Anda di halaman 1dari 37

37.

DERMATITIS NUMULARIS - 4A

Definisi

S Lokasi Aspek ekstensor ekstremitas,


punggung tangan, badan

Onset Akut-kronik

Kualitas Gatal ringan – berat

Kuantitas -

Keluhan Utama Perjalanan Penyakit Lesi akut berupa plak eritematosa


berbentuk koin dengan batas
tegas yang terbentuk dari papul
dan papulovesikel yang
berkonfluens. Lambat laun
vesikel pecah dan terjadi
eksudasi berbentuk pin point.
Selanjutnya eksudat mongering
dan menjadi krusta kekuningan.
Pada tepi plak muncul lesi
papulovesikular kecil yang
kemudian berkonfluens dengan
plak tersebut sehingga lesi meluas.
Diameter plak biasanya berukuran
1-3 cm.
Penyembuhan dimulai dari
tengah.
Dalam 1-2 minggu lesi memasuki
fase kronik berupa plak dengan
skuama dan likenifikasi. Jumlah
lesi dapat hanya satu atau
multiple dan tersebar pada
ekstremitas bilateral atau simetris

Faktor Memperingan Minum obat-obatan

Memperberat Saat tergesek dengan pakaian

Gejala Penyerta Kulit kering

O Pemeriksaan Fisik Plak eritematosa berbentuk koin


dengan batas tegas
Gambar

A Diagnosis Pemeriksaan histopatologi dan


patch test

DD Dermatitis kontak alergika,


Dermatitis atopi,
Neurodermatitis

P Terapi Cari dan hindari factor penyebab


Beri pelembab pada kulit kering
Penggunaan kortikosteroid
topical potensi menengah hingga
kuat Beri antibiotik bila terdapat
infeksi sekunder
Antihistamin oral

Edukasi Menghidari factor penyebab


merupakan hal terbaik yang bisa
dilakukan oleh pasien. Apabila
gejala mulai timbul maka
penggunaan kortikosteroid
topical dapat digunakan.
Antihistamin oral dapat
diberikan bila pasien mengeluh
gatal.

Prognosis

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan histopatologi dan patch test.

Daftar Pustaka 1. Menaldi SLSW. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th
ed. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2016.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia (PERDOSKI). Panduan Praktik Klinis bagi
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia.
Jakarta: PERDOSKI; 2017.
3. Ikatan Dokter Indonesia. Standar Nasional Pendidikan
Profesi Dokter 2019. Jakarta:PB IDI. 2019.
4. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology eight edition. US:Mc Graw Hill. 2012.
5. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi
Dokter Indonesia 2012. Jakarta:KKI. 2012.

38. LIKEN SIMPLEKS KRONIS / NEURODERMATITIS - 3A

Definisi

S Lokasi Lokasi lesi paling sering adalah


di daerah skapula, samping
leher,ekstensor ekstremitas
pergelangan kaki dan
daerah anogenital. Namun
dapat
ditemukan juga pada daerah
lain terutama daerah-daerah
yang terjangkau oleh tangan

Onset Kronis

Kualitas Sangat gatal dengan tanda


berupa kulit tebal dan menonjol
menyerupai kulit batang kayu
akibat garukan dan gosokan
yang berulang-ulang. Pada
stadium awal,kelainan kulit
yang terjadi dapat berupa
eritem dan edema atau
kelompok papul. Karena
garukan berulang, bagian
tengah lesi menebal,
kering, dan berskuama
serta mengalami
hiperpigmentasi dibagian
pinggir

Kuantitas
Keluhan Utama : Perjalanan Penyakit Pruritus memainkan peran sentral
dalam timbulnya pola reaksi kulit
berupa likenifikasi
Pruritus timbul akibat adanya
pelepasan mediator inflamasi dan
aktivitas enzim proteolitik.
Keadaan ini menimbulkan
adanya proses
inflamasi pada kulit, yang
menyebabkan pasien sering
menggaruk pada lesi yang
terbentuk. Proses inflamasi yang
berkepanjangan akan
menyebabkan penebalan
kulit, dimana penebalan kulit ini
sendiri menimbulkan rasa gatal,

sehingga merangsang
penggarukkan yang akan semakin
mempertebal kulit. Beberapa jenis
kulit lebih rentan mengalami
likenifikasi. Contohnya adalah
kulit yang cenderung ekzematosa,
seperti dermatitis
atopic dan diathesis atopik

Pruritus dapat muncul sebagai


gejala dari penyakit lain yang
mendasari seperti gagal ginjal
kronis, obstruksi saluran empedu,
limfoma Hodgkin,
hipertiroidisme, hipotiroidisme,
Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS)

Faktor Memperingan Obat simtomatis, gatal


berkurang saat aktifitas

Memperberat• Gatal bertambah saat istirahat

Gejala Penyerta
O Pemeriksaan Fisik Tanda Patognomonis
Lesi biasanya tunggal,
namun dapat lebih dari
satu.
Dapat terletak dimana saja yang
mudah dicapai tangan. Biasanya
terdapat di daerah tengkuk, sisi
leher, tungkai bawah,
pergelangan kaki, kulit kepala,
paha bagian medial, lengan
bagian ekstensor, skrotum dan
vulva.
Awalnya lesi berupa eritema
dan edema atau kelompokan
papul, kemudian karena
garukan
berulang, bagian tengah
menebal, kering, berskuama
serta
pinggirnya mengalam
hiperpigmentasi. Bentuk
umumnya lonjong, mulai
dari lentikular sampai
plakat.

Gambar

Gambar 1. Liken Planus


Maleolus Lateralis
A Diagnosis Diagnosis untuk liken simpleks
kronis dapat ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
Pasien dengan neurodermatitis
sirkumskripta mengeluh merasa
gatal pada satu daerah atau
lebih. Sehingga timbul plak
yang tebal karena mengalami
proses
likenifikasi. Biasanya rasa gatal
tersebut muncul pada tengkuk,
leher, ekstensor kaki, siku,
lutut, pergelangan kaki.
Eritema
biasanya muncul pada awal
lesi. Rasa gatal muncul pada
saat pasien sedang beristirahat
dan hilang saat melakukan
aktivitas dan biasanya gatal
timbul
intermiten.

Pada pemeriksaan penunjang


histopatologi didapatkan
adanya hiperkeratosis dengan
area yang parakeratosis,
akantosis dengan
pemanjangan rete ridges yang
irregular, hipergranulosis dan
perluasan dari papil dermis.7
DD a. A. Dermatitis kontak alergi
b. Dermatitis kontak alergi
adalah inflamasi dari kulit yang
diinduksi oleh bahan kimia yang
secara langsung merusak kulit
dan oleh sensitifitas spesifik
pada kasus . penderita umumnya
mengeluh gatal. Kelainan kulit
tergantung pada keparahan
dermatitis dan lokalisasinya.
Pada yang akut dimulai dengan
bercak eritematous yang
berbatas jelas kemudian diikuti
dengan edema, papulovesikel,
vesikel atau bulla. Vesikel atau
bulla dapat pecah menimbulkan
erosi dan eksudasi
B. Plak psoriasis

Psoriasis merupakan
gangguan peradangan kulit yang
kronik, dengan karakteristik plak
eritematous, berbatas tegas,
berwarna putih
keperakan,skuama yang kasar,
berlapis-lapis, transparan,
disertai fenomena tetesan lilin,
auspitz dan kobner. Llokasi
terbanyak ditemukan didaerah
ekstensor. Penyebabnya belum
diketahui secara pasti, tetapi
beberapa hipotesa telah
mendapatkan bahwa penyakit ini
bersifat autoimun, dan residif.
C. Dermatitis seboroik
merupakan gangguan
papuloskuamosa yang terdapat
pada daerah kaya sebum seperti
kulit kepala, wajah an punggung.
Dermatitis ini berhubungan
gengan malassezi, abnormalitas
imunologis, dan aktivasi dari
komplemen. Berhubungan erat
dengan keaktifan glandula
sebasea. Biasa terjadi pada bayi
umur bulan pertama dan
mencapai puncak pada umur 18-
40 tahun. Kelainan kulit terdiri
atas eritema dam skuama yang
berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak
kurang tegas

D. Liken Planus
Lesi yang pruritis, erupsi
popular yang dikarakteritikkan
dengan warna kemerahan
berbentuk polygonal, dan kadang
berbatas tegas. Sering ditemukan
pada permukaan fleksor dari
ekstremital, genitalia dan
membrane mukus. Mirip dengan
reaksi mediasi imunologis. Liken
planus ditandai dengan papul
papul yang mempunyai warna
dan konfigurasi yang khas.
Papul-
papul berwarna merah biru,
berskuama, dan berbentuk siku
siku

P Terapi • 1. Pasien disarankan agar tidak


terus menerus menggaruk lesi
saat gatal, serta mungkin perlu
dilakukan konsultasi
dengan psikiatri.

2. Prinsip pengobatan yaitu

mengusahakanberkurangn
ya garukan.
Antipruritus: antihistamin
dengan efek sedatif, seperti
hidroksisin 10-50 mg setiap 4
jam, difenhidramin 25-50 mg
setiap 4-
6 jam (maksimal 300 mg/hari),
atau klorfeniramin maleat
(CTM) 4 mg setiap 4-6 jam
(maksimal 24 mg/hari).
Glukokortikoid topikal, antara
lain: betametason dipropionat,
0,05% salep/krim 13x/hari,
metilprednisolon aseponat 0,1%
salep/krim 1- 2x/hari, atau
mometason furoat 0,1%
salep/krim 1x/hari.
Glukokortikoid dapat
dikombinasi dengan tar, untuk
efek antiinflamasi.

Cara Kerja

Efek Samping /
Komplikasi

Prognosis Prognosis pada umumnya


bonam, namun quo ad
sanationamnya adalah dubia ad
bonam
DAFTAR PUSTAKA

1. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia 2012.


Jakarta:KKI. 2012
2. Menaldi SLSW. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI;
2016
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). Panduan
Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta:
PERDOSKI; 2017.
4. Ikatan Dokter Indonesia. Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter 2019. Jakarta:PB
IDI. 2019
5. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology eight edition. US:Mc
Graw Hill. 2012
39. NAPKIN ECZEMA 4A
S Lokasi Daerah genito-krural sesuai
dengan tempat kontak popok

Onset Antara usia 3 minggu sampai


dengan 2 tahun , dengan
prevalensi tertinggi antara usia 9
hingga 12 bulan.

Kualitas Gatal

Kuantitas Menentukan tingkat keparahan,


lesi sedikit/banyak, lesi
memenuhi daerah tempat kontak
popok/tidak, yang semakin lama
semakin membesar dan bisa
meluas sampai lipatan paha.

Keluhan Utama : Perjalanan Penyakit Diaper rash umumnya terjadi


pada minggu ketiga hingga
minggu kedua belas, namun
dapat pula dialami oleh anak
yang lebih tua dan orang dewasa
yang mengalami inkontinensia
urin. Gambaran yang paling
sering dijumpai pada diaper
rash adalah dermatitis kontak
iritan, berupa eritema akut yang
meluas pada permukaan kulit
yang cembung yang bersentuhan
dengan popok (diaper), yakni
bokong, genital, perut bawah dan
area pubis serta paha bagian atas.
Bagian yang lebih dalam dari
lipatan kulit biasanya tidak
mengalami eritema. Pada
beberapa bayi, erupsi kurang
lebih hanya terbatas pada garis
daerah yang tertutup popok
(dermatitis tidemark).
Pola lain yang baru saja
ditermukan adalah lokasi erupsi
terlokalisir pada bagian lateral
paha atas dan bokong, paling
sering secara unilateral, tetapi
tak jarang pula bilateral, dalam
posisi yang sesuai dengan
daerah di mana terjadi kontak
langsung antara kulit dengan
perekat yang mengikat popok.
Pola ini tampaknya paling

sering terjadi karena efek iritan,


namun mungkin juga karena
sensitisasi terhadap karet atau
bahan perekat itu sendiri.

Faktor Memperingan Obat topikal maupun oral

Mempertberat1. Popok jarang diganti, kulit bayi


yang kering sebelum dipasang
popok.
3. Riwayat atopi diri dan keluarga.
4. Riwayat alergi terhadap bahan
plastik dan kertas

Gejala Penyerta Infeksi sekunder (candidiasis)


O Pemeriksaan Fisik Patognomonis
•Makula eritematosa berbatas
agak tegas (bentuk mengikuti
bentuk popok yang berkontak).
•Papul.
•Vesikel.
•Erosi.
•Ekskoriasi.
•Infiltran dan ulkus bila parah.
•Plak eritematosa (merah cerah),
membasah, kadang pustul, lesi
satelit (bila terinfeksi jamur).

Gambar

Gambar 1. Napkin Eczema

A Diagnosis 1. Anamnesis
• Anamnesis umum
• Riwayat penggunaan
popok/ riwayat
kontak
• Jenis bahan
• Penyebab lain selain
popok
• Riwayat alergi
2. Pemeriksaan fisik
Didapatkan bercak makula
eritematus pada area
anogenital yang biasanya
ditutupi dengan popok
3. Pemeriksaan
laboratorium Bisa
dilakukan dengan
diaper rash yg disertai
infeksi sekunder oleh
Candida albicans
• KOH:
- Budding yeast
cell
- Blastospora =
blatoconodia
- Pseudohyphae
- Hyphae
• Kultur: SDA
mycobiotic/
mycosel
• HistoPA

Gejala klinis
• Kulit: didapatkan bercak
makula eritematus pada
area anogenital (skrotum
dan penis pada laki-laki;
labia dan vagina pada
perempuan) yang
biasanya ditutupi dengan
popok.
Diaper rash yang disertai
dengan infeksi candida
didapatkan satelite
papule/ pustule.
• Anak menjadi irritable

DD • Seborrhoeicdermatitis
• Atopic dermatitis

• Psoriasis
• Perianal streptococcal
cellulitis
• Zinc deficiency
• Langerhans' cell
histiocytosis
• Syndrom malabsorpsi
• Crohns disease

P Terapi A = AIR
Popok sebaiknya dibiarkan
terbuka sebanyak mungkin
ketika bayi tertidur sehingga
memudahkan pengeringan kulit
B = BARRIER OINTMENT
Pasta zink oksida, petrolatum
dan bahan lembut lain
merupakan fokus utama
penangangan non medis.
Pemberian pasta pelindung
harus selalu diberikan dan
terutama sewaktu mengganti
popok. Pemberian bedak bayi
pada area ini tidak memiliki
efek antimikroba dan dapat
meningkatkan resiko aspirasi. C
= CLEANSING AND ANTI
CANDIDAL TREATMENT
Bersihkan dengan hati-hati
menggunakan air bersih, minyak
mineral, dan pembersih yang
tidak berbau. Menghindari
gesekan atau tarikan penting
dilakukan. Pemberian anti
kandida sebaiknya diberikan
jika ada tanda-tanda kandidiasis.
D = DIAPERS
Popok sebaiknya diganti
sesering dan sesegera mungkin
apabila telah kotor, terutama
jika menggunakan popok dari
kain
E = EDUCATION
Memberikan keterangan kepada
orang tua menyangkut pemilihan
popok yang tepat dan kapan saja
penggantian popok perlu
dilakukan.

• Untuk mengurangi gejala dan


mencegah bertambah beratnya
lesi, perlu dilakukan hal berikut:
- Ganti popok bayi lebih sering,
gunakan pelembab sebelum
memakaikan popok bayi.
- Dianjurkan pemakaian popok
sekali pakai jenis highly
absorbent.
• Prinsip pemberian
farmakoterapi yaitu untuk
menekan inflamasi dan
mengatasi infeksi kandida.
- Bila ringan: krim/ salep bersifat
protektif (zinc oxide/pantenol)
dipakai 2 kali sehari selama 1
minggu atau kortikosteroid
potensi lemah (salep
hidrokortison 1-
2.5%) dipakai 2 kali sehari
selama 3-7 hari.
- Bila terinfeksi kandida: berikan
antifungal nistatin sistemik 1
kali sehari selama 7 hari atau
derivat azol topikal dikombinasi
dengan zinc oxide diberikan 2
kali sehari selama 7 hari.

Cara Kerja Pendidikan terhadap orang tua


dan dokter perawatan primer
harus mencakup instruksi
mengenai pengunaan obat
steroid topikal di daerah
penggunaan popok. Karena
adanya peningkatan penyerapan
steroid secara perkutan sebagai
akibat kelembaban dan daerah
yang tertutup oleh karena
penggunaan popok, obat steroid
topical yang digunakan di daerah
ini dibatasi secara singkat, yaitu
salep hidrokortison 1% atau
2,5% selama 3-7 hari. Hal ini
efektif hampir dalam semua
kasus ketika steroid topical
dibutuhkan.
Pemberian menthol juga dapat
mempercepat penyembuhan dari
diaper rash. Efek dari menthol
ini berupa anti bakteri terhadap

gram positif dan gram negatif,


efek anti fungal anti pruritus
dan analgetik.
Pemberian anti candidal agent
seperti mikonazol pada infeksi
sekunder oleh C. albicans juga
menunjukkan hasil yang baik.
Pemberian antibiotik oral tidak
diperlukan baik dalam
mengobati maupun mencegah
terjadi infeksi sekunder. Apabila
jumlah urin dan feses sering
menetap, pemberian sucralfate
topikal dapat memberikan
perlindungan yang efektif.
Edukasi orangtua juga meliputi
pemilihan popok yang tepat.
Penggunaan popok sekali pakai,
terkhusus yang mengandung
material gel dikaitkan dengan
insiden dan keparahan yang
kurang dari dermatitis
dibandingkan penggunaan
popok yang dapat dicuci. Gel
tersebut mampu menyerap air
80 kali lebih banyak dari
massanya sendiri, yang
kemudian mengurangi
kelembaban, sehingga
menurunkan maserasi dari kulit.
Penggunaan popok ini juga
dikaitkan dengan pH yang
normal, serta tambahan berupa
lubang mikro yang
memungkinkan udara masuk,
sehingga menurunkan
prevalensi dari C. albicans dan
diaper rash.

Efek Samping Penggunaan produk kombinasi


dengan steroid, seperti nistatin
ditambah triamcinolone, dan
clotrimazole ditambah
betametason propionate harus
dihindari karena meningkatnya
resiko atrofi steroid dan
penekanan terhadap aksis
hipotalamus-

hipofisis bila digunakan di


daerah popok.

Prognosis Prognosis umumnya bonam dan


dapat sembuh tanpa komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia 2012.


Jakarta:KKI. 2012
2. Menaldi SLSW. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI;
2016
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). Panduan
Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta:
PERDOSKI; 2017.
4. Ikatan Dokter Indonesia. Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter 2019. Jakarta:PB
IDI. 2019
5. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology eight edition. US:Mc
Graw Hill. 2012
40. PSORIASIS VULGARIS 3A
S Lokasi Scalp, ekstensor lengan,
kaki, lutut, siku, dorsum
manus dan dorsum pedis

Onset Kronis-residif. Usia 22


tahun (pria), 16 tahun
(wanita)

Kualitas -

Kuantitas -

Keluhan Utama : Perjalanan Penyakit Psoriasis sering dikatakan


sebagai penyakit kelainan sel
imun
dimana sel T menjadi aktif,
bermigrasi ke dermis dan
memicu pelepasan sitokin
(TNF-α, pada umumnya)
menyebabkan
proliferasi keratinosit,
angiogenesis dan terjadinya
kemotaksis dari sel-sel radang
dalam dermis dan epidermis.4 Sel
langerhans juga berperan pada
imunopatogenesis psoriasis.
Terjadinya proliferasi epidermis
di awali dengan adanya
pergerakan antigen, baik
eksogen maupun endogen oleh
sel Langerhans. Pada psoriasis
pembentukan epidermis (turn
over time) lebih cepat, hanya 3 -
4 hari sedangkan pada kulit
normal lamanya 27 hari.

Faktor Memperingan Obat simtomatis, tidur

Memperberat Berbagai faktor pencetus pada


psoriasis, diantaranya stress
psikis, infeksi, trauma,
endokrin, gangguan
metabolik, obat
(glukokortikoid sistemik,
lithium, obat anti malaria,
interferon, dan beta adrenergik
blocker), alkohol dan merokok

Gejala Penyerta Kadang bisa disertai demam


dan nyeri (tidak selalu)

O Pemeriksaan Fisik I : Lokasi : sesuai


predileksi UKK :

Effloresensi ektima berupa


awalnya berupa pustul kemudian
pecah membentuk ulkus yang
tertutupi krusta.

Gambar

A Diagnosis Diagnosis ektima didasarkan


pada riwayat dan gambaran
klinis. Pemeriksaaan penunjang
yang dapat dilakukan. yaitu
biopsi kulit dengan jaringan
dalam untuk pewarnaan Gram
dan kultur. Selain itu, juda dapat
dilakukan pemeriksaan
histopatologi

DD 1. Dermatosis seboroik
Gambaran klinis yang khas
pada dermatitis seboroik ialah
skuama yang berminyak dan
kekuningan dan berlokasi di
tempat-tempat yang seboroik.
Psoriasis berbeda dengan
dermatitis seboroik karena
terdapat skuama yang berlapis-
lapis berwarna putih seperti
mika disertai tanda tetesan lilin
dan Auspitz. Tempat
predileksinya juga berbeda.
Dermatitis seboroik biasanya
pada alis, sudut nasolabial,
telinga, daerah sternum dan
fleksor. Sedangkan psoriasis
banyak terdapat pada daerah-
daerah ekstensor, yaitu siku,
lutut dan scalp
2. Pitiriasis rosea
Pitiriasis berarti skuama halus.
Hal ini berbeda dengan proriasis
dimana skuamanya tebal. Tanda
khas pada Pitiriasis rosea yaitu
adanya lesi awal berupa herald
patch, umumnya di badan,
solitar, berbentuk oval dan
anular, diameternya kira-kira 3
cm. Lesi berikutnya timbul 4-10
hari setelah lesi pertama,
memberi gambaran yang khas,
sama dengan lesi pertama hanya
lebih kecil, susunannya sejajar
dengan kosta, hingga
menyerupai pohon cemara
terbalik. Tempat predileksi pada
badan, lengan atas bagian
proksimal dan paha atas.
3. Liken planus
Gejala klinis sangat gatal,
umumnya setelah satu atau
beberapa minggu setelah
kelainan pertama timbul diikuti
oleh penyebaran lesi. Tempat
predileksi yang paling sering
yaitu pada pergelangan tangan
bagian fleksor atau lengan
bawah.
Kelainan yang khas terdiri atas
papul yang poligonal,
berskuama, datar dan berkilat.
Kadang-kadang ada cekungan
di sentral. Garis- garis anyaman
berwarna putih. Terdapat
fenomena Kobner.

P Terapi 1. Topikal
Terapi-terapi topikal yang
digunakan untuk
penatalaksanaan psoriasis
meliputi preparat ter,
kortikosteroid topikal, antralin,
calcipotriol, derivate vitamin D
topikal dan analog vitamin A,
imunomodulator topikal
(takrolimus dan
pimekrolimus), dan
keratolitik (seperti asam
salisilat). Terapi-terapi
tersebut
merupakan pilihan untuk
penderita-penderita dengan
psoriasis plak yang terbatas
atau menyerang kurang dari
20% luas permukaan
tubuh.Terapi
topikal digunakan secara
tunggal atau kombinasi dengan
agen topikal lainnya atau
dengan fototerapi.

a) Preparat ter
Preparat ter biasanya kurang
efektif jika digunakan tunggal.
Hasilnya akan lebih baik jika
dikombinasikan
dengan terapi sinar ultraviolet.
Preparat ter berfungsi sebagai
anti proliferasi dan anti
inflamasi. Preparat ter yang
berasal dari fosil biasanya
kurang efektif, sehingga yang
biasa digunakan adalah yang
berasal dari kayu atau batubara.
Ter dari batubara lebih efektif
dari kayu, tapi
kemungkinan dapat juga
memberikan iritasi yang
besar. Pada psoriasis yang
telah
menahun lebih baik digunakan
ter yang berasal dari batubara,
dan untuk yang akut biasanya
digunakan ter yang berasal
dari kayu.
Folikulitis adalah efek samping
utama dari ter batubara. Iritasi
dan alergi jarang terjadi dan
meskipun ter batubara telah
terbukti menjadi karsinogen
dalam percobaan hewan,
karsinoma hanya diprovokasi
oleh aplikasi klinis yang jarang
terjadi.
Konsentrasi yang biasa
digunakan 2-5% dimulai
dengan konsentrasi rendah
jika tidak ada perbaikan maka
dapat
ditingkatkan. Untuk
meningkatkan hasil pengobatan
maka daya

penetrasinya harus dipertinggi


dengan cara menambahkan
asam salisilat 3-5%.
b) Kortikosteroid topikal
Kortikosteroid topikal yang
digunakan dalam bentuk
cream, salep dan lotion.
Kortikosteroid kelas I
digunakan maksimal selama 2
minggu. Terapi kortikosteroid
dikenal sebagai anti-inflamasi,
anti
proliferatif, dan
imunosupresif. Obat ini
merupakan jenis yang paling
banyak dipakai untuk
pengobatan psoriasis ringan
atau terbatas. Dalam suatu
penelitian terhadap para
spesialis kulit di Amerika
Serikat terlihat 85% responden
memilihnya sebagai pilihan
pertama. Di Indonesia,
kortikosteroid topikal tersedia
dalam bentuk salep, krim, dan
solusio.
Pada kulit kepala, muka dan
daerah lipatan digunakan krim,
dan ditempat lain digunakan
salep. Pada daerah muka,
lipatan, dan genitalia eksterna
dipilih potensi sedang misalnya
Triamcinolon acetoninide. Jika
diberikan potensi kuat pada
mata dapat memberikan efek
samping diantaranya
teleangiektasis, sedangkan di
lipatan berupa stria attrifikans.
Pada batang tubuh dan
ekstremitas digunakan salep
dengan potensi kuat bergantung
pada lama penyakit. Jika telah
terjadi perbaikan maka
potensinya harus dikurangi.
c) Antralin
Antralin merupakan obat
lama untuk mengobati
psoriasis ringan sampai
sedang. Antralin
mempunyai efek anti mitotik dan
menghambat beberapa enzim
yang
terlibat di dalam
proliferasi epidermal.7
Obat ini dikatakan efektif
tetapi bersifat iritatif dan
kekurangan lainnya ialah
mewarnai kulit dan pakaian.
Konsentrasi 0,1 sampai 1%
dengan kontak singkat (15-30
menit) untuk mencegah iritasi.
Digunakan setiap hari mampu
membersihkan lesi psoriasis.
Efek samping yang dijumpai
adalah iritasi. Sediaan ini
banyak
diterima oleh pasien
karena pemakaiannya
malam hari.
Penyembuhan dalam 3
minggu. Untuk penggunaan
24 jam dapat digunakan
0,1%, jika tidak
terdapat efek samping
konsentrasinya dapat
ditingkatkan, setiap3-4 hari, dan
maksimum sampai 1%. Antralin
digunakan hanya pada plak
yang kronik. Pengobatan
psoriasis dengan antralin
memberikan efek yang
maksimal ketika dikombinasikan
dengan UVB.

d) Calcipotriol
Calcipotriol merupakan
sintetik dari vitamin D,
preparatnya berupa salep atau
krim. Calcipotriol merupakan
pilihan utama atau kedua
dalam pengobatan psoriasis.
Walaupun tidak seefektif
kortikosteroid superpoten,
obat ini hanya
memiliki sedikit efek samping.
Obat ini mampu mengobati
psoriasis ringan sampai sedang.
Mekanisme kerja sediaan ini
adalah anti-proliferasi
keratinosit, menghambat
proliferasi, dan meningkatkan
diferensiasi sel, juga
menghambat produksi sitokin
yang berasal dari keratinosit

maupun limfosit. Respon


terapi terlihat setelah dua
minggu
pengobatan, respons maksimal
baru terlihat setelah 6-8 minggu.
Reaksi iritasi dapat mengawali
keberhasilan terapi, tetapi ada
pula yang tetap teriritasi dalam
pemakaian ulangan. Walaupun
lesi dapat menghilang
sempurna, tetapi eritema dapat
bertahan. Untuk meredakan
proses iritasi, calcipotriol dapat
dikombinasikan dengan
kortikosteroid superpoten.

e) Tazaroten
Tazaroten merupakan
molekul retinoid asetelinik
topikal, efeknya menghambat
proliferasi dan normalisasi
dari differensiasi keratinosit
dan menghambat inflamasi.
Indikasinya diberikan pada
psoriasis sedang sampai berat,
dan terutama diberikan pada
daerah badan. Tazaroten
tersedia dalam bentuk gel dan
krim dengan konsentrasi
0,05%-0,1%. Bila
dikombinasikan dengan steroid
topikal potensi sedang dan kuat
maka akan mempercepat
penyembuhan dan
mengurangi iritasi. Efek
sampingnya adalah iritasi
berupa gatal dan rasa
terbakar, dan eritema pada
30% pada kasus yang
bersifat
fotosintesis. Tazaroten
digunakan satu kali dalam
sehari pada kulit yang kering,
dapat digunakan sebagai
monoterapi atau
dikombinasikan dengan obat
lain seperti steroid topikal pada
lokasi plak psoriasis.

f) Emolien
Terapi topikal apapun yang
dipakai, penetrasi akan lebih
baik dan terapi lebih efektif, jika
terlebih dahulu skuama psoriasis
yang kering dikendurkan
(loosen), dilunakkan (soften)
dan atau dilepaskan, yaitu
dengan
menggunakan moisturizer
dan emolien. Efek emolien
adalah melembutkan
permukaan tubuh selain
lipatan, juga pada
ekstremitas atas dan bawah.
Biasanya digunakan salep
dengan bahan dasar vaselin,
fungsinya juga sebagai emolien
dengan akibat meninggikan
daya penetrasi bahan aktif.
Emolien yang lain adalah
lanolin dan minyak
mineral. Jadi emolien sendiri
tidak mempunyai efek
antipsoriasis.

2. Sistemik
a. Metotreksat
Metotrexat adalah
antagonis asam folat yang
menghambat dihydrofolat
reduktase. Sintesis DNA
terhambat setelah
pemakaian Metoteksat
akibat penurunan tiamin
dan purin. Metotreksat
menekan reproduksi sel
epidermal, sebagai anti
inflamasi dan immunosupresif
sehingga kontraindikasi pada
pasien dengan infeksi sistemik.
Metotreksat biasanya dipakai
bila pengobatan topikal dan
fototerapi tidak
berhasil. Obat ini terbukti
merupakan obat yang efektif
dibandingkan dengan obat oral
lainnya. Metotreksat berespon
baik dalam pengobatan
psoriasis arthritis. Obat ini
juga diberikan dalam jangka
panjang pada psoriasis berat
dan efektif untuk mengontrol
psoriasis pustulosa dan
psoriasis eritroderma.
Metotreksat mampu menekan

proliferasi limfosit dan


produksi sitokin
Cara pemberian mula mula
diberikan tes dosis inisial 5 mg
untuk mengetahui apakah ada
gejala sensitivitas atau gejala
toksik. Jika terjadi efek yang
tidak dikehendaki maka
diberikan dosis 3 x 2,5 mg
dengan interval 12 jam dalam
seminggu dengan dosis total 7,5
mg. Jika tidak tampak perbaikan
dosis dinaikkan 2,5 mg – 5 mg
per minggu. Cara lain dengan
diberikan i.m 7,5 mg-25 mg
dosis tunggal setiap minggu
Toksisitas sum-sum tulang
belakang merupakan efek
samping yang akut, sebaliknya
hepatotoksisitas adalah efek
samping jangka panjang.
Dengan demikian metotreksat
tidak boleh diberikan pada
pasien dengan gangguan hati
dan alkoholisme. Sebelum
memberikan metotreksat, fungsi
hati, ginjal, dan sistem
hematopoetik pasien harus
dalam kondisi yang baik.
b. Acitretin
Acitretin merupakan bentuk
metabolit dari Etretinat.
Etretinat disetujui untuk
pengobatan psoriasis tetapi
karena keberadaannya dalam
jaringan tubuh persisten,
memungkinkan terjadi
teratogenitas tetapi acitretin
memiliki waktu paruh yang lebih
cepat dibandingkan etretinat.15,17
Dosis optimal penggunaan
acitretin pada orang dewasa
adalah 25-50 mg/hari. Toksisitas
yang dapat timbul pada
penggunaan acitretin adalah
hipervitaminosis A. Efek
samping yang umum adalah
kulit dan membran mukosa
kering,
xerofthalmia, dan kerontokan
rambut. Acitretin bersifat
teratogen dan dapat
menyebabkan kelainan bawaan.
Efek samping sistemik yang
sering terjadi adalah kenaikan
lipid serum terutama trigliserida.
Efek samping yang juga
mungkin muncul adalah
osteoporosis, kalsifikasi ligamen,
dan hiperostosis skeletal.
Pemakaian obat dengan
pemantauan yang teliti
dapat mengurangi efek
samping
c. Siklosporin
Siklosporin merupakan
pengobatan yang sangat efektif
pada penyakit psoriasis. Obat ini
menghambat calcineurin
fosfatase dan transkripsi IL-2
pada sel T, juga menghambat
presentasi antigen oleh sel
Langerhans dan degranulasi sel
mast yang dimana hal itu
berkontribusi pada
patogenesis terjadinya
psoriasis. Siklosporin dalam
bentuk
mikroemulsi lebih baik
diserap oleh lambung
daripada jenis sebelumnya.
Dosis rendah 2,5
mg/kgBB/hari dipakai
sebagai terapi awal dengan
dosis
maksimum 4 mg/kgBB/hari.
Hipertensi dan disfungsi ginjal
adalah efek samping yang
harus diperhatikan dalam
penggunaan silosporin. Efek
samping ini merupakan akibat
dari
berkurangnya aliran darah ke
ginjal dan efek toxic pada sel-
sel ginjal. Perubahan
anatomik yang dapat terjadi
antara lain fibrosis intestinal,
atrofi tubular,
arteriolpati. Biasa terjadi pada
pasien yang mengkonsumsi
siklosporin jangka panjang ( ±
1 tahun).
Efek samping umum
yang mungkin muncul
adalah

intoleransi gastrointestinal
yang bermanifestasi diare,
mual,
muntah, nyeri abdominal
dan penekanan sumsum
tulang.
Siklosporin sangat efektif
untuk segala bentuk psoriasis
tetapi dengan
mempertimbangkan berbagai
efek samping dan
kurangnya pengalaman, obat
ini jarang dipakai oleh
dermatologis. Bersifat
nerotoksik dan
hepatotoksik.

3. Fototerapi
Sinar ultravioet mempunyai
efek menghambat mitosis,
sehingga dapat digunakan untuk
pengobatan psoriasis. Cara yang
terbaik adalah dengan
penyinaran secara alamiah,
tetapi sayang tidak dapat diukur
dan jika berlebihan maka akan
memperparah
psoriasis. Karena itu,
digunakan sinar ultraviolet
artifisial,
diantaranya sinar A yang dikenal
sebagai UVA. Sinar tersebut
dapat digunakan secara
tersendiri atau berkombinasi
dengan psoralen (8-
metoksipsoralen, metoksalen)
dan disebut PUVA, atau
bersama sama dengan preparat
ter yang dikenal sebagai
pengobatan cara Goeckerman.
PUVA efektif pada 85 % kasus
ketika psoriasis tidak berespon
terhadap terapi yang lain Karena
psoralen bersifat fotoaktif, maka
dengan UVA akan terjadi efek
sinergik. Diberikan 0,6
mg/kgBB secara oral 2 jam
sebelum penyinaran ultraviolet.
Dilakukan 2x seminggu,
kesembuhan terjadi 2-4
kali pengobatan.
Selanjutnya
dilakukan pengobatan rumatan
(maintenance) tiap 2 bulan.
Efek samping overdosis dari
fototerapi

berupa mual, muntah, pusing


dan sakit kepala. Adapun
kanker kulit (karsinoma sel
skuamosa) yang dianggap
sebagai resiko PUVA masih
kontroversial.

Cara Kerja Psoriasis merupakan suatu


penyakit dengan
penatalaksanaan yang
kompleks. Meskipun penyakit
ini tidak dapat disembuhkan,
beberapa terapi yang ada saat ini
dapat meminimalisir lesi-lesi
kulit dan gejala-gejala lainnya.
Sebagian besar penderita tidak
pernah mencapai suatu keadaan
remisi yang bebas terapi.
Pemilihan terapi untuk psoriasis
harus diperhatikan derajat
keparahan penyakit, lokasi
psoriasis, tipe psoriasis, riwayat
penyakit yang pernah diderita,
gaya hidup, usia dan jenis
kelamin, dan obat psoriasis yang
tersedia.13
Faktor pencetus harus tetap
dihindari meskipun pasien dalam
keadaan diterapi. Strategi
pengobatan psoriasis dapat
dibagi menjadi tiga langkah
yaitu langkah pertama adalah
terapi topikal (apabila luas
permukaan yang terkena kurang
dari 20 persen), langkah kedua
adalah fototerapi dan langkah
ketiga adalah obat sistemik
(apabila luas lesi melebihi 20
persen luas permukaan lesi).

Efek Samping / Komplikasi dari psoriasis antara


Komplikasi lain:
1. Dapat menyerang sendi
menimbulkan arthritis
psoriasis 2. Jika menyerang
telapak kaki dan tangan serta
ujung jari
disebut psoriasis pustul tipe
barber. Namun jika pustul
timbul pada daerah psoriasis
dan juga kulit di luar lesi, dan
disertai gejala sistemik berupa
panas atau rasa terbakar
disebut Zumbusch.
3. Psoriasis eritroderma jika
lesi psoriasis terdapat di
seluruh tubuh dengan skuama
yang halus
disertai gejala konstitusi
berupa malaise

Prognosis Prognosis baik jika mendapat


terapi yang efektif namun angka
kekambuhan dan perbaikan
spontan tidak dapat diduga
sebelumnya. Jarang dilaporkan
kematian karena kasus ini, tetapi
biasanya angka kesakitan pasien
akan meningkat akibat seringnya
kekambuhan dari penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia 2012.


Jakarta:KKI. 2012
2. Menaldi SLSW. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI;
2016
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). Panduan
Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta:
PERDOSKI; 2017.
4. Ikatan Dokter Indonesia. Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter 2019. Jakarta:PB
IDI. 2019
5. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology eight edition. US:Mc
Graw

Anda mungkin juga menyukai