Anda di halaman 1dari 18

Nilai:

Tandatangan:

Status Epileptikus

Disusun oleh:
Lutfi Syaifan
112018212

Pembimbing :
dr. Hendra Samanta, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA dr. ESNAWAN ANTARIKSA
PERIODE 03 Agustus – 05 September 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas dengan judul :


Status Epileptikus
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Saraf RSAU Dr. Esnawan Antariksa periode 03 Agustus – 05 September 2020

Disusun oleh:
Lutfi Syaifan
112018212

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Hendra Samanta, Sp.S


selaku dokter pembimbing Departemen Ilmu Penyakit Saraf RSAU Dr. Esnawan
Antariksa

Jakarta, 02 September 2020

dr. Hendra Samanta, Sp.S

i
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
LEMBAR PENILAIAN

Nama/NIM Lutfi Syaifan/112018212

Tanggal 02 September 2020

Judul kasus Status Epileptikus

Skor
Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5
Kemampuan Analisis

Penguasaan Teori

Referensi
Bentuk Referat Tertulis

Cara Penyajian

Total

Nilai %= (Total/25)x100%

Keterangan : 1 = sangat kurang (20%), 2 = kurang (40%), 3 = sedang (60%), 4 = baik (80%),
dan 5 =sangat baik (100%)

Komentar penilai

Nama Penilai Paraf/Stempel

dr. Hendra Samanta, Sp.S

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME atas nikmat yang diberikan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Status Epileptikus” Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu Penyakit Saraf.
Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada dr.
Hendra Samanta, Sp.S selaku pembimbing atas pengarahannya selama penulis belajar dalam
Kepaniteraan Klinik. Dan kepada para dokter dan staff Ilmu Penyakit Saraf RSAU Dr.
Esnawan Antariksa, serta rekan-rekan seperjuangan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Saraf. Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena penyusunan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi setiap
orang yang membacanya.

Jakarta, 02 September 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ...................................................................................................... i


Lembar Penilaian .......................................................................................................... ii
Kata Pengantar ............................................................................................................. iii
Daftar Isi........................................................................................................................ iv
Daftar Gambar .............................................................................................................. v
Daftar Tabel .................................................................................................................. vi
BAB I Pendahuluan .................................................................................................... 1
BAB II Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 2
2.1 Definisi .................................................................................................... 2
2.2 Etiologi .................................................................................................... 2
2.3 Klasifikasi ............................................................................................... 2
2.4 Patofisiologi ............................................................................................ 3
2.5 Gambaran Klinis .................................................................................... 3
2.6 Penegakan Diagnosis .............................................................................. 5
2.7 Penatalaksanaan ..................................................................................... 7
2.8 Komplikasi .............................................................................................. 10
2.9 Prognosis ................................................................................................. 10
BAB III Kesimpulan ..................................................................................................... 11
Daftar Pustaka .............................................................................................................. 12

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Manifestasi Epilepsi Parsial Sederhana................................................ 4


Gambar 2. Manifestasi Epilepsi Parsial Kompleks.................................................... 4
Gambar 3. kejang tonik klonik..................................................................................... 5

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penanganan Status Epileptikus Konvulsif ................................................ 7


Tabel 2. Penanganan Status Epileptikus Non Konvulsi ......................................... 8
Tabel 3. Kombinasi OAE yang dapat digunakan pada epilepsi refrakter............... 9

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Status Epileptikus (SE) merupakan masalah kesehatan umum yang diakui meningkat akhir-akhir
ini terutama di negara Amerika Serikat. Ini berhubungan dengan mortalitas yang tinggi dimana pada
152.000 kasus yang terjadi tiap tahun nya di USA mengakibatkan kematian. Status epileptikus dapat
disebabkan oleh beberapa hal, tetapi penyebab paling sering adalah penghentian konsumsi obat
antikonvulsan secara tiba-tiba. Sedangkan penyebab lainnya adalah infark otak mendadak, anoksia
otak, gangguan metabolisme, tumor otak, serta menghentikan kebiasaan meminum minuman keras
secara mendadak.

Status epileptikus merupakan kejang yang paling serius karena terjadi terus-menerus tanpa
berhenti dimana terdapat kontraksi otot yang sangat kuat, kesulitan bernapas dan muatan listrik di
dalam otak menyebar luas. Apabila status epileptikus tidak dapat ditangani dengan segera, maka
kemungkinan besar dapat terjadi kerusakan jaringan otak permanen dan kematian. 1

Di Indonesia, data mengenai status epileptikus masih belum jelas karena SE juga berhubungan
dengan epilepsi yang sampai saat ini masih belum ada penelitian secara epidemiologi. Sedangkan data
secara global sendiri menunjukkan bahwa SE terjadi pada 10-41 kasus per 100.000 orang per tahun
dan paling sering terjadi pada anak-anak.

Lebih dari 15 % pasien dengan epilepsi memiliki setidaknya satu episode SE. Risiko lainnya
yang meningkatkan frekuensi terjadinya SE adalah usia muda, genetik serta kelainan pada otak.
Angka kematian pada penderita status epileptikus pada dewasa sebesar 15%-20% dan 3%-15% pada
anak-anak. Kemudian, SE dapat menimbulkan komplikasi akut berupa hipertermia, edema paru,
aritmia jantung serta kolaps kardiovaskular. Sedangkan untuk komplikasi jangka panjang dari SE
yaitu epilepsi (20% - 40%), ensefalopati (6% -15%) dan defisit neurologis fokal (9%sampai 11%).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Status Epileptikus didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi dua atau lebih
rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang
yang berlangsung lebih dari 30 menit. Epilepsy Foundation of America (EFA)
mendefinisikan SE sebagai kejang yang terus-menerus selama paling sedikit 30 menit atau
adanya dua atau lebih kejang terpisah tanpa pemulihan kesadaran di antaranya. Definisi ini
telah diterima secara luas, walaupun beberapa ahli mempertimbangkan bahwa durasi kejang
lebih singkat dapat merupakan suatu SE. Untuk alasan praktis, pasien dianggap sebagai SE
jika kejang terus-menerus lebih dari 5 menit.2

2.2 Etiologi
1. Idiopatik epilepsi Biasanya berupa epilepsi dengan serangan kejang umum, penyebabnya
tidak diketahui. Pasien dengan idiopatik epilepsi mempunyai inteligensi normal dan hasil
pemeriksaan juga normal dan umumnya predisposisi genetik.
2. Kriptogenik epilepsi Dianggap simptomatik tapi penyebabnya belum diketahui.
Kebanyakan lokasi yang berhubungan dengan epilepsi tanpa disertai lesi yang mendasari
atau lesi di otak tidak diketahui. Termasuk disini adalah sindroma West, Sindroma Lennox
Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis berupa ensefalopati difus.
3. Simptomatik epilepsi Pada simptomatik terdapat lesi struktural di otak yang mendasari,
contohnya oleh karena sekunder dari trauma kepala, infeksi susunan saraf pusat, kelainan
kongenital, proses desak ruang di otak, gangguan pembuluh darah diotak, toksik (alkohol,
obat), gangguan metabolik dan kelainan neurodegeneratif. 3

2.3 Klasifikasi
Saat ini, ada beberapa versi pengklasifikasian SE sebagai berikut:
1. Generalized Convulsive SE
Merupakan tipe SE yang paling sering dan berbahaya. Generalized mengacu pada aktivitas
listrik kortikal yang berlebihan, sedangkan convulsive mengacu kepada aktivitas motorik
suatu kejang.
2. Subtle SE

2
Subtle SE terdiri dari aktivitas kejang pada otak yang bertahan saat tidak ada respons
motorik.Terminologi ini dapat membingungkan, karena subtle SE seperti tipe NCSE (Non-
convulsive Status Epilepticus). Walaupun secara definisi subtle SE merupakan
nonconvulsive, namun harus dibedakan dari NCSE lain. Subtle SE merupakan keadaan
berbahaya, sulit diobati, dan mempunyai prognosis yang buruk.
3. Nonconvulsive SE
NCSE dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu absence SE dan complex partial SE. Perbedaan
2 tipe ini sangat penting dalam tatalaksana, etiologi, dan prognosis; focal motor SE
mempunyai prognosis lebih buruk.
4. Simple Partial SE
Secara definisi, simple partial SE terdiri dari kejang yang terlokalisasi pada area korteks
serebri dan tidak menyebabkan perubahan kesadaran. Berbeda dengan convulsive SE, simple
partial SE tidak dihubungkan dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi. 4

2.4 Patofisiologi
Kejang dipicu oleh perangsangan sebagian besar neuron secara berlebihan, spontan, dan
sinkron sehingga mengakibatkan aktivasi fungsi motorik (kejang), sensorik, otonom atau
fungsi kompleks (kognitif, emosional) secara lokal atau umum. Mekanisme terjadinya kejang
ada beberapa teori:
a.Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K, misalnya pada
hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat terjadi
pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
b. Perubahan permeabilitas membran sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan hipomagnesemia.
c.Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan
neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Misalnya
ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan menimbulkan kejang.5

2.5 Gambaran Klinis


1. Kejang Parsial Simpleks Serangan dimana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami
gejala berupa “dejavu” : perasaan dimana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya.
a. Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat di jelaskan.
b. Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubuh
tertentu.
c. Gerakan yang tidak dapat di kontrol pada bagian tubuh tertentu

3
d. Halusinasi

Gambar 2.1 Manifestasi epilepsi parsial sederhana

2. Kejang Parsial (psikomotor) kompleks


Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih lama.
Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu
serangan. Gejala meliputi:
a. Gerakan seperti mencucur atau menguyah
b.Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam keadaan seperti
sedang bingung
c. Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan pakaiannya
d. Gerakan menendang atau meninju yang berulang
e. Berbicara tidak jelas seperti menggumam

Gambar 2.2 Manifestasi Epilepsi Parsial Kompleks

4
3. Kejang Tonik Klonik (epilepsy grand mal)
Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau
kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya
mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura
merupakan perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa : merasa sakit perut , baal,
kunang – kunang, telinga berdengung.
Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan dan
jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian
dalam atau lidah. Pada saat fase klonik : terjadi kontraksi otot yang berulang dan tidak
terkontrol, mengompol atau buang air besar tidak dapat di kontrol, pasien tampak sangat
pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan
semacam ini.6

Gambar 2.3 kejang tonik klonik

2.6 Penegakan Diagnosis


Untuk dapat mendiagnosis seseorang menderita epilepsi dapat dilakukan melalui
anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. Namun
demikian, bila secara kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi
(klinis) sudah dapat ditegakkan.

1). Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa
hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita.Penjelasan perihal segala
sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya

5
serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci
diagnosis.Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan
kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan
tertentu. Hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis adalah:
a. Pola / bentuk serangan
b. Lama serangan
c. Gejala sebelum, selama dan paska serangan
d. Frekuensi serangan
e. Faktor pencetus
f. Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
g. Usia saat serangan terjadinya pertama
h. Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
i. Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
j. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

2) Pemeriksaan Fisik Umum dan Neurologis


Pemeriksaan umum dan neurologis dilakukan seperti biasa. Pada kulit dicari adanya
tanda neurofibromatosis berupa bercak-bercak coklat, bercak- bercak putih, dan adenoma
seboseum pada muka pada sklerosi tuberose. Hemangioma pada muka dapat menjadi tanda
adanya penyakit Sturge-Weber. Pada toksoplasmosis, fundus okuli mungkin menunjukkan
tanda-tanda korio renitis. Mencari kelainan bawaan, asimetri pada kepala, muka, tubuh,
ekstrimitas.

3) Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium,
natrium, bilirubin, ureum dalam darah. Yang memudahkan timbulnya kejang ialah keadaan
hipoglikemia, hypokalemia, hipomagnesia, hiponatremia, hypernatremia, hiperbilirubinemia,
dan uremia. Penting pula diperiksa pH darah karena alkalosis mungkin disertai kejang.
Pemeriksaan cairan otak dapat mengungkapkan adanya radang pada otak atau selaputnya,
toksoplasmosis susunan saraf sentral, leukemia yang menyerang otak, metastasis tumor
ganas, adanya perdarahan otak atau perdarahan subaraknoid.

6
B. Pemeriksaan Radiologi
Arteriografi dan pneumoensefalografi dilakukan bila perlu. Elektroensefalografi (EEG)
merupakan pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat memastikan diagnosis
epilepsy. Gelombang yang ditemukan pada EEG berupa gelombang runcing, gelombang
paku, runcing lambat, paku lambat. Pemeriksaan tambahan lain adalah pemeriksaan foto
polos kepala.
C. Pemeriksaan psikologis atau psikiatris
Untuk diagnosis bila diperlukan uji coba yang dapat menunjukkan naik turunnya
kesadaran.
D. Elektro Ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi.
Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak,
sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal. 7

2.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup penderita yang
optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara lain menghentikan
bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping ataupun dengan efek samping
seminimal mungkin serta menurunkan angka kesakitan dan kematian.8

I. Menghentikan Kejang
a. Status Epileptikus Konvulsif

Tabel 2.1 Penanganan Status Epileptikus Konvulsif


Anti Konvulsan
Feno- barbital Dosis: 2-4mg/kgBB/hari Sediaan generik:
Tab 30mg, 100mg, Inj 50 mg/ml
SIBITAL
Amp 200mg/2ml
phenitoin Dewasa: awal 200mg 3x/hari, Sediaan generik:
pemeliharaan 300-400mg/hari, dapat Kaps 50mg, 100mg
dinaikkan 600mg/hari bila perlu Inj 50mg/ml, 100mg/2ml

7
Anak: 5mg/kgBB/hari terbagi 2-3 IKAPHENR
dosis, pemeliharaan 4-8mg/kgBB/hari Phenitoin Na PharosR, IkapharmindoR
OGB MersiR
Kaps 100mg, Inj 100mg/2ml
Carbamazepine Dosis: 20mg/kgBB/hari Sediaan generik:
Tab 200mg, sir 100mg/5ml
tegretolR
tab 200mg, tab SR 200mg, sir 2% 120ml
Asam valproate Dosis awal: 15mg/kgBB/hari selang Sediaan generik:
seminggu tingkatkan sebesar 5- Tab sal 250mg, 500mg
10mg/kgBB/hari hingga kejang Tab SR 250mg, 500mg
terkendali. Harus diberi dalam dosis Sir 250mg/5ml
terbagi VALEPTIKR, VELLEPSYR
Sir 250mg/5ml
Diazepam Dosis: dewasa 2-5mg 3x/hari, anak 6- VALISANBER
14 thn 2-4mg, <6 thn 1-2mg Tab 2mg, 5mg, amp 10 mg/2ml
Status epileptikus, tetanus, spasme VALIUMR
otot berat: dewasa 5-10IM/IV, anak Tab 5mg, inj 10mg/2ml
1-2mg IM/IV

b. Status Epileptikus Non Konvulsif


Tabel 2.2. Penanganan Status Epileptikus Non Konvulsi
Tipe Pilihan Terapi lain
SE Lena (abscence) Benzodiazepin IV/Oral Valproate IV
SE Parsial Complex Klobazam Oral Lorazepam/Fenintoin/Fenobarbital
IV
SE Lena Atipikal Valproat Ora Benzodiazepin, Lamotrigin,
Topiramat, Metilfenidat, Steroid
Oral
SE Tonik Lamotrigine Oral Metilfenidat, Steroid
SE Non-konvulsif pada Fenitoin IV atau Anastesi dengan tiopenton,
pasien koma Fenobarbital Penobarbital, Propofol atau
Midazolam

8
c. Status Epileptikus Refrakter
- Terapi bedah epilepsy
- Stimulasi N.Vagus
- Modifikasi tingkah laku
- Relaksasi
- Mengurangi dosis OAE
- Kombinasi OAE
Tabel 2.3 Kombinasi OAE yang dapat digunakan pada epilepsi refrakter
Kombinasi OAE Indikasi
Sodium valproate + etosuksimid Bangkitan Lena
Karbamazepin + sodium valproate Bangkitan Parsial Kompleks
Sodium valproate + Lamotrigin Bangkitan Parsial/Bangkitan Umum
Topiramat + Lamotrigin Bangkitan Parsial/Bangkitan Umum

2.8 Komplikasi
Komplikasi dapat dengan mudah dipicu oleh stress emosional. Pasien mungkin mengalami
kesulitan kognitif dan kepribadian seperti:
1. Personalitas։ sedikit rasa humor, mudah marah
2. Hilang ingatan։ hilang ingatan jangka panjang dan pendek karena adanya gangguan pada
hippocampus , anomia (ketidakmampuan mengulang kata atau nama benda)
3. Kepribadian keras։ agresif dan defensive
4. Gangguan Mental Organik
Kompliksai yang berhubungan dengan kejang tonik klonik meliputi
1. Aspirasi atau muntah
2. Fraktur vertebra atau dislokasi bahu
3. Luka pada lidah, bibir atau pipi karena tergigit.9

2.9 Prognosis
Ketika pasien telah bebas kejang untuk beberapa tahun, hal ini mungkin untuk menghentikan
pengobatan anti kejang, tergantung pada umur pasien dan tipe dari status epilepsi yang
diderita. Hampir seperempat pasien yang bebas kejang selama tiga tahun akan tetap bebas
kejang setelah menghentikan pengobatan yang dilakukan dengan mengurangi dosis secara
bertahap.10

9
BAB III
KESIMPULAN

merupakan kumpulan berbagai gejala dan tanda klinis, ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermitten yang diakibatkan oleh terjadinya
lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron –neuron secara paroksismal.
International League Against Epilepsy mendefinisikan status epileptikus sebagai aktivitas
kejang yang berlangsung terus menerus selama 30 menit atau lebih.
Ketepatan diagnosis pada pasien dengan status epilepsi bergantung terutama pada
penegakan terhadap gambaran yang jelas baik dari pasien maupun dari saksi. Untuk
mempermudah anamnesis, berikut perlu dintanyakan kepada pasien maupun saksi Family
history, Past history, Systemic history, Alcoholic history, Drug historydan Focal neurological
symptoms and signs. EEG merupakan tes untuk membantu dalam penegakan diagnosa dan
membantu pembedaan antara kejang umum dan kejang fokal.
Status epileptikus merupakan gawat darurat neurologic. Harus ditindaki secepat
mungkin untuk menghindarkan kematian atau cedera saraf permanen. Biasanya dilakukan
dua tahap tindakan yakni stabilitas pasien dan menghentikan kejang dengan obat anti kejang.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Hageman G, Zinke J, Von Oersen TJ. Status Epileptikus. The Open Critical Care
Medicine Journal.; 4: 15-23. 2018.
2. Chen, James WY. Wasterlain, Claude G. Status Epilepticus: Pathophysiology and
Management in Adults. 2016.
3. Panayiotopoulos, CP. The Epilepsies Seizures, Syndromes and Management. Bladon
Medical Publishing. 2015.
4. O’Dell, Casey M. Arabinda D. Understanding the Basic Mechanism Seizure in Mesial
Temporal Lobe Epilepsy and Possible Therapeutic Target: A Review. Journal of
Neuroscience Research., 90: 913-924. 2012.
5. Ziai, Wendy C. Kaplan, Peter W. Seizures and Status Epilepticus in the Intensive
Care Unit. New York. 2018.
6. Murthy JM. Nonconvulsive Status Epilepticus: An Under Diagnosed and Potentially
Treatable Condition. Vol. 51, Issue 4, Page 453-454. Hyderabad. 2013.
7. Ibanez, Gomez. Urrestarazu E, Viteri. Nonconvulsive Status Epilepticus in the 21st
century: clinical characteristic, diagnosis, treatment and prognosis. Rev. Neurology.
Spanyol. 2016.
8. Upreti C, Otero R, Partida C. Altered Neurotransmitter Release, Vesicle Recycling
and Presynaptic Structure in the Pilocarpine Model of Temporal Lobe Epilepsy.
Brain.; 135 (pt 3): 869-885.2015.
9. NICE Protocol for Treating Status Epilepticus in Adults and Children. 2013.
10. Lowenstein DH. Seizures and Epilepsy.In : Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS,
Hauser SL, Longo DL, Jameson JL (ed). Harrison’s Principles of Internal
Medicine 15thEdition CD ROM.McGraw-Hill. 2017.

11

Anda mungkin juga menyukai