Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Senior Stase Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
Disusun oleh:
Airiza Fatma Yossineura
22010121210013
Residen Pembimbing:
dr. Gusti Zidni Fahmi
Dosen Penguji:
Dr. dr. Trilaksana Nugroho, M.Kes, Sp.M(K)
Diajukan guna memenuhi tugas kepaniteraan senior di bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Mengetahui,
Dosen Penguji Residen Pembimbing
Dr. dr. Trilaksana Nugroho, M.Kes Sp.M(K) dr. Gusti Zidni Fahmi
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Miopia merupakan salah satu kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar aksis
visual dari jarak tak terhingga difokuskan ke suatu titik di depan retina saat mata tidak ber-
akomodasi. Penderita miopia mengalami gangguan dalam melihat suatu objek pada jarak yang
jauh, namun tidak untuk objek berjarak dekat.1,2 World Health Organization (WHO) menye-
butkan bahwa kelainan refraksi adalah salah satu dari lima kelainan mata yang menjadi priori-
tas untuk menurunkan angka kebutaan yang dapat dicegah (preventable blindess). Dari semua
kelainan refraksi, miopia merupakan kelainan oftalmologis yang paling banyak ditemukan di
dunia dan mengenai sekitar 22,9% dari penduduk dunia, atau 1,406 miliar orang.3,4 Sebanyak
2,7% penduduk, atau 163 juta orang, diperkirakan mengalami miopia derajat berat. Banyak
negara, khususnya di kawasan Asia Timur, menunjukkan prevalensi miopia pada anak sekolah
yang dapat melebihi 90% di beberapa daerah.4 Data lain di Asia Timur menunjukkan prevelansi
miopia sebesar 75 – 85% pada remaja.2 Melihat tingginya prevalensi miopia khususnya pada
negara di kawasan Asia Timur seperti Indonesia, penanganan dan koreksi gangguan refraksi
agar tidak mengganggu aktivitas pasien menjadi penting. Lebih lanjut, diagnosis dan penanga-
nan miopia secara tepat dapat mencegah terjadinya progresivitas penyakit ini.
Laporan kasus ini akan membahas tentang seorang wanita berusia 19 tahun dengan
miopia simpleks derajat sedang pada mata kanan dan mata kiri.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan melalui autoanamnesis secara langsung dengan pasien.
Waktu : Rabu, 15 September 2021, pukul 10.00 WIB
Tempat : Poliklinik Mata, Puskesmas Gunung Pati
Keluhan utama : Pandangan kabur pada kedua mata
2
Riwayat Penyakit Dahulu
• Terdapat riwayat penggunaan kacamata S –0,50 (ODS) mulai kelas 3 SD
• Riwayat operasi mata disangkal
• Riwayat diabetes melitus disangkal
• Riwayat hipertensi disangkal
• Riwayat alergi disangkal
• Riwayat trauma mata disangkal
Status Praesens
Keadaan umum : baik
Kesadaran : komposmentis, GCS 15
Tanda vital :
TD 120/80 mmHg
Nadi 85 kali/menit
RR 16 kali/menit
Suhu tubuh 37,2° C
Kepala : mesosefal
Toraks : tidak ada kelainan
Abdomen : tidak ada kelainan
Ekstremitas : tidak ada kelainan
3
Foto Klinis (Gambar 1)
OD OS
B C
Gambar 1. Foto klinis mata pasien. A, Kedudukan kedua bola mata pasien; B, Segmen
anterior mata kanan pasien; C, Segmen anterior mata kiri pasien.
Status Oftalmologis
4
Hiperemis (-), nyeri tekan (-), Palpebra inferior Hiperemis (-), nyeri tekan (-),
edema (-), spasme (-) edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), edema (-), Konjungtiva Hiperemis (-), edema (-),
sekret (-), mixed injection (-) sekret (-), mixed injection (-)
2.4 Resume
Seorang pasien berusia 19 tahun datang ke Poliklinik Mata Puskesmas Gunung
Pati dengan penurunan visus kedua mata kurang lebih 2 bulan terakhir. Pasien telah
menggunakan kacamata sejak kelas 3 SD. Penurunan visus terutama dirasakan ketika
melihat benda berjarak jauh meskipun pasien telah menggunakan kacamata koreksi.
Pasien terkadang menyipitkan mata agar pandangannya menjadi lebih jelas. Keluhan
terjadi secara perlahan, sepanjang hari, dan semakin lama semakin memberat. Pasien
masih dapat membaca tulisan dalam jarak dekat. Pasien mengaku sering beraktivitas
dengan memandang layar handphone dan monitor laptop untuk mengikuti
pembelajaran kuliah daring. Ayah, ibu dan adik pasien memiliki riwayat miopia.
Pemeriksaan Fisik
Status praesens dalam batas normal.
5
Status Oftalmologis
2.6 Tatalaksana
• Peresepan kacamata lensa sferis kanan S –5,00 dan kiri S –4,50
• Kontrol 3 bulan kemudian dan berikutnya setiap 6 bulan
2.7 Prognosis
6
2.8 Edukasi
• Menjelaskan kepada pasien bahwa mata kanan dan kiri mengalami kelainan
refraksi, yaitu miopia (rabun jauh) derajat sedang sehingga perlu menggunakan
kacamata dengan koreksi yang sesuai untuk mengatasi keluhan.
• Pasien diminta untuk selalu menggunakan kacamatanya saat beraktivitas untuk
mencegah progresivitas penyakitnya ini.
• Menjelaskan bahwa apabila pasien beraktivitas di depan layar handphone atau
laptop atau melakukan pekerjaan lain yang memerlukan penglihatan jarak dekat
dalam waktu lama, sebaiknya pasien menerapkan twenty–twenty–twenty rule:
pasien istirahat selama 20 detik setiap setelah 20 menit bekerja di depan layar
dengan melihat objek yang berjarak 20 kaki di depan pasien. Hal ini bertujuan
untuk menghindari mata yang lelah berakomodasi saat melihat jarak dekat.
• Menyarankan pasien untuk membaca dengan pencahayaan yang cukup.
• Kecocokan dengan kacamata yang diresepkan sekarang bisa berubah sewaktu-
waktu karena pertambahan usia dan perubahan struktur bola mata. Oleh sebab
itu, pasien diminta untuk kontrol dengan dokter 3 bulan berikutnya.
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
8
Gambar 2. Daya akomodasi lensa saat melihat benda jauh (distant) dan dekat (near).
9
3.3 Klasifikasi Miopia
Menurut perjalanan klinisnya, miopia digolongkan menjadi beberapa jenis berikut ini.
• Miopia simpleks (miopia stasioner, school myopia) adalah miopia yang biasa-
nya dimulai saat usia 8 – 12 tahun dan progresivitasnya berhenti saat memasuki
usia sekitar 16 tahun. Miopia ini merupakan jenis yang paling sering ditemukan,
khususnya pada pasien berusia muda. Besar kenaikan dioptri berkisar antara –
5,00 D hingga –6,00 D. Lensa koreksi yang sesuai dapat mengembalikan tajam
penglihatan.
• Miopia progresif adalah miopia yang derajat keparahannya terus meningkat
hingga usia dewasa akibat bertambahnya panjang aksis bola mata. Miopia ini
dapat ditemukan pada semua usia dan dimulai sejak lahir. Kelainan akan men-
capai puncaknya saat memasuki usia dewasa muda dan progresifitasnya akan
terus bertambah hingga usia 20 – 28 tahun. Besar kekuatan dioptrinya melebihi
–6,00 D.
• Miopia degeneratif adalah miopia progresif yang dapat berujung pada ablasio
retina dan kebutaan. Miopia ini disebut juga sebagai miopia patologis, miopia
maligna, atau miopia pernisiosa. Miopia degeneratif seringkali terjadi pada pen-
derita miopia tinggi (lensa koreksi > –6,00 D) yang memiliki kelainan fundus
okuli dan panjang aksis bola mata hingga terbentuk stafiloma posterior yang
terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina.7,8
Berdasarkan derajat keparahan yang dinyatakan dalam kekuatan lensa koreksi,
miopia diklasifikasikan menjadi miopia ringan, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
• Miopia ringan (levior) : kurang dari –3,00 D
• Miopia sedang (moderate) : antara –3,00 D hingga –6,00 D
• Miopia tinggi (gravior) : antara –6,00 D hingga –10,00 D.2,8
Selain berdasarkan perjalanan klinis dan derajat keparahannya, terdapat sistem
klasifikasi lain yang menggolongkan miopia menjadi juvenile-onset myopia dan adult-
onset myopia. Juvenile-onset myopia didefinisikan sebagai miopia yang muncul pada
rentang usia 7 – 16 tahun akibat pertumbuhan panjang aksial bola mata. Sebanyak 75%
remaja dengan miopia jenis ini mengalami penghentian progresivitas, sedangkan sisa-
nya terus progresif hiingga usia 20 – 30 tahun. Adult-onset myopia muncul pada usia
sekitar 20 tahun.9
10
3.3 Manifestasi Klinis Miopia
Penderita miopia akan mengeluhkan pandangan kabur saat melihat benda atau
tulisan dengan jarak jauh, namun dapat melihat jelas dalam jarak dekat atau pada jarak
tertentu. Pasien juga akan mengeluhkan sakit kepala dan mata mudah lelah saat
membaca akibat konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi. Pasien mempunyai
kebiasaan menyipitkan atau memicingkan mata (squinting atau narrowing lids) untuk
mendapatkan efek pinhole (lubang kecil) atau mencegah aberasi sferis.9,10 Penderita
miopia mempunyai titik terjauh (punctum remotum) yang dekat sehingga kedua mata
selalu mengalami konvergensi yang berpotensi menyebabkan astenopia konvergensi.
Jika kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau
esotropia.11
Selain dari gejala yang dikeluhkan pasien, tanda klinis juga dapat tampak pada
penderita miopia. Tanda klinis pada pasien miopia simpleks pada pemeriksaan segmen
anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar. Terkadang dite-
mukan bola mata yang lebih menonjol. Segmen posterior dapat terlihat normal atau
disertai myopic crescent di sekitar papil saraf optik.12
11
Gambar 4. Pemeriksaan visus dengan autorefraktometer.
Gambar 5. Alat pemeriksaan visus subjektif. A, Optotipe Snellen; B, Trial lens set.
12
berhasil, visus pasien dinyatakan sebagai 1/300.
• Jika lambaian tangan tidak berhasil, pasien diperiksa menggunakan sinar untuk
membedakan gelap-terang dan arah datangnya sinar. Pasien yang masih dapat
menetukan arah sinar datang disebut memiliki light projection baik, sedangkan
pasien yang tidak dapat menentukan arah sinar memiliki light projection jelek.
Hasil visusnya dinyatakan sebagai 1/∞ LP (light projection) baik/jelek.
• Jika tidak bisa membedakan gelap dan terang, maka visusnya 0 atau no light
perception (NLP).13
13
koreksi lensa sferis negatif terkecil yang memberikan visus sebaik-baiknya.13
3.4.3 Fundoskopi
Pada fundoskopi dapat ditemukan myopic crescent, yaitu gambaran bulan sabit
yang terlihat pada polus posterior fundus mata miopia di sisi temporal dari diskus
optikus (Gambar 6A). Fenomena ini muncul akibat atrofi koroid sehingga sklera ter-
lihat. Oleh karena panjang aksial bola mata meningkat, lapisan epitelium pigmen retina
menipis dan menimbulkan gambaran tigroid fundus (Gambar 6B). Pada miopia tinggi,
dapat ditemukan kelainan lain pada fundus okuli seperti degenerasi makula, degenerasi
retina perifer, atau lattice degeneration yang merupakan penipisan lapisan vitreoretina
perifer. Gambaran ini penting secara klinis karena berisiko terjadi robekan retina dan
retinal detachment.1
14
B
Gambar 6. Temuan fundoskopi pada pasien dengan miopia. A, Myopic crescent pada
sisi temporal diskus optikus mata kiri; B, Tigroid fundus.
15
3.5.2 Lensa Kontak
Terdapat dua macam lensa kontak, yaitu lensa kontak lunak (soft lens) dan lensa
kontak keras (hard lens). Penggolongan ini didasarkan pada bahan penyusunnya,
dimana lensa kontak lunak disusun oleh hydrogels, HEMA (hydroxymethylmetacry-
late), dan vinyl copolymer. Lensa kontak keras disusun oleh PMMA (polymethylmeta-
crylate). Kelebihan pemakaian lensa kontak adalah memberikan penglihatan yang lebih
luas, tidak membatasi kegiatan, serta lebih unggul dalam segi kosmetik. Kekurangan
pemakaian penggunaan lensa kontak adalah sulit dalam perawatan, berisiko terjadi
mata kering dan infeksi, dan lebih sulit dalam pemakaiannya.1
16
Di antara prosedur bedah refraktif lainnya, LASIK adalah teknik yang paling umum
dilakukan saat ini oleh karena efektifitasnya yang tinggi dalam memperbaiki miopia ri-
ngan, sedang, dan berat, baik dengan maupun tanpa astigmatisma. LASIK juga mem-
berikan pemulihan tajam penglihatan yang cepat, prediktabilitas outcome pasca-operasi
yang tinggi, dan tingkat komplikasi yang rendah. Prosedur ini melibatkan pembentukan
flap kornea menggunakan microkeratome atau laser femtosecond, dilanjutkan dengan
penggunaan laser excimer untuk mengubah kelengkungan kornea (Gambar 8). Kom-
plikasi yang dapat terjadi berkaitan dengan keberadaan flap kornea dan kejadian mata
kering (dry eye) akibat terpotongnya saraf sensoris kornea. Penilaian topografi praope-
rasi untuk memastikan ketebalan stroma residual penting untuk mengurangi risiko ter-
jadinya ektasia kornea.1,8,17
17
BAB IV
ANALISIS KASUS
18
dilanjutkan dengan pemeriksaan visus setiap 6 bulan untuk memantau perkembangan visus dan
progresivitas miopia pada pasien.
Edukasi yang diberikan kepada pasien seperti selalu menggunakan kacamata setiap kali
beraktivitas dan penerapan twenty–twenty–twenty rule bertujuan untuk mencegah progresivitas
miopia dan mempertahankan ketajaman penglihatan sebaik mungkin. Edukasi lainnya meliputi
perubahan kebiasaan hidup yang dapat memperburuk ketajaman penglihatan, misalnya anjuran
untuk menghindari membaca dalam pencahayaan yang redup.
Meskipun pasien mengalami progresivitas miopia yang dimulai dari S –0,50 saat kelas
3 SD, prognosis kelainan pasien ini masih cenderung baik. Prognosis miopia simpleks derajat
ringan dan sedang cenderung baik jika penderita memakai kacamata yang sesuai dan mengikuti
petunjuk kesehatan yang disampaikan oleh dokter, dalam kasus ini adalah menggunakan
kacamata setiap beraktivitas, penerapan twenty–twenty–twenty rule, membaca dengan
penerangan cukup, dan kontrol ke dokter sesuai jadwal. Lebih lanjut, pemeriksaan oftalmologis
tidak menunjukkan adanya kelainan koroid dan vitreus yang menandakan miopia degeneratif.
Pada kasus miopia degeneratif, prognosis pasien cenderung sangat buruk.
19
DAFTAR PUSTAKA
20
14. Farooqui JH, Acharya M, Kekan M. Current trends in surgical management of myopia.
Community Eye Health 2019;32:S5-S6.
15. Fu L, Patel B. Radial Keratotomy Correction. [Updated 2021 Feb 25]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing, 2021.
16. Kohnen T, Strenger A, Klaproth OK. Basic Knowledge of Refractive Surgery. Dtsch
Aztebl Int 2008;105:163-72.
17. Refractive Surgery. American Academy of Ophthalmology; 2016.
21