Disusun oleh:
Nama : Irhamni
NIM : 22010116120016
Kelompok BBDM :7
Dosen Tutor : dr. Edmond R. Wikanta,
M.Si.Med., Sp.B(K)Onk
Nyonya S, 65 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri seluruh lapang perut sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri semakin bertambah. Perut semakin membesar
seperti kembung dan terasa panas sehingga mempengaruhi saat bernafas seperti sesak.
BAB dan BAK sedikit. Awal mulanya nyeri muncul di ulu hati sejak 7 hari sebelum
masuk rumah sakit, nyeri tidak dipengaruhi oleh aktifitas, pasien mengaku jika makan
maka nyeri bertambah semakin seperti ditusuk-tusuk, ulu hati terasa sebah disertai mual,
sehingga kadang muncul keringat dingin hingga basah. Sejak 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit, pasien mengakujatuh di kamar mandi, terasa nyeri dan tidak bisa berjalan
karena kaki kiri bengkak. Pasien meminum obat yang dibeli sendiri diwarung untuk
menghilangkan rasa sakit selama satu minggu, namun tidak sembuh, kemudian beronbat
ke puskesmas diberi anti nyeri. Pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan kadar
kolesterol tinggi, DM (+) namun minum obat tak teratur. Keadaan saat datang gelisah,
TD:100/50 mmhg, HR:120x/mnt irreguler; RR:35x/mnt tampak napas; T:37.9C axxiler
dan 38.5 oC rectal. Kepala dalam batas normal. Conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera
ikterik (-). Thorax statis dinamis simetris. Pemeriksaan jantung ictus cordis teraba di
SIC VI Linea axillaris anterior, bunyi jantung I dan II abnormal, murmur (+), gallop (-),
friction rub (-). Pemeriksaan paru, whezzing kedua lapangan paru ronkhi paru kanan
tengah bawah. Pemeriksaan abdomen didapatkan defans muscular (+) punctum
maximum epigastrium. Extremitas bawah edema tungkai kiri.
A. Terminologi
1. Punctum maximum epigastrium
Penonjolan yang terdapat di bagian epigastrium.
2. Defans muscular
Nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale atau perut teraba tegang saat palpasi karena ada tahanan.
Tanda positif peritonitis. Adanya nyeri tekan dan defans muskular (rigidity)
menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale
(nyeri somatik). Pada saat PF penderita peritonitis, otot dinding perut dapat
menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian perut
yang meradang (nyeri) dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.
3. Murmur
Suara jantung yang abnormal yang dapat terjadi karena peningkatan laju darah
atau gangguan katup jantung. Ketika terjadi gangguan katub, darah dipaksa
melewati bukaan sempit (steronic), atau bisa karena kebocoron septum.
1
4. Friction rub
Gerakan perikardium yang terdengar fase sistolik dan diastolik ditemukan pada
perikarditis, suara akan terdengar jelas pada awal dan akhir respirasi. Biasanya
terjadi pada emboli pulmonal, pneumonia, dan vaskulitis pulmonal. Friction rub
terjadi karena gesekan selaput pembungkus yang mengalami inflamasi. Apabila
gesekan terjadi pada pleura, mengindikasikan adanya pleuritis. Friction Rub
adalah suara gesekan yang terdengar (normalnya suara gesekan ini tidak
terdengar). Friction Rub dapat terjadi pada : antara pleura visceral - paritel,
antara pericardium visceral – parietal. Friction Rub dapat terjadi karena : adanya
peradangan di pleura atau pericardium, adanya penurunan sekresi cairan serosa
yang melapisi keduanya (fungsi cairan ini untuk mencegah gesekan berlebih dan
sebagai pelumas)
5. Gallop
Suara jantung abnormal yang dapat terdengar bila terjadi kontraks atrium
(pengisian darah ke ventrikel selama diastolic) terhambat atau terjadi
ketidakseiramaan antar kontraksi ventrikel kanan dan kiri. Suara seperti kuda
yang berlari. Penyebabnya adalah gangguan penerusan rangsangan pada bundle
of hiss atau kerusakan yang pada otot ventrikel (misal pada miokarditis). Bunyi
ini timbul karena adanya ketegangan korda tendinae dan mengembangnya
ventrikel pada fase pengisian. Kecepatan pengisian ventrikel dan besarnya
amplitudo dari getaran dinding ventrikel mempengaruhi bunyi yang terdengar.
B. Rumusan Masalah
1. Mengapa nyeri tidak dipengaruhi oleh aktivitas namun bertambah saat makan?
2. Apakah terdapat hubungan antara riwayat meminum obat anti nyeri dengan
keluhan pasien saat ini (nyeri di seluruh lapang abdomen, sebah, mual)?
3. Mengapa pasien BAB dan BAK sedikit ?
4. Interpretasi hasil pemeriksaan fisik?
5. Bagaimana hubungan kadar gula darah yang tidak terkontrol, kolestrol yang
tinggi, dan riwayat hipertensi dengan keadaan edema pada tungkai kiri dan jatuh?
6. Mengapa ada perbedaan suhu rectal dan axiler?
C. Hipotesis
1. Nyeri bertambah saat makan, karena makanan menuju ke daerah abdomen,
dimana akibat terjadi peradangan pada daerah peritoneum parietal, maka adanya
sedikit penekenan saja akan menimbulkan nyeri. Akibatnya, saat makanan
masuk akan menimbulkan rasa nyeri.
Nyeri bertambah saat makan dikarenakan saat makanan masuk terdapat
perangsangan simpatis dari Nervus vagus yang menyebabkankan peningkatan
HCL. Adanya peningkatan HCL yang mengenai dinding lambung (mukosa
lambung) yang perforasi dan luka akan membuat pasien tambah nyeri saat
makan. Dimana pada skenario juga didapatkan riwayat pasien minum NSAID,
2
yang dapat mengiritasi lambung dan dapat menyebakan perforasi gaster,
sehingga dapat terjadi peritonitis tipe 2 (peradangan peritoneum) yang membuat
nyeri di seluruh bagian perut, sehingga posisi apapun tidak akan memperingan
rasa nyeri.
Pada kasus adalah geriatri yang mengonsumsi obat anti nyeri (diduga NSAID) --
efek samping buruk bagi pasien geriatri -- meningkat risiko tukak lambung
dengan inhibisi COX 1/2 -- sehingga menginhibisi efek gastroprotektif PG. Di
sisi lain, dapat juga terjadi aktivitas jalur 5-LOX yang dapat mengaktifkan
cascade inflamatorik lebih lanjut. Hal tersebut akan mengeskalasi efek samping
pemberian NSAID pada geriatri sehingga menyebabkan peritonitis.
3. BAB sedikit karena terjadi gangguan defekasi dan peritonitis generalisata dan
terjadi perlengketan organ intraabdominal dan lapisan peritoneum sehingga
peristalsis berkurang dan ileus paralitik terjadi. BAK sedikit karena pasien mual
muntah keringatan dan terjadi dehidras, terjadi paralitik usus, air dan elektrolit
akan mengalir ke lumen usus, hal ini menyebabkan cairan intravaskuler
menurun. Yang nantinya produksi urin juga menurun.
3
4. Interpretasi pemeriksaan fisik
TD : 100/50 mmHg → hipotensi (abnormal)
HR : 120 kali/menit → takikardi (abormal)
RR : 35 kali/menit → takipneu (abnormal)
T axiller 37,90C → febris (N = 34,7 – 37,3; 36,4)
T rektal 38,50C → febris (N = 36,6 – 37,9; 37)
Kepala dalam batas normal
Konjungtiva palpebra pucat (-/-) → normal, tidak anemia
Sklera ikterik (-/-) → normal, tidak ada hiperbilirubinemia
Thorax statis dinamis simetris → normal
Murmur (+) → abnormal
Gallop (-) → normal
Friction rub (-) → normal, tidak ada indikasi perikarditis ataupun pleuritis
Wheezing kedua lapang paru → abnormal
Ronkhi paru kanan tengah bawah → abnormal
Defans muscular (+) → abnormal
Edema tungkai kiri → abnormal
4
Jika makan nyeri bertambah → menunjukan bahwa keberadaan makanan
merangsang rasa nyeri untuk timbul. Paling sering makanan menyebabkan
rasa nyeri karena makanan menyentuh bagian organ yang terluka sehingga
menimbulkan nyeri, atau makanan yang ada merangsang organ untuk
berkontraksi dan bekerja. Organ yang meradang namun dipaksan untuk
melakukan kontraksi inilah yang juga dapat menimbulkan rasa nyeri, Contoh
pada kasus : ulkus peptikum (nyeri seketika setelah makan), ulkus duodenal
(nyeri dalam 2 jam setelah makanan masuk) dan colesistitis (nyeri terutama
makan makanan tinggi lemak.
Suhu axiller dan rektal terlihat melebihi nilai normal, hal ini dapat
mengindikasikan adanya infeksi. untuk RR normalnya kurang lebih 16 kali
permenit pada lansia, pada skenario 35 kali permenit, yang menandakan
adanya hiperventilasi. pada HR terjadi peningkatan, dimana normalnya pada
lansia, sekitar 60 - 70 kali permenit.
BAK sedikit mencurigai untuk dehidrasi. DM tidak terkontrol mungkin
menyebabkan asidosis dan pemeriksaan jantung ditemukan hipertrofi
ventrikel. TD rendah, HR meningkat tanda syok, BAB sedikit terdapat
gangguan motilitas saluran cerna.
Pada pemeriksaan fisik jantung didapatkan bunyi jantung 1 dan 2 abnormal
yang disertai murmur curiga adanya gagal jatung yang kemungkinannya
diakibatkan dari komplikasi kadar gula darah yang tidak terkontrol ditambah
dengan adanya edema perifer pada kaki. Dan pada pemeriksaan paru juga
didapatkan ronki kasar paru kanan dan wheezing pada paru curiga edema
paru.
5. Kondisi ini bisa disebabkan oleh kerusakan pada pembuluh kapiler atau adanya
peningkatan tekanan yang menyebabkan pembuluh kapiler bocor cairannya
masuk ke jaringan di sekitarnya. Inilah yang membuat kaki menjadi bengkak.
Hal tersebut dapat mungkin diperparah dengan kondisi komplikasi DM tidak
terkontrol (PAD: dengan pemeriksaan lanjutan) dan jantung kongestif yang
diderita oleh pasien.
6. Suhu rectal dan axial, normalnya lebih tinggi rectal karena rectal lebih dekat
dengan organ dalam. Suhu normal rectal (36,6-38) dan axial (34,7-37,3). Pada
skenario axiler 37,9 dan rectal 38,5, peningkatan suhu hal ini tanda dari adanya
suatu peradangan pada salah satu organ tubuh. Pada skenario dapat dicurigai
adanya peritonitis karna perforasi gaster (ulkus peptikum) karena pasien minum
obat anti nyeri (NSAID).
5
D. Peta Konsep
E. Sasaran Belajar
1. Menjelaskan aspek anamnesis pasien.
2. Menjelaskan aspek pemeriksaan fisik yang didapatkan dan interpretasinya
3. Menyebutkan diagnosis banding
4. Mengusulkan pemeriksaan penunjang
5. Menjelaskan tatalaksana dan edukasi pasien
F. Belajar Mandiri
1. Aspek Anamnesis Pasien
Sacred Seven
Lokasi
Ulu hati → seluruh lapang perut;
Kaki kiri nyeri karena jatuh
Onset dan durasi
Tujuh hari sebelum masuk RS → satu hari sebelum masuk RS;
Dua minggu sebelum masuk RS
Kualitas
Nyeri seperti ditusuk-tusuk, semakin memberat.
Kuantitas (severity)
Berat (subjektif); penilaian objektif nyeri tidak dilakukan
Faktor pemberat
Tidak dipengaruhi oleh aktivitas,bertambah yeri saat makan
Faktor peringan
Konsumsi obat pereda nyeri yang diberi di warung
Gejala penyerta
Perut semakin membesar dan terasa panas → terasa sesak saat bernapas,
BAB dan BAK sedikit, mual, keringat dingin hingga basah, ulu hati
sebah, gelisah, demam, takipneu, takikardia, bunyi jantung I dan II
abnormal, murmur, wheezing, ronkhi paru kanan bawah, defans
muscular, dan edema tungkai kiri.
6
Fundamental Four
Riwayat penyakit sekarang
Dijelaskan pada bagian sacred seven.
Riwayat penyakit dahulu
Tekanan darah tinggi (hipertensi), kadar kolesterol tinggi
(hiperkolesterolemia), diabetes melitus tidak terkontrol.
Riwayat kesehatan keluarga
Tidak disebutkan dalam skenario
Riwayat social ekonomi
Tidak disebutkan dalam scenario
7
Murmur
Adanya turbulensi darah dalam jantung sehingga membentuk suara
jantung tambahan
Gallop negative
Friction rub negative
Wheezing kedua lapangan paru
Obstruksi saluran napas konduksi. Penyempitan dapat disebabkan
beberapa hal, antara lain edema dan bronchokonstriksi
Ronkhi paru kanan tengah bawah
Timbunan cairan pada alveolus dan parenkim paru di labus inferior
pulmo dextra.
8
3. Diagnosis Banding
Perhatikan tabel 1 berikut untuk membedakan diagnosis nyeri lapang perut berdasarkan history taking yang dilakukan oleh dokter!
Tabel 1. Perbandingan Diagnosis Nyeri Abdomen Berdasarkan Hasil Anamnesis (Abdullah dan Firmansyah, 2012)
9
Selain itu, dalam menentukan diagnosis banding, dapat dilakukan pendekatan
yang berfokus pada lokasi nyeri, seperti apendisitis yang lokasi nyerinya
memiliki nilai predictive value yang tinggi. (Perhatikan tabel 2)
10
Diagnosis berdasarkan tabel 2 biasanya tidak dibuat pada kunjungan pertama
pasien rawat jalan. Selain itu, penting untuk memulai evaluasi dengan
menyingkirkan penyakit serius (misalnya, penyakit vaskular seperti diseksi aorta
dan iskemia mesenterika) dan kondisi pembedahan (misalnya, apendisitis,
kolesistitis). Dokter juga harus mempertimbangkan kondisi dinding perut,
seperti spasme atau herpes zoster, karena ini sering salah didiagnosis.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pada dasarnya, pemeriksaan penunjang digunakan untuk menyingkirkan
kemungkinan diagnosis banding dalam penegakan diagnosis. Menariknya, lokasi
nyeri pada lapang perut yang berbeda memiliki alur pemeriksaan penunjang
yang berbeda pula (gambar 1 dan 2). Oleh karena itu, perhatikan beberapa
flowchart diagnosis nyeri lapang berikut dalam memahami pengusulan
pemeriksaan penunjang dalam setting klinik. Selain itu, perlu digarisbawahi
pada beberapa kondisi khsusus, seperti pada kondisi pasien geriatric atau hamil,
memiliki alur yang berbeda dalam diagnosis nyeri lapang perut (gambar 3).
Nyeri seluruh lapang perut
11
Nyeri Daerah Epigastrium
12
Dengan beberapa algortima di atas, dapat ditarik beberapa pemeriksaan dan
tujuannya untuk diagnosis nyeri lapang perut, khususnya yang berkaitan kasus
(perhatikan tabel 3)
13
5. Tatalaksana dan Edukasi
Tatalaksana Peritonitis
Tatalaksana dilakukan secara konservatif dilakukan jika memenuhi salah
satu kriteria berikut:
Infeksi terlokalisir
Etiologi peritonitis tidak membutuhkan pembedahan
Pasien tidak cocok untuk anestesi umum, misalnya pada kasus geriatric
Fasilitas kesehatan tidak mendukung tatalaksana operatif yang aman
Prinsip tatalaksana konservatif adalah hidrasi cairan intravena dan antibiotic
spectrum luas.
14
Tatalaksana DM dan Associated Mobidity-nya
Berikut merupakan beberapa rekomendasi Asosiasi Diabetes Amerika (ADA)
terkait tatalaksana DM pada pasien geriatric dan beberapa komorbid
penyerta;
Pasien geriatri yang sehat dengan sedikit penyakit kronis yang menyertai
dan fungsi kognitif dan status fungsional utuh harus memiliki glycemic
goal yang lebih rendah (A1C <7,5% [58 mmol/mol]), sedangkan mereka
dengan beberapa penyakit kronis, gangguan kognitif, atau
ketergantungan fungsional memiliki glycemic goal yang kurang ketat
(seperti A1C <8.0–8.5% [64-69 mmol/mol]). C
Tatalaksana hipertensi terhadap individual diindikasikan pada
kebanyakan pasien geriatric. C
Tatalaksana faktor risiko kardiovaskular lainnya harus dilakukan secara
individual pada pasien geriatri dengan mempertimbangkan kerangka
manfaatnya. Tatalaksana penurun lipid (lipid lowering) dan aspirin dapat
bermanfaat bagi mereka yang memiliki harapan hidup setidaknya sama
dengan kerangka waktu pencegahan primer atau percobaan intervensi
sekunder. C
Edukasi
Asupan nutrisi (diet dengan makanan indeks glikemik rendah) dan
protein yang optimal
Atur posisi berbaring sesering mungkin untuk menghindari ulkus
decubitus
Hentikan kebiasaan merokok dan minum alcohol
Edukasi caregiver untuk
o Memperhatikan pola makan, konsumsi obat antihiperglikemik,
antihipertensi
o Tidak memberikan obat tanpa konsultasi dokter, seperti NSAID
untuk meredakan nyeri dan mencegah risiko polifarmasi
o Membatasi aktivitas fisik pada tungkai yang sakit
o Sebisa mungkin aktif dengan melakukan latihan secara regular yang
memungkinkan dengan kondisi pasien
o Menjadi pendengar yang baik bagi pasien.
15
\\
16
DAFTAR PUSTAKA
17