Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN HASIL DISKUSI BBDM

MODUL 6.2 SKENARIO 4

BBDM KELOMPOK 16

TUTOR PEMBIMBING

dr. Donna Hermawati, M. Si.Med

DISUSUN OLEH

Elvita Angeline Sunarso

22010117130106

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2020
SKENARIO KASUS
BBDM 4

Seorang anak laki-laki berusia 15 bulan datang ke Puskesmas dibawa oleh ibunya. Saat
dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan berat badan saat ini 5700 gram dan PB 70 cm, lingkar
kepala 41 cm dan lingkar lengan atas 9 cm. Berat badan usia 9 bulan saat terakhir kontrol untuk
imunisasi Campak adalah 5500 gram. Petugas di KIA mengatakan kalau anak tersebut
mengalami weight faltering. Anak sudah tidak diberikan ASI, saat ini makan dengan nasi dan
lauk sayur sop kadang sayur bening dengan tempe dan tahu. Susu UHT 2 x sehari yang kotak
kecil. Anak doyan minum air putih dan teh. Keluhan batuk lama disangkal, demam disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum sadar, tampak kurus. Iga gambang dan baggy
pants (+), edema (-), muscle wasting (+). Pemeriksaan antropometri didapatkan WAZ <-3 SD,
HAZ <-3 SD, WHZ <-3 SD. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 48 mg/dl.

I. TERMINOLOGI
1. KIA :
 KIA yaitu Kesehatan Ibu dan Anak, Salah satu program pokok dalam
puskesmas adalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), dimana program KIA
memiliki beberapa kegiatan pokok yang terdapat di Pemantauan Wilayah
Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA), yang terdiri dari
pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi
kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan
komplikasi, bayi, dan balita.
2. Weight Faltering :
 Weight flattering disebut juga failure to thrive atau gagal tumbuh. Suatu
keadaan terjadinya keterlambatan pertumbuhan fisik pada bayi dan anak,
dimana terjadi kegagalan penambahan berat badan yang sesuai dengan
grafik pertumbuhan normal, dibandingkan dengan tinggi badan. Failure to
thrive bukanlah suatu diagnosis tetapi merupakan gejala dari pelbagai
penyakit yang dikelompokkan sebagai gangguan asupan makanan,
gangguan absorbsi makan, serta penggunaan energi yang berlebihan.
 Kondisi kegagalan pertumbuhan yang ditandai dengan laju
pertumbuhan yang melambat karena ketidakseimbangan antara asupan
energi dengan kebutuhan biologis untuk pertumbuhan. Hal ini sering
terjadi pada usia 15 bulan pertama kehidupan dengan insidensi tertinggi
pada usia 3-12 bulan.
3. Muscle Wasting :
 Atrofi otot di mana terdapat penurunan massa otot (parsial dan komplit).
Banyak ditemukan pada pasien yang lama tidak bergerak atau pasien
rawat inap di rumah sakit terlalu lama.
4. Iga Gambang :
 Keadaan dimana tulang rusuk menonjol dimana hal ini merupakan salah
satu tanda dan gejala dari marasmus.
 Iga gambang dikarenakan otot mengecil sehinggga kontur tulang terlihat
jelas disebut juga “piano sign”.
5. Baggy Pants :
 Keadaan dimana otot paha mengendor, kulit keriput, lemak dibawah kulit
sangat sedikit sampai tidak ada sehingga terlihat seperti memakai celana
kendor, merupakan tanda marasmus.
6. Imunisasi campak :
 Imunisasi untuk mencegah penyakit campak, mulai diberikan pada anak
usia 9 bulan. Imunisasi ini merupakan imunisasi wajib yg masuk program
imunisasi rutin lengkap pemerintah Indonesia. Ada 3 macam vaksin yg
bisa digunakan:
a) Vaksin Campak (measles)
b) Vaksin Campak dan Rubella (MR/measles and rubella)
c) Vaksin Campak, Gondongan, dan Rubella (MMR/measles,
mumps, and rubella)
II. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah interpreteasi pemeriksaan fisik dan penunjang?
2. Apakah hubungan Riwayat Nutrisi anak dengan kondisi anak?
3. Apa hubungan batuk dan demam dengan skenario?
4. Mengapa bisa terjadi weight faltering?
5. Apa diagnosis sementara dari kasus diatas?

III. HIPOTESIS
1. Apakah interpreteasi pemeriksaan fisik dan penunjang?
 Pada pemeriksaan fisik : tanda gejala marasmus
 Keadaan umum sadar, tampak kurus.
 Iga gambang
 baggy pants (+)
 edema (-)
 muscle wasting (+)
 berat badan umur 15 bulan 5700 gram : underweight
 PB 70 : pendek
 lingkar kepala 41 cm : kurang dr normal (45,5-48,5) untuk bayi usia 15
bulan.Ada dua faktor yang memengaruhi ukuran lingkar kepala bayi, yaitu
faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik adalah faktor-
faktor yang tidak bisa Anda kendalikan, seperti faktor genetik, faktor
fungsi otot, dan faktor hormon. Faktor ekstrinsik merupakan faktor-faktor
yang bisa Anda kontrol, seperti nutrisi (prenatal dan post natal), tingkat
aktivitas fisik, dan derajat kesehatan ibu (saat hamil dan setelah
melahirkan).
 Lingkar lengan atas 9 cm : kecil (12,5-13 untuk balita)
 GDS 48 mg/dl. -> rendah Hipoglikemi Semua anak dengan gizi buruk
berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3 mmol/L atau < 54 mg/dl).
 WAZ <-3 SD, HAZ <-3 SD, WHZ <-3 SD.
2. Apakah hubungan riwayat nutrisi anak dengan kondisi anak?
 Pada kasus disebutkan anak suka minum teh, Teh mengandung tanin dan
poliphenol yang mengganggu penyerapan zat tertentu dalam makanan
seperti zat besi. Zat besi dan protein diperlukan untuk imunitas tubuh,
menyediakan sumber energi, menghasilkan darah yang kaya oksigen.
Gangguan penyerapan zat besi menyebabkan anemia defisiensi besi pada
anak dan bermanifestasi klinik lesu. Protein digunakan untuk pertumbuhan
dari sel-sel, sehingga defisiensi protein menyebabkan anak tampak kurus.
Pada susu terdapat kandungan lemak, protein magnesium, phospor, zinc,
mineral lain yang esensial bagi pertumbuhan anak pada golden age (1000
hari kehidupan). Bila defisiensi zat-zat tersebut, anak akan mengalami
gangguan pertumbuhan.
 Mengkonsumsi teh dapat memicu gangguan proses penyerapan kalsium
pada anak. Anak yang sering minum teh berisiko mengalami defisiensi
kalsium. Asam tannat pada teh juga dapat menyebabkan gangguan
penyerapan vitamin B.
 Pada bayi udia 15 bulan, makanan yang diberikan harus mengandung gizi
seimbang untuk mendukung aktivitas dan tumbuh kembang anak. Oleh
karena itu, ibu sebaiknya memerhatikan asupan zat gizi anak dengan
rincian sebagai berikut:
a) Makanan sumber karbohidrat sebagai sumber energi diberikan 3-4
kali sehari. Anak usia 15 bulan membutuhkan 90-100 kalori per
kilogram berat badannya. Kebutuhan kalori ini bergantung pada
keaktifan anak.
b) Makanan sumber protein diberikan sebanyak 14,5gr sehari. Sekitar
6gr dari jumlah tersebut harus merupakan protein yang bermutu
tinggi. Makanan yang kurang lebih mengandung 6gr protein antara
lain adalah 1 butir telur, 25gr daging tanpa lemak, dan 100gr
kacang hijau. Makanan sumber protein hewani diberikan satu kali
sehari, sedangkan makanan sumber protein nabati diberikan dua
kali sehari.
c) Buah-buahan dan sayuran diberikan 3-4 kali sehari. Ibu bisa
memberikan anak potongan buah yang lembut, misalnya pepaya,
pisang, dan melon. Ibu juga bisa memberi sayuran rebus, misalnya
wortel, kembang kol, brokoli, dan buncis. -Zat besi (Fe)
merupakan mikronutrien yang penting untuk mendukung tumbuh
kembang anak. Zat besi dibutuhkan untuk pembentukan sel darah
merah. Maka dari itu, kekurangan zat besi bisa mengakibatkan
anemia. Ibu bisa memperkaya asupan zat besi anak dengan
makanan seperti hati, daging merah, kuning telur, kacang-
kacangan, dan sayuran hijau.
d) Seng (Zn) berguna untuk pertumbuhan, penyembuhan luka,
pembentukan protein, dan peningkatan kekebalan tubuh. Ibu bisa
memperkaya asupan seng anak dengan makanan seperti daging,
kerang, ikan, serealia, dan kacang-kacangan
3. Apa hubungan batuk dan demam dengan skenario?
 Hubungan batuk lama dan demam dengan skenario adalah Penyebab
langsung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun protein, yang berarti
kurangnya konsumsi makanan yang mengandung kalori maupun protein,
hambatan utilisasi zat gizi. Adanya penyakit infeksi dan investasi cacing
dapat memberikan hambatan absorpsi dan hambatan utilisasi zat-zat gizi
yang menjadi dasar timbulnya KEP. Penyebab langsung KEP dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a) Penyakit infeksi Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan KEP
yaitu cacar air, batuk rejang, TBC, malaria, diare, dan cacing,
misalnya cacing Ascaris lumbricoides dapat memberikan hambatan
absorbsi dan hambatan utilisasi zat-zat gizi yang dapat
menurunkan daya tahan tubuh yang semakin lama dan tidak
diperhatikan akan merupakan dasar timbulnya KEP.
b) Poltekkes Kemenkes Yogyakarta KEP sering dijumpai pada anak
usia 6 bulan hingga 5 tahun dimana pada usia tersebut tubuh
memerlukan zat gizi yang sangat tinggi, sehingga apabila
kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi maka tubuh akan menggunakan
cadangan zat gizi yang ada di dalam tubuh, yang berakibat
semakin lama cadangan semakin habis dan akan menyebabkan
terjadinya kekurangan yang menimbulkan perubahan pada gejala
klinis.
4. Mengapa bisa terjadi weight faltering?
 Secara garis besar, weight faltering dapat disebabkan karena kurangnya
kalori yang masuk, faktor psikososial, gangguan penyerapan, penggunaan
kalori oleh tubuh yang berlebihan karena meningkatnya metabolisme dan
penyebab lainnya. Kurangnya kalori bisa disebabkan karena macam-
macam faktor. Misalnya memang ASInya atau makanannya yang kurang,
karena di skenario anak tersebut sudah tidak diberikan ASI maka bisa jadi
nutrisi yang masuk berkurang juga belum tebentuknya sistem imun yang
matang dalam tubuh anak tersebut.
5. Apa diagnosis sementara dari kasus diatas?
 Kemungkinan diagnosis : Marasmus

Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran


antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila:

 BB/TB < -3 SD atau <70% dari median (marasmus)


 Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
(kwashiorkor: BB/TB >-3SD atau marasmik-kwashiorkor: BB/TB
<-3SD

Gejala klinis gizi buruk yang dapat ditemukan pada marasmus yaitu
tampak sangat kurus, wajah seperti orang tua, cengeng, kulit keriput, perut
cekung, rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas (iga
gambang), pantat kendur dan keriput (baggy pants) serta tekanan darah,
detak jantung dan pernafasan berkurang.

Status gizi yang buruk dapat mempengaruhi tanggapan tubuh berupa


pembentukan antibody dan limfosit terhadap adanya kuman penyakit.
Pembentukan ini memerlukan bahan baku protein dan karbohidrat,
sehingga pada anak dengan gizi buruk produksi antibody dan limfosit
terhambat. Gizi buruk dapat menyebabkan gangguan imunologi dan
mempengaruhi proses penyembuhan penyakit.

IV. SKEMA

V. SASARAN BELAJAR
1. Etiologi dan faktor risiko gizi buruk
2. Patofisiologi gizi buruk
3. manifestasi klinis gizi buruk
4. pemeriksaan fisik dan penunjang gizi buruk
5. Diagnosis Banding gizi buruk
6. Komplikasi gizi buruk
7. Tatalaksana gizi buruk
8. Edukasi dan pencegahan gizi buruk

VI. BELAJAR MANDIRI


1. Etiologi dan faktor risiko gizi buruk
Gizi buruk merupakan salah satu spektrum dari kelainan yang disebut malnutrisi energi
protein(MEP). MEP merupakan salah satu dari empat maslah gizi Indonesia. Prevalensi
yang tinggi terdapat pada anak dibawah 5 tahun (balita) serta pada ibu hamil dan
menyusui. Pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, terdapat 17,9% balita gizi
kurang dan 5,7% gizi buruk. Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi protein,
MEP diklasifikasikan menjadi MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan MEP derajat
berat (gizi buruk). Gizi kurang belum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya
dijumpai gangguan pertumbuhan dan tampak kurus. Akan tetapi, gangguan pertumbuhan
dapat terjadi pada semua status gizi, demikian pula kata kurus yang tidak mencerminkan
gizi kurang. Pada gizi buruk didapatkan 3 bentuk klinis, yaitu, kwashiorkor, marasmus,
dan marasmik-kwashiorkor.
Gizi buruk yaitu keadaan seorang anak yang sangat kurus dengan berat badan disbanding
Panjang badan <-3 SD dari median kurva WHO. Selain untuk usia 5-59 bulan didapatkan
lingkar lengan atas (LILA) <110mm.
Kwarshiokor, atau malnutrisi edematosa, adalah keadaan gizi buruk yang terutama
disebabkan oleh kurangnya asupan protein. Sementara marasmus merupakan malnutrisi
nonedematosa dengan wasting berat yang disebabkan terutama oleh kurangnya asupan
energi atau gabungan kurangnya asupan energi dan asupan protein. Apabila anak
menunjukkan karakteristik dari kedua kondisi diatas, yaitu adanya edema disertai
wasting, maka kondisi gizi buruk ini disebut marasmik-kwarshiokor
2. Patofisiologi gizi buruk
KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalammakanan sehari-
hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan
biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi
primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari
oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuandibidang gizi.
Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatasdisebabkan karena adanya
penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronisataupun kelainan pencernaan dan
metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisimeningkat, penyerapan nutrisi yang
turun dan meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan yang tidak adekuat akan
menyebabkan mobilisasi berbagai cadanganmakanan untuk menghasilkan kalori demi
penyelamatan hidup, dimulai denganpembakaran cadangan karbohidrat kemudian
cadangan lemak serta protein denganmelalui proses katabolik.Bila terjadi stres katabolik
(infeksi) maka kebutuhan akan protein akanmeningkat, sehingga dapat menyebabkan
defisiensi protein yang relatif, kalaukondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3
SD (-2SD –3SD), makaterjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/decompensated
malnutrition). Pada kondisiini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres
katabolik ini terjadipada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-
kwashiorkor.Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD
makaakan terjadilah marasmik (malnutrisikronik/compensated malnutrition). Dengan 
demikian pada KEP dapat terjadi gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunankadar
albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh,penurunan
berbagai sintesis enzim.

Dampak jangka pendek gizi kurang/buruk pada masa batita adalah gangguan
pertumbuhan dan perkembangan otak, otot, komposisi tubuh dan metabolic programming
glukosa, lemak dan protein. Dampak jangka panjang dapat berupa rendahnya kemampuan
nalar, prestasi pendidikan, kekebalan tubuh, dan produktifitas kerja. Selain itu
meningkatkan risiko diabetes, obesitas, penyakit jantung koroner, hipertensi, kanker,
stroke dan penuaan dini.

3. Manifestasi klinis gizi buruk


- Kwarshiokor:
 Perubahan mental sampai apatis
 Anemia
 Perunahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut atau rontok
 Gangguan system gastrointestinal
 Pembesraan hati
 Perubahan kulit (dermatosis)
 Atrofi otot
 Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh
- Marasmus:
 Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sanagt kurus
 Perubahan mental, cengeng
 Kulit kering, dingin, dan mengendor, keriput
 Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang
 Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas
 Bradikardia (kadang-kadang)
 Tekanan darah lebih rendah disbanding anak yang sehat
- Marasmik-kwarshiokor
 Tanda dan gejala klinis marasmus dan kwarshiokor secara bersamaan

4. Pemeriksaan fisik dan penunjang gizi buruk

Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan Penunjang
WHO merekomendasikan tes laboratorium berikut:

o Kadar gula darah, darah tepi lengkap, urine lengkap, feses lengkap, elektrolit
serum,protein serum(albumin, globulin), ferritin
o Tes HIV (Tes ini harus disertai dengan konseling orang tua anak, dan kerahasiaan
harus dipelihara.)
o Tes Mantoux
o Roentgen (dada, AP, lateral)
o Pemeriksaan EKG
o Temuan yang signifikan dalam kwashiorkor meliputi hipoalbuminemia (10-25 g / L),
hypoproteinemia (transferin, asam amino esensial, lipoprotein), dan hipoglikemia.
o Plasma kortisol dan kadar hormon pertumbuhan yang tinggi, tetapi sekresi insulin dan
tingkat pertumbuhan insulin faktor yang menurun.
o Persentase cairan tubuh dan air ekstraseluler meningkat. Elektrolit, terutama kalium
dan magnesium, yang habis.
o Tingkat beberapa enzim (termasuk laktosa) yang menurun, dan tingkat lipid beredar
(terutama kolesterol) yang rendah.
o Ketonuria terjadi, dan kekurangan energi protein dapat menyebabkan penurunan
ekskresi urea karena asupan protein menurun. Dalam kedua kwashiorkor dan
marasmus, anemia defisiensi besi dan asidosis metabolik yang hadir.
o Ekskresi hidroksiprolin berkurang, mencerminkan terhambatnya pertumbuhan dan
penyembuhan luka.
o Kemih meningkat 3-methylhistidine adalah refleksi dari kerusakan otot dan dapat
dilihat di marasmus.
o Malnutrisi juga menyebabkan imunosupresi, yang dapat menyebabkan hasil negatif
palsu tuberkulin kulit tes dan kegagalan berikutnya untuk secara akurat menilai untuk
TB.
o Biopsi kulit dan analisis rambut dapat dilakukan

Kriteria diagnosis

 Terlihat sangat kurus


 Edema yang simetris
 BB/TB <-3 SD
 LILA <11,5cm

5. Diagnosis Banding gizi buruk


Adanya edema serta asites pada bentuk kwarshiorkor maupun marasmik-kwarshiokor
perlu dibedakan dengan:
o Sindroma nefrotik  Gejala utama sindrom nefrotik adalah penumpukan cairan
dalam tubuh atau edema. Edema terjadi akibat rendahnya protein dalam darah,
sehingga menyebabkan cairan dari dalam pembuluh darah bocor keluar dan
menumpuk di jaringan tubuh

o Sirosis hepatis  Sirosis hati adalah proses akhir dari perjalanan penyakit
hepatitis kronis. Penyakit ini dapat menimbulkan berbagai penyakit gangguan
metabolis, seperti ikterus, edema, koagulopati, hipertensi portal, splenomegali,
varises gastroesofagus, ensefalopati hepatis, dan asietes. Prognosis penyakit
sirosis hati akhirnya meninggal akibat perdarahan varises masif atau ensefalopati
hati
o Payah jantung kongestif  Gagal jantung kongestif adalah kondisi saat jantung
tidak mampu memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrisi. Gejala sistemik berupa lemah,
cepat lelah, oliguria, nokturia, mual, muntah, asites, hepatomegali, dan edema
perifer

o Pellagra infanti  Pelagra adalah penyakit yang disebabkan karena kekurangan


niasin. Penderita penyakit pelagra apabila kulitnya terpapar sinar matahari maka
akan meradang. Peradangan tersebut memiliki bentuk pola simetris, selanjutnya
radang tersebut akan menjadi pecah-pecah dan luka

6. Komplikasi gizi buruk


Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin danmineral.
Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu
luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat
banyak. Pengaruh gizi buruk bisa terjadi pada semua organ sistem
tubuh.Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan
tulang,hati, pankreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.
Pada anak gizi buruk bisa terjadi anemia. Anemia pada gizi buruk
adalahkeadaan berkurangnya hemoglobin pada anak yang disebabkan karena
kurangnya asupan zat besi atau asam folat. Gejala yang bisa terjadi adalah
anak
tampak  pucat, sering sakit kepala, mudah lelah, dan sebagainya. Pengaruh system horm
onalyang terjadi adalah gangguan hormone kortisol, dan insulin.
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita gizi
buruk.Kematian seringkali terjadi karena penyakit infeksi seperti tuberculosis, radang
paru,infeksi saluran cerna" atau gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering
terjadikarena gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Infeksi yang berat tadi pada
akhirnya mengancam jiwa.

7. Tatalaksana gizi buruk

3 FASE:

1. Fase Inisial (stabilisasi dan transisi)


Bertujuan untuk mengidentifikasi dan menatalaksanakan masalah yang mengancan
nyawa di rumah sakit sehingga defisiensi spesifik dan abnormalitas metabolic dapat
dikembalikan dan pemberian makanan dimulai.
2. Fase Rehabilitasi
Pemberian makanan secara intensif bertujuan untuk mengembalikan berat badan yang
hilang dan meningkatkan stimulasi emosional dan fisik. Ibu sebagai pelaku perawat
dilatih dan disiapkan untuk melanjutkan perawatan di rumah dan dilakukan persiapan
keluar rumah sakit.
3. Fase Pemantauan
Setelah keluar dari RS dilakukan pemantauan pasien dan keluarganya untuk
menghindari kejadian malnutrisi berulang dan memastikan perkembangan fisik,
mental dan emosional pasien tetap baik.

3 fase diatas dapat dicapai dengan 10 langkah berikut:

Medikamentosa:
 Pengobatan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Rehidrasi oral dengan
cara Resomal, rehidrasi secara parenteral hanya pada dehidrasi berat atau syok
 Atasi / cegah hipoglikemi
 Atasi gangguan elektrolit
 Atasi / cegah hipotermia
 Antibiotik (bila e.c. infeksi)
 Atasi penyakit penyerta sesuai pedoman
 Vitamin A pada awal perawatan dan hari ke-15 atau sebelum pulang
 Multivitamin mineral, khusus asam folat hari pertama 5mg, selanjutnya 1mg per
hari

Suportif/ Dietik

 Oral (enteral)
 Intravena (parenteral), diberikan pada idikasi tertentu
Pemberian nutrisi melalui oral atau enteral merupakan pilihan utama. Jalur
parenteral hanya digunakan pada situasi tertentu saja. Kontra indikasi pemberian
makan melalui saluran cerna ialah obstruksi saluran cerna, perdarahan saluran
cerna serta tidak berfungsinya saluran cerna. Pemberian nutrisi enteral untuk
jangka pendek dapat dilakukan melalui pipa nasogastrik atau nasoduodenal atau
nasojejunal. Untuk jangka panjang, nutrisi enteral dapat dilakukan melalui
gastrostomi atau jejunostomi. Untuk nutrisi parenteral jangka pendek (kurang dari
14 hari) dapat digunakan akses perifer, sedangkan untuk jangka panjang harus
menggunakan akses sentral1

8. Edukasi dan pencegahan gizi buruk

Kebutuhan kalori idealnya ditentukan secara individual menggunakan kalorimetri


indirek, namun hal tersebut mahal dan tidak praktis. Kebutuhan nutrien tertentu
secara khusus dihitung pada kondisi klinis tertentu. Kebutuhan kalori ditentukan
berdasarkan berat badan ideal dikalikan RDA menurut usia tinggi (height age). Usia-
tinggi ialah usia bila tinggi badan anak tersebut merupakan P50 pada grafik.
Kebutuhan nutrien tertentu secara khusus dihitung pada kondisi klinis tertentu.

a. Tatalaksana Gizi Buruk menurut WHO, atau

b. Berdasarkan perhitungan target BB-ideal:

BB-ideal x RDA menurut usia-tinggi

Pemberian kalori awal sebesar 50-75% dari target untuk menghindari sindrom
refeeding

Pemenuhan Gizi sesuai dengan AKG (menurut PMK no.28 tahun 2019)
Pemantauan

A. Kriteria sembuh:
o BB/TB >-2SD
B. Tumbuh kembang:
o Memantau status gizi secara rutin dan berkala
o Memantau perkembangan psikomotor
C. Edukasi
D. Memberikan pengetahuan pada orang tua tentang:
o Pengetahuan gizi
o Melatih ketaatan dalam pemberian diet
Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

 Ikatan Dokter Anak Indonesia. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia : Asuhan
Nutrisi Pediatrik (Pediatric Nutrition Care). Paediatric. 2011;3(2):5–6.
 Aldeman H, Shekar M, Kliegman, R.M, D.F. Nutrition, Food Security, and Health. In:
Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. p. 170–8.
 Departemen Kesehatan RI.Petunjuk teknis tata laksana anak gizi buruk: buku II.Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.2003.
 Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS. Buku ajar nutrisi pediatric dan penyakit
metabolic. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011.
 Pudjiadi AH, Hegar B, Hardyastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman pelayanan medis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta: Badan
Penerbit IDAI. 2011
 MENKESRI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2019
tentang angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk masyarakat Indonesia. 2019;

Anda mungkin juga menyukai