STATUS EPILEPTIKUS
Disusun Oleh :
Bionardo 030.15.046
Nalendra Diwala Narayana 030.15.129
Puti Ridha Kurniawati Alfera 030.15.153
Ristianti Dwi Prawita 030.15.164
Yeni Susilawati 030.12.284
Risky Hadining Tias 030.14.168
Nia Nilawati 030.15.137
Pembimbing :
Dr. Budi Wahjono, Sp.S
Status Epileptikus
Disusun oleh:
Bionardo 030.15.046
Nalendra Diwala Narayana 030.15.129
Puti Ridha Kurniawati Alfera 030.15.153
Ristianti Dwi Prawita 030.15.164
Yeni Susilawati 030.12.284
Risky Hadining Tias 030.14.168
Nia Nilawati 030.15.137
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Budi Wahjono, Sp.S selaku dokter pembimbing
Bagian Ilmu Penyakit Saraf di RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta.
Mengetahui
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas kasih dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan referat ini. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar di Bagian Ilmu Penyakit Saraf
RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta, terutama kepada dr. Budi Wahjono, Sp.S atas segala
waktu dan bimbingannya yang telah diberikan kepada penulis. Penulis juga berterima
kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan
status ujian ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidaklah sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun diharapkan oleh pembaca sekalian. Akhir kata, penulis
berharap semoga status ujian ini bermanfaat untuk berbagai pihak yang telah
membacanya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 2
A. Definisi......................................................................................................................... 2
B. Epidemiologi ................................................................................................................ 2
C. Etiologi......................................................................................................................... 2
D. Faktor Risiko ................................................................................................................ 3
E. Klasifikasi .................................................................................................................... 3
F. Patofisiologi ................................................................................................................. 3
G. Manifestasi klinis ......................................................................................................... 6
H. Diagnosis...................................................................................................................... 8
I. Diagnosis Banding ....................................................................................................... 9
K. Tatalaksana .................................................................................................................. 9
L. Komplikasi ................................................................................................................. 14
M. Prognosis .................................................................................................................... 15
BAB III KESIMPULAN ................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Epidemiologi
Insiden status epileptikus pada anak diperkirakan sekitar 10-58 per 100.000
anak. Status epileptikus lebih sering terjadi pada anak usia muda, terutama usia
kurang dari 1 tahun dengan estimasi angka kejadian 1 per 1000 bayi.1
C. Etiologi
2
• kelainan neurologi progresif, seperti tumor otak, kelainan metabolik,
penyakit autoimun misalkan vaskulitis
• epilepsi, penghentian antikonvulsan yang mendadak
D. Faktor Risiko
Pasien yang sakit kritis yang menjadi faktor risiko status epileptikus
diantaranya adalah pasien dengan ensefalopati hipoksik-iskemik, trauma kepala,
infeksi SSP, penyakit kardiovaskular, penyakit jantung bawaan terutama post-
operatif, dan ensefalopati hipertensi.1
E. Klasifikasi
Klasifikasi status epilepticus dibagi menjadi :
a. Status epileptikus konvulsif: bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit atau
bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran di antara
bangkitan.
F. Patofisiologi
3
Gambar 1. Aktivitas neuron saat kejang4
4
kerusakan neuron. Status epileptikus juga dapat menyebabkan nekrosis dan
apoptosis neuron, yang terjadi karena meningkatnya kalsium intraselular dan faktor
pencetus apoptosis.2 Selain itu, kerusakan otak dapat juga disebabkan oleh GABA
yang diproduksi sebagai mekanisme kompensasi terhadap kejang. Karena itu
kejang yang berkelanjutan akan menyebabkan desensitisasi reseptor GABA
sehingga kejang mudah berulang. Keadaan ini diperparah jika terdapat hipertermi,
hipoksia, atau hipotensi.6
Tabel 1. Perubahan yang terjadi di otak dan sistemik saat status epileptikus
konvulsivus7
Hiponatremia
Hipo/hiperkalemia
Leukositosis
Rhabdomiolisis
5
G. Manifestasi klinis
Tipe status epileptikus antara lain adalah tipe konvulsif (tonik general,
klonik, atau tonik-klonik), tipe nonkonvulsif (partial kompleks, absens), status
myoklonik, epilepsia partialis continua, dan status epileptikus neonatus. Tipe
konvulsif adalah tipe yang tersering.2
– Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik
yang melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang
terputus-putus. Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh
hyperpnea retensi CO2. Adanya takikardi dan peningkatan tekanan
darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan
peningkatan laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH
serum dan asidosis respiratorik dan metabolik. Aktivitas kejang
sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak tertangani.
6
• Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)
– Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau
parsial kompleks, karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status
epileptikus non-konvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya
koma.
Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan paranoia,
delusional, cepat marah, halusinasi, tingkah laku impulsif
7
(impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada beberapa kasus
dijumpai psikosis.
– Status Somatomotorik
– Status Somatosensorik
H. Diagnosis
8
I. Diagnosis Banding
Diagnosa banding untuk status epileptikus antara lain adalah:5
• Infeksi
• Catscratch disease
• Kejang demam
• Tumor otak
• Meningitis
• Ensefalitis
• Sinkop
J. Pemeriksaan Penunjang
K. Tatalaksana
• Stabilitas Penderita
9
diambil untuk pemeriksaan darah lengkap, gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin.
Harus diperiksa gas-gas darah arteri untuk melacak adanya asidosis metabolic dan
kemampuan oksigenasi darah. Asidosis di koreksi dengan bikarbonat intravena.
Segera diberi 50 ml glukosa 50% glukosa iv, diikuti pemberian tiamin 100 mg IM.
Pada saat pasien mengalami kejang, diberikan diazepam per rektal dengan
dosis 5 mg suppositoria untuk pasien dengan berat badan(BB) < 12 kg, dan 10 mg
untuk BB ≥ 12 kg. Diazepam dapat diberikan maksimal 2 kali dalam jarak 5 menit.
Dalam waktu 10 menit, anak sudah harus masuk ke rumah sakit atau instalasi gawat
darurat (IGD). Bila kejang belum berhenti, diberi diazepam atau midazolam.
Diazepam diberikan 0,2-0,5 mg/kg secara intravena (IV) dengan kecepatan 2
mg/menit, maksimal diberikan 10 mg. Bila kejang berhenti sebelum obat habis,
obat tidak perlu dihabiskan. Midazolam diberikan 0,2 mg/kg secara IV atau buccal,
maksimal 10 mg. Pemberian secara buccal dapat menggunakan midazolam sediaan
IV/IM, diteteskan pada buccal kanan selama 1 menit dengan menggunakan spuit 1
cc yang telah dibuang jarumnya. Dosis midazolam buccal adalah 2,5 mg untuk bayi
usia 6-12 bulan, 5 mg untuk anak usia 1-5 tahun, 7,5 mg untuk anak usia 5-9 tahun,
dan 10 mg untuk anak usia minimal 10 tahun.1
Bila kejang masih berlanjut sampai lebih dari 60 menit, pasien harus dirawat
di ICU karena kejang merupakan refrakter status epilekptikus. Terapi yang dapat
diberikan adalah midazolam, propofol, atau pentobarbital. Midazolam dibolus 100-
200 mcg/kg IV, maksimal diberikan 10 mg, dilanjutkan dengan infus kontinyu 100
mcg/kg/jam, dosis dapat dinaikan 50 mcg/kg setiap 15 menit. Dosis maksimal yang
10
dapat diberikan adalah 2 mg/kg/jam. Propofol dibolus 1-3 mg/kg, dilanjutkan
dengan infus kontinyu 2-10 mg/kg/jam, sedangkan pentobarbital dibolus 5-15
mg/kg, dilanjutkan infus kontinyu 0,5-5 mg/kg/jam.1
Bila kejang masih berlanjut sampai lebih dari 60 menit, pasien harus dirawat
di ICU karena kejang merupakan refrakter status epilekptikus. Terapi yang dapat
diberikan adalah midazolam, propofol, atau pentobarbital. Midazolam dibolus 100-
200 mcg/kg IV, maksimal diberikan 10 mg, dilanjutkan dengan infus kontinyu 100
mcg/kg/jam, dosis dapat dinaikan 50 mcg/kg setiap 15 menit. Dosis maksimal yang
dapat diberikan adalah 2 mg/kg/jam. Bila bebas kejang selama 24 jam setelah
pemberian midazolam, maka pemberiannya dapat diturunkan secara bertahap
dengan kecepatan 0,1 mg/jam dan dapat dihentikan setelah 40 jam bebas kejang.
Propofol dibolus 1-3 mg/kg, dilanjutkan dengan infus kontinyu 2-10 mg/kg/jam,
sedangkan pentobarbital dibolus 5-15 mg/kg, dilanjutkan infus kontinyu 0,5-5
mg/kg/jam.1
Bila pasien memiliki riwayat status epileptikus, namun saat datang dalam
keadaan tidak kejang, diberikan fenitoin atau fenobarbital 10 mg/kg IV dilanjutkan
dengan pemberian rumatan bila diperlukan. Terapi rumatan yang dapat diberikan
adalah fenitoin 5-10 mg/kg dibagi dalam 2 dosis atau fenobarbital 3-5 mg/kg/hari
dibagi dalam 2 dosis.1
11
NaCl 3%, dengan perhitungan setiap ml/kg NaCl 3% akan meningkatkan natrium
1 mEq/L.9
12
Gambar 2. Penatalaksanaan status epileptikus1
13
L. Komplikasi
14
otak. Edema otak pun dapat terjadi akibat proses inflamasi, peningkatan
vaskularitas, atau gangguan sawar darah otak.1
M. Prognosis
Gejala sisa lebih sering terjadi pada status epileptikus simptomatis, 37%
menderita defisit neurologis permanen dan 48% menderita disabilitas intelektual.
Sekitar 3-56% pasien akan mengalami serangan berulang. Faktor risiko status
epileptikus berulang adalah; usia muda, ensefalopati progresif, etiologi simptomatis
remote, sindrom epilepsi.1
15
BAB III
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
2. Mikati MA, Hani AJ. Status epilepticus. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF,
Geme JWS, Schor NF. Nelson textbook of pediatrics. 20th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2016. p. 2854-5.
8. Ropper AH, Samuels MA. Adams and victor’s principles of neurology. 9th
ed. New York: McGraw Hill; 2009. 304-38.
10. Sperling MA. Hypoglycemia. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, Geme
JWS, Schor NF. Nelson textbook of pediatrics. 20th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2016. p. 787-8.
17