Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

SKENARIO 2
“Demam dan Nyeri Perut”

Pembimbing: dr. Aisyah Lahdji, MM, MMR


Disusun oleh:
Kelompok 7 Blok 9
Pertemuan I
Moderator : Shina Samanda Alam (H2A018027)
Sekretaris : Annisa Tifani (H2A018107)
Pertemuan II
Moderator : Delanaura Puspitasari A. (H2A018056)
Sekretaris : Ulfi Khasana Maswa (H2A018095)
Anggota:
1. Muhammad Lois Indra K. (H2A018010)
2. Ezarzora Bunga S. (H2A018022)
3. Iqli Matussayyidati Sekar A. (H2A018030)
4. Besty Barsaliputri (H2A018040)
5. Alisha Rahma Bilqisthi (H2A018071)
6. Kencana Noor Firuza (H2A018116)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2020
SKENARIO 2. Demam dan Nyeri Perut
Jojo berusia 30 tahun diantar istrinya ke IGD RS dengan keluhan demam,
diare bercampur darah dan lendir sejak 3 hari yang lalu. Keluhan ini disertai pusing,
mual, muntah, nyeri perut hilang timbul disertai melilit. Sebelumnya Jojo mengaku
mengonsumsi seafood yang terlalu banyak. Dari pemeriksaan fisik didapatkan KU
tampak lemah, tanda vital didapatkan tekanan darah 90/60mmHg, denyut nadi 130
x/menit, frekuensi nafas 26 x/menit, suhu 37,6⁰C. Pada pemeriksaan fisik abdomen
didapatkan nyeri tekan perut (+), bising usus meningkat, datar dan lemah. Dokter
melakukan pemeriksaan feses makroskopis ditemukan warna kuning, steatore (+),
lendir (+), konsistensi cair, darah (+), bau khas. Pada pemeriksaan mikroskopis
ditemukan bakteri positif (++). Dokter kemudian meminta Jojo untuk dirawat inap,
namun Jojo takut jika dia terlalu lama dirawat di RS dia akan di PHK dan tidak bisa
membayar biaya RS.

STEP 1 – Klarifikasi Istilah


1. Diare = pengeluaran tinja berair berkali-kali yang tidak normal; buang air
besar dengan konsistensi cair sebanyak 3x atau lebih dalam satu hari.
2. Steatore = ekses lemak dalam feses.

STEP 2 – Rumusan Masalah


1. Apakah penyebab diare, demam, tinja berdarah dan berlendir, mual, muntah,
pusing, nyeri perut hilang timbul sejak 3 hari?
2. Bagaimana hubungan hipotensi dan takikardi dengan skenario?
3. Bagaimana hubungan gejala penyakit pasien dengan makan seafood?
4. Apa yang terjadi pada pasien dan bagaimana manifestasi klinisnya?
5. Bagaimana cara menegakkan diagnosis dan diagnosis banding?
6. Bagaimana penatalaksanaannya?
STEP 3 – Brainstorming
1. Apakah penyebab diare, demam, tinja berdarah dan berlendir, mual,
muntah, pusing, nyeri perut hilang timbul?
Mekanisme terjadinya diare:
Mikroorganisme masuk ke dalam tubuh dan menetap di mukosa usus halus,
lalu:
- Menghasilkan toksin (enterotoksigenik) yang melekat pada mukosa usus
halus sehingga meningkatkan aktivitas NAD+ lalu meningkatkan siklik
AMP dan menstimulasi sekresi Cl- serta sekresi air, HCO3-, K+, Na+ yang
akan menyebabkan diare.
- Merusak mukosa usus (enterovasif) dan menstimulasi makrofag fagositik
lalu mikroorganisme akan dikelilingi oleh vakuol fagositik dan masuk ke
membran sel, lalu mikroorganisme akan melisiskan membran sel sehingga
menstimulasi sitokin dan menstimulasi sel PMN ke tempat infeksi
menyebabkan ulkus fokal. Selain itu mikroorganisme juga menyebabkan
sel-sel tidak dapat menyerap makanan dengan baik yang menyebabkan
tekanan osmotik intralumen meningkat dan menarik cairan plasma ke lumen
sehingga membuat cairan melebihi kemampuan reabsorbsi colon yang
menyebabkan kandunga air di feses menjadi berlebih/banyak.

Mekanisme terjadinya demam:


Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-
hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu (set point) di
hipotalamus (Dinarello dan Porat, 2012).
Temperatur tubuh dikontrol oleh hipotalamus. Neuron-neuron baik di
preoptik anterior hipotalamus dan posterior hipotalamus menerima dua jenis
sinyal, satu dari saraf perifer yang mengirim informasi dari reseptor
hangat/dingin di kulit dan yang lain dari temperatur darah. Kedua sinyal ini
diintegrasikan oleh thermoregulatory center di hipotalamus yang
mempertahankan temperatur normal.
Pada lingkungan dengan subuh netral, metabolic rate manusia
menghasilkan panas yang lebih banyak dari kebutuhan kita untuk
mempertahankan suhu inti yaitu dalam batas 36,5-37,5ºC (Dinarello dan Porat,
2012).
Pusat pengaturan suhu terletak di bagian anterior hipotalamus. Ketika
vascular bed yang mengelilingi hipotalamus terekspos pirogen eksogen tertentu
(bakteri) atau pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF), zat metabolik asam
arakidonat dilepaskan dari sel-sel endotel jaringan pembuluh darah ini. Zat
metabolik ini, seperti prostaglandin E2, melewati blood brain barrier dan
menyebar ke daerah termoregulator hipotalamus, mencetuskan serangkaian
peristiwa yang meningkatkan set point hipotalamus. Dengan adanya set point
yang lebih tinggi, hipotalamus mengirim sinyal simpatis ke pembuluh darah
perifer, menyebabkan vasokonstriksi dan menurunkan pembuangan panas dari
kulit (Prewitt, 2005).

Makna klinis tinja berdarah dan berlendir:


Tinja mengandung lendir dan darah yang berasal dari bakteri Shigella
dysentriae. Adanya darah dan leukosit dalam tinja merupakan suatu bukti
bahwa kuman penyebab disentri tersebut menembus dinding kolon dan
bersarang di bawahnya sehingga terjadilah diare yang disertai pendarahan.
Ketika mukosa usus (terutama usus besar) teriritasi, maka dapat
menyebabkan sel goblet menjadi lebih aktif. Sel goblet menghasilkan banyak
mukus yang berfungsi untuk proteksi mukosa. Ketika mukus jumlahnya terlalu
berlebihan, maka dapat muncul dalam feses dan bermanifestasi sebagai feses
berlendir. Sedangkan feses yang disertai darah diakibatkan oleh pecahnya
pembuluh darah pada dinding saluran cerna. Pembuluh darah pada dinding
gastrointestinal mulai terdapat pada tunika mukosa namun jumlah pembuluh
darah yang banyak ditemukan pada tunika submukosa. Hal ini berarti bahwa
jika terdapat ulkus yang mengenai tunika submukosa, maka dapat
bermanifestasi sebagai feses disertai darah.
Makna klinis mual muntah:
Mual dan muntah adalah gejala non-spesifik, yang berarti memiliki
banyak kemungkinan disebabkan oleh berbagai macam kondisi. Beberapa
penyebab umum mual dan muntah adalah mabuk perjalanan, pusing, migrain,
pingsan, gula darah rendah, gastroenteritis (infeksi perut) atau keracunan
makanan. Mual adalah efek samping dari banyak obat termasuk kemoterapi,
atau morning sickness pada awal kehamilan.

Makna klinis pusing:


Banyak kondisi yang menyebabkan pusing karena banyak bagian tubuh
diperlukan untuk menjaga keseimbangan termasuk telinga bagian dalam, mata,
otot, kerangka, dan sistem saraf. Penyebab fisiologis umum dari pusing
meliputi:
 Pasokan darah yang tidak adekuat ke otak karena:
1. Tekanan darah yang turun tiba-tiba
2. Masalah jantung atau penyumbatan arteri
3. Gangguan telinga bagian dalam
4. Distorsi fungsi otak/saraf oleh obat-obatan seperti antikonvulsan
dan obat penenang
 Hasil efek samping dari obat resep, termasuk obat penghambat pompa
proton (PPI) dan Coumadin (warfarin) yang menyebabkan
pusing/pingsan.

Makna klinis kram otot perut/nyeri perut hilang timbul:


Istilah kram otot perut tidak spesifik dan digunakan untuk merujuk pada
sejumlah gejala atau sensasi yang berbeda. Beberapa penyebab khas sakit perut
dan gejala terkait yang timbul dari saluran cerna meliputi:
1. Keracunan makanan
2. Banyaknya gas pada saluran cerna
3. Gangguan pencernaan
4. Infeksi
5. Intoleransi laktosa
6. Penyakit radang usus (Crohn's disease atau ulcerative colitis).
Nyeri tekan perut (+) sebagian besar disebabkan oleh infeksi. Penyebab
lain yang lebih serius dapat mendandakan adanya obstruksi usus, peritonitis
yang luas. Bising usus meningkat menandakan adanya obstuksi dini intestinal
atau sering terjadi pada kasus diare. Pada keadaan normal bising usus terdengar
lebih kurang 3 kali permenit. Jika terdapat obstruksi usus suara peristaltic usus
akan meningkat, dan akan lebih meningkat lagi bila disertai dengan nyeri perut
yang bersifat kolik.
Reseptor nyeri organ dalam lokasinya ada di permukaan serosa pada
mesenterium, di dalam otot usus, dan mukosa organ yang berongga. Nyeri
dimulai ketika reseptor nyeri tersebut distimulasi oleh kontraksi dan regangan
yang berlebihan yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Ketika pasien mengalami
diare, organ usus pasien mengalami kontraksi dan regangan yang berlebihan,
sehingga menyebabkan nyeri yang hilang timbul.

2. Bagaimana hubungan hipotensi dan takikardi dengan skenario?


Di dalam skenario, disebutkan bahwa pasien mengalami diare dan
kondisi umum pasien lemah. Selain itu, di dalam scenario juga disebutkan
pasien takikardi, hipotensi, takipneu dan demam. Sedangkan, pasien dengan
diare perlu dicurigai terjadinya dehidrasi. Tanda-tanda dehidrasi sedang adalah
turgor buruk, nadi cepat (takikardi), nafas cepat (takipneu), dan KU buruk. Dari
kriteria-kriteria tersebut, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami dehidrasi
sedang.
Jika seseorang mengalami dehidrasi sedang, maka itu berarti cairan
tubuhnya berkurang, hal ini bisa dilihat dari volume plasma darah. Jika volume
plasma darah berkurang, maka volume darah pun otomatis berkurang juga. Jika
volume darah berkurang, dengan lumen pembuluh darah yang ukurannya tetap,
maka hal ini menyebabkan tekanan darah berkurang, yang kita sebut sebagai
hipotensi. Jika terjadi hipotensi, maka tubuh akan melakukan mekanisme
kompensasi untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen, yaitu dengan
menaikkan laju denyut jantung atau heart rate, dan meningkatkan penyerapan
oksigen dengan menaikkan laju nafas.

3. Bagaimana hubungan gejala penyakit pasien dengan makan seafood?


Konsumsi makanan laut dapat menyebabkan beberapa kemungkinan
penyakit jika tidak di masak dengan matang, kemungkinan lain juga dapat
menimbulkan reaksi dalam tubuh jika memiliki alergi tertentu terhadap makan
makanan laut (seafood). Keracunan makanan terjadi ketika bakteri atau patogen
jenis tertentu yang membawa penyakit mengontaminasi makanan, dapat
menyebabkan penyakit keracunan makanan. Keracunan makanan akan
menyebabtkan beberapa penyakit seperti diare akut. Penyebab diare akut dapat
berupa infeksi ataupun noninfeksi.
Hubungan konsumsi seafood dengan keluhan pasien kemungkinan
menyebabkan penyakit jika tidak dimasak dengan matang, kemungkinan lain
juga dapat menimbulkan reaksi dalam tubuh jika memiliki alergen terhadap
seafood. Makan seafood yang berlebihan dapat menyebabkan mual dan
muntah, serta diare. Diare, mual, dan muntah yang terjadi setelah konsumsi
hewan laut, terutama yang bercangkang seperti kerang, udang, dan kepiting
memungkinkan infeksi bakteri seperti Staphylococcus.

4. Apa yang terjadi pada pasien dan bagaimana manifestasi klinisnya?


Kemungkinan pasien terkena disentri. Disentri merupakan suatu infeksi
yang menimbulkan luka dan menyebabkan tukak terbatas di kolon, ditandai
dengan gejala khas disebut sebagai sindroma disentri, yakni: sakit di perut yang
sering disertai dengan berak- berak, tinja mengandung darah dan lendir.
Pada umumnya gejala disentri basiler dapat timbul 1-7 hari setelah
penderita terinfeksi dan berlangusng selama 3-7 hari. Anak-anak lebih sering
atau lebih mudah terkena disentri basiler khususnya anak-anak berumur 2-4
tahun. Hal ini disebabkan karena sistem kekebalan tubuh / sistem imun masih
lemah. Penyakit ini juga sering menyerang orang yang sering jajan
sembarangan, serta tinggal di permukiman kumuh dengan sanitasi yang buruk
dan air bersih yang terbatas.

Manifestasi klinis
Jika pasien mengalami disentri maka salah satu manifestasi klinisnya
yaitu steatorrhea. Hal ini disebabkan karena rusaknya vili-vili usus yang
berfungsi untuk mengabsorbsi nutrisi. Selain itu, bisa juga disebabkan
kurangnya enzim yang berfungsi untuk mencerna lemak. Sehingga, terjadilah
malabsorbsi, yang ketika makanan tersebut didefekasikan, akan terdapat
steatorrhea.
a. Onset: berlangsung cepat, sering mendadak, dapat juga perlahan-lahan.
b. Defekasi sedikit-sedikit dan dapat terus menerus. Sifat: mulanya sedikit-
sedikit sampai isi usus terkuras habis selanjutnya pada keadaan ringan
masih dapat mengeluarkan cairan, sedangkan bila keadaan berat tinja
berlendir dengan warna kemerah-merahan atau lendir yang bening dan
berdarah, bersifat basa.
c. Sakit perut kolik (hilang timbul)
d. Muntah
e. Sakit kepala
f. Suhu bervariasi dari rendah – tinggi
g. Nadi cepat
h. Sakit perut terutama di sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja
sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung
i. Di daerah anus luka dan nyeri

5. Bagaimana cara menegakkan diagnosis dan diagnosis banding?


Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis: dalam menganamnesis pasien diare dapat ditanyakan
onset,lama gejala, frekuensi, serta kuantitas dan karakteristik feses.
b. Pemeriksaan fisik: pada pemeriksaan fisik perlu dinilai keadaan umum,

kesadaran, tanda tanda vital. Selain itu, perlu dicari tanda-tanda dehidrasi.
c. Pemeriksaan penunjang
Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau diare berlangsung lebih
dari beberapa hari diperlukan pemeriksaan penunjang, yaitu:
 Pemeriksaan darah tepi lengkap, adalah tindakan diagnostic yang
digunakan dalam evaluasi dan diagnosis berbagai kondisi medis yang
umumya digunakan untuk membantu pemeriksaan kelainan darah dan
juga infeksi parasite.
 Kadar elektrolit serum, pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
seberapa besarkah pasien mengalami kekurangan elektrolit.
 Ureum kreatinin, untuk mengetahui adanya protein dan darah dalam
urin yang menandakan penurunan fungsi ginjal.
 Pemeriksaan tinja, pemeriksaan feses adalah serangkaian tes yang di
lakukan pada sampel feses untuk membantu diagnostic kondisi tertentu
yang mempengaruhi saluran pencernaan. Kondisi ini dapat mencakup
infeksi seperti parasit, virus, bakteri, protozoa dan lain sebagainya.
Apabila pasien mengalami gastroenteritis dengan penyebab bakteri
maka salah satu cara untuk mengetahui spesies bakteri dan menentukan
tatalaksanannya adalah dengan menggunakan kultur feses.

Diagnosis Banding
Pemeriksaan
Penyakit Etiologi Manifestasi Klinis
Penunjang
Keracunan 1) bahan asing 1) Sakit perut 1) Pemeriksaan
makanan anorganik/organik 2) Mual dan feses
yang secara muntah 2) Pemeriksaan
sengaja/tidak 3) Sakit kepala darah lengkap
tercampur pada 4) Kelemahan
makanan saat yang mungkin
proses pembuatan parah atau
atau pengawetan; bahkan
2) adanya racun menyebabkan
dalam makanan kelumpuhan
itu, misalnya 5) Diare-mungkin
berair dan
keracunan ikan, berlebihan atau
jamur, singkong; mungkin
3) terdapat berdarah
kuman/parasit 6) Demam dengan
dalam makanan, menggigil
misalnya. 7) Nyeri otot
histolisia,
Salmonella, dan
lain-lain;
4) terdapat toxin
kuman dan
makanan,
misalnya Cl.
botulinum,
Staphylococcus
toxic, keracunan
tempe.
Disentri Entamoeba hystolitica 1) perut kembung 1) Pemeriksaan
Amoebiasis 2) nyeri perut tinja:
ringan kista/trofozoid
3) diare ringan, 4-5 2) Pemeriksaan
kali sehari, sigmoideskopi
kadang tinja dan kolonoskopi
bercampur 3) Uji serologis: uji
darah & lendir. bantu diagnosis
4) terdapat sedikit amoeba
nyeri tekan menembus hati
bergantung
pada lokasi
ulkusnya
5) keadaan umum
pasien biasanya
baik, tanpa atau
sedikit demam
ringan
(subfebris).
Kolitis 1) Faktor familial 1) Biasanya 1) Pemeriksaan
Ulseratif 2) Faktor infeksi nonspesifik, darah: anemia,
3) Faktor 2) Bisa terjadi leukositosis,
imunologik distensi kelainan elektrolit
4) Faktor psikologik abdomen 2) Kultur feses:
5) Faktor lingkungan 3) Hipotensi, Eschericia coli
demam,
takikardi bila
berat
Shigelosis Shigella sp. 1) diare 1) Pemeriksaan tinja
(Disentri 2) adanya lendir 2) Sigmoideskopi
Shigella) dan darah dalam
tinja
3) perut terasa
sakit dan
tenesmus.

6. Bagaimana penatalaksanaannya?
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri
atas: rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan, memberikan terapi
simptomatik, dan memberikan terapi definitif.
Langkah pertama dalam memberikan terapi diare adalah dengan
rehidrasi, dimana lebih disarankan dengan rehidrasi oral. Akumulasi kehilangan
cairan (dengan penghitungan secara kasar dengan perhitungan berat badan
normal pasien dan berat badan saat pasien diare) harus ditangani pertama.
Selanjutnya, tangani kehilangan cairan dan cairan untuk pemeliharaan. Jika
sudah terjadi dehidrasi, maka harus dilakukan rehidrasi terlebih dahulu, yaitu
dengan cara:
a. Rehidrasi per oral atau dengan iv line sesuai dengan kebutuhan dan
kemapuan pasien
b. Merawat gejala sistemik seperti demam, nyeri, dll. Dengan memberi obat-
obatan
c. Mengidentifikasi komplikasi yang terjadi dan berusaha untuk mengatasinya
d. Mencegah perluasan infeksi
Selain itu, juga bisa dengan memberikan obat-obatan, yaitu:
 Ciprofloxacin  Obat ini manjur untuk merawat pasien dengan infeksi
Campylobacter, E. coli, non-thyphoid Salmonella, Shigella, dan
Yersinia.
 Trimetropin-sulfamethoxazole  Obat ini dipilih jika pasien berusia
kurang dari 18 tahun. Namun, obat ini tidak berpengaruh jika terjadi
infeksi oleh Campylobacter.
STEP 4 – Skema
GASTROENTERITIS
ET CAUSA BAKTERI
Etiologi AIK

Epidemiologi Peran dokter


keluarga

Patofisiologi Komplikasi
Gejala dan & Prognosis
Pemeriksaan Tatalaksana
Penunjang

STEP 5 – Sasaran Belajar


GASTROENTERITIS ET CAUSA BAKTERI
1. Etiologi
2. Epidemiologi
3. Patofisiologi
4. Gejala dan pemeriksaan penunjang
5. Tata laksana (farmako & nonfarmako)
6. Komplikasi dan prognosis
7. Peran dokter keluarga
8. AIK

STEP 6 – Belajar Mandiri


STEP 7
1. ETIOLOGI
Infeksi bakteri menjadi penyebab dari kasus gastroenteritis akut bakteri
yang sering menjadi penyebabnya adalah Diarrheagenic Escherichia coli,
Shigella species, Vibrio cholera, Salmonella. Beberapa bakteri yang dapat
menyebabkan gastroenteritis akut adalah:
a. Diarrheagenic Escherichia coli
Penyebarannya berbeda – beda di setiap negara dan paling sering terdapat
di negara yang masih berkembang. Umumnya bakteri jenis ini tidak
menimbulkan bahaya jenis dari bakterinya adalah :
- Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
- Enteropathogenic E. coli (EPEC)
- Enteroinvasive E. coli (EIEC)
- Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
b. Campylobacter
Bakteri jenis ini umumnya banyak pada orang yang sering berhubungan
dengan perternakan selain itu bisa menginfeksi akibat masakan yang tidak
matang dan dapat menimbulkan gejala diare yang sangat cair dan
menimbulkan disentri.
c. Shigella species
Gejala dari infeksi bakteri Shigella dapat berupa hipoglikemia dan tingkat
kematiannya sangatlah tinggi. Beberapa tipenya adalah:
- S. sonnei
- S. flexneri
- S. dysenteriae
d. Vibrio cholera
Memiliki lebih dari 2000 serotipe dan semuanya bisa menjadi pathogen
pada manusia. Hanya serogrup cholera O1 dan O139 yang dapat
menyebabkan wabah besar dan epidemic. Gejalanya yang paling sering
adalah muntah tidak dengan panas dan feses yang konsistensinya sangat
berair. Bila pasien tidak terhidrasi dengan baik bisa menyebabkan syok
hipovolemik dalam 12 – 18 jam dari timbulnya gejala awal.
e. Salmonella
Salmonella menyebabkan diare melalui beberapa mekanisme. Beberapa
toksin telah diidentifikasi dan prostaglandin yang menstimulasi sekresi aktif
cairan dan elektrolit mungkin dihasilkan. Pada onset akut gejalanya dapat
berupa mual, muntah dan diare berair dan terkadang disentri pada beberapa
kasus.
Kata "gastroenteritis" berarti "radang lambung dan usus kecil." Secara
medis, gastroenteritis didefinisikan sebagai penyakit diare, dengan kata lain,
peningkatan frekuensi buang air besar dengan atau tanpa muntah, demam, dan
sakit perut. Peningkatan frekuensi buang air besar didefinisikan oleh tiga atau
lebih banyak buang air besar yang encer atau longgar dalam 24 jam atau
setidaknya 200 gram tinja per hari. Ini diklasifikasikan dalam banyak cara,
tetapi menurut durasi gejala, itu digambarkan sebagai akut, persisten, kronis,
atau berulang. Penyebab gastroenteritis termasuk bakteri, virus, jamur, dan
parasite. Penyebab diare menular bervariasi di antara wilayah geografis yang
berbeda, perkotaan hingga pedesaan, dan tergantung pada komorbiditas dan
status imun inang. Penyebab bakteri lebih bertanggung jawab untuk kasus diare
menular yang parah daripada etiologi infeksius lainnya. Gastroenteritis bakteri
menyebabkan gejala yang lebih parah karena dapat menyebabkan dehidrasi
akibat muntah dan diare.
Menurut Simadibrata (2006) diare dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain: Infeksi yang disebabkan oleh bakteri: shigella sp, E.coli
pathogen, salmonella sp, vibrio cholera, yersinia entero colytika, campylobacter
jejuni, v.parahaemolitikus, staphylococcus aureus, klebsiella, pseudomonas,
aeromonas, dll. Virus: rotavirus,adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus,
cytomegalovirus, echovirus. Makanan beracun atau mengandung logam,
makanan basi, makan makanan yang tidak biasa misalnya makanan siap saji,
makanan mentah, makanan laut. Obat-obatan tertentu (penggantian hormone
tiroid, pelunak feses dan laksatif, antibiotik, kemoterapi, dan antasida).
2. PATOFISIOLOGI
Pada umumnya gastroenteritis akut 90% disebabkan oleh agen infeksi
yang berperan dalam terjadinya gastroenteritis akut terutama adalah faktor
agent dan faktor host. Faktor agent yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel
mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan
usus halus serta daya lekat kuman. Faktor host adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut,
terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna
antara lain: keasaman lambung, motilitas usus, imunitas, dan lingkungan
mikroflora usus. Patogenesis diare karena infeksi bakteri/parasit terdiri atas:
a. Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik)
Diare jenis ini biasanya disebut juga sebagai diare tipe sekretorik
dengan konsistensi berair dengan volume yang banyak. Bakteri yang
memproduksi enterotoksin ini tidak merusak mukosa seperti V. cholerae
Eltor, Eterotoxicgenic E. coli (ETEC) dan C. Perfringens. V. cholerae Eltor
mengeluarkan toksin yang terkait pada mukosa usus halus 15-30 menit
sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan
berlebihan nikotinamid adenin di nukleotid pada dinding sel usus, sehingga
meningkatkan kadar adenosin 3’-5’-siklik monofosfat (siklik AMP) dalam
sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang
diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation, natrium dan kalium.
b. Diare karena bakteri/parasite invasive (enterovasif)
Diare yang diakibatkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare
Inflammatory. Bakteri yang merusak (invasif) antara lain Enteroinvasive E.
coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, C. perfringens tipe C. diare
disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat
diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan
darah. Kuman salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu S. paratyphi
B, Styphimurium, S enterriditis, S choleraesuis. Penyebab parasite yang
sering yaitu E. histolitika dan G. lamblia.
Diare inflammatory ditandai dengan kerusakan dan kematian
enterosit, dengan peradangan minimal sampai berat, disertai gangguan
absorbsi dan sekresi. Setelah kolonisasi awal, kemudian terjadi perlekatan
bakteri ke sel epitel dan selanjutnya terjadi invasi bakteri kedalam sel epitel,
atau pada IBD mulai terjadinya inflamasi. Tahap berikutnya terjadi
pelepasan sitokin antara lain interleukin 1 (IL-l), TNF-α, dan kemokin
seperti interleukin 8 (IL-8) dari epitel dan subepitel miofibroblas. IL-8
adalah molekul kemostatik yang akan mengaktifkan sistim fagositosis
setempat dan merangsang sel-sel fagositosis lainnya ke lamina propia.
Apabila substansi kemotaktik (IL-8) dilepas oleh sel epitel, atau oleh
mikroorganisme lumen usus (kemotaktik peptida) dalam konsentrasi yang
cukup kedalam lumen usus, maka neutrofil akan bergerak menembus epitel
dan membentuk abses kripta, dan melepaskan berbagai mediator seperti
prostaglandin, leukotrin, platelet actifating factor, dan hidrogen peroksida
dari sel fagosit akan merangsang sekresi usus oleh enterosit, dan aktifitas
saraf usus.
Terdapat 3 mekanisme diare inflamatori, kebanyakan disertai
kerusakan brush border dan beberapa kematian sel enterosit disertai
ulserasi. Invasi mikroorganisme atau parasit ke lumen usus secara langsung
akan merusak atau membunuh sel-sel enterosit. Infeksi cacing akan
mengakibatkan enteritis inflamatori yang ringan yang disertai pelepasan
antibodi IgE dan IgG untuk melawan cacing. Selama terjadinya infeksi atau
reinfeksi, maka akibat reaksi silang reseptor antibodi IgE atau IgG di sel
mast, terjadi pelepasan mediator inflamasi yang hebat seperti histamin,
adenosin, prostaglandin, dan lekotrin.
Mekanisme imunologi akibat pelepasan produk dari sel lekosit
polimorfonuklear, makrophage epithelial, limfosit-T akan mengakibatkan
kerusakan dan kematian sel-sel enterosit. Pada keadaan-keadaan di atas sel
epitel, makrofag, dan subepitel miofibroblas akan melepas kandungan
(matriks) metaloprotein dan akan menyerang membrane basalis dan
kandungan molekul interstitial, dengan akibat akan terjadi pengelupasan
sel-sel epitel dan selanjutnya terjadi remodeling matriks (isi sel epitel) yang
mengakibatkan vili-vili menjadi atropi, hiperplasi kripta-kripta di usus halus
dan regenerasi hiperplasia yang tidak teratur di usus besar (kolon).
Pada akhirnya terjadi kerusakan atau sel-sel imatur yang rudimenter
dimana vili-vili yang tak berkembang pada usus halus dan kolon. Sel sel
imatur ini akan mengalami gangguan dalam fungsi absorbsi dan hanya
mengandung sedikit (defisiensi) disakaridase, hidrolase peptida,
berkurangnya tidak terdapat mekanisme Na-coupled sugar atau mekanisme
transport asam amino, dan berkurangnya atau tak terjadi sama sekali
transport absorbsi NaCl. Sebaliknya sel-sel kripta dan sel-sel baru vili yang
imatur atau sel-sel permukaan mempertahankan kemampuannya untuk
mensekresi Cl- (mungkin HCO3-). Pada saat yang sama dengan
dilepaskannya mediator inflamasi dari sel-sel inflamatori di lamina propia
akan merangsang sekresi kripta hiperplasi dan vili-vili atau sel-sel
permukaan yang imatur. Kerusakan immune mediated vascular mungkin
menyebabkan kebocoran protein dari kapiler. Apabila terjadi ulserasi yang
berat, maka eksudasi dari kapiler dan limfatik dapat berperan terhadap
terjadinya diare.

Mekanisme gastroenteritis pada diare akut maupun kronis dapat dibagi


menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare
osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan
osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare.
Diare sekretorik bisa terjadi karena gangguan pengangkutan (transport)
elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun ekskresi yang meningkat. Hal
ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera
atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksatif non
osmotik. Diare oksidatif, inflamasi akanmengakibatkan kerusakan mukosa baik
pada usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat
infeksi bakteri atau bersifat non infeksi. Kelompok lain adalah akibat gangguan
motilitas yang mengakibatkan waktu transit usus menjadi lebih cepat, sehingga
menyebabkan diare (Zein et al 2004).
Menurut Suharyono (2008), sebagai akibat diare (baik akut maupun
kronik) akan terjadi:
a. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asambasa yang menyebabkan
dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia.
b. Gangguan sirkulasi darah berupa renjatan (syok) hipovolemik. Akibatnya
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat,
dapat mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesadaran menurun dan bila
tidak segera ditolong dapatmeninggal.
c. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare
dan muntah, sehingga terjadi penurunan beratbadan dalam waktu yang
singkat.

3. EPIDEMIOLOGI
Diare sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan tidak saja di
negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.Walaupun di
negara maju sudah mendapatkan pelayanan kesehatan yang tinggi dan sosial
ekonomiyang baik tetapi penyakit diare tetap sesuatu penyakit yang mempunyai
angka kesakitan yang tinggi yang biasanya disebabkan oleh foodborne infection
dan waterborn infection yang disebabkan karena bakteri Shigella sp,
Campylobacter jejuni, Staphylococcus aureus, Basillus cereus, Clostridium
prefingens, Enterohemorrhagic Eschersia coli (EHEC).
Di negara maju insidensi penyakit diare terdapat 0,5-2 pertahun dan di
negara berkembang lebih dari dari negara maju (Manson’s,1996; Farthing et
al.,,2000). Di Indonesia diare masih merupakan penyakit urutan ke enam dari
sepuluh besar pola penyakit yang ada. Angka kesakitan diare pada periode
1986-1991 berkisar antara 19,5-27,2 per 1000 pasien, sedangkan angka
kematian berkisar antara 0,02-0,34 per seribu pasien (Masayoshi,1997).
Menurut hasil pemantauan KLB tahun 1991 penyakit diare yang dilaporkan dari
20 propinsidi Indonesia, jumlah KLB yang terjadi sebanyak 282 kali dengan
jumlah penderita sebanyak 65,512 orang, serta angka kematian 1,03%. Angka
case fatality rate (CFR) tertinggi terdapat pada propinsi Sulawsi Tengah (5,5%),
menyusul propinsi Maluku (4,5%) dan Riau (4,1%) (Masayoshi,1997). Selama
tahun 2000, dari 26 propinsi cakupan penemuan dan pengobatan penderita
sebanyak 3.370.668 orang dan jumlah KLB selama tahun tersebut ada 65
kejadian tersebar di 13 provinsi dengan jumlah penderita 4.127 orang dan
kematian 59 orang. Penderita diare tertinggi di Kalimantan Selatan (1744
orang), Bali 9677 orang), Sulawesi Utara (476 orang), Jambi (328 orang),
Sumatra Utara (310 orang), Sulawesi Selatan (160 orang), Sulawesi Tengah
(115 orang) dan Jawa Tengah (88 orang) yakni urutan ke delapan, sedangkan
urutan jumlah dengan kematian tertinggi berturut-turut adalah Sulawesi utara,
Maluku, dan Jawa Tengah. Meskipun jumlah penderita diare di Jawa Tengah
menempati urutan kedelapan, tetapi angka kematiannya berada pada urutan
ketiga (Day,2001). Hasil Penelitian yang dilakukan Loehoeri dan Hantyanto di
bangsal penyakit Dalam RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta (1990-1995)
didapatkan 74 kasus diare akut. Isolasi kuman diperoleh pada 26 (35,16%)
spesimen, terdiri dari 7 (26,92%) isolat tunggal dan 19 (73,10%) isolat
campuran,Isolat terbanyak dengan prevalensi kuman penyebab semakin
berkurang adalah: E.coli(35%), Klebsiella sp(15%), Pseudomonas sp( 10%),
Entamoeba histolytica(8%), Enterobacter sp(7,5%), Proteus sp(5%) dan 2,5%
untuk Bacillus sp, Citrobacter sp, Salmonella entericaserovar Typhi (paratyphi
B), Staphylococcus aureusdan Streptococcus sp (Loehori, 1998).

4. GEJALA DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Gejala gastroenteritis berlangsung dalam waktu yang pendek (2-5 hari,
tetapi terkadang ada beberapa hari tambahan), gejala yang muncul pada
gastroenteritis antara lain: diare tidak berdarah, mual, muntah (kadang-kadang
kurang dari 48 jam), nyeri perut (hilang timbul, karena pergerakan usus). Gejala
lain yang dapat muncul antara lain demam ringan (sekitar 37,70C), terkadang
nyeri kepala, nyeri otot dan perasaan lelah.Semua gejala tersebutdapat
berkembang menjadi gastroenteritis yang berat seperti dehidrasi yang dapat
mengancam jiwa, terutama pada anak-anak (Daldiyono 2006).

Menurut Tan dan Rahardja (2007), pada diare hebat yang seringkali
disertai muntah, mengakibatkan tubuh kekeringan (dehidrasi), kekurangan
kalium (hipokalemia), dan ada kalanyaasidosis (darah menjadi asam) yang tidak
jarang berakhir dengan syok dan kematian. Gejala pertama dari dehidrasi adalah
perasaan haus, mulut,dan bibir kering, kulit menjadi keriput, berkurang air seni,
menurunnya berat badan, serta gelisah. Kekurangan kalium (hipokalemia) dapat
mempengaruhi sistem neuromuskular dengan gejala mengantuk, lemah otot,
dan sesak napas.

Berdasarkan salah satu hasil penelitian yang dilakukan pada orang


dewasa, mual(93%), muntah(81%) atau diare(89%), dan nyeri abdomen(76%)
adalah gejala yang paling sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien. Tanda-
tanda dehidrasi sedang sampai berat, seperti membran mukosa yang kering,
penurunan turgor kulit, atau perubahan status mental, terdapat pada <10% pada
hasil pemeriksaan. Gejala pernafasan yang mencangkup radang tenggorokan,
batuk, rinorea dilaporkan sekitar 10%.
Pemeriksaan penunjang:
a) Pemeriksaan darah perifer lengkap
b) Serum elektrolit, yaitu Na+, K+, Cl-
c) Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan
asam basa (pernafasan Kusmaull)
d) Immunoassay, yaitu toksin bakteri (C. difficile), antigen virus (rotavirus),
antigen protozoa (Giardia, E. histolytica).
e) Feses
Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumiah lekosit di feses pada
inflammatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit, hypha pada
jamur) biakan dan resistensi feses (colok dubur).
Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare akut
karena infeksi, karena dengan tata cara pemeriksaan yang terarah akan sampai
pada terapi definitif.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu dengan pemeriksaan
feses dan kultur feses. Pada infeksi Shigella dan Salmonella, akan didapatkan
fecal leukocytes dalam feses. Namun, hal terebut jarang terjadi pada infeksi
Campylobacter dan Yersinia. Indikasi kultur feses yaitu:
- Terdapat darah dalam feses
- Jika hasil pemeriksaan feses ditemukan leukosit
- Terjadi diare dengan onset yang lama namun belum diberi perawatan berupa
antibiotic
- Pada pasien-pasien immunocompromised
- Untuk tujuan epidemiologi
5. TATA LAKSANA (FARMAKO & NONFARMAKO)
Penatalaksanaan yang kita lakukan pada pasien dewasa berdasarkan
WGO Guideline (2012), yaitu:
1) Melakukan penilaian awal
2) Tangani dehidrasi
3) Cegah dehidrasi pada pasien yang tidak terdapat gejala dehidrasi
menggunakan cairan rehidrasi oral, menggunakan cairan yang dibuat
sendiri atau larutan oralit.
4) Rehidrasi pasien dengan dehidrasi sedang menggunakan larutan oralit, dan
pasien dengan dehidrasi berat dengan terapi cairan intravena yang sesuai
5) Pertahankan hidrasi dengan larutan rehidrasi oral
6) Atasi gejala-gejala lain
7) Lakukan pemeriksaan spesimen tinja untuk analisis
8) Pertimbangkan terapi antimikroba untuk patogen spesifik

Terapi Rehidrasi
a. Jenis cairan
Cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia
cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila
dibandingkan dengan cairan NaCl isotonik. Sebaiknya ditambahkan satu
ampul Na bikarbonat 7,5% 50mL pada setiap satu liter infus NaCl isotonik.
Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal
yang ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum
sebagai usaha awal agar tidak terjadi dehidrasi dengan berbagai akibatnya.
Rehidrasi oral (oralit) harus mengandung garam dan glukosa yang
dikombinasikan dengan air.

b. Jumlah cairan
Pada prinsipnya, jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan
jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat
dihitung dengan memakai metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis
dengan skor. Rehidrasi cairan dapat diberikan dalam 1-2 jam untuk
mencapai kondisi rehidrasi.
Tabel Skor Daldiyono
Klinis Skor
Rasa haus/muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60mmHg 2
Frekuensi nadi > 120x/menit 1
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, sopor, atau koma 2
Frekuensi napas > 30x/menit 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer’s woman’s hand 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2

𝐒𝐤𝐨𝐫
𝐑𝐮𝐦𝐮𝐬 𝐊𝐞𝐛𝐮𝐭𝐮𝐡𝐚𝐧 𝐂𝐚𝐢𝐫𝐚𝐧 = 𝐱 𝟏𝟎% 𝐱 𝐤𝐠𝐁𝐁 𝐱 𝟏 𝐥𝐢𝐭𝐞𝐫
𝟏𝟓

Tabel Derajat Dehidrasi


Dehidrasi Dewasa Anak
Ringan 4% 4-5%
Sedang 6% 5-10%
Berat 8% 10-15%
Syok 15-20% 15-20%

𝐑𝐮𝐦𝐮𝐬 𝐃𝐞𝐡𝐢𝐝𝐫𝐚𝐬𝐢
𝐁𝐁 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐬𝐚𝐤𝐢𝐭 − 𝐁𝐁 𝐬𝐞𝐬𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐬𝐚𝐤𝐢𝐭
= 𝐱 𝟏𝟎𝟎%
𝐁𝐁 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐬𝐚𝐤𝐢𝐭

Rumus Menghitung Kebutuhan Cairan


Rumus Holliday & Segard:
a) Pada orang dewasa
BB 10kg pertama = 1000cc cairan
BB 10kg kedua = 500cc cairan
BB >> 10kg = 20mL x sisa BB
Total cairan yang dibutuhkan = 1000 + 500 + (20mL x sisa BB)
b) Pada bayi dan anak
BB 10kg pertama = 4mL/kgBB/jam
BB 10kg kedua = 2mL/kgBB/jam
BB >> 10kg = 1mL/kgBB/jam
Total cairan yang dibutuhkan = (4mL x 10) + (2mL x 10) + (1mL x
sisa BB)
c) Berdasarkan umur tapi BB tidak diketahui
> 1 tahun = 2n + 8 (n dalam tahun)
3-12 bulan = n + 9 (n dalam bulan)

c. Jalur pemberian cairan


Rute pemberian cairan pada orang dewasa terbatas pada oral dan
intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang
komposisinya berkisar antara 29gr glukosa, 3,5gr NaCl, 2,5gr Na
bikarbonat, dan 1,5gr KCl setiap liternya. Cairan per oral juga digunakan
untuk mempertahankan hidrasi setelah rehidrasi inisial.

Diet
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat.
Pasien dianjurkan justru minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas,
makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik dan sup. Susu sapi harus
dihindarkan karena adanya defisiensi laktase transien yang disebabkan oleh
infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol harus dihindari
karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus. (Setiawan, 2006)
Terapi Simptomatik

Obat antidiare:
a) Antispasmodik/ spasmolitik atau opium (papaverin, ekstrak beladona,
loperamid, kodein) hanya berkhasiat untuk menghentikan.
b) Adsorben, contohnya seperti kaolin, pectin, arang aktif
bismuthsubbikarbonat.
c) Stimulans, contohnya seperti adrenalin, dan niketamid.
d) Antiemetik, contohnya seperti klorpromazin (Largaktil) untuk mencegah
muntah, mengurangi sekresi dan kehilangan cairan.
e) Antibiotik, antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin. Antibiotik hanya
bermanfaat pada anak dengan diare berdarah yang kemungkinan besar
akibat shigellosis (WHO 2009).

Obat antidiare, antara lain:


1) Turunan opioid: loperamide, difenoksilat atropine, tinktur opium.
Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan disentri yang disertai
demam, dan penggunaannya harus dihentikan apabila diare semakin berat
walaupun diberikan terapi.
2) Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien immunocompromised, seperti
HIV, karena dapat meningkatkan risiko terjadinya bismuth
encephalopathy.
3) Obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4x2 tablet/ hari atau smectite 3x 1
sachet diberikan tiap BAB encer sampai diare stop.
4) Obat anti sekretorik atau anti enkefalinase: Hidrasec 3x 1/ hari

Obat antimikroba
Pengobatan empirik tidak dianjurkan pada semua pasien. Pengobatan
empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang diduga mengalami infeksi
bakteri invasif, diare turis traveler’s diarrhea) atau imunosupresif. (Setiwan,
2006)
Antimikroba, antara lain:
1) Golongan kuinolon yaitu ciprofloxacin 2 x 500 mg/hari selama 5-7 hari, atau
2) Trimetroprim/Sulfamethoxazole 160/800 2x 1 tablet/hari. Apabila diare
diduga disebabkan oleh Giardia, metronidazole dapat digunakan dengan
dosis 3x500 mg/ hari selama 7 hari. Bila diketahui etiologi dari diare akut,
terapi disesuaikan dengan etiologi. Terapi probiotik dapat mempercepat
penyembuhan diare akut.

6. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS


Komplikasi
Komplikasi dari Gastroentritis et causa bacteria iadalah kehilangan
cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada
lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera, kehilangan cairan
terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok hipovolemik. Kehilangan
elektrolit melalui feses dapat mengarah terjadinya hipokalemia dan asidosis
metabolic.
Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat pertolongan medis, syok
hipovolemik sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut
ginjal dan selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga
terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat, sehingga rehidrasi
optimal tidak tercapai.
Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh
EHEC. Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS meningkat setelah infeksi
EHEC dengan penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya dengan
penggunaan antibiotik masih kontroversial. Sindrom Guillain–Barre, suatu
polineuropati demielinisasi akut, merupakan komplikasi potensial lain,
khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-40% pasien Guillain –Barre menderita
infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Pasien menderita kelemahan
motorik dan mungkin memerlukan ventilasi mekanis. Mekanisme penyebab
sindrom Guillain–Barre belum diketahui.
Artritis pasca-infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit
diare karena Campylobacter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.

Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,
dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat
baik dengan morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di
Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2% yang
berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik. Prognosis sangat tergantung
pada kondisi pasien saat dating, ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya,
sehingga umumnya prognosis adalah dubia ad bonam. Bila kondisi saat datang
dengan dehidrasi berat, prognosis dapat menjadi dubia ad malam.

7. PERAN DOKTER KELUARGA


a. PROMOTIF
Promotif merupakan suatu tindakan yang lebih memberikan
informasi - informasi sebagai edukasi mengenai kesehatan, termasuk
masalah penyakit, sehingga keluarga mengetahui bahaya-bahaya dari suatu
penyakit dan bagaimana cara menghindari dan mengatasinya termasuk
tindakan preventifnya yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kesehatan
anggota keluarga. Tindakan promotif yang dapat dilakukan adalah:
- Menjelaskan tentang diare dan hipertensi itu penyakit seperti apa pada
keluarganya, terutama mengenai apa penyebabnya, apa akibatnya,
bagaimana cara mengobati dan pencegahannya.
- Edukasi kepada keluarga pasien mengenai masalah-masalah yang dapat
memunculkan penyakit-penyakit tersebut dan bagaimana cara
mengatasinya
- Melakukan penyuluhan kepada keluarga di lingkungan sekitarnya
mengenai pola hidup yang sehat agar terhindar dari diare

b. PREVENTIF
Tindakan preventif merupakan tindakan atau program yang
dilakukan untuk mencegah agar tidak terjadi penyakit. Berbagai tindakan
preventif yang bisa dilakukan seperti melakukan pengawasan faktor risiko
dan penyakit yang memiliki kecenderungan menjadi wabah. Pada
gastroenteritis tindakan preventif yang dianjurkan:
 Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting:
- sebelum makan,
- setelah buang air besar,
- sebelum memegang bayi,
- setelah menceboki anak dan
- sebelum menyiapkan makanan;
 Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara lain
dengan cara merebus, pemanasan dengan sinar matahari atau proses
klorinasi;
 Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga
(lalat, kecoa, kutu, lipas, dan lain-lain);
 Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya
menggunakan jamban dengan tangki septik.

c. KURATIF
Tindakan kuratif adalah mengobati suatu penyakit dan komplikasi.
Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian
oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Obat diare dibagi menjadi
tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare. seperti
bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan
spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak
menyenangkan.

d. REHABILITATIF
Tindakan rehabilitatif adalah program untuk meminimalisasi
dampak suatu penyakit. Pada kasus di skenario dapat dikatakan tindakan
rehabilitatif yang penting adalah untuk mencegah komplikasi dari penyakit.
 Kontrol Penyakit ke dokter minimal sebulan sekali
 Monitoring

8. AIK
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan
kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan”. [QS. Al-Mu’minun:51]
Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan
tafsir negeri Suriah. Ayat ini merupakan perintah dari Allah Ta’ala kepada para
rasul-Nya untuk memakan makanan yang baik-baik, yakni rezeki yang baik lagi
halal, dan bersyukur kepada Allah dengan beramal saleh, di mana dengannya
hati dan badannya menjadi baik, demikian pula dunia dan akhiratnya. Dia juga
memberitahukan, bahwa Dia mengetahui amal yang mereka kerjakan. Oleh
karena itu, setiap amalan dan pekerjaan yang mereka kerjakan, maka Allah
mengetahuinya serta akan memberikan balasan terhadapnya secara sempurna.
Hal ini menunjukkan, bahwa mereka semua sepakat dalam membolehkan
makanan yang baik-baik dan mengharamkan makanan yang buruk, dan bahwa
mereka juga sepakat dalam mengerjakan amal saleh meskipun berbeda-beda
syariatnya, namun semua itu adalah amal saleh. Oleh karena itulah, semua amal
saleh yang tetap cocok di setiap zaman telah disepakati oleh para nabi dan
semua syariat, seperti perintah mengesakan Allah, beribadah dengan ikhlas
kepada-Nya, mencintai-Nya, takut kepada-Nya, berharap kepada-Nya, berbakti
kepada orang tua, jujur, menepati janji, silaturrahim, berbuat baik kepada kaum
dhu’afa, orang miskin dan anak yatim, bersikap sayang kepada semua manusia,
dan perbuatan lainnya yang termasuk amal saleh.
DAFTAR PUSTAKA

Adyanastri, F. Skripsi: Etiologi dan Gambaran Klinis Diare Akut di RSUP dr.
Kariadi Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro. 2012
Amin L. Tatalaksana Diare Akut. Continuing Medical Education. 2015;42(7):504-
8
Azwar, Azrul. Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Jakarta: Yayasan Penerbitan
Ikatan Dokter Indonesia. 1998
Dennis L, Anthony S, Stephen H, Dan L, Larry J, Joseph L. Harrison’s
Gastroenterology and Hepatology. 3rd Edition. Philadelphia: McGraw Hill.
2016
Depkes RI., 2012. Angka Kejadian Gastroenteritis Masih Tinggi.
http://www.depkes.go.id/index.php [Accessed 29 Januari 2020]
How C. Acute gastroenteritis: from guidelines to real life. Clinical and
Experimental Gastroenterology. 2010
IDI. Buku panduan praktik klinis bagi dokter pelayanan primer. Edisi 1. Kemenkes
RI. 2013
Marcellus SK, Daldiyono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Bab 92 Diare
Akut. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta. 2006
Newman, Dorland WA. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta:
Elsevier. 2015
Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005
Robert M, Kliegman, Patricia SL, Brett J. Nelson Pediatric Symptom-Based
Diagnosis. 1st Edition. USA: Elsevier. 2017
Sattar SBA, Singh S. Bacterial Gastroenteritis. StatPearls [online]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2020. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513295/
Singh A, F.M. Acute Gastroenteritis--An Update. EBM: Pediatric Emergency
Medicine Practice. 2010
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2006
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing. 2014
Thorsen K., Soreide J.A., Kvaloy J.A., Glomsaker T. World Journal of
Gastroenterology. 2013
Worldgastroenterlogy.org. English | World Gastroenterology Organization.
[online] available at
http://www.worldgastroenterology.org/guidelines/global-guidelines/acute-
diarrhea/acute-diarrhea-english. 2017 [accessed 27th January 2020]

Anda mungkin juga menyukai