Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang
Oleh:
Annisa Susanne Sarjono, S.Ked
04084822225203
Pembimbing:
dr. Prima Maya Sari, Sp.M (K), Subsp. GL
Judul
Disusun Oleh:
Annisa Susanne Sarjono, S.Ked
04084822225203
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya/ RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 7
November – 5 Desember 2022.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan Bed Side Teaching dengan judul
“Erosi Kornea Okuli Dextra Ec Trauma Kimia Basa dengan Pterigium Grade 2 Okuli
Dextra”. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti kepaniteraan
klinik di Bagian/KSM Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, dr. Prima Maya Sari, Sp.M
(K), Subsp. GL dan kakak PPDS pengampu, dr. Nufanida Natasya yang telah meluangkan waktu
untuk membimbing dan memberikan arahan selama proses penyusunan laporan ini.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini dapat digunakan dan bermanfaat bagi
banyak orang. Sekian dan terima kasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................................... v
BAB 1 STATUS PASIEN ............................................................................................................ 6
1.1 Identifikasi ........................................................................................................................ 6
1.2 Anamnesis ........................................................................................................................ 6
1.2.1 Keluhan Utama ......................................................................................................... 6
1.2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit .................................................................................... 6
1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu ......................................................................................... 7
1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga....................................................................................... 7
1.2.5 Riwayat Pengobatan.................................................................................................. 7
1.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................................................................ 7
1.3.1 Status Generalis ........................................................................................................ 7
1.3.2 Status Ofthalmologis ................................................................................................. 7
1.4 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................................... 9
1.5 Diagnosis Kerja ................................................................................................................ 9
1.6 Diagnosis Banding ........................................................................................................... 9
1.7 Tatalaksana ....................................................................................................................... 9
1.7.1 Non farmakologi ....................................................................................................... 9
1.7.2 Farmakologi ............................................................................................................ 11
1.8 Prognosis ........................................................................................................................ 11
BAB 2 ANALISIS KASUS ....................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 17
LAMPIRAN .................................................................................................................................. 19
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB 1
STATUS PASIEN
1.1 Identifikasi
Nama : Tn. SBK
Usia : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Serabutan (Pengumpul Drum Bangunan)
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Palembang
Tanggal Pemeriksaan : 14 November 2022 (10.30 WIB)
1.2 Anamnesis
(autoanamnesis di IGD RSKM, pada 14 November 2022 pukul 10.30 WIB)
6
1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal
2. Riwayat darah tinggi disangkal
3. Riwayat kencing manis disangkal
4. Riwayat memakai lensa kontak disangkal
5. Riwayat memakai kacamata disangkal
7
Kedudukan Bola Ortophoria
Mata
Gerakan Bola
Mata
Segmen Posterior
Refleks Fundus RFOD (+) RFOS (+)
8
Papil Bulat, batas tegas, warna Bulat, batas tegas, warna merah
merah normal, C/D ratio : 0,3, normal, C/D ratio : 0,3, A:V 2:3
A/V 2:3
Makula Refleks fovea (+) normal Refleks fovea (+) normal
1.7 Tatalaksana
9
3) Menjelaskan mengenai obat-obatan yang digunakan dan
meminta pasien menggunakan obat sesuai aturan pakai
untuk mengoptimalkan kesembuhan pasien
4) Menjelaskan bahwa tatalaksana yang dapat dilakukan saat
ini adalah dengan memberi obat tetes mata dan obat makan,
pasien diminta untuk datang kembali untuk evaluasi, serta
segera datang apabila keluhan bertambah berat seperti mata
bertambah merah, adanya kotoran, bengkak atau penglihatan
menjadi kabur
5) Menjelaskan untuk menjaga kebersihan mata dan sekitarnya,
tidak sering mengucek atau menyentuh mata
6) Menjelaskan untuk mencuci tangan terlebih dahulu
menggunakan sabun dan air mengalir atau hand sanitizer
sebelum menyentuh atau mengucek mata
7) Menjelaskan kepada pasien untuk memakai alat pelindung
diri ketika melaksanakan pekerjaannya.
8) Menjelaskan kepada pasien untuk memakai kacamata anti
sinar UV untuk menghindari sinar matahari langsung ke
mata.
b. Irigasi Mata
Sebaiknya dilakukan dengan menggunakan larutan salin atau
ringer laktat selama minimal 30 menit. Jika hanya tersedia air non
steril, maka air tersebut dapat digunakan. Larutan asam tidak boleh
digunakan untuk menetralisir trauma basa. Spekulum kelopak mata
dan anestetik topical dapat digunakan sebelum dilakukan irigasi.
Tarik kelopak mata bawah dan eversi kelopak mata atas untuk dapat
mengirigasi forniks. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi
dihentikan, ukurlah pH dengan kertas lakmus. Irigasi diteruskan
hingga mencapau pH netral (pH=7,0)
10
1.7.2 Farmakologi
1. Dexamethason 1 mg, neomycin sulfat 3,5 mg, polymixin B sulfat
10.000 SI EO 3x1 OD
2. Doxicyclin tab 100 mg 2x1
3. Vitamin C tab 500 mg/6 jam PO
1.8 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
11
BAB 2
ANALISIS KASUS
Tn. SBK, 50 tahun, datang dengan keluhan mata kanan sulit dibuka sejak lebih
kurang 2 jam SMRS setelah tidak sengaja terkena cairan bahan pabrik saat bekerja
menyusun drum. Keluhan disertai dengan mata kanan terasa mengganjal, nyeri, mata
berair-air, mata merah, pandangan kabur. Pasien sempat mencuci mata kanan
menggunakan air kran. Lalu pasien berobat ke IGD RSKM Palembang untuk
tatalaksana lebih lanjut.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan darah
110/70 mmHg, denyut nadi 86x/ menit, frekuensi napas 20x/ menit, suhu 36,6oC.
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus mata kanan 6/21 dan kiri 6/6.
Kedudukan bola mata ortoforia, gerakan bola mata baik ke segala. Pada segmen
anterior didapatkan mixed injeksi (+) dan tampak selaput berwarna putih kemerahan
berbentuk segitiga dari arah nasal dengan puncak ¼ melewati limbus pada
konjungtiva kanan. Kornea kanan tampak ada erosi di sentral dengan tepi tidak rata
berukuran sekitar 6x6 mm, dengan FT (+), tanpa danya iskemik limbus.
Keluhan berupa mata kanan yang sulit dibuka, terasa mengganjal, nyeri, mata
berair-air, mata merah, dan pandangan kabur pada kasus dapat terjadi akibat adanya
kerusakkan pada struktur kornea. Keluhan mata yang sulit dibuka, terasa mengganjal
dan nyeri dapat disebabkan oleh adanya iritasi pada epitel kornea yang memiliki
banyak inervasi serabut saraf sensorik dari nervus trigeminal. Sehingga iritasi
tersebut dapat diinterpretasikan menjadi informasi berupa rasa nyeri dan sensasi
mengganjal pada mata yang dirasakan oleh pasien. Selain itu, iritasi tersebut juga
dapat mengakibatkan dilatasi pembuluh darah arteri konjungtiva posterior sehingga
menyebabkan terjadinya injeksi konjungtiva dan untuk injeksi siliar berasal dari a.
siliaris anterior yang bermanifestasi menjadi mata tampak merah. Rangsangan yang
diterima menimbulkan refleks trigeminoautonomik yang berakibat aktivasi efektor
12
parasimpatis ganglion pterigopalatin yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan
lakrimasi pada mata (aktivasi ganglion siliar). Kerusakkan pada epitel kornea pasien
berukuran 6x6 mm yang terletak di sentral, jika dilihat dari aksis visual pasien letak
kerusakkan epitel tersebut dilalui oleh jalan cahaya sehingga dapat menyebabkan
perubahan indeks refraksi kornea yang dapat menyebabkan penurunan tajam
pengelihatan. Dari hasil pemeriksaan ofthalmologi didapatkan VOD 6/21 yang
membuktikan telah terjadi penurunan tajam penglihatan pada pasien dengan tidak
adanya riwayat kelainan refraksi sebelumnya.1,3,5-9
Dari temuan-temuan diatas, kelainan mata yang terjadi dapat digolongkan ke
dalam kelainan mata merah visus turun. Diagnosis banding dari temuan diatas dapat
berupa erosi kornea, keratitis, dan ulkus kornea. Pada pasien tidak didapatkan
keluhan seperti fotofobia dan sekret pada mata sehingga keratitis dapat disingkirkan.
Dari hasil pemeriksaan Fluorescent test didapatkan hasil yang positif menandakan
kerusakkan hanya sampai mengenai epitel kornea saja, tidak sampai ke lapisan
stroma sehingga diagnosis ulkus kornea dapat disingkirkan. Dari hasil anamnesis,
didapatkan riwayat terkena tumpahan cairan dari drum bahan bangunan saat pasien
bekerja. Maka, kelainan mata pada kasus ini mengarah ke erosi kornea yang
disebabkan oleh trauma kimia. Untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan pH lakmus
dalam menentukan cairan asama atau basa yang mendasari erosi pada kornea
tersebut. 1,3,5-9
Trauma kimia okular merupakan trauma pada mata yang merusak struktur bola
mata yang disebabkan baik oleh substansi dengan pH yang tinggi (basa) atau yang
rendah (asam). Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot
atau terpercik pada wajah. Trauma kimia asam merupakan trauma pada mata yang
diakibatkan oleh bahan kimia yang memiliki pH < 7, sedangkan trauma kimia basa
merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia yang memiliki pH
< 7. Agen kimia basa bersifat lipofilik sehingga mengakibatkan penetrasi ke jaringan
lebih cepat dibandingkan dengan asam. Kerusakan trauma kimia bergantung pada 4
faktor, yaitu toksisitas bahan kimia, berapa lama kontak bahan kimia dengan mata,
13
kedalaman penetrasi, dan area kerusakkan yang terlibat. 1,5
Pada pemeriksaan dengan kertas laksmus didapatkan pH sebesar 8
menandakan trauma kimia disebabkan oleh zat yang bersifat basa. Diagnosis trauma
mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang. Namun hal tersebut tidak mutlak dilakukan karena trauma kimia pada
mata merupakan kasus kegawatdaruratan sehingga hanya diperlukan anamnesis
singkat. 1,5
Terdapat klasifikasi mayor berdasarkan keterlibatan kornea pada trauma kimia,
yaitu klasifikasi Roper-Hall yang merupakan hasil modifikasi dari klasifikasi hughes.
Klasifikasi tersebut digunakan berdasarkan derajat keterlibatan kornea dan
konjungtiva limbus. Ropper-Hall Grade I hanya didapatkan kerusakan epitel kornea
tanpa iskemik limbus, grade II berupa kornea tampak berkabut (keruh), detil iris
masih jelas, dengan iskemik limbus < 1/3, grade III berupa kehilangan total epitel
kornea, stromal haze, detil iris sulit dinilai dengan iskemik limbus antara 1/3-1/2 dan
grade IV berupa kornea tampak opak, iris dan pupil tidak terlihat dengan iskemik
limbus >1/2. Berdasarkan pemeriksaan ofthalmologi pada kasus, didapatkan
kerusakan epitel kornea dan tanpa disertai iskemik limbus maka diklasifikasi menjadi
Roper-Hall grade 1. Klasifikasi tersebut juga dapat digunakan dalam penentuan
terapi dan prognosis pada pasien. 1,5
Tatalaksana awal yang diberikan pada pasien ini dilakukan irigasi dengan
menggunakan cairan RL sampai pH permukaan okuler mencapai pH 7,0. Irigasi
dengan menggunakan cairan RL perlu dilakukan pada kasus trauma kimia sebagai
cairan untuk menetralisir pH pada permukaan ocular. Cairan irigasi yang diperlukan
dapat mencapai 20 liter atau lebih. Secra umum, tindakan irigasi dengan cepat dapat
mengurangi durasi penetrasi agen kimia kedalam permukaan ocular. Maka, apabila
terdapat cairan bersih disekitar saat kejadian trauma kimia, dianjurkan untuk sesegera
mungkin melakukan irigasi. Pada kasus dilakukan tindakan irigasi dengan
menggunakan cairan RL sebanyak 4 kolf dan didapatkan pH bola mata kembali
normal.3,6,9
14
Kortikosteroid dapat diberikan apabila terdapat infeksi lain yang dapat
menghambat reepitalisasi kornea. Penggunaan kortikosteroid sebagai anti inflamasi
dapat diberikan 7 – 10 hari pertama setelah terjadi trauma kimia ocular, kemudian
dosis pemakaian diturunkan secara bertahap dan diberhentikan untuk mencegah
penipisan kornea. Pada kasus dengan adanya defek epitel kornea, diberikan antibiotik
sebagai profilaksis terjadinya infeksi. Tujuannya yaitu menormalisasi epitel kornea
secepat mungkin dan mencegah hilangnya stroma. Pada pasien ini, diberikan
antibiotic sistemik doxicyclin tablet dengan dosis 100 mg/12 jam. Doxicyclin juga
telah dilaporkan efektif dalam menatalaksana erosi kornea. Re-epitalisasi kornea
menjadi tantangan pada tatalaksana akut dan kronik trauma kimia okular.3,6,9
Pemberian obat tetes mata sitrat, askorbat, dan suplementasi oral askorbat
(vitamin C) berdasarkan penelitian dapat menyeimbangkan sintesis kolagen dan
regenerasi stroma kornea dalam modulasi penyembuhan epitel. Pemberian tetes air
mata buatan juga dibutuhkan untuk membantu reepitalisasi kornea serta mencegah
kekeringan pada mata, dan pemberian suplemen oral askorbat sebagai penyeimbang
sintesis kolagen untuk regenerasi sel epitel.3,6,9
Selain itu, dari hasil pemeriksaan ofthalmologi di dapatkan adanya selaput
berwarna putih kemerahan berbentuk segitiga dari arah nasal ¼ melewati limbus
pada konjungtiva kanan yang menunjukkan gambaran khas pterigium. Pterigium
adalah kelainan pada konjungtiva bulbi berupa pertumbuhan fibrovaskular
konjungtiva yang bersifat degenerative dan invasive. Pterigium berbentuk segitiga
dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea.2,4
Pterigium dapat dibagi menjadi 4 derajat. Derajat 1, jika pterigium hanya
terbatas pada limbus. Derajat 2, jika sudah melewati limbus dan belum mencapai
pupil, tidak lebih dari 2 mm melewati kornea. Derajat 3, jika sudah melebihi derajat
2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter
pupil sekitar 3-4 mm). derajat 4, jika pertumbuhan sudah melewaati pupil sehingga
mengganggu penglihatan. Pada kasus, pterigium derajat 2.2,4
Diagnosis pterigium dapat ditegakkan dengan anamnesis lengkap dan
15
pemeriksaan fisik. Namun, pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memastikan
pterigium adalah pemeriksaan patologi anatomi. Penatalaksanaan medikamentosa di
tujukan untuk mengurangi gejala yang muncul, sehingga diberikan obat
antiinflamasi. Pada pterigium yang ringan tidak perlu diobati. Untuk pterigium
derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga
bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan
intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea.2,4
Prognosis pada penderita yang mendapat pengobatan dengan baik dan menjaga
kebersihan pribadi biasanya memperoleh hasil yang baik. Prognosis Quo ad vitam
pada pasien bonam dikarenakan tanda vital pasien dalam keadaan baik dan derajat
trauma kimia yang meyebabkan erosi kornea masih berada pada grade yang rendah.
Quo ad functionam pada pasien dubia ad bonam karena pada pasien ditemukan
penurunan visus. Quo ad sanationam pada pasien juga dubia ad bonam dikarenakan
penurunan visus dapat mengganggu aktivitas pasien sehari-hari.
16
DAFTAR PUSTAKA
17
7. Domingo, emilissa., dkk. Corneal abrasion. [internet]. 2022 july 12 [cited
2022 Nov 20].Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532960/
8. Patek, Gregory C., dkk. Ocular Burns. [internet]. 2022 june 28 [cited 2022
Nov 20]. Available from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459221/
9. Singh, Parul., dkk. Ocular Chemical Injuries and Their
Management.[internet]. 2013 May [cited 2022 Nov 20] 6(2) : 83-86.
doi: 10.4103/0974-620X.116624. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459221/
18
LAMPIRAN
19
Gambar 4. Okuli Sinistra
20