Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN HASIL DISKUSI BBDM

MODUL 6.2 SKENARIO 1

BBDM KELOMPOK 16

TUTOR PEMBIMBING

dr. Donna Hermawati, M. Si.Med

DISUSUN OLEH

Graciela Dhea

22010117130114

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2020
SKENARIO KASUS
BBDM 4

Seorang anak laki-laki berusia 15 bulan datang ke Puskesmas dibawa oleh ibunya. Saat
dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan berat badan saat ini 5700 gram dan PB 70 cm, lingkar
kepala 41 cm dan lingkar lengan atas 9 cm. Berat badan usia 9 bulan saat terakhir kontrol untuk
imunisasi Campak adalah 5500 gram. Petugas di KIA mengatakan kalau anak tersebut
mengalami weight faltering. Anak sudah tidak diberikan ASI, saat ini makan dengan nasi dan
lauk sayur sop kadang sayur bening dengan tempe dan tahu. Susu UHT 2 x sehari yang kotak
kecil. Anak doyan minum air putih dan teh. Keluhan batuk lama disangkal, demam disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum sadar, tampak kurus. Iga gambang dan baggy
pants (+), edema (-), muscle wasting (+). Pemeriksaan antropometri didapatkan WAZ <-3 SD,
HAZ <-3 SD, WHZ <-3 SD. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 48 mg/dl.
A. TERMINOLOGI
1. KIA :
KIA yaitu Kesehatan Ibu dan Anak, Salah satu program pokok dalam puskesmas
aKesehatan Ibu dan Anak (KIA), dimana program KIA memiliki beberapa kegiatan
pokok yang terdapat di Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS-KIA), yang terdiri dari pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan
komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan
komplikasi, bayi, dan balita.
2. Weight Faltering :
Weight flattering disebut juga failure to thrive atau gagal tumbuh. Suatu keadaan
terjadinya keterlambatan pertumbuhan fisik pada bayi dan anak, dimana terjadi
kegagalan penambahan berat badan yang sesuai dengan grafik pertumbuhan normal,
dibandingkan dengan tinggi badan. Failure to thrive bukanlah suatu diagnosis tetapi
merupakan gejala dari pelbagai penyakit yang dikelompokkan sebagai gangguan
asupan makanan, gangguan absorbsi makan, serta penggunaan energi yang berlebihan.
Kondisi kegagalan pertumbuhan yang ditandai dengan laju pertumbuhan yang
melambat karena ketidakseimbangan antara asupan energi dengan kebutuhan
biologis untuk pertumbuhan. Hal ini sering terjadi pada usia 15 bulan pertama
kehidupan dengan insidensi tertinggi pada usia 3-12 bulan.
3. Muscle Wasting :
Atrofi otot di mana terdapat penurunan massa otot (parsial dan komplit). Banyak
ditemukan pada pasien yang lama tidak bergerak atau pasien rawat inap di rumah sakit
terlalu lama.
4. Iga Gambang :
Keadaan dimana tulang rusuk menonjol dimana hal ini merupakan salah satu tanda
dan gejala dari marasmus. Iga gambang dikarenakan otot mengecil sehinggga kontur
tulang terlihat jelas disebut juga “piano sign”.
5. Baggy Pants :
Keadaan dimana otot paha mengendor, kulit keriput, lemak dibawah kulit sangat
sedikit sampai tidak ada sehingga terlihat seperti memakai celana kendor, merupakan
tanda marasmus.
6. Imunisasi campak :
Imunisasi untuk mencegah penyakit campak, mulai diberikan pada anak usia 9 bulan.
Imunisasi ini merupakan imunisasi wajib yg masuk program imunisasi rutin lengkap
pemerintah Indonesia. Ada 3 macam vaksin yg bisa digunakan:
a) Vaksin Campak (measles)
b) Vaksin Campak dan Rubella (MR/measles and rubella)
c) Vaksin Campak, Gondongan, dan Rubella (MMR/measles, mumps, and rubella)

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah interpreteasi pemeriksaan fisik dan penunjang?
2. Apakah hubungan Riwayat Nutrisi anak dengan kondisi anak?
3. Apa hubungan batuk dan demam dengan skenario?
4. Mengapa bisa terjadi weight faltering?
5. Apa diagnosis sementara dari kasus diatas?

C. HIPOTESIS
1. Apakah interpreteasi pemeriksaan fisik dan penunjang?
 Pada pemeriksaan fisik : tanda gejala marasmus
 Keadaan umum sadar, tampak kurus.
 Iga gambang
 baggy pants (+)
 edema (-)
 muscle wasting (+)
 berat badan umur 15 bulan 5700 gram : underweight
 PB 70 : pendek
 lingkar kepala 41 cm : kurang dr normal (45,5-48,5) untuk bayi usia 15 bulan.Ada
dua faktor yang memengaruhi ukuran lingkar kepala bayi, yaitu faktor instrinsik
dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik adalah faktor-faktor yang tidak bisa Anda
kendalikan, seperti faktor genetik, faktor fungsi otot, dan faktor hormon. Faktor
ekstrinsik merupakan faktor-faktor yang bisa Anda kontrol, seperti nutrisi
(prenatal dan post natal), tingkat aktivitas fisik, dan derajat kesehatan ibu (saat
hamil dan setelah melahirkan).
 Lingkar lengan atas 9 cm : kecil (12,5-13 untuk balita)
 GDS 48 mg/dl. -> rendah Hipoglikemi Semua anak dengan gizi buruk berisiko
hipoglikemia (kadar gula darah < 3 mmol/L atau < 54 mg/dl).
 WAZ <-3 SD, HAZ <-3 SD, WHZ <-3 SD.

2. Apakah hubungan riwayat nutrisi anak dengan kondisi anak?


 Pada kasus disebutkan anak suka minum teh, Teh mengandung tanin dan
poliphenol yang mengganggu penyerapan zat tertentu dalam makanan seperti zat
besi. Zat besi dan protein diperlukan untuk imunitas tubuh, menyediakan sumber
energi, menghasilkan darah yang kaya oksigen. Gangguan penyerapan zat besi
menyebabkan anemia defisiensi besi pada anak dan bermanifestasi klinik lesu.
Protein digunakan untuk pertumbuhan dari sel-sel, sehingga defisiensi protein
menyebabkan anak tampak kurus. Pada susu terdapat kandungan lemak, protein
magnesium, phospor, zinc, mineral lain yang esensial bagi pertumbuhan anak
pada golden age (1000 hari kehidupan). Bila defisiensi zat-zat tersebut, anak
akan mengalami gangguan pertumbuhan.
 Mengkonsumsi teh dapat memicu gangguan proses penyerapan kalsium pada
anak. Anak yang sering minum teh berisiko mengalami defisiensi kalsium. Asam
tannat pada teh juga dapat menyebabkan gangguan penyerapan vitamin B.
 Pada bayi usia 15 bulan, makanan yang diberikan harus mengandung gizi
seimbang untuk mendukung aktivitas dan tumbuh kembang anak. Oleh karena
itu, ibu sebaiknya memerhatikan asupan zat gizi anak dengan rincian sebagai
berikut:
a) Makanan sumber karbohidrat sebagai sumber energi diberikan 3-4 kali
sehari. Anak usia 15 bulan membutuhkan 90-100 kalori per kilogram berat
badannya. Kebutuhan kalori ini bergantung pada keaktifan anak.
b) Makanan sumber protein diberikan sebanyak 14,5gr sehari. Sekitar 6gr
dari jumlah tersebut harus merupakan protein yang bermutu tinggi. Makanan
yang kurang lebih mengandung 6gr protein antara lain adalah 1 butir telur,
25gr daging tanpa lemak, dan 100gr kacang hijau. Makanan sumber protein
hewani diberikan satu kali sehari, sedangkan makanan sumber protein nabati
diberikan dua kali sehari.
c) Buah-buahan dan sayuran diberikan 3-4 kali sehari. Ibu bisa memberikan
anak potongan buah yang lembut, misalnya pepaya, pisang, dan melon. Ibu
juga bisa memberi sayuran rebus, misalnya wortel, kembang kol, brokoli, dan
buncis. -Zat besi (Fe) merupakan mikronutrien yang penting untuk
mendukung tumbuh kembang anak. Zat besi dibutuhkan untuk pembentukan
sel darah merah. Maka dari itu, kekurangan zat besi bisa mengakibatkan
anemia. Ibu bisa memperkaya asupan zat besi anak dengan makanan seperti
hati, daging merah, kuning telur, kacang-kacangan, dan sayuran hijau.
d) Seng (Zn) berguna untuk pertumbuhan, penyembuhan luka, pembentukan
protein, dan peningkatan kekebalan tubuh. Ibu bisa memperkaya asupan
seng anak dengan makanan seperti daging, kerang, ikan, serealia, dan kacang-
kacangan.

3. Apa hubungan batuk dan demam dengan skenario?


Hubungan batuk lama dan demam dengan skenario adalah Penyebab langsung
dari KEP adalah defisiensi kalori maupun protein, yang berarti kurangnya
konsumsi makanan yang mengandung kalori maupun protein, hambatan utilisasi
zat gizi. Adanya penyakit infeksi dan investasi cacing dapat memberikan
hambatan absorpsi dan hambatan utilisasi zat-zat gizi yang menjadi dasar
timbulnya KEP. Penyebab langsung KEP dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan KEP yaitu cacar air, batuk
rejang, TBC, malaria, diare, dan cacing, misalnya cacing Ascaris
lumbricoides dapat memberikan hambatan absorbsi dan hambatan utilisasi
zat-zat gizi yang dapat menurunkan daya tahan tubuh yang semakin lama
dan tidak diperhatikan akan merupakan dasar timbulnya KEP.
b) Poltekkes Kemenkes Yogyakarta KEP sering dijumpai pada anak usia 6
bulan hingga 5 tahun dimana pada usia tersebut tubuh memerlukan zat gizi
yang sangat tinggi, sehingga apabila kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi
maka tubuh akan menggunakan cadangan zat gizi yang ada di dalam
tubuh, yang berakibat semakin lama cadangan semakin habis dan akan
menyebabkan terjadinya kekurangan yang menimbulkan perubahan pada
gejala klinis.

4. Mengapa bisa terjadi weight faltering?


Secara garis besar, weight faltering dapat disebabkan karena kurangnya kalori yang
masuk, faktor psikososial, gangguan penyerapan, penggunaan kalori oleh tubuh yang
berlebihan karena meningkatnya metabolisme dan penyebab lainnya. Kurangnya
kalori bisa disebabkan karena macam-macam faktor. Misalnya memang ASInya atau
makanannya yang kurang, karena di skenario anak tersebut sudah tidak diberikan
ASI maka bisa jadi nutrisi yang masuk berkurang juga belum tebentuknya sistem
imun yang matang dalam tubuh anak tersebut.
5. Apa diagnosis sementara dari kasus diatas?
Kemungkinan diagnosis: Marasmus
Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Anak
didiagnosis gizi buruk apabila:

 BB/TB < -3 SD atau <70% dari median (marasmus)


 Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor:
BB/TB >-3SD atau marasmik-kwashiorkor: BB/TB <-3SD

Gejala klinis gizi buruk yang dapat ditemukan pada marasmus yaitu tampak sangat
kurus, wajah seperti orang tua, cengeng, kulit keriput, perut cekung, rambut tipis,
jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas (iga gambang), pantat kendur dan keriput
(baggy pants) serta tekanan darah, detak jantung dan pernafasan berkurang.
Status gizi yang buruk dapat mempengaruhi tanggapan tubuh berupa pembentukan
antibody dan limfosit terhadap adanya kuman penyakit. Pembentukan ini
memerlukan bahan baku protein dan karbohidrat, sehingga pada anak dengan gizi
buruk produksi antibody dan limfosit terhambat. Gizi buruk dapat menyebabkan
gangguan imunologi dan mempengaruhi proses penyembuhan penyakit.
D. PETA KONSEP
E. SASARAN BELAJAR
1. Etiologi dan faktor risiko gizi buruk
2. Patofisiologi gizi buruk
3. Manifestasi klinis gizi buruk
4. Pemeriksaan fisik dan penunjang gizi buruk
5. Diagnosis Banding gizi buruk
6. Komplikasi gizi buruk
7. Tatalaksana gizi buruk
8. Edukasi dan pencegahan gizi buruk

F. BELAJAR MANDIRI
1. Etiologi
Gizi buruk adalah berat badan yang kurang dari normal akibat konsumsi makanan
yang tidak cukup mengandung energi dan protein serta adanya gangguan kesehatan.
Menurut Depkes RI (2005), gizi buruk adalah status gizi menurut berat badan dan
tinggi badan dengan Z-score< -3 dan atau dengan tanda-tanda klinis (marasmus,
kwashiorkor, dan marasmus kwashiorkor). Penyebab gizi buruk dibagi menjadi dua,
yaitu faktor langsung dan tidak langsung.

Faktor langsung:

a. Asupan Makanan
Konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang
memenuhi syarat gizi seimbang yaitu beragam, sesuai kebutuhan, bersih dan
aman, contohnya bayi tidak memperoleh ASI eksklusif. Gizi buruk banyak
terjadi pada anak usia 6 bulan hingga 5 tahun, karena pada umur tersebut anak
memerlukan zat gizi yang sangat tinggi, sehingga apabila kebutuhan gizi tidak
terpenuhi maka tubuh akan menggunakan cadangan zat gizi yang ada dalam
tubuh, yang akibatnya semakin lama cadangan semakin habis dan
menyebabkan terjadinya kekurangan yang menimbulkan perubahan pada gejala
klinis.
b. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi, dan keadaan gizi yang
buruk dapat mempermudah terkena infeksi. Penyakit yang umumnya terkait
dengan masalah gizi adalah diare, tuberkulosis, campak, dan batuk rejan.
Infeksi dapat mempengaruhi asupan makanan sehingga akan terjadi kehilangan
zat gizi yang esensial untuk tubuh. Dampak infeksi terhadap status gizi adalah
menghilangnya nafsu makan penderitanya sehingga masukan zat gizi dan
energi kurang dari kebutuhannya. Penderita infeksi memerlukan kebutuhan
energi dan zat gizi yang meningkat karena katabolisme yang berlebihan dan
suhu tubuh yang meningkat. Balita yang sering mengalami diare berpeluang
lebih besar untuk mengalami status gizi buruk, pendek, dan kurus
dibandingkan balita status gizi baik.

Faktor tidak langsung:

a. Ketersediaan Pangan
Rendahnya produksi pangan yang cukup untuk dimakan merupakan salah satu
penyebab utama rendahnya keadaan penghidupan keluarga. Kemiskinan dan
kurangnya pangan yang tersedia untuk konsumsi rumah tangga karena
rendahnya produksi tanaman dapat menyebabkan terjadinya kurang gizi pada
anak.
b. Pola Asuh
Interaksi ibu dan anak terlihat erat sebagai indikator kualitas dan kuantitas
peran ibu dalam mengasuh anak. Pola asuh dapat digunakan sebagai faktor
resiko terjadinya kurang gizi atau gangguan perkembangan pada anak. Pola
asuh yang buruk dapat menyebabkan terjadinya status gizi pada anak.
c. Sanitasi Lingkungan dan Pelayanan Kesehatan
Sanitasi yang buruk dapat memudahkan timbulnya penyakit infeksi, dan
mempengaruhi kesehatan balita yang pada akhirnya memperburuk kondisi
status gizi. Fasilitas kesehatan juga sangat berpengaruh dalam menyongkong
status kesehatan dan gizi anak.

Faktor resiko status gizi buruk:

a. Sikap ibu yang buruk terhadap makanan


b. Sanitasi lingkungan yang buruk
c. Ekonimu keluarga buruk
d. Budaya untuk memantang makanan tertentu yang dipandang dari segi
sebenarnya mengandung zat gizi yang baik
e. Keterbatasan atau kurangnya fasilitas kesehatan
2. Patofisiologi

Ketika asupan pada anak tidak mencukupi kebutuhan, terjadi perubahan fisiologik
dan metabolik untuk mengkonservasi energi, proses ini disebut reductive adaptation.
Perubahan yang mungkin terjadi adalah:

a. Hepar memproduksi glukosa lebih rendah, menyebabkan anak lebih rentan


hipoglikemia. Selain itu, produksi albumin, transferrin, dan protein lainnya juga
berkurang.
b. Produksi panas berkurang, sehingga anak lebih rentan mengalami hipotermia.
c. Ginjal tidak dapat mengeluarkan cairan dan sodium berlebih, lalu terjadi
akumulasi cairan dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan risiko fluid overload.
d. Ukuran jantung mengecil, menjadi lebih lebah dan output menurun, fluid overload
dapat menyebabkan kematian akibat gagal jantung.
e. Penumpukkan sodium dalam sel karena kebocoran sel membran dan penurunan
aktivitas dari Na-K+ pump, menyebabkan peningkatan sodium dalam tubuh,
retensi cairan, dan edema.
f. Potasium keluar dari sel dan dieksresikan via urin, menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan elektrolit, retensi cairan, edema, dan anoreksia.
g. Hilangnya protein pada otot juga disertai kehilangan potassium, magnesium, zinc,
dan tembaga.
h. Produksi asam lambung dan enzim oleh usus menurun, motilitas berkurang,
sehingga bakteria yang terkolonisasi pada lambung dan usus halus dapat merusak
mukosa. Fungsi absoprsi dan digesti terganggu.
i. Replikasi dan perbaikan sel berkurang, sehingga meningkatkan risiko translokasi
bakteri melalui mukosa usus.
j. Fungsi imun terganggu, khususnya imunitas selular. Respon tubuh terhadap
infeksi dapat tidak terjadi, bahkan pada penyakit parah, meningkatkan risiko
infeksi yang tidak terdiagnosa.
k. Sel darah merah berkurang, pelepasan Fe (yang membutuhkan glukosa dan asam
amino untuk diubah menjadi ferritin), meningkatkan risiko hipoglikemia dan
gangguan keseimbangan asam amino. Jika konversi menjadi ferritin tidak
komplit, unbound Fe atau yang tidak terikat dapat meningkatkan perkembangan
patogen dan formasi radikal bebas.
l. Defisiensi mikronutrien menghambat kemampuan tubuh untuk deaktivasi radikal
bebas, yang dapat menyebabkan kerusakan sel. Edema dan perubahan pada kulit
atau rambut adalah tanda dari kerusakan sel.
3. Manifestasi Klinis
Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Marasmus
Kondisi ini terjadi disebebkan oleh asupan kalori yang tidak cukup dan sering
terjadi pada bayi dibawah 12 bulan. Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus
sehingga wajah seperti orangtua, kulit keriput, cengeng, dan rewel meskipun
setelah makan, perut cekung, rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak
jelas dan bokong tampak kenduk dan keriput (baggy pants).
b. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein berat yang disebabkan
oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi, namun asupan protein yang
inadekuat. Beberapa tanda khusus dari kwashiorkor adlah rambut berubah
menjadi kemerahan atau abu-abu, menipis dan mudah rontok, anemia, kulit
tampak pucat dan dapat terjadi dispigmentasi karena habisnya cadangan energi
atau protein. Pembengkakan yang terjadi disebabkan oleh akumulasi cairan yang
berlebih.
c. Marasmus-Kwashiorkor
Memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan kwashiorkor. Makanan
sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan energi untuk pertumbuhan
normal. Pada enderita berat badan dibawah 60% dari normal memperlihatkan
tanda-tanda kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut, kulit serta biokimia.
4. Pemeriksaan fisik
a. Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki.
b. Tanda dehidraso: haus, mata cekung, turgor buruk
c. Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time lambat, nadi lemah dan
cepat), kesadaran menurun.
d. Demam atau hipotermi
e. Frekeunsi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung
f. Pembesaran hati dan icterus
g. Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda asites
h. Lesi kulit pada kwashiorkor: hipo- atau hiper- pigmentasi, deskuamasi, ulserasi,
dan lesi eksudatif, infeksi sekunder (termasuk jamur)
Pemeriksaan
penunjang
a. Pemeriksaan biokimia
Pemeriksaan biokimia adalah memeriksa spesimen secara laboratoris yang dapat
dilakukan pada berbagai jaringan tubuh. Jaringan yang digunakan antara lain
darah, urin, tinja, hati, dan otot. Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi
memberikan hasil yang lebih tepat dan objektif daripada penilaian konsumsi
pangan dan pemeriksaan lain. Pemeriksaan biokimia dapat mendeteksi defisiensi
zat gizi lebih dini.
b. Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan perubahan
yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan asupan zat gizi.
Pemeriksaan ini dapat dilihat dari jaringan epitel yang terdapat di mata, kulit,
rambut, mukosa mulut, dan organ yang dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar
tiroid).
5. Diagnosis Banding
a. Tuberkulosis
Penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dapat
menyerang anak. Penyakit kronis seperti
tuberkulosis menyebabkan kebutuhan kalori tubuh meningkat, oleh karena itu
beberapa anak tetap memiliki nfsu makan yang normal untuk memenuhi
kebutuhan kalori tersebut. Gejala TB pada anak yang pertama kali dikenali oleh
orangtua adalah pertumbuhan anak yang terhambat, terlihat kurus dan
berkurangnya nafsu makan.
b. Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif adalah kegagalan jantung dalam memompa pasokan
darah yang dibutuhkan tubuh yang disbebkan oleh kelainan otot-otot jantung.
Anak dengan keadaan ini dapat diperiksa menggunakan EKG. Gagal jantung
kongestif pada anak dapat ditemukan bising jantung, tanda sianosis, clubbing
finger, hepatomegali, dan hipoksemia.
c. Sindroma Nefrotik
Sindrom nefotik adalah terjadinya proses
imunologis, dimana terjadi pengeluaran
protein melalui urin. Penyakit ini dapat
menyebabkan pembengkakan wajah, kaki,
ataupun tubuh pada anak. Pada urinalisis,
dapat ditemukan proteinuria. Selain itu
terdapat peningkatan BUN atau kreatinin
dalam serum.

6. Komplikasi
Dalam kondisi akut, gizi buruk dapat mengancam jiwa karena berbagai disfungsi
yang dialami, ancaman yang timbul antara lain hipotermia karena jaringan lemak
tipis, hipoglikemia, kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani
namun tidak di follow up dengan baik, akibatnya anak tidak dapat “catch up” dan
mengajar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk
terhadap pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu, gizi buruk dapat
menyebabkan anak menjadi apatis, gangguan bicara, penurunan IQ, penurunan
perkembangan kognitif, dan gangguan pemusatan perhatian. Anemia gizi juga dapat
terjadi karena kurangnya asupan zat besi atau asam folat. Gejala yang tampak adalah
pucat, sakit kepala, mudah lelah, dll. Pengaruh sistem hormonal yang terjadi adalah
gangguan hormon kortisol, insulin, growth hormone, TSH meninggi tetapi fungsi
tiroid menurun. Hormon-hormon tersebut berperan dalam metabolisme karbohidrat,
lemak, dan sering mengakibatkan kematian.

7. Tatalaksana
Saat anak masuk rumah sakit:
a. Pisahkan dari pasien infeksi
b. Ditempatkan dalam ruangan yang hangat
c. Dipantau secara rutin
d. Memandikan anak dilakukan seminimal mungkin dan harus segera dikeringkan
Penanganan umum gizi buruk meliputi 10 langkah yang terbagi dalam 2 fase: yaitu
stabilisasi dan rehabilitasi.

a.
Hipoglikemia
Segera beri F-75 (formulasi nutrisi dengan kalori 75 kkal/ 100 ml) pertama atau
modifikasinya bila penyediaan memungkinkan. Bila tidak tersedia, berikan 50 ml
larutan glukosa atau gula 10% secara oral atau melalui NGT. Lanjutkan
pemberian F-75 setiap 2-3 jam, siang dan malah selama minimal dua hari. Bila
masih mendapat ASI, teruskan ASI diluar jadwal pemberian F-75. Bila anak tidak
sadar atau letargis, berikan glukosa 10% secara intravena (bolus) sebanyak 5
ml/kg dan beri antibiotik.
b. Hipotermia
Pastikan anak berpakaian, segera beri F-75. Tutup dengan selimut, letakkan anak
langsung pada dada atau perut ibunya. Bila memakai lampu listrik, letakkan
lampu pijar 40 W dengan jarak 50 cm dari tubuh anak.
c. Dehidrasi
Jangan gunakan infus untuk rehidrasi kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan
syok. Beri larutan khusus yaitu ReSoMal (Rehydration solution for Malnutrition)
secara oral atau NGT.
d. Gangguan keseimbangan elektrolit
Beri kalium dan Magnesium, yang sudah terkandung dalam larutan Miineral-Mix
yang ditambahkan kedalam F-75, atau ReSoMal. Siapkan makanan tanpa
tambahan garam NACL.
e. Infeksi
Berikan pada semua anak dengan gizi buruk antibiotik spektrum luas dan vaksin
campak jika anak berumur > 6 bulan dan belum pernah mendapatkannya, atau
jika anak berumur> 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum berumur 9
bulan. Tunda imunisasi jika anak syok.
f. Defisiensi zat mikro
Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu yaitu multivitamin, asam folat
5 mg pada hari pertama dan selanjutnya 1 mg/hari, Zn 2 mg/kgBB/hari,
Tembanga 0.3 mg/kgBB/ hari, vitamin A diberikan secara oral, dan ferosulfat 3
mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi).
g. Pemberian makanan awal (initial feeding)
Sifat utama yang menonjol dari terapi ini adalah makanan dalam jumlah sedikit
tapi sering dan rendah osmolaritas maupun rendah laktosa, berikan secara oral
atau NGT, energi 100kkal/kgBB/hari, protein 1-1.5 g/kgBB/hari, cairan 130
mg/kgBB/hari, dan jika anak masih mendapatkan ASI tetap dilanjutkan namun
pastikan F-75 yang ditentukan harus dipenuhi.
h. Tumbuh kejar
Ganti F-75 dengan F-100 selama 2 hari berturutan. Selanjutnya naikan jumlah F-
100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian sampai anak tidak mampu
menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya hal ini terjadi pemberian formula
mencapai 200 ml/kgBB/hari.
i. Stimulasi sensorik dan emosional
Ungkapkan kasih saying, lingkungan yang ceria, terapi bermain berstruktur
selama 15-30 menit per hari, aktivitas fisik segeera setelah anak cukup sehat, dan
libatkan ibu sesering mungkin (menghibur, memberi makan, bermain)
j. Malnutrisi pada bayi < 6 bulan
Pada fase stabilisasi, urutan pilihan diet adalah ASI jika tersedia dalam jumlah
cukup dan susu formula bayi. Saat fase rehabilitasi, dapat digunakan F-100 yang
diencerkan.
8. Edukasi dan Pencegahan
a. Memberikan buah dan sayur dalam setiap menu makanan.
b. Memberikan makanan yang mempunyai sumber karbohidrat dan lemak.
c. Memberikan makanan yang mempunyai sumber protein, seperti daging, telur,
ikan, dan kacang-kacangan.
d. Memberikan asupan vitamin dari susu dan produk turunannya.
e. Berikan imunisasi atau vaksin sesuai jadwal agar anak tidak mudah terserang
infeksi.
f. Menerapkan pola makan yang baik pada anak.
g. Memantau dan mendampingi perkembangan anak.
G. DAFTAR PUSTAKA
1. ICHRC. Gizi buruk. Diakses pada http://www.ichrc.org/bab-7-gizi-buruk
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Indonesia. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedia; 2007.
3. WHO. Management of severe malnutrition: A manual for physicians and other senior
health workers.
4. Marcdante, et al. 2013. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esenstian. Edisi 6. Elsevier-
Local. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai