterus timbul karena bilirubin yang
berkelebihan larut dalam lipid ganglia basalis.
Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk.
Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan
bilirubin direk. Metode pengukuran yang digunakan adalah fotometri atau
spektrofotometri yang mengukur intensitas warna azobilirubin.

Nilai Rujukan
DEWASA :total : 0.1 1.2 mg/dl, direk : 0.1 0.3 mg/dl, indirek : 0.1 1.0 mg/dl
ANAK :total : 0.2 0.8 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.
BAYI BARU LAHIR :total : 1 12 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.

Masalah Klinis
Bilirubin Total, Direk
PENINGKATAN KADAR : ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis,
sirosis hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson.
Pengaruh obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin,
linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam para-
aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam etakrinat),
mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein, morfin,
meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin,
prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.
PENURUNAN KADAR : anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat
(aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi.
Bilirubin indirek
PENINGKATAN KADAR : eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse,
malaria, anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis
terdekompensasi, hepatitis. Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin (lihat
biliribin total, direk)
PENURUNAN KADAR : pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk)
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
- Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat
mempengaruhi kadar bilirubin.
- Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin.
- Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
- Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen
empedunya akan menurun.
- Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin.

C. KOLANGITIS
Kolangitis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau saluran empedu yang pada
umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol.
Kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu didalam kandung empedu.Batu kandung
empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu
yang terbentuk di dalam kandung empedu.
ETIOLOGI
Belum diketahui secara pasti namun factor predisposisi terpenting adalah gangguan
metabolism yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu dan
infeksi kandung empedu.
Factor lain adalah :
- Obesitas
- Multiparetas
- Pertambahan usia
- Jenis kelamin perempuan
- Ingesti segera makanan yang mengandung kalori rendah dan lemak empedu
(puasa)

TANDA DAN GEJALA
a. Kolelitiasis akut
- Rasa sakit yang hebat yang timbul tiba-tiba pada abdomen bagian atas.
- Rasa sakit menyebar ke punggung dan bahu kanan.
- Banyak berkeringat
- Mual dan muntah
- Kolik bilier (penyumbatan batu dalam duktus sistikus)
b. Kolelitiasis kronik
- Gejala mirip kolelitiasis akut tetapi berat rasa sakitnya dan tanda-tanda fisik
yang ada kurang nyata.
- Dyspepsia,
- Intoleransi lemak
- Heart burn
- Flatulen yang berlangsung lama

PATOFISIOLOGI
Batu empedu merupakan endapan salah satu atau beberapa komponen empedu : kolesterol,
bilirubin, garam empedu, kalsium, dan protein. Zat-zat sukar larut.
Perubahan susunan empedu meungkin merupakan factor yang paling penting pada
pembentukan batu empedu.
Ada 2 tipe batu empedu :
a) Batu pigmen
Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tidak terkonjugasi dalam empedu
mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu
semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolysis dan infeksi percabangan
bilier.
b) Batu kolesterol
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu
empedu, melalui peningkatan diskuamasi sel dan pembentukan mucus.Mucus
meningkatkan viskositas dan unsur seluler dan bakteri dapat berperan sebagai pusat
presipitasi.Akan tetapi infeksi lebih sering menjadi akibat dari pembentukan batu
empedu dari pada sebab pembentukan batu empedu.Hati penderita batu kolesterl
mengekresi empedu yang supersaturasi dengan kolesterol.Kolesterol yang berlebihan ini
mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang belum mengerti.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
- Diagnostik cholelitiasis akut atau kronis sering didasarkan pada ultrasonografi yang
dapat menunjukkan adanya batu atau malfungsi kandung empedu. Kolelistitis akut juga
dapat di diagnosis menggunakan koleskintigrafi.
- Pengobatan paliatif untuk pasien ini adalah dengan menghindari makanan yang bersalah,
seperti makanan dengan kandungan lemak tinggi.
- Batu empedu dapat dipecahkan dengan gelombang syok ekstrakorporel, melalui metode
yang disebut litotripsi, yang ditimbulkan dengan jenis elekrtomegnetik alat alat pada
pasien dengan: Kolik biliar , Batu radiolusen, Fungsi kandung empedu dengan
pengosongan normal, Sampai maksimum ketiga batu
- Pengobatan lazim kedua kesdaan ini adalah pembedahan untuk kandung empedu dan
pengankatan batu dari duktus koledukus ( koledokolitotomi ) yang diharapkan dapat
menyembuhkan sekitar 95% kasus.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan Radiografik
- USG
- Kolesistografi
- Sonogram
- ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)

PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan pendukung dan diet
a. Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan
istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgetik dan antibiotik. Intervensi bedah
harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan,
kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002)
b. Manajemen terapi :
- Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
- Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
- Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
- Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
- Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
2. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
a. Pelarutan batu empedu
Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal : monooktanoin atau metil tertier
butil eter/MTBE)
b. Pengangkatan non bedah
digunakan untuk mengeluarkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau
yang terjepit dalam duktus koledokus.
c. ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy)
Prosedur noninvasiv ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock
Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus
koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah
fragmen.(Smeltzer, 2002)

3. Penatalaksanaan bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk
mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier
dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan
pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi
psien mengharuskannya
Tindakan operatif meliputi :
- Sfingerotomy endosokopik
- PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage)
- Pemasangan T Tube saluran empedu koledoskop
- Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube
Penatalaksanaan pra operatif :
- Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu
- Foto thoraks
- Ektrokardiogram
- Pemeriksaan faal hati
- Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah)
- Terapi komponen darah
- Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa scara intravena bersama suplemen
hidrolisat protein mungkin diperlikan untuk membentu kesembuhan luka dan mencegah
kerusakan hati.
Komplikasi antara lain : Eviserasi luka, Pembentukan abses, Perforasi kandung empedu,
Empyema kandung empedu, Sepsis umum, atau Abses hati.

D. KOLEDOKOLITHIASIS
Kolelitiasis adalah istilah untuk terbentuknya batu empedu.Batu empedu terbentuk di
traktus biliaris, biasanya di kandung empedu.Batu empedu biasanya terbentuk secara diam-
diam dan asimtomatis selama berpuluh-puluh tahun.Migrasi batu empedu menuju duktus
sistikus dapat menghambat aliran cairan empedu saat kandung empedu berkontraksi.Hal ini
menyebabkan peningkatan tekanan di dinding kantung empedu dan menimbulkan nyeri yang
khas (kolik bilier).

www.aurorahealthcare.org

Koledokolitiasis adalah terbentuknya satu atau lebih batu empedu di saluran empedu,
bisa pembentukan primer di saluran empedu atau ketika batu empedu lewat dari kantung
empedu melalui duktus sistikus menuju saluran empedu.Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan batu ini di antaranya stasis cairan empedu, baktibilia, ketidakseimbangan kimia
dan pH, peningkatan ekskresi bilirubin, dan pembentukan lumpur.Terdapat beberapa jenis
batu yakni batu kolesterol, batu pigmen, dan batu pigmen coklat (terdiri dari campuran
pigmen dan lipid bilier). Obstruksi saluran empedu oleh batu dapat menyebabkan gejala dan
komplikasi berupa nyeri, ikterus, kolangitis, pankreatitis, dan sepsis.
3,4

Pasien dengan koledokolitiasis bisa saja asimtomatis. Namun, gejala yang umum terjadi
antara lain nyeri di kuadran kanan atas, bersifat kolik, hilang timbul atau menetap, dapat
disertai dengan mual muntah. Ikterus dapat terjadi ketika saluran empedu terobstruksi
sehingga bilirubin direk memasuki aliran darah.Demam merupakan tanda terjadinya
kolangitis.Tiga gejala trias Charcot yakni demam, ikterus, dan nyeri perut kuadran kanan atas
secara kuat menegakkan diagnosis kolangitis. Batu empedu juga dapat berkembang menjadi
pankreatitis, apabila obstruksi terjadi di level ampula Vater. Nyeri pankreatik terletak di
epigastrik dan midabdominal, tajam, terus-menerus, dan menjalar ke punggung.Pada
pemeriksaan fisik biasanya didapatkan nyeri pada abdomen kuadran kanan atas, ikterus,
demam, hipotensi, flushing.Batu saluran empedu dapat primer atau sekunder.Primer apabila
terbentuk di saluran empedu, biasanya karena stasis bilier atau baktibilia kronik.Batu yang
terbentuk biasanya batu pigmen coklat. Batu sekunder terbentuk dari kantung empedu dan
bermigrasi ke saluran empedu, biasanya batu kolesterol dan batu pigmen hitam
Tanda Dan Gejala Kolelitiasis/Koledokolitiasis
1. Rasa nyeri dan kolik bilier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu,
kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien
akanmenderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat
mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang
menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan
muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian
pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier
semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan
empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian
fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago
kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada
kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat
pengembangan rongga dada.
2. I kterus Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan
gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum
akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran
mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada
kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen
empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut Clay-colored
4. Defisiensi vitamin Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin
A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi
vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002)
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa

Pemeriksaan Penunjang Kolelitiasis/Koledokolitiasis
1. Radiologi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat,
dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu,
pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan
memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya
sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound
berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami
dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila
hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak
digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras
ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002)
3. Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini
memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat
laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke
dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula
dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan
kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di
duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer,
2002)
5. Pemeriksaan darah
Kenaikan serum kolesterol
Kenaikan fosfolipid
Penurunan ester kolesterol
Kenaikan protrombin serum time
Kenaikan bilirubin total, transaminase
Penurunan urobilirubin
Peningkatan sel darah putih
Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama

Penatalaksanaan Kolelitiasis/Koledokolitiasis
1. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan
istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah
harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan,
kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002)
Manajemen terapi :
Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
2. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Pelarutan batu empedu Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal :
monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui
selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu;
melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan
batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau
kateter bilier transnasal.
Pengangkatan non bedah Beberapa metode non bedah digunakan untuk
mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit
dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang
terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula yang terbentuk
pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu
yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop
ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop
tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk
memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut
spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit
untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan
jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk
mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi,
namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan
terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis.
ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur noninvasiv ini
menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan
pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud
memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.


3. Penatalaksanaan bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk
mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier
dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan
pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi
psien mengharuskannya
Tindakan operatif meliputi
Sfingerotomy endosokopik
PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage)
Pemasangan T Tube saluran empedu koledoskop
Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube
Penatalaksanaan pra operatif :
1. Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu
2. Foto thoraks
3. Ektrokardiogram
4. Pemeriksaan faal hati
5. Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah)
6. Terapi komponen darah
7. Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa scara intravena bersama
suplemen hidrolisat protein mungkin diperlikan untuk membentu kesembuhan luka
dan mencegah kerusakan hati.

E. METABOLISME LEMAK
Unsur lemak dalam makanan ( dietary lipids) yang memiliki peranan penting dalam
proses fisiologis adalah: trigliserida (TG), posfolipid (PL), dan kolesterol (Kol).
Trigliserida terusun atas asam lemak (free fatty acids, FFA) dan gliserol.
Kolesterol kebanyakan berasal dari kolesterol hewan, sedangkan kolesterol dari
tumbuhan sukar diserap usus.Kolesterol dalam makanan (hewani) terutama berasal dari
otak, kuning telur, hati, dan lemak hewan lainnya.Kolesterol makanan dalam wujud
sebagai kolesterol ester.
Asam lemak setelah diserap oleh sel mukosa usus halus dengan cara difusi, kemudian di
dalam sel mukosa asam lemak dan gliserol mengalami resintesis (bergabung lagi)
menjadi trigliserida. Kolesterol juga mengalami reesterifikasi menjadi ester kolesterol.
Trigliserida dan ester kolesterol bersatu diselubungi oleh protein menjadi kilomikron (
chylomicron). Protein penyusun selubung kilomikron disebut apoprotein.Selubung
protein berfungsi mencegah antarmolekul lemak bersatu dan membentuk bulatan besar
yang dapat mengganggu sirkulasi darah. Kilomikron keluar dari sel mukosa usus secara
eksositosis (kebalikan dari pinositosis) kemudian diangkut lewat sistem limfatik ( ductus
thoracicus cysterna chili) dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah ( vena
subclavia). Kadar kilomikron dalam plasma darah meningkat 2 - 4 jam setelah
makan.Kilomikron di dalam pembuluh darah dihidrolisis oleh enzim lipase endotel
menjadi menjadi asam lemak (FFA) dan gliserol.FFA dibebaskan dari kilomikron dan
selanjutnya disimpan dalam jaringan lemak (adipose tissue) atau jaringan
perifer.Kilomikron yang telah kehilangan asam lemak dengan demikian banyak
mengandung kolesterol dan tetap berada di dalam sirkulasi disebut chylomicron remnant
(sisa kilomikron) dan akhirnya menuju ke hati yang selanjutnya didegradasi di dalam
lisosom.Sedangkan gliserol langsung diabsorpsi ke pembuluh darah porta hepatica.
Pengangkutan asam lemak dan kolesterol dapat dibedakan menjadi 2 jalur:
1. Tahap pengangkutan asam lemak dan kolesterol dari usus ke hati dalam bentuk
kilomikron (eksogenus). Dalam sirkulasi darah, TG yang terdapat dalam kilomikron
dihidrolisis menjadi asam lemak (FFA) dan gliserol oleh enzim lipase yang
dihasilkan oleh permukaan endotel pembuluh darah. Namun demikian, tidak semua
TG dapat dihidrolisis secara sempurna. Asam lemak bebas (FFA) yang dihasilkan
kemudian dibawa ke dalam jaringan lemak ( adipose tissue) selanjutnya mengalami
reesterifikasi menjadi TG, atau FFA tetap berada di plasma berikatan dengan
albumin. Selain itu, FFA juga diambil oleh sel hati, sel otot rangka, dan sel otot
jantung. Di jaringan tersebut, FFA digunakan sebagai sumber energi, atau disimpan
dalam bentuk lemak netral (trigliserida).
2. Tahap pengangkutan asam lemak dan kolesterol dari hati ke seluruh tubuh dalam
bentuk lipoprotein (endogenus). Di hati, asam lemak diresintesis menjadi TG yang
kemudian bergabung dengan kolesterol, posfolipid, dan protein menjadi very low
density lipoprotein (VLDL). Fungsi VLDL adalah untuk mengangkut (transpor) TG
dari hati ke seluruh jaringan tubuh. Selain dalam bentuk VLDL, TG juga diedarkan
ke seluruh tubuh dalam bentuk intermedier density lipoprotein (IDL), low density
lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Pembebasan asam lemak
dari VLDL dengan cara hidrolisis oleh enzim lipase memerlukan heparin (sebagai
kofaktor). VLDL yang telah kehilangan FFA berubah menjadi IDL. IDL setelah
dihidrolisis oleh lipase akan kehilangan asam lemak kemudian berubah menjadi
LDL. LDL memberikan kolesterol ke jaringan untuk sintesis membran sel dan
hormon steroid. IDL memberikan posfolipid melalui enzim lecithin cholesterol
acyltransferase (LCAT) mengambil kolesterol ester yang dibentuk dari kolesterol di
HDL.

F. LIVER FUNCTION TEST
Liver Function Test (LFT)merupakan serangkaian pemeriksaan organ hepatobilier untuk
mengetahui sejauh apa kerusakan fungsi organ akibat suatu penyakit. Beberapa pemeriksaan
dalam LFT yaitu:
1. Bilirubin
Bilirubin terbentuk akibat penguraian hemoglobin oleh sistem retikuloendotelial dan
dibawa di dalam plasma menuju hati untuk melakukan proses konjugasi (secara
langsung), untuk membentuk bilirubin diglukuronida dan dieksresikan ke dalam empedu.
Terdapat dua jenis bilirubin di dalam tubuh: (1) terkonjugasi atau yang bereaksi langsung
(dapat larut) dan (2) tak-terkonjugasi atau memiliki reaksi tidak langsung (ikatan protein).
Jika bilirubin total berada dalam kisaran normal, kadar bilirubin langsung dan tak
langsung tidak perlu dianalisis. Jika hanya salah satu nilai bilirubin yang dilaporkan, nilai
tersebut mewakili nilai bilirubin total.
Bilirubin langsung atau terkonjugasi sering muncul akibat ikterik obstruktif, baik
yang bersifat ekstrahepatika (akibat pembentukkan batu atau tumor) maupun
intrahepatika. Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus
sehingga akan masuk kembali dan terabsorpsi dalam aliran darah. Sel hati yang rusak
dapat menyebabkan hambatan sinusoid empedu sehingga meningkatkan kadar serum
bilirubin terkonjugasi. Pada kasus hepatitis dan sirosis terdekompensasi, baik kadar
bilirubin terkonjugasi maupun tak-terkonjugasi, dapat meningkat. Kadar bilirubin serum
(total) pada bayi baru lahir dapat mencapai 12 mg/dl; kadar yang dapat menimbulkan
kepanikan adalah >15mg/dl. Ikterik sering tampak jika kadar bilirubin serum mencapai
>3 mg/dl.
Nilai normal:
Bilirubin total Bilirubin Direct Bilirubin indirect
Anak (baru lahir) 1-12 mg/dl
(anak) 0.2-0.8 mg/dl
- 0.1-1.0 mg/dl
Dewasa 0.1-1.2 mg/dl 0.1-0.3 mg/dl 0.1-1.0 mg/dl
Masalah klinis:
a. Penurunan kadar : anemia defesiensi zat besi. Pengaruh obat (barbiturate,
aspirinpenisilin, kafein dalam dosis tinggi)
b. Peningkatan kadar : Ikterik obstruktif disebabkan oleh batu atau neoplasma,
hepatitis, sirosis hati, mononucleosis infeksius, kanker hati, penyakit Wilson.
Pengaruh obat (Antibiotik, sulfonamide, OAT, alopurinol, diuretik, mitramisin,
dekstran, diazepam, barbiturat narkotik, flurazepam, indometasin, metroteksat,
metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A,
C, K.

Faktor yang mempengaruhi temuan laboratorium:
Makan malam yang mengandung tinggi lemak yang dikonsumsi sebelum
pemeriksaan.
Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin serum.
Hemolisis pada spesiemen darah memberikan temuan yang tidak akurat. Tabung
pemeriksaan tidak boleh digoncangkan.
Spesimen darah yang terpajan cahaya matahari ataupun lampu, kandungan pigmen
empedunya akan menurun.
Obat-obat tertentu dapat meningkatkan atau mengurangi kadar bilirubin.

2. Alkali Phosphatase (ALP)
Merupakan enzim penanda adanya obstruksi pada hati.Enzim ini terdapat pada sel-sel
yang cepat membelah atau secara aktif memetabolisme seperti epitel sel empedu dan hati,
ususm darah, tubulus proksimal ginjal, tulang (osteoblas), plasenta dan kelenjar
mammae.Namun, terbanyak ditemukan di dalam hati dan tulang.Enzim ini bekerja pada
pH 9 dan memiliki isoenzim diberbakai sel epitel yng telah disebutkan diatas.Untuk hati,
isoenzim-nya adalah AP-12.

Nilai normal: 10-32 IU/L
Meningkat tajam pada: Obstruksi ekstrahepatik (10-12x Normal), Kanker tulang (10-
25x Normal), Osteitis deforms (Penyakit Paget)
Meningkat sedikit pada: Obstruksi intrahepatik, hiperparatiroidisme, penyembuhan
setelah fraktur).
3. Gamma Gluttamyl Transverase (GGT)
Merupakan enzim penanda adanya obstruksi dan terdapat di sel hepatobiliaris,
pankreas dan ginjal. Pemeriksaan enzim ini lebih sensitif daripada alkali phosphatase
untuk mendeteksi obstruksi jaundice kolangitis, kolesistisis karena meningkat lebih dini
dan menetap lebih lama. Pada penyakit skeletal nilainya normal sehingga pemeriksaan ini
dapat mematiskan apakah peningkatan alkali phosphatase berasal dari penyakit tulang
atau hati.
Nilai normal: < 65 IU/L
Peningkatan pada obstruksi intra/post-hepatik : 5-30x normal
Peningkatan pada hepatitis dan fatty liver: 2-5x normal

4. Laktat Dehidrogenase (LDH)
Laktat dehidrogenase (LDH) adalah enzim intraseluler yang terdapat pada hampir semua
sel yang bermetabolisme, dengan konsentrasi tertinggi ditemukan di jantung, otot rangka,
hati, ginjal, otak dan sel darah merah (SDM). LDH memiliki dua subunit yang berbeda: O
(otot) dan J (jantung). Subunit ini berkombinasi dalam bentuk yang berbeda untuk
membuat lima isoenzim:
LDH1: fraksi jantung; J, J, J, J; di jantung, SDM, ginjal, otak (beberapa)
LDH2: fraksi jantung; J, J, J, O; di jantung, SDM, ginjal, otak (beberapa)
LDH3: fraksi paru; J, J, O, O; di paru, dan jaringan lain, limpa, pankreas, adrenal,
tiroid, limfatik
LDH4: fraksi hati; J, O, O, O; di hati, otot rangka, ginjal, dan otak (sebagian)
LDH5: fraksi hati; O, O, O, O; di hati, otot rangka, ginjal (beberapa)
Seperti uji enzimatik lainnya, seperti keratin fosfokinase (CPK) dan aspartat
aminotransferase (AST), LDH, LDH1 serum digunakan untuk mendiagnosis infark
miokard akut.LDH3 berhubungan dengan penyakit paru, dan LDH5 berhubungan dengan
penyakit hati dan otot rangka. Pada hepatitis akut, kadar LDH total meningkat dan LDH5
biasanya meningkat sebelum terjadi ikterik dan menurun sebelum kadar bilirubin
menurun.
Nilai normal:
LDH total LDH1 LDH2 LDH3 LDH4 LDH5
100-190 UI/l 14-26% 27-37% 13-26% 8-16% 6-16%
Perbedaan 2-4% masih dianggap normal
Masalah klinis:
Peningkatan kadar: infark miokard, kanker (paru, tulang, usus, hati, payudara, serviks,
testis, ginjal, lambung, melanoma kulit), leukemia akut, infark pulmonal akut,
mononucleosis infeksius, anemia, hepatitis akut, syok, penyakit otot rangka, pingsan
karena panas. Pengaruh obat: narkotik.

5. ALT & AST (SGPT & SGOT)
a. Aminotransferase alanin (ALT/SGPT)
ALT merupakan enzim yang utama banyak ditemukan pada sel hati serta efektif
dalam mendiagnosis destruksi hepatoseluler.Enzim ini juga ditemukan dalam jumlah
sedikit pada otot, jantung serta otot rangka.
Kadar ALT serum dapat lebih tinggi dari kadar sekelompok transferase lainnya
(AST/SGOT), dalam kasus hepatitis akut serta kerusakan hati akibat penggunaan obat
dan zat kimia, dengan setiap serum mencapai 200-4000 U/l. ALT digunakan untuk
membedakan antara penyebab karena kerusakan hati dan ikterik hemolitik. Meninjau
ikterik, kadar ALT serum biasanya meningkat sebelum tampak ikterik.
Kadar ALT/SGPT sering kali dibandingkan dengan AST/SGOT untuk tujuan
diagnostik. ALT meningkat lebih khas daripada AST pada kasus nekrosis hati dan
hepatitis akut, sedangkan AST meningkat lebih khas pada nekrosis miokardium,
sirosis, kanker hati, hepatitis kronis dan kongesti hati. Kadar AST ditemukan normal
atau meningkat sedikit pada nekrosis miokardium.Kadar ALT kembali lebih lambat
ke kisaran normal daripada AST pada kasus hati.

Nilai normal:
Dewasa 10-35 U/l
Anak 10-35 U/l
Bayi 2x dewasa
Masalah klinis:
Penurunan kadar : Latihan, konsumsi salisilat
Peningkatan kadar (tinggi): Hepatitis (virus) akut, nekrosis hati
Peningkatan kadar (sedang): sirosis, kanker hati, gagal jantung kongestif,
intoksikasi akut alkohol, pengaruh obat (antibiotic, antihipertensi, digitalis,
salisilat, kontrasepsi oral)

Faktor yang mempengaruhi temuan laboratorium
Hemolisis specimen darah mungkin menyebabkan hasil uji palsu
Aspirin dapat menyebabkan penurunan atau peningkatan ALT serum
Obat tertentu dapat meningkatkan kadar ALT

b. Aminotransferase aspartat (AST/SGOT)
AST merupakan enzim yang sebagian besar ditemukan dalam otot jantung dan hati,
sementara dalam konsentrasi sedang dapat ditemukan pada otot rangka, ginjal, dan
pankreas.Konsentrasinya yang rendah terdapat dalam darah, kecuali jika terjadi
cedera seluler, kemudian dalam jumlah yang banyak, dilepas ke dalam sirkulasi.
Kadar AST serum tinggi dapat ditemukan setelah terjadi infark miokardium akut dan
kerusakan hati. Pada penyakit hati, kadar serum akan meningkat 10 kali atau lebih,
dan tetap demikian dalam waktu yang lama.

Nilai normal:
Dewasa: rata-rata 8-33 U/l ( < )
Bayi baru lahir: 4 kali kadar normal
Anak: sama dengan dewasa
Lansia: > rata-rata dewasa

Masalah klinis:
Penurunan kadar: kehamilan, ketoasidosis diabetik, konsumsi salisilat
Peningkatan kadar: Infark miokard akut, hepatitis, nekrosis hati, penyakit dan
trauma muskoloskeletal, pancreatitis akut, kanker hati, angina pectoris yang
serius, olahraga berat, injeksi IM, pengaruh obat: antibiotic, vitamin, narkotik,
antihipertensi, kontrasepsi oral, INH, salisilat, teofilin






DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik Snell Edisi 6. Jakarta: EGC
2. Kee, Joye LeFever. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik Edisi 6.
Jakarta: EGC.
3. Kumar. Et al. 2010. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 8th ed. Saunders
Elsevier.
4. Yamada, Tadataka (ed). Et al. 2008. Principles of clinical Gastroenterology. Wiley
Blackwell.
5. Ginsberg, gregory C. Et al. 2012. Clinical Gstrointestinal Endoscopy. 2nd ed. Elsevier
Saunders.
6. Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik Ed. 10. Jakarta: EGC
7. Price, S. A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit E/6 Volume 1.
Jakarta: EGC
8. D.N. Baron, alih bahasa : P. Andrianto, J. Gunawan, Kapita Selekta Patologi Klinik (A
Short Text Book of Clinical Pathology), Edisi 4, EGC, Jakarta, 1990.
9. E.N. Kosasih & A.S. Kosasih, Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik, Edisi 2,
Tangerang, 2008.
10. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk., Tinjauan Klinis Atas Hasil
Pemeriksaan Laboratorium, EGC, Jakarta, 1992.
11. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, edisi 6, EGC,
Jakarta, 2007.
12. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit & Dewi
Wulandari, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta,
2004.
13. Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta:
KKI(http://www.pdk3mi.org/wp-content/files/2._SKDI___Perkonsil.pdf)
14. Busro, VO. 2012. Patogenesis, Gambaran Klinis dan Tatalaksana Batu Empedu.
Diakses pada 14 Mei 2013 (http://infopenyakitdalam.com/berita-151-patogenesis-
gambaran-klinis-dan-tatalaksana-batu-empedu.html)
15. Widya, J. 2012. Fisiologi dan Biokimia Sistem Hepatobilier. Diakses pada 14 Mei 2013
(http://josephinewidya.wordpress.com/2012/10/12/fisiologi-dan-biokimia-sistem-
hepatobilier/)
16. Gerd, A. 2000. Drug-Induced Cholestatic Liver Disease. Landes Bioscience. Diakses
pada 14 Mei 2013 (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK6102/)
Coelho, JC, et al. 1986. Effect Of Analgesic Drugs On The Electromyographic Activity
Of The Gastrointestinal Tract And Sphincter Of Oddi And On Biliary Pressure. Diakses
pada 14 Mei 2013 (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3729583)
17. Anonim. 2000. Pentazocine Disease Interaction. Diakses pada 14 Mei 2013
(http://www.drugs.com/disease-interactions/pentazocine.html)
18. http://kedokteran.unsoed.ac.id/Files/labskill/PemeriksaanAbdomen.pdf
19. http://www.webmd.com/menopause/guide/guide-perimenopause).
20. (http://www.nih.gov/news/health/aug2010/nichd-10.htm)
21. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18039017)
22. (http://triyanita.blogspot.com/2010/04/pemeriksaan-asites-dan-edema.html)

Anda mungkin juga menyukai