Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN BELAJAR MANDIRI

BBDM MODUL 7.1


SKENARIO 1

NYERI SELURUH LAPANG PERUT

Disusun oleh:
Nama : Irhamni
NIM : 22010116120016
Kelompok BBDM :7
Dosen Tutor : dr. Edmond R. Wikanta,
M.Si.Med., Sp.B(K)Onk

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
BBDM MODUL 7.1
SKENARIO 1
NYERI SELURUH LAPANG PERUT

Nyonya S, 65 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri seluruh lapang perut sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri semakin bertambah. Perut semakin membesar
seperti kembung dan terasa panas sehingga mempengaruhi saat bernafas seperti sesak.
BAB dan BAK sedikit. Awal mulanya nyeri muncul di ulu hati sejak 7 hari sebelum
masuk rumah sakit, nyeri tidak dipengaruhi oleh aktifitas, pasien mengaku jika makan
maka nyeri bertambah semakin seperti ditusuk-tusuk, ulu hati terasa sebah disertai mual,
sehingga kadang muncul keringat dingin hingga basah. Sejak 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit, pasien mengakujatuh di kamar mandi, terasa nyeri dan tidak bisa berjalan
karena kaki kiri bengkak. Pasien meminum obat yang dibeli sendiri diwarung untuk
menghilangkan rasa sakit selama satu minggu, namun tidak sembuh, kemudian beronbat
ke puskesmas diberi anti nyeri. Pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan kadar
kolesterol tinggi, DM (+) namun minum obat tak teratur. Keadaan saat datang gelisah,
TD:100/50 mmhg, HR:120x/mnt irreguler; RR:35x/mnt tampak napas; T:37.9C axxiler
dan 38.5 oC rectal. Kepala dalam batas normal. Conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera
ikterik (-). Thorax statis dinamis simetris. Pemeriksaan jantung ictus cordis teraba di
SIC VI Linea axillaris anterior, bunyi jantung I dan II abnormal, murmur (+), gallop (-),
friction rub (-). Pemeriksaan paru, whezzing kedua lapangan paru ronkhi paru kanan
tengah bawah. Pemeriksaan abdomen didapatkan defans muscular (+) punctum
maximum epigastrium. Extremitas bawah edema tungkai kiri.

A. Terminologi
1. Punctum maximum epigastrium
Penonjolan yang terdapat di bagian epigastrium.
2. Defans muscular
Nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale atau perut teraba tegang saat palpasi karena ada tahanan.
Tanda positif peritonitis. Adanya nyeri tekan dan defans muskular (rigidity)
menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale
(nyeri somatik). Pada saat PF penderita peritonitis, otot dinding perut dapat
menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian perut
yang meradang (nyeri) dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.
3. Murmur
Suara jantung yang abnormal yang dapat terjadi karena peningkatan laju darah
atau gangguan katup jantung. Ketika terjadi gangguan katub, darah dipaksa
melewati bukaan sempit (steronic), atau bisa karena kebocoron septum.

1
4. Friction rub
Gerakan perikardium yang terdengar fase sistolik dan diastolik ditemukan pada
perikarditis, suara akan terdengar jelas pada awal dan akhir respirasi. Biasanya
terjadi pada emboli pulmonal, pneumonia, dan vaskulitis pulmonal. Friction rub
terjadi karena gesekan selaput pembungkus yang mengalami inflamasi. Apabila
gesekan terjadi pada pleura, mengindikasikan adanya pleuritis. Friction Rub
adalah suara gesekan yang terdengar (normalnya suara gesekan ini tidak
terdengar). Friction Rub dapat terjadi pada : antara pleura visceral - paritel,
antara pericardium visceral – parietal. Friction Rub dapat terjadi karena : adanya
peradangan di pleura atau pericardium, adanya penurunan sekresi cairan serosa
yang melapisi keduanya (fungsi cairan ini untuk mencegah gesekan berlebih dan
sebagai pelumas)
5. Gallop
Suara jantung abnormal yang dapat terdengar bila terjadi kontraks atrium
(pengisian darah ke ventrikel selama diastolic) terhambat atau terjadi
ketidakseiramaan antar kontraksi ventrikel kanan dan kiri. Suara seperti kuda
yang berlari. Penyebabnya adalah gangguan penerusan rangsangan pada bundle
of hiss atau kerusakan yang pada otot ventrikel (misal pada miokarditis). Bunyi
ini timbul karena adanya ketegangan korda tendinae dan mengembangnya
ventrikel pada fase pengisian. Kecepatan pengisian ventrikel dan besarnya
amplitudo dari getaran dinding ventrikel mempengaruhi bunyi yang terdengar.

B. Rumusan Masalah
1. Mengapa nyeri tidak dipengaruhi oleh aktivitas namun bertambah saat makan?
2. Apakah terdapat hubungan antara riwayat meminum obat anti nyeri dengan
keluhan pasien saat ini (nyeri di seluruh lapang abdomen, sebah, mual)?
3. Mengapa pasien BAB dan BAK sedikit ?
4. Interpretasi hasil pemeriksaan fisik?
5. Bagaimana hubungan kadar gula darah yang tidak terkontrol, kolestrol yang
tinggi, dan riwayat hipertensi dengan keadaan edema pada tungkai kiri dan jatuh?
6. Mengapa ada perbedaan suhu rectal dan axiler?

C. Hipotesis
1. Nyeri bertambah saat makan, karena makanan menuju ke daerah abdomen,
dimana akibat terjadi peradangan pada daerah peritoneum parietal, maka adanya
sedikit penekenan saja akan menimbulkan nyeri. Akibatnya, saat makanan
masuk akan menimbulkan rasa nyeri.
Nyeri bertambah saat makan dikarenakan saat makanan masuk terdapat
perangsangan simpatis dari Nervus vagus yang menyebabkankan peningkatan
HCL. Adanya peningkatan HCL yang mengenai dinding lambung (mukosa
lambung) yang perforasi dan luka akan membuat pasien tambah nyeri saat
makan. Dimana pada skenario juga didapatkan riwayat pasien minum NSAID,

2
yang dapat mengiritasi lambung dan dapat menyebakan perforasi gaster,
sehingga dapat terjadi peritonitis tipe 2 (peradangan peritoneum) yang membuat
nyeri di seluruh bagian perut, sehingga posisi apapun tidak akan memperingan
rasa nyeri.
Pada kasus adalah geriatri yang mengonsumsi obat anti nyeri (diduga NSAID) --
efek samping buruk bagi pasien geriatri -- meningkat risiko tukak lambung
dengan inhibisi COX 1/2 -- sehingga menginhibisi efek gastroprotektif PG. Di
sisi lain, dapat juga terjadi aktivitas jalur 5-LOX yang dapat mengaktifkan
cascade inflamatorik lebih lanjut. Hal tersebut akan mengeskalasi efek samping
pemberian NSAID pada geriatri sehingga menyebabkan peritonitis.

2. Berdasarkan hasil anamnesis dari pasien, pasien memiliki riwayat jatuh,


sehingga kaki kiri bengkak dan tidak bisa berjalan. Karena hal tersebut pasien
meminum obat antinyeri dari warung selama 1 minggu, dan dilanjutkan obat
antinyeri dari puskesmas. Obat antinyeri yang dimaksud kemungkinan golongan
NSAID. Pemakaian antinyeri dengan dosis tidak tepat (karena pasien membeli
sendiri) dan dalam jangka waktu lama, memiliki efek samping terjadinya ulkus
gaster. Ulkus gaster dapat berkembang menjadi perforasi gaster, sehingga
munculah keluhan seperti yang di sampaikan pasien yaitu nyeri muncul di ulu
hati kemudian nyeri menjadi seluruh lapang perut sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit, nyeri semakin bertambah. Perut semakin membesar seperti
kembung dan terasa panas sehingga mempengaruhi saat bernafas.
NSAID menghambat kerja enzim COX yang mengkonversi asam arakidonat
menjadi prostaglandin, dimana prostaglandin berfungsi untuk melindungi dan
memperbaiki lambung dan usus, sehingga saat prostaglandin terganggu
mengakibatkan rusaknya dinding usus dan lambung akibatnya terjadi perforasi.

Perut Sebah kembung dan panas juga bisa:


 Karena adanya inflamasi (peritonitis) terjadi leakage cairan ke arah cavum
peritoneum.
 Karena peristaltik usus menurun sehingga makanan yang dicerna tidak
segera diproses, sehingga bakteri menghasilkan banyak udara dan
mengakibatkan perut kembung.
 Karena dengan adanya asites dan perut tegang, tekanan intraabdomen
meningkat sehingga terjadi heartburn.

3. BAB sedikit karena terjadi gangguan defekasi dan peritonitis generalisata dan
terjadi perlengketan organ intraabdominal dan lapisan peritoneum sehingga
peristalsis berkurang dan ileus paralitik terjadi. BAK sedikit karena pasien mual
muntah keringatan dan terjadi dehidras, terjadi paralitik usus, air dan elektrolit
akan mengalir ke lumen usus, hal ini menyebabkan cairan intravaskuler
menurun. Yang nantinya produksi urin juga menurun.

3
4. Interpretasi pemeriksaan fisik
 TD : 100/50 mmHg → hipotensi (abnormal)
 HR : 120 kali/menit → takikardi (abormal)
 RR : 35 kali/menit → takipneu (abnormal)
 T axiller 37,90C → febris (N = 34,7 – 37,3; 36,4)
 T rektal 38,50C → febris (N = 36,6 – 37,9; 37)
 Kepala dalam batas normal
 Konjungtiva palpebra pucat (-/-) → normal, tidak anemia
 Sklera ikterik (-/-) → normal, tidak ada hiperbilirubinemia
 Thorax statis dinamis simetris → normal
 Murmur (+) → abnormal
 Gallop (-) → normal
 Friction rub (-) → normal, tidak ada indikasi perikarditis ataupun pleuritis
 Wheezing kedua lapang paru → abnormal
 Ronkhi paru kanan tengah bawah → abnormal
 Defans muscular (+) → abnormal
 Edema tungkai kiri → abnormal

 Riwayat nyeri setelah makan menunjukkan adanya gastritis yang kemudian


dilanjutkan dengan konsumsi obat anti nyeri yang bisa jadi membuat
perforasi saluran cerna.
 Defans muskuler menunjukkan adanya peritonitis.
 Nyeri Seluruh Lapangan perut → curiga peradangan organ intraabdomen,
peregangan berlebih organ intraabdomen.
 Perut membesar seperti kembung → curiga Illeus obstruktif (double bubble
sign: anular pankreas, atresia duodenal. Single bubble sign : hipertrofi
pylorus)
 Terasa panas → apakah ada kemungkinan refluks isi gaster ke oesophagus ?
Apakah ini dapat dikelompokkan menjadi tanda peradangan ?
 Sesak : akibat udara berlebih di abdomen maka tekanan intra abdomen
meningkat tinggi, menekan seluruh jaringan sekitar. Apabila ia mendorong
diaphragma keatas menyebabkan gangguan pada proses inspirasi →
sehingga Sesak
 BAB dan BAK sedikit → tekanan intraabdomen yang tinggi, menekah
seluruh organ intraabdomen. Menyebabkan feses sulit bergerak,
penampungan feses di rektum sedikit, dan penampungan urin di VU juga
sedikit. Sehingga penampungan hasil ekskresi sulit terjadi, efeknya
pengeluaran yang terjadi sedikit sedikit
 Nyeri mulai dari ulu hati → menunjukan area awal kelainan. Nyeri ulu hati
sering berkaitan dengan Gastritis, Ulkus peptikum, Ulkus duodenal, Penyakit
jantung, GERD dan Colesistitis

4
 Jika makan nyeri bertambah → menunjukan bahwa keberadaan makanan
merangsang rasa nyeri untuk timbul. Paling sering makanan menyebabkan
rasa nyeri karena makanan menyentuh bagian organ yang terluka sehingga
menimbulkan nyeri, atau makanan yang ada merangsang organ untuk
berkontraksi dan bekerja. Organ yang meradang namun dipaksan untuk
melakukan kontraksi inilah yang juga dapat menimbulkan rasa nyeri, Contoh
pada kasus : ulkus peptikum (nyeri seketika setelah makan), ulkus duodenal
(nyeri dalam 2 jam setelah makanan masuk) dan colesistitis (nyeri terutama
makan makanan tinggi lemak.
 Suhu axiller dan rektal terlihat melebihi nilai normal, hal ini dapat
mengindikasikan adanya infeksi. untuk RR normalnya kurang lebih 16 kali
permenit pada lansia, pada skenario 35 kali permenit, yang menandakan
adanya hiperventilasi. pada HR terjadi peningkatan, dimana normalnya pada
lansia, sekitar 60 - 70 kali permenit.
 BAK sedikit mencurigai untuk dehidrasi. DM tidak terkontrol mungkin
menyebabkan asidosis dan pemeriksaan jantung ditemukan hipertrofi
ventrikel. TD rendah, HR meningkat tanda syok, BAB sedikit terdapat
gangguan motilitas saluran cerna.
 Pada pemeriksaan fisik jantung didapatkan bunyi jantung 1 dan 2 abnormal
yang disertai murmur curiga adanya gagal jatung yang kemungkinannya
diakibatkan dari komplikasi kadar gula darah yang tidak terkontrol ditambah
dengan adanya edema perifer pada kaki. Dan pada pemeriksaan paru juga
didapatkan ronki kasar paru kanan dan wheezing pada paru curiga edema
paru.

5. Kondisi ini bisa disebabkan oleh kerusakan pada pembuluh kapiler atau adanya
peningkatan tekanan yang menyebabkan pembuluh kapiler bocor cairannya
masuk ke jaringan di sekitarnya. Inilah yang membuat kaki menjadi bengkak.
Hal tersebut dapat mungkin diperparah dengan kondisi komplikasi DM tidak
terkontrol (PAD: dengan pemeriksaan lanjutan) dan jantung kongestif yang
diderita oleh pasien.

6. Suhu rectal dan axial, normalnya lebih tinggi rectal karena rectal lebih dekat
dengan organ dalam. Suhu normal rectal (36,6-38) dan axial (34,7-37,3). Pada
skenario axiler 37,9 dan rectal 38,5, peningkatan suhu hal ini tanda dari adanya
suatu peradangan pada salah satu organ tubuh. Pada skenario dapat dicurigai
adanya peritonitis karna perforasi gaster (ulkus peptikum) karena pasien minum
obat anti nyeri (NSAID).

5
D. Peta Konsep

E. Sasaran Belajar
1. Menjelaskan aspek anamnesis pasien.
2. Menjelaskan aspek pemeriksaan fisik yang didapatkan dan interpretasinya
3. Menyebutkan diagnosis banding
4. Mengusulkan pemeriksaan penunjang
5. Menjelaskan tatalaksana dan edukasi pasien

F. Belajar Mandiri
1. Aspek Anamnesis Pasien
 Sacred Seven
 Lokasi
Ulu hati → seluruh lapang perut;
Kaki kiri nyeri karena jatuh
 Onset dan durasi
Tujuh hari sebelum masuk RS → satu hari sebelum masuk RS;
Dua minggu sebelum masuk RS
 Kualitas
Nyeri seperti ditusuk-tusuk, semakin memberat.
 Kuantitas (severity)
Berat (subjektif); penilaian objektif nyeri tidak dilakukan
 Faktor pemberat
Tidak dipengaruhi oleh aktivitas,bertambah yeri saat makan
 Faktor peringan
Konsumsi obat pereda nyeri yang diberi di warung
 Gejala penyerta
Perut semakin membesar dan terasa panas → terasa sesak saat bernapas,
BAB dan BAK sedikit, mual, keringat dingin hingga basah, ulu hati
sebah, gelisah, demam, takipneu, takikardia, bunyi jantung I dan II
abnormal, murmur, wheezing, ronkhi paru kanan bawah, defans
muscular, dan edema tungkai kiri.

6
 Fundamental Four
 Riwayat penyakit sekarang
Dijelaskan pada bagian sacred seven.
 Riwayat penyakit dahulu
Tekanan darah tinggi (hipertensi), kadar kolesterol tinggi
(hiperkolesterolemia), diabetes melitus tidak terkontrol.
 Riwayat kesehatan keluarga
Tidak disebutkan dalam skenario
 Riwayat social ekonomi
Tidak disebutkan dalam scenario

2. Pemeriksaan Fisik dan Interpretasi


 Inspeksi
 Perut membesar seperti kembung
Terdapat cairan/massa abnormal dalam cavum abdomeninopelvic
 Sesak saat bernapas
Massa/cairan abnormal dalam cavum abdominopelvic mendesak cavum
batas bawah cavum thorax (diafragma) sehingga ekspansi paru berkurang
 Muncul keringat dingin hingga basah
 Kondisi gelisah
 Conjunctiva palpebral dalam batas normal
 Sclera tidak ikterik
Kemungkinan kelainan bukan pada hepar karena tidak terjadi kelainan
fungsi hepar dalam metabolisme heme.
 Thoraks statis dinamis simetris
 Extremitas bawah edema tungkai kiri
Extremitas bawah edema karena jatuh (fall [true geriatric giant]).
Kemungkinan didapatkan kerusakan vaskular dan menyebabkan vascular
leakage.
 Palpasi
 Defans muscular positif punctum maximum epigastrium
Pada kondisi peritonitis, punctum maximum dapat berupa sumber atau
fokus etiologi peritonitis di cavum abdomen.
 Ictus cordis teraba di SIC VI linea axilaris anterior
Terjadi pergeseran caudolateral, dimungkinkan terjadi LVH.
 Perkusi
Tidak dilakukan dalam skenario
 Auskultasi
 Bunyi jantung I dan II abnormal
Kemungkinan didapatkan abnormalitas pada katup atrioventrikuler
(bunyi jantung I) dan katup semilunar.

7
 Murmur
Adanya turbulensi darah dalam jantung sehingga membentuk suara
jantung tambahan
 Gallop negative
 Friction rub negative
 Wheezing kedua lapangan paru
Obstruksi saluran napas konduksi. Penyempitan dapat disebabkan
beberapa hal, antara lain edema dan bronchokonstriksi
 Ronkhi paru kanan tengah bawah
Timbunan cairan pada alveolus dan parenkim paru di labus inferior
pulmo dextra.

8
3. Diagnosis Banding
Perhatikan tabel 1 berikut untuk membedakan diagnosis nyeri lapang perut berdasarkan history taking yang dilakukan oleh dokter!

Tabel 1. Perbandingan Diagnosis Nyeri Abdomen Berdasarkan Hasil Anamnesis (Abdullah dan Firmansyah, 2012)

Diagnosis Onset Lokasi Karakteristik Deskripsi Alihan Intensitas


Apendisitis Gradual Periumbilicus Difus (awal), Nyeri Tidak ++
(awal), RLQ (akhir) terlokalisir (akhir)
Kolesistitis Akut RUQ Terlokalisir Kencang Scapula ++
Pankreatitis Akut Epigastrium, Terlokalisir Tumpul Punggung ++ sampai +++
punggung
Divertikulitis Gradual LLG Terlokalisir Nyeri Tidak
Perforasi ulkus Tiba-tiba Epigastrium Terlokalisir (awal), Sensasi terbakar Tidak +++
peptikum difus (akhir)
Obstruksi usus Gradual Periumbilicus Difus cramping Tidak ++
halus
Ruptur aneurisma Tiba-tiba Abdomen, Difus tearing Tidak +++
aorta abdominalis punggung, flank
Iskemia/infark Tiba-tiba Periumbilicus Difus Tajam Tidak +++
mesentrika
Gastroenteritis Gradual Periumbilicus Difus Spasmodik Tidak + sampai ++
Inflamasi pelvis Gradual LQ, pelvic Terlokalisir Tumpul Paha atas ++
Ruptur kehamilan Tiba-tiba LQ, pelvic Terlokalisir Tajam Tidak ++
ektopik
Keterangan; + (ringan), ++ (sedang), +++ (berat)

9
Selain itu, dalam menentukan diagnosis banding, dapat dilakukan pendekatan
yang berfokus pada lokasi nyeri, seperti apendisitis yang lokasi nyerinya
memiliki nilai predictive value yang tinggi. (Perhatikan tabel 2)

Tabel 2. Diagnosis Banding Berdasar pada Lokasi Nyeri (Cartwright dan


Knudson, 2008)
Lokasi Nyeri Kemungkinan Diagnosis
Kuadran kanan atas (RUQ) Biliaris kolesistitis, kolelitiasis, kolangitis
Kolonik colitis, diverticulitis
Hepatis abses, hepatitis, massa
Pulmonalis pneumonia, embolus
Renalis nefrolitiasis, pyelonephritis
Epigastrik Biliaris kolesistitis, kolelitiasis, kolangitis
Kardiak Infark myokard, pericarditis
Gastrik iagnostic , gastritis, ulcus peptik
Pankreatis massa, pankreatitis
Vaskuler Diseksi aorta, iskemia mesentrika
Kuadran kiri atas (LUQ) Kardiak Angina, infark myokard, pericarditis
Gastrik iagnostic , gastritis, ulcus peptik
Pankreatis massa, pankreatitis
Renalis nefrolitiasis, pyelonephritis
Vaskuler Diseksi aorta, iskemia mesentrika
Periumbilikus Kolonis Apendisitis
Gastrik iagnostic , gastritis, ulcus iagno,
massa or obstruksi usus halus
Vaskuler Diseksi aorta, iskemia mesentrika
Kuadran kanan bawah Kolonik iagnostic s, colitis, diverticulitis, IBD,
(RLQ) IBS
Ginekologik Kehamilan ektopik, fibroid, masa
ovarium, torsi, PID
Renalis nefrolitiasis, pyelonephritis
Suprapubik Kolonik iagnostic s, colitis, diverticulitis, IBD,
IBS
Ginekologik Kehamilan ektopik, fibroid, masa
ovarium, torsi, PID
Renalis Sistitis, nefrolitiasis, pyelonephritis
Kuadran kiri bawah (LLQ) Kolonik colitis, diverticulitis, IBD, IBS
Ginekologik Kehamilan ektopik, fibroid, masa
ovarium, torsi, PID
Renalis nefrolitiasis, pyelonephritis

10
Diagnosis berdasarkan tabel 2 biasanya tidak dibuat pada kunjungan pertama
pasien rawat jalan. Selain itu, penting untuk memulai evaluasi dengan
menyingkirkan penyakit serius (misalnya, penyakit vaskular seperti diseksi aorta
dan iskemia mesenterika) dan kondisi pembedahan (misalnya, apendisitis,
kolesistitis). Dokter juga harus mempertimbangkan kondisi dinding perut,
seperti spasme atau herpes zoster, karena ini sering salah didiagnosis.

4. Pemeriksaan Penunjang
Pada dasarnya, pemeriksaan penunjang digunakan untuk menyingkirkan
kemungkinan diagnosis banding dalam penegakan diagnosis. Menariknya, lokasi
nyeri pada lapang perut yang berbeda memiliki alur pemeriksaan penunjang
yang berbeda pula (gambar 1 dan 2). Oleh karena itu, perhatikan beberapa
flowchart diagnosis nyeri lapang berikut dalam memahami pengusulan
pemeriksaan penunjang dalam setting klinik. Selain itu, perlu digarisbawahi
pada beberapa kondisi khsusus, seperti pada kondisi pasien geriatric atau hamil,
memiliki alur yang berbeda dalam diagnosis nyeri lapang perut (gambar 3).
 Nyeri seluruh lapang perut

Gambar 1. Algoritma Diagnosis Nyeri Seluruh Lapang Perut


(Vaghef-Davari et al., 2019)

11
 Nyeri Daerah Epigastrium

Gambar 2. Algoritma Diagnosis Nyeri Daerah Epigastrium


(Vaghef-Davari et al., 2019)

 Evaluasi Nyeri pada Populasi Khusus

Gambar 3. Algoritma Evaluasi Nyeri Abdomen pada Populasi Khusus


(Cartwright dan Knudson, 2008)

12
Dengan beberapa algortima di atas, dapat ditarik beberapa pemeriksaan dan
tujuannya untuk diagnosis nyeri lapang perut, khususnya yang berkaitan kasus
(perhatikan tabel 3)

Tabel 3. Pemeriksaan Penunjang Kasus Nyeri Lapang Perut dan Kegunaannya


(Lyon dan Clark, 2006; Skipworth dan Fearon, 2008)

Modalitas/Pemeriksaan Kelainan Fungsi


Penunjang
USG Cholecystitis; appendicitis; abdominal aortic Konfirmasi dan eksklusi
aneurysm in unstable patient diagnosis spesifik
Abdominal CT Appendicitis; diverticulitis; bowel obstruction; Pencitraan yang akurat
pancreatitis (necrosis); abdominal aortic untuk negative prediction
aneurysm in stable patient; mesenteric ischemia dari pada USG.
X ray  Thorax (Pneumonia; free air under diaphragm) Konfirmasi dan eksklusi
 Abdomen (Bowel perforation (free air); bowel diagnosis spesifik
obstruction/volvulus (dilated bowel and air-
fluid levels); abdominal aortic aneurysm
(dilated calcified aorta); mesenteric ischemia
(dilated loops, air-fluid levels, pneumatosis
intestinalis [gas in bowel wall], thumbprinting
[edema of bowel wall with convex
indentations of lumen]))
Elektrolit Diabetic ketoacidosis; electrolyte abnormalities; konfirmasi dehidrasi dan
metabolic acidosis with bowel infarction gagal ginjal akut; hasil
(mesenteric ischemia) digunakan untuk
memandu penggantian
cairan dan elektrolit
LFT Cholecystitis and mesenteric ischemia konsentrasi tinggi
Amylase Pancreatitis (less specific than lipase); bowel iagnos dalam serum
obstruction; peptic ulcer perforation; bowel merupakan iagnostic
perforation; mesenteric ischemia pankreatitis akut, tetapi
peningkatan konsentrasi
yang cukup dapat
disebabkan oleh bencana
intraabdominal lainnya.
ABG Diabetic ketoacidosis; electrolyte abnormalities; mencerminkan asidosis
metabolic acidosis with bowel infarction metabolik, sering
(mesenteric ischemia) didahului oleh tekanan
karbon dioksida arteri
yang rendah yang
disebabkan oleh
hiperventilasi
EKG Nonabdominal emergencies such as myocardial Menilai kenainan
infarction or pulmonary embolism elektrilitas jantung
CBC Infection; intestinal ischemia; perforated peptic Menunjukkan
ulcer leukositosis

13
5. Tatalaksana dan Edukasi
 Tatalaksana Peritonitis
Tatalaksana dilakukan secara konservatif dilakukan jika memenuhi salah
satu kriteria berikut:
 Infeksi terlokalisir
 Etiologi peritonitis tidak membutuhkan pembedahan
 Pasien tidak cocok untuk anestesi umum, misalnya pada kasus geriatric
 Fasilitas kesehatan tidak mendukung tatalaksana operatif yang aman
Prinsip tatalaksana konservatif adalah hidrasi cairan intravena dan antibiotic
spectrum luas.

Tatalaksana immediate juga dapat diberikan berupa


 High-flow oxygen
Oksigen beraliran tinggi penting bagi pasien syok. Hipoksia dapat
dimonitor melalui pulse oxymeter atau BGA.
 Resusitasi cairan
Resusitasi cairan dengan kristaloid i.v. dengan volume bergantung pada
derajat syok dan dehidrasi. Electrolite replacement (sulih elektrolit)
mungkin diperlukan. Pasien perlu dikaterisasi untuk memonitor output
urin.
 Analgesic dan antiemetic
 Antibiotik
Antibiotik yang diberikan berupa antibiotic spectrum luas dan diberikan
secara i.v. Pemberian antibiotic yang tepat merupakan kunci dalam
mengurangi angka kematian pasien peritonitis dengan syok sepsis.
 NGT
NGT dapat meringankan muntah dan distensi abdomen dan mengurangi
resiko aspirasi.

Tatalaksana definitive pada kasus peritonitis merupakan pembedahan. Di sisi


lain, pada kasus geriatric, diperlakukan asesmen komprehensif multidisiplin
yang dilakukan untuk menentukan keputusan operatif dengan
mempertimbangkan luaran terapeutik, komorbid, dan kelemahan (frailty)
pada geriatric (Knittel dan Wildes, 2016)

14
 Tatalaksana DM dan Associated Mobidity-nya
Berikut merupakan beberapa rekomendasi Asosiasi Diabetes Amerika (ADA)
terkait tatalaksana DM pada pasien geriatric dan beberapa komorbid
penyerta;
 Pasien geriatri yang sehat dengan sedikit penyakit kronis yang menyertai
dan fungsi kognitif dan status fungsional utuh harus memiliki glycemic
goal yang lebih rendah (A1C <7,5% [58 mmol/mol]), sedangkan mereka
dengan beberapa penyakit kronis, gangguan kognitif, atau
ketergantungan fungsional memiliki glycemic goal yang kurang ketat
(seperti A1C <8.0–8.5% [64-69 mmol/mol]). C
 Tatalaksana hipertensi terhadap individual diindikasikan pada
kebanyakan pasien geriatric. C
 Tatalaksana faktor risiko kardiovaskular lainnya harus dilakukan secara
individual pada pasien geriatri dengan mempertimbangkan kerangka
manfaatnya. Tatalaksana penurun lipid (lipid lowering) dan aspirin dapat
bermanfaat bagi mereka yang memiliki harapan hidup setidaknya sama
dengan kerangka waktu pencegahan primer atau percobaan intervensi
sekunder. C

Perhatikan Gambar 4 untuk pertimbangan tatalaksana DM pada geriatric

 Edukasi
 Asupan nutrisi (diet dengan makanan indeks glikemik rendah) dan
protein yang optimal
 Atur posisi berbaring sesering mungkin untuk menghindari ulkus
decubitus
 Hentikan kebiasaan merokok dan minum alcohol
 Edukasi caregiver untuk
o Memperhatikan pola makan, konsumsi obat antihiperglikemik,
antihipertensi
o Tidak memberikan obat tanpa konsultasi dokter, seperti NSAID
untuk meredakan nyeri dan mencegah risiko polifarmasi
o Membatasi aktivitas fisik pada tungkai yang sakit
o Sebisa mungkin aktif dengan melakukan latihan secara regular yang
memungkinkan dengan kondisi pasien
o Menjadi pendengar yang baik bagi pasien.

15
\\

Gambar 4. Pertimbangan Tatalaksana DM pada Pasien Geriatric


(American Diabetes Association, 2019)

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. dan Firmansyah, M. A. (2012) “Diagnostic approach and management of


acute abdominal pain,” Acta medica Indonesiana, 44(4), hal. 344–350.
American Diabetes Association (2019) “12. Older Adults: Standards of Medical Care in
Diabetes--2019,” Diabetes Care, 42(Suppl. 1), hal. S139–S147. doi:
10.2337/dc19s012.
Cartwright, S. L. dan Knudson, M. P. (2008) “Evaluation of acute abdominal pain in
adults,” American Family Physician, 77(7), hal. 971–978.
Knittel, J. G. dan Wildes, T. S. (2016) “Preoperative Assessment of Geriatric Patients,”
Anesthesiology Clinics. Elsevier Inc, 34(1), hal. 171–183. doi:
10.1016/j.anclin.2015.10.013.
Lyon, C. dan Clark, D. C. (2006) “Diagnosis of Acute Abdominal Pain in Older
Patients,” Am Fam Physician, 74(9), hal. 1537–1544.
Skipworth, R. J. E. dan Fearon, K. C. H. (2008) “Acute abdomen: peritonitis,” Surgery -
Oxford International Edition. Elsevier, 26(3), hal. 98–101. doi:
10.1016/j.mpsur.2008.01.004.
Vaghef-Davari, F. et al. (2019) “Approach to Acute Abdominal Pain: Practical
Algorithms.,” Advanced journal of emergency medicine, 4(2), hal. e29. doi:
10.22114/ajem.v0i0.272.

17

Anda mungkin juga menyukai