Anda di halaman 1dari 18

Laporan BBDM

Modul 7.1 Skenario 1

Disusun Oleh:
Yohana Novelia Christin 22010117130144

Dosen Tutor BBDM:

dr. Edmond Rukmana Wikanta, M.Si.Med, Sp.B(K)Onk.

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

TAHUN 2020
BBDM MODUL 7.1

SKENARIO 1

NYERI SELURUH LAPANG PERUT

Nyonya S, 65 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri seluruh lapang perut sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, nyeri semakin bertambah. Perut semakin membesar seperti kembung dan
terasa panas sehingga mempengaruhi saat bernafas seperti sesak. BAB dan BAK sedikit. Awal
mulanya nyeri muncul di ulu hati sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri tidak dipengaruhi
oleh aktifitas, pasien mengaku jika makan maka nyeri bertambah semakin seperti ditusuk-tusuk,
ulu hati terasa sebah disertai mual, sehingga kadang muncul keringat dingin hingga basah. Sejak
2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengakujatuh di kamar mandi, terasa nyeri dan tidak
bisa berjalan karena kaki kiri bengkak. Pasien meminum obat yang dibeli sendiri diwarung untuk
menghilangkan rasa sakit selama satu minggu, namun tidak sembuh, kemudian beronbat ke
puskesmas diberi anti nyeri. Pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan kadar kolesterol
tinggi, DM (+)namun minum obat tak teratur. Keadaan saat datang gelisah, TD:100/50 mmhg,
HR:120x/mnt irreguler; RR:35x/mnt tampak napas; t:37.9C axxiler dan 38.5 derajat C rectal.
Kepala dalam batas normal. Conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-). Thorax statis
dinamis simetris. Pemeriksaan jantung ictus cordis teraba di SIC VI Linea axillaris anterior, bunyi
jantung I dan II abnormal, murmur (+), gallop (-), friction rub (-). Pemeriksaan paru, whezzing
kedua lapangan paru ronkhi paru kanan tengah bawah. Pemeriksaan abdomen didapatkan defans
muskular(+) punctum maximum epigastrium. Extremitas bawah edema tungkai kiri.

1. TERMINOLOGI
1. Punctum maximum epigastrium= Penonjolan yang terdapat di bagian epigastrium.
2. Defans muskular= Nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale atau perut teraba tegang saat palpasi karena ada tahanan.
Tanda positif peritonitis. Adanya nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan
adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Pada saat PF
penderita peritonitis, otot dinding perut dapat menunjukkan defans muskular secara refleks
untuk melindungi bagian perut yang meradang (nyeri) dan menghindari gerakan atau tekanan
setempat.
3. Murmur= Suara jantung yang abnormal yang dapat terjadi karena peningkatan laju darah
atau gangguan katup jantung. Ketika terjadi gangguan katub, darah dipaksa melewati bukaan
sempit (steronic), atau bisa karena kebocoron septum.
4. Friction rub= Gerakan perikardium yang terdengar fase sistolik dan diastolik ditemukan pada
perikarditis, suara akan terdengar jelas pada awal dan akhir respirasi. Biasanya terjadi pada
emboli pulmonal, pneumonia, dan vaskulitis pulmonal. Friction rub terjadi karena gesekan
selaput pembungkus yang mengalami inflamasi. Apabila gesekan terjadi pada pleura,
mengindikasikan adanya pleuritis. Friction Rub adalah suara gesekan yang terdengar
(normalnya suara gesekan ini tidak terdengar). Friction Rub dapat terjadi pada : antara pleura
visceral - paritel, antara pericardium visceral - parite. Friction Rub dapat terjadi karena : adanya
peradangan di pleura atau pericardium, adanya penurunan sekresi cairan serosa yang melapisi
keduanya (fungsi cairan ini untuk mencegah gesekan berlebih dan sebagai pelumas)
5. Gallop= Suara jantung abnormal yang dapat terdengar bila terjadi kontraks atrium (pengisian
darah ke ventrikel selama diastolic) terhambat atau terjadi ketidakseiramaan antar kontraksi
ventrikel kanan dan kiri. Suara seperti kuda yang berlari. Penyebabnya adalah gangguan
penerusan rangsangan pada bundle of hiss atau kerusakan yang pada otot ventrikel (misal pada
miokarditis). Bunyi ini timbul karena adanya ketegangan korda tendinae dan mengembangnya
ventrikel pada fase pengisian. Kecepatan pengisian ventrikel dan besarnya amplitudo dari
getaran dinding ventrikel mempengaruhi bunyi yang terdengar.

2. RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa nyeri tidak dipengaruhi oleh aktivitas namun bertambah saat makan?

2. Apakah terdapat hubungan antara riwayat meminum obat anti nyeri dengan keluhan pasien
saat ini (nyeri di seluruh lapang abdomen, sebah, mual)?

3. Mengapa pasien BAB dan BAK sedikit ?

4. Interpretasi hasil pemeriksaan fisik?


5. Bagaimana hubungan kadar gula darah yang tidak terkontrol, kolestrol yang tinggi, dan
riwayat hipertensi dengan keadaan edema pada tungkai kiri dan jatuh?

6. Mengapa ada perbedaan suhu rectal dan axiler?

3. HIPOTESIS

1. Nyeri bertambah saat makan, karena makanan menuju ke daerah abdomen, dimana akibat
terjadi peradangan pada daerah peritoneum parietal, maka adanya sedikit penekenan saja akan
menimbulkan nyeri. Akibatnya, saat makanan masuk akan menimbulkan rasa nyeri. Nyeri
bertambah saat makan dikarenakan saat makanan masuk terdapat perangsangan simpatis dari
Nervus vagus yang menyebabkankan peningkatan HCL. Adanya peningkatan HCL yang
mengenai dinding lambung (mukosa lambung) yang perforasi dan luka akan membuat pasien
tambah nyeri saat makan. Dimana pada skenario juga didapatkan riwayat pasien minum NSAID,
yang dapat mengiritasi lambung dan dapat menyebakan perforasi gaster, sehingga dapat terjadi
peritonitis tipe 2 (peradangan peritoneum) yang membuat nyeri di seluruh bagian perut,
sehingga posisi apapun tidak akan memperingan rasa nyeri. Pada kasus adalah geriatri yang
mengonsumsi obat anti nyeri (diduga NSAID) -- efek samping buruk bagi pasien geriatri --
meningkat risiko tukak lambung dengan inhibisi COX 1/2 -- sehingga menginhibisi efek
gastroprotektif PG. Di sisi lain, dapat juga terjadi aktivitas jalur 5-LOX yang dapat
mengaktifkan cascade inflamatorik lebih lanjut. Hal tersebut akan mengeskalasi efek samping
pemberian NSAID pada geriatri sehingga menyebabkan peritonitis.

2. Berdasarkan hasil anamnesis dari pasien, pasien memiliki riwayat jatuh, sehingga kaki kiri
bengkak dan tidak bisa berjalan. Karena hal tersebut pasien meminum obat antinyeri dari
warung selama 1 minggu, dan dilanjutkan obat antinyeri dari puskesmas. Obat antinyeri yang
dimaksud kemungkinan golongan NSAID. Pemakaian antinyeri dengan dosis tidak tepat
(karena pasien membeli sendiri) dan dalam jangka waktu lama, memiliki efek samping
terjadinya ulkus gaster. Ulkus gaster dapat berkembang menjadi perforasi gaster, sehingga
munculah keluhan seperti yang di sampaikan pasien yaitu nyeri muncul di ulu hati kemudian
nyeri menjadi seluruh lapang perut sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri semakin
bertambah. Perut semakin membesar seperti kembung dan terasa panas sehingga
mempengaruhi saat bernafas. NSAID menghambat kerja enzim COX yang mengkonversi asam
arakidonat menjadi prostaglandin, dimana prostaglandin berfungsi untuk melindungi dan
memperbaiki lambung dan usus, sehingga saat prostaglandin terganggu mengakibatkan
rusaknya dinding usus dan lambung akibatnya terjadi perforasi. Perut Sebah kembung dan
panas juga bisa:

-Karena adanya inflamasi (peritonitis) terjadi leakage cairan ke arah cavum peritoneum.

-Karena peristaltik usus menurun sehingga makanan yang dicerna tidak segera diproses,
sehingga bakteri menghasilkan banyak udara dan mengakibatkan perut kembung.

-Karena dengan adanya asites dan perut tegang, tekanan intraabdomen meningkat sehingga
terjadi heartburn.

3. BAB sedikit karena terjadi gg defekasi dan peritonitis generalisata dan terjadi perlengketan
organ intra abdominal dan lapisan peritoneum sehingga peristalsis berkurang dan ileus paralitik
terjadi. BAK sedikit karena pasien mual muntah keringatan dan terjadi dehidras, terjadi paralitik
usus, air dan elektrolit akan mengalir ke lumen usus, hal ini menyebabkan cairan intravaskuler
menurun. Yang nantinya produksi urin juga menurun.

4. a. TD : 100/50 mmHg --> hipotensi (abnormal)

b. HR : 120 kali/menit --> takikardi (abormal)

c. RR : 35 kali/menit --> takipneu (abnormal)

d. t axiller 37,90C --> febris (N = 34,7 – 37,3; 36,4)

t rektal 38,50C --> febris (N = 36,6 – 37,9; 37)

e. Kepala dalam batas normal

f. Konjungtiva palpebra pucat (-/-) --> normal, tidak anemia

g. Sklera ikterik (-/-) --> normal, tidak ada hiperbilirubinemia

h. Thorax statis dinamis simetris --> normal

i. Murmur (+) --> abnormal


j. Gallop (-) --> normal

k. Friction rub (-) --> normal, tidak ada indikasi perikarditis ataupun pleuritis

p. Wheezing kedua lapang paru --> abnormal

q. Ronkhi paru kanan tengah bawah --> abnormal

r. Defans muscular (+) --> abnormal

s. Edema tungkai kiri --> abnormal

Riwayat nyeri setelah makan menunjukkan adanya gastritis yang kemudian dilanjutkan
dengan konsumsi obat anti nyeri yang bisa jadi membuat perforasi saluran cerna. Defans
muskuler menunjukkan adanya peritonitis. Nyeri Seluruh Lapangan perut : curiga peradangan
organ intraabdomen, peregangan berlebih organ intraabdomen. Perut membesar seperti
kembung : curiga Illeus obstruktif (double bubble sign: anular pankreas, atresia duodenal.
Single bubble sign : hipertrofi pylorus) Terasa panas : apakah ada kemungkinan refluks isi
gaster ke oesophagus ? Apakah ini dapat dikelompokkan menjadi tanda peradangan ? Sesak :
akibat udara berlebih di abdomen maka tekanan intra abdomen meningkat tinggi, menekan
seluruh jaringan sekitar. Apabila ia mendorong diaphragma keatas menyebabkan gangguan
pada proses inspirasi --> sehingga Sesak. BAB dan BAK sedikit --> tekanan intraabdomen yang
tinggi, menekah seluruh organ intraabdomen. Menyebabkan feses sulit bergerak, penampungan
feses di rektum sedikit, dan penampungan urin di VU juga sedikit. Sehingga penampungan hasil
ekskresi sulit terjadi, efeknya pengeluaran yang terjadi sedikit sedikit
Nyeri mulai dari ulu hati : menunjukan area awal kelainan. Nyeri ulu hati sering
berkaitan dengan Gastritis, Ulkus peptikum, Ulkus duodenal, Penyakit jantung, GERD dan
Colesistitis
Jika makan nyeri bertambah : menunjukan bahwa keberadaan makanan merangsang
rasa nyeri untuk timbul. Paaling sering makanan menyebabkan rasa nyeri karena makanan
menyentuh bagian organ yang terluka sehingga menimbulkan nyeri, atau makanan yang ada
merangsang organ untuk berkontraksi dan bekerja. Organ yang meradang namun dipaksan
untuk melakukan kontraksi inilah yang juga dapat menimbulkan rasa nyeri, Contoh pada kasus :
ulkus peptikum (nyeri seketika setelah makan), ulkus duodenal (nyeri dalam 2 jam setelah
makanan masuk) dan colesistitis (nyeri terutama makan makanan tinggi lemak)
Suhu axiller dan rektal terlihat melebihi nilai normal, hal ini dapat mengindikasikan adanya
infeksi. untuk RR normalnya kurang lebih 16 kali permenit pada lansia, pada skenario 35 kali
permenit, yang menandakan adanya hiperventilasi. pada HR terjadi peningkatan, dimana
normalnya pada lansia, sekitar 60 - 70 kali permenit. BAK sedikit mencurigai untuk dehidrasi.
DM tidak terkontrol mungkin menyebabkan asidosis dan pemeriksaan jantung ditemukan
hipertrofi ventrikel. TD rendah, HR meningkat tanda syok, BAB sedikit terdapat gangguan
motilitas saluran cerna. Pada pemeriksaan fisik jantung didapatkan bunyi jantung 1 dan 2
abnormal yang disertai murmur curiga adanya gagal jatung yang kemungkinannya diakibatkan
dari komplikasi kadar gula darah yang tidak terkontrol ditambah dengan adanya edema perifer
pada kaki. Dan pada pemeriksaan paru juga didapatkan ronki kasar paru kanan dan wheezing
pada paru curiga edema paru.

5. Kondisi ini bisa disebabkan oleh kerusakan pada pembuluh kapiler atau adanya peningkatan
tekanan yang menyebabkan pembuluh kapiler bocor cairannya masuk ke jaringan di sekitarnya.
Inilah yang membuat kaki menjadi bengkak.

Hal tersebut dapat mungkin diperparah dengan kondisi komplikasi DM tidak terkontrol (PAD:
dg pemeriksaan lanjutan) dan jantung kongestif yang diderita oleh pasien.

6. Suhu rectal dan axial, normalnya lebih tinggi rectal karena rectal lebih dekat dengan organ
dalam. Suhu normal rectal (36,6-38) dan axial (34,7-37,3). Pada skenario axiler 37,9 dan rectal
38,5, peningkatan suhu hal ini tanda dari adanya suatu peradangan pada salah satu organ tubuh.
Pada skenario dapat dicurigai adanya peritonitis karna perforasi gaster (ulkus peptikum) karena
pasien minum obat anti nyeri (NSAID).

4. PETA KONSEP

DM + Hipertensi Jatuh NSAID Perforasi Gaster Peritonitis

Asidosis, bengkak, dehidrasi Anamnesis, PF, PP


5. SASARAN BELAJAR

1. Aspek anamnesis pada pasien

2. Aspek pemeriksaan fisik pada pasien dan interpretasinya

3. Diagnosis banding pada pasien

4. Pemeriksaan penunjang

5. Tatalaksana dan edukasi

6. BELAJAR MANDIRI

1. Aspek Anamnesis pada Pasien

a. Aspek Anamnesis
Untuk mendapatkan jawaban yang baik dan lengkap diperlukan anamnesis baik dari
pasien sendiri maupun keluarga. Dimulai dengan:
a. Identitas pasien yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat.
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
- Keluhan utama: nyeri seluruh lapang perut
- Onset: nyeri abdomen yang timbul bisa tiba-tiba atau sudah berlangsung lama.
Nyeri akut abdomen cenderung berlangsung tiba-tiba.
- Kualitas: nyeri dapat berasal dari organ dalam abdomen termasuk peritoneum
visceral atau parietal atau otot, maupun berasal dari dinding perut.
- Lokasi: lokasi nyeri abdomen dapat mengarah lokasi organ yang menjadi
penyebab nyeri tersebut. Misal: Epigastrium → pankreatitis, ulkus gaster,
ulkus duodenum, apendisitis (gejala awal), obstruksi intestinal, hepatitis, dll.
- Keluhan penyerta: mual, keringat dingin, sesak
c. Riwayat Penyakit Dahulu: penyakit yang dahulu pernah di derita→ hipertensi,
kolesterol tinggi, DM
d. Riwayat Penyakit Keluarga: apakah keluarga ada yang pernah mengalami hal
serupa atau tidak.
e. Riwayat Sosial Ekonomi: Asuransi kesehatan yang digunakan.
f. Lain-lain: kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol.

2. Aspek Pemeriksaan Fisik Pasien dan Interpretasinya


• Pemeriksaan Fisik
➢ Tanda Vital
▪ Demam dengan temperatur >380C
▪ Pasien dengan sepsis hebat → gejala hipotermia
▪ Takikardia → dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia
intravaskuler (karena mual dan muntah, demam, kehilangan cairan yang
banyak dari rongga abdomen
▪ Dehidrasi progresif → adanya tanda dehidrasi → pasien bisa semakin
hipotensi → produksi urin berkurang.
➢ Pemeriksaan Abdomen
▪ Inspeksi
- Dilakukan pada posisi supinasi
- Dilakukan untuk melihat apakah ada posisi tertentu saat pasien
diperiksa (untuk menghindari nyeri)
- Pada pasien peritonitis → cenderung kesakitan dan tidak
bergerak (imobilitas) karena perubahan posisi akan merangsang
peritoneum dan meningkatkan nyeri abdomen. Keadaan umum
tidak baik.
- Melihat apakah ada jejas, memar atau kemerahan untuk mencurigai
adanya trauma
- Jaringan parut bekas operasi → mungkin adanya adhesi
- Perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus → akibat
gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya → perut yang membuncit
dan tegang atau distended.
▪ Auskultasi
- Dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus.
- Peritonitis generalisata: bising usus akan melemah atau
menghilang sama sekali → peritoneal yang lumpuh sehingga
menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik).
- Peritonitis lokal → bising usus dapat terdengar normal.
- Pada obstruksi usus: bising usus meningkat dan kadang terdengar
Metallic’s sound
- Adanya bruit → kelainan vaskular. Namun pada orang kurus dapat
juga terdengar bruit di epigastrium yang berasal dari aorta abdominalis.
▪ Palpasi
- Digunakan untuk menentukan lokasi nyeri
- Dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri,
untuk membandingkan antara daerah yang nyeri dan tidak nyeri.
- Tentukan apakah ada nyeri tekan, nyeri lepas atau adanya massa. Nyeri
lepas lebih mengarah pada peritonitis
- Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) → ada inflamasi yang
mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik).
▪ Perkusi
- Nyeri ketok → iritasi pada peritoneum,
- Pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness → menentukan adanya
udara bebas atau cairan bebas
- Pada pasien dengan peritonitis → pekak hepar menghilang,
perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas.
➢ Pemeriksaan Thorax (Jantung dan Paru)
Suspek Congestive Heart Failure
Diagnosis: minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor
▪ Kriteria Mayor:
- Paroksismal Nokturnal Dispnea
- Distensi vena leher
- Ronkhi paru
- Kardiomegali
- Edema paru akut
- Gallop S3
- Peninggian tekanan vena jugularis
- Refluks hepatojugular
▪ Kriteria Minor:
- Edema ekstremitas
- Batuk malam hari
- Dispnea d’effort
- Hepatomegali
- Efusi Pleura
- Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
- Takikardia

3. Diagnosis Banding pada Pasien


a. Diagnosis sementara
Syok hipovolemik adalah kondisi darurat di mana jantung tidak mampu memasok
darah yang cukup ke seluruh tubuh akibat volume darah yang kurang. Kurangnya
pasokan darah ini umumnya dipicu oleh perdarahan. Perdarahan dapat terjadi akibat
cedera atau luka (perdarahan luar) dan perdarahan dalam, misalnya akibat perdarahan
saluran pencernaan. Selain itu, penurunan pasokan darah juga dapat terjadi saat tubuh
kekurangan banyak cairan, misalnya akibat dehidrasi atau luka bakar.
Darah mengandung oksigen dan zat penting lainnya yang dibutuhkan oleh organ dan
jaringan tubuh agar bisa berfungsi dengan baik. Bila perdarahan hebat terjadi, otomatis pasokan
darah yang dipompa oleh jantung akan berkurang secara drastis dan organ tidak mendapat
pasokan zat-zat yang dibutuhkan tadi secara cukup. Akibatnya, organ-organ dalam tubuh tidak
dapat berfungsi dengan baik. Keadaan inilah yang disebut syok hipovolemik yang ditandai
dengan penurunan tekanan darah. Jika tidak ditangani secara cepat dan tepat, kondisi ini dapat
menyebabkan kematian.
Gejala utama syok hipovolemik adalah penurunan tekanan darah dan suhu tubuh
secara drastis. Selain itu ada beberapa gejala lainnya yang menyertai kondisi ini, di
antaranya:
- Pucat.
- Badan lemas.
- Keluar keringat secara berlebihan.
- Tampak bingung dan gelisah.
- Nyeri dada.
- Pusing.
- Suhu tubuh rendah.
- Sesak.
- Denyut nadi lemah.
- Berdebar-debar.
- Bibir dan kuku tampak biru.
- Produksi urine berkurang.
- Hilang kesadaran.
b. Diagnosis banding
4. Pemeriksaan Penunjang yang Rasional untuk Pasien
▪ EKG
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal
jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung. Abnormalitas EKG
memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal,
diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).
▪ Enzim jantung
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran klinisnya
disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering
pada gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi gagal jantung pada penderita
tanpa iskemia miokard.
▪ Hba1c
Pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar gula darah dalam kurun waktu 3 bulan terakhir
(terkontrol atau tidak)
Normal : 3,5 – 5,6 %
Pre diabetes : 5,7 – 6,4%
Diabetes : > 6,5 %
Target Hba1c penderita DM ≤ 7%
▪ Analisis Gas Darah
Analisis gas darah digunakan untuk mengukur jumlah oksigen, karbon dioksida dalam
darah dan enentukan tingkat keasaman atau pH darah. Cara pemeriksaan dengan
mengambil sampel darah dari pembuluh darah arteri.
Hasil yang akan didapat:
– pH darah arteri, menunjukkan jumlah ion hidrogen dalam darah. pH kurang dari 7,0
disebut asam, dan lebih besar pH dari 7,0 disebut basa
– Bikarbonat adalah bahan kimia yang membantu mencegah pH darah menjadi terlalu
asam atau terlalu basa
– Tekanan parsial oksigen adalah ukuran tekanan oksigen yang terlarut dalam darah.
Hal ini menentukan seberapa baik oksigen bisa mengalir dari paru-paru ke dalam darah
– Tekanan parsial karbon dioksida adalah ukuran tekanan karbon dioksida yang terlarut
dalam darah. Hal ini menentukan seberapa baik karbon dioksida dapat mengalir keluar
dari tubuh
– Saturasi oksigen adalah jumlah oksigen yang dibawa oleh hemoglobin dalam sel darah
merah.
Nilai normal analisis gas darah:
- pH darah normal (arteri) : 7,38 - 7,42
- Bikarbonat (HCO3) : 22 - 28 mEq per liter
- Tekanan parsial oksigen : 75 - 100 mmHg
- Tekanan parsial CO2 : 38 - 42 mmHg
- Saturasi oksigen : 94 - 100 %

5. Tatalakasana dan edukasi pasien


➢ Tatalaksana dan edukasi
a. Tatalaksana
Peritonitis adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa, yang memerlukan pengobatan
medis sesegera mungkin. Prinsip utama terapi pada infeksi intra abdomen adalah:
1. Mengontrol sumber infeksi
2. Mengeliminasi bakteri dan toksin
3. Mempertahankan fungsi sistem organ
4. Mengontrol proses inflamasi
• Terapi terbagi menjadi:
- Terapi medis, termasuk di dalamnya antibiotik sistemik untuk mengontrol infeksi,
perawatan intensif mempertahankan hemodinamik tubuh misalnya pemberian
cairan intravena untuk mencegah dehidrasi, pengawasan nutrisi dan ikkeadaan
metabolik, pengobatan terhadap komplikasi dari peritonitis (misalnya insufisiensi
respiratorik atau ginjal), serta terapi terhadap inflamasi yang terjadi.
- Intervensi non-operatif, termasuk di dalamnya drainase abses percutaneus dan
percutaneus and endoscopic stent placement.
- Terapi operatif, pembedahan sering diperlukan untuk mengatasi sumber infeksi,
misalnya apendisitis, ruptur organ intra-abomen

Bila semua langkah-langkah terapi di atas telah dilaksanakan, pemberian suplemen,


antara lain glutamine, arginine, asam lemak omega-3 dan omega-6, vitamin A, E dan
C, Zinc dapat digunakan sebagai tambahan untuk mempercepat proses penyembuhan.

• Terapi Antibiotik
Pada SBP (Spontaneus Bacterial Peritonitis), pemberian antibiotik terutama adalah
dengan Sefalosporin gen-3, kemudian diberikan antibiotik sesuai dengan hasil kultur.
Penggunaan aminolikosida sebaiknya dihindarkan terutama pada pasien dengan
gangguan ginjal kronik karena efeknya yang nefrotoksik. Lama pemberian terapi
biasanya 5-10 hari.
Pada peritonitis sekunder dan tersier, terapi antibiotik sistemik ada pada urutan ke-
dua. Untuk infeksi yang berkepanjangan, antibiotik sistemik tidak efektif lagi, namun
lebih berguna pada infeksi akut. Pada infeksi inta-abdominal berat, pemberian
imipenem, piperacilin/ tazobactam dan kombinasi metronidazol dengan aminoglikosida.
• Intervensi Non-Operatif
Dapat dilakukan drainase percutaneus abses abdominal dan ekstraperitoneal.
Keefektifan teknik ini dapat menunda pembedahan sampai proses akut dan sepsis telah
teratasi, sehingga pembedahan dapat dilakukan secara elektif. Hal-hal yang menjadi
alasan ketidakberhasilan intervensi non-operatif ini antara lain fistula enteris,
keterlibatan pankreas, abses multipel. Terapi intervensi non-operatif ini umumnya
berhasil pada pasien dengan abses peritoneal yang disebabkan perforasi usus (misalnya
apendisitis, divertikulitis).
Teknik ini merupakan terapi tambahan. Bila suatu abses dapat di akses melalui
drainase percutaneus dan tidak ada gangguan patologis dari organ intraabdomen lain
yang memerlukan pembedahan, maka drainase perkutaneus ini dapat digunakan dengan
aman dan efektif sebagai terapi utama. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain
perdarahan, luka dan erosi, fistula.
• Terapi Operatif
Cara ini adalah yang paling efektif. Pembedahan dilakukan dengan dua cara,
pertama, bedah terbuka, dan kedua, laparoskopi.
b. Edukasi
- Memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit yang
diderita pasien.
- Memberikan informasi mengenai pengobatan dan pentingnya dilakukan tindakan
operasi untuk menghilangkan sumber infeksi dan mencegah penyebaran infeksi.
- Selain itu dijelaskan pula kepada pasien dan keluarga bahwa untuk membantu proses
penyembuhan dan pemulihan post operasi pasien harus menjaga kebersihan bekas
luka post operasi, minum obat, disarankan agar tidak berpantang dalam makan
sehingga membantu dalam penyembuhan luka serta perlunya kontrol ke rumah sakit.
➢ Edukasi mengenai komplikasi peritonitis:
• Potensi komplikasi peritonitis primer meliputi:
- Ensefalopati, merupakan hilangnya fungsi otak yang terjadi ketika hati tidak
bisa lagi membuang zat beracun dari darah Anda
- Sindrom hepatorenal, yaitu gagal ginjal yang progresif akibat kegagalan hati
- Sepsis, merupakan reaksi parah yang terjadi ketika aliran darah menjadi
kewalahan oleh bakteri.
• Komplikasi peritonitis sekunder meliputi:
- Abses intra-abdominal, merupakan kumpulan nanah
- Usus gangren, merupakan jaringan usus yang mati
- Adhesi intraperitoneal, merupakan pita dari jaringan fibrosa menempel dengan
organ perut dan dapat menyebabkan penyumbatan usus
- Syok septik, yang ditandai dengan tekanan darah sangat rendah.

➢ Edukasi mengenai cara pencegahan dini


Dengan menghindari semua penyebabnya, baik penyebab utama maupun penyebab
sekundernya.
a. Mengurangi minum alkohol dan obat yang menyebabkan sirosis
- Alkoholisme : konsumsi alkohol yang berlebihan adalah salah satu faktor yang
dapat menyebabkan sirosis. Karena alkohol memiliki efek yang toksik terhadap
organ liver dan merusak sel-sel pada liver.
- Racun/obat-obatan: pemakaian jangka lama obat-obatan atau eksposur pada
racun dapat menyebabkan kerusakan pada hati dan akhirnya sirosis.
- Contoh-contoh dari obat-obat yang menyebabkan hepatitis akut:
cetaminophen (Tylenol), phenytoin (Dilantin), aspirin, isonazid, amoxillin.
- Contoh obat-obat yang menyebabkan hepatitis kronik: minocycline
(Minocin), nitrofurantion (Macrodantin, Furadantin), fenofibrate,
methamphetamine.
b. Menghindari appendicitis dan diverticulitis (memakan makanan banyak serat dan
makan-makanan yang bersih).
c. Menghindari salphingitis dengan cara berhubungan badan yang sehat.
d. Menghindari peritonitis dan abses yang disebabkan pascaoperasi dengan memakai
alat-alat operasi yang bersih dan septis, tidak meninggalkan “sisa” pada operasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati, Siti, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II dan III. Jakarta: Interna
Publishing.
2. Daley BJ. 2018. Peritonitis and Abdominal Sepsis. Medscape (diakses 26 Agustus 2018).
Available from http://emedicine.medscape.com/article/180234.
3. Liwang F, Wijaya ID. 2016. Gagal Jantung, Kapita Selekta Kedokteran: 742-746.
4. Priantono D, Sulistianingsih DP. 2016. Diabetes Mellitus, Kapita Selekta Kedokteran: 777-
783.

Anda mungkin juga menyukai