PEMBIMBING :
dr. Dublianus, Sp.An
dr. Tati Maryati, Sp.An
Disusun Oleh :
Elizabet Veren Setiawan 03015065
Nalendra Diwala Narayana 03015129
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih-Nya
sehingga presentasi kasus dengan judul “Sectio Caesarea dengan Regional Anestesi” dapat
diselesaikan. Presentasi kasus ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik bagian Anestesiologi di RSUD Cilegon.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat para konsulen
bagian Anestesiologi RSUD Cilegon, dr. Dublianus, Sp.An dan dr. Tati Maryati, Sp.An
atas bimbingan yang boleh diberikan serta memberi saran dan masukkan sehingga
presentasi kasus ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari akan banyak kekurangan dalam menyusun presentasi kasus ini
dan oleh karena itu kami sangat terbuka menerima berbagai saran, kritik dan masukkan
untuk kami boleh belajar di dalam kekurangan penyusunan presentasi kasus ini.
Demikian presentasi kasus yang kami susun, kiranya boleh bermanfaat bagi
pengetahuan dan pembelajaran oleh pihak dan pembaca pada umumnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
BAB II STATUS ANESTESI..............................................................................................2
I. IDENTITAS.........................................................................................................2
II. ANAMNESIS.......................................................................................................2
III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 9 April 2019, pukul 10:30 WIB)...............5
IV. STATUS FISIK...................................................................................................7
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG.......................................................................7
VI. KESAN ANESTESI............................................................................................7
VII. PENATALAKSANAAN.....................................................................................8
VIII. KESIMPULAN....................................................................................................8
BAB III LAPORAN ANESTESI........................................................................................9
A. Pre-operatif..........................................................................................................9
B. Premedikasi Anestesi..........................................................................................9
C. Tindakan Anestesi...............................................................................................9
D. Pemantauan Selama Tindakan Anestesi.........................................................10
BAB IV ANALISA KASUS..............................................................................................14
BAB V TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................16
I. Definisi................................................................................................................16
II. Klasifikasi Anestesi Regional...........................................................................16
III. Kelebihan dan Kekurangan Anestesi Regional..............................................16
IV. Blokade Sentral.................................................................................................16
1. Anestesi Spinal.......................................................................................................16
2. Anestesi Epidural...................................................................................................21
BAB VI KESIMPULAN....................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................32
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran atau ilmu pengetahuan yang meliputi
pemberian tindakan anestesi, perawatan dan terapi intensif pada pasien tertentu di ruang
perawatan intensif (intensive care unit, ICU), terapi dan perawatan nyeri pada pasien
dengan nyeri pascaoperasi atau pasien nyeri kanker, dan terapi inhalasi seperti pemberian
gas oksigen untuk bantuan pernafasan. Anestesi adalah hilangnya seluruh modalitas dari
sensasi yang meliputi sensasi sakit/nyeri, rabaan, suhu, posisi/proprioseptif, sedangkan
analgesia yaitu hilangnya sensasi sakit/nyeri tetapi modalitas yang lain masih tetap ada.
Nyeri adalah suatu sensasi dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan yang nyata atau dapat pula tidak. Anestesi umum atau general
anesthesia mempunyai tujuan agar dapat: menghilangkan nyeri, membuat tidak sadar, dan
menyebabkan amnesia yang bersifat reversible. Jika pada anestesi umum pasien tidak
sadar, pada anestesi regional pasien masih sadar, tetapi tidak merasakan nyeri.(1)
Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang paling sering
digunakan terutama untuk prosedur bedah pada daerah abdomen bawah serta ekstremitas
bagian bawah. Oleh sebab itu, teknik ini tidak memenuhi trias anestesi karena hanya
menghilangkan persepsi nyeri saja. Jika diberi tambahan obat hipnotik atau sedative,
disebut sebagai balans abestesia sehingga masuk dalam trias anesthesia. Banyak
keuntungan yang diperoleh dari teknik anestesia regional terutama anestesia spinal, antara
lain adalah prosedur pelaksanaan yang lebih singkat, mula kerja cepat, kualitas blokade
sensorik dan motorik yang lebih baik, mampu mencegah respons stres lebih sempurna,
serta dapat menurunkan perdarahan intraoperatif.(2) Blokade nyeri pada anestesi spinal akan
terjadi sesuai ketinggian blockade penyuntikan anestesi local pada ruang subaraknoid
segmen tertentu. Blockade yang dilakukan pada segmen vertebra Lumbal 3-4
menghasilkan anestesi di daerah pusar ke bawah dan biasa dilakukan pada operasi sectio
caesarea, hernia dan apendisitis.
Anestesi dengan spinal atau Sub Arachnoid Blok (SAB) telah banyak digunakan
untuk pasien yang menjalani operasi sectio caesarea. SAB memberi banyak manfaat dan
kemudahan termasuk berkurangnya angka morbiditas dan mortalitas pada maternal
dibandingkan dengan anestesi umum. Pada anestesi spinal ibu tetap sadar dan bisa melihat
lahirnya si buah hati.(3)
1
BAB II
STATUS ANESTESI
I. IDENTITAS
Nama : Ny. Y
Umur : 34 tahun
Agama : Islam
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis :
Pada tanggal 9 April 2019, pukul 09:45 WIB, di ruang Mawar RSUD
Cilegon.
Pasien merupakan pasien kebidanan dengan diagnosis G4P3A0 Hamil 37
minggu dengan KPD 16 jam dan fetal compromised.
A. Keluhan Utama
Pasien datang ke Rumah Sakit pada tanggal 9 April 2019 dengan keluhan
mules sejak semalam pada pukul 21:00 (tanggal 8 April 2019).
2
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Maternal RSUD Cilegon dengan keluhan mules sejak
semalam pada pukul 21:00 (tanggal 8 April 2019) sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga mengeluhkan keluar air berwarna jernih pada pukul 16.00 (tanggal
8 April 2019), tidak terdapat demam, mual, muntah, dan sakit kepala.
H. Riwayat Menstruasi
Pasien menarche pada umur 12 tahun. Menstruasi pasien tidak teratur dan lama
menstruasi selama 7 hari.
3
J. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu
P L Normal Cacat
4
III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 9 April 2019, pukul 10:30 WIB)
B. Status Generalis
Kepala :
Normocephali, rambut berwarna hitam, dan tidak mudah dicabut.
Mata :
Ptosis -/-, eksopthalmus -/-, pupil bulat isokor, refleks cahaya
langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+, konjungtiva anemis
-/-, sklera ikterik -/-
Hidung :
Bentuk normal, septum deviasi (-), rgani (-), nafas cuping hidung (-)
Telinga :
Normotia, nyeri tekan -/-, nyeri tarik rganic -/-, rganic timpani intak +/+
Mulut :
Bibir merah, simetris, sianosis (-), trismus (-), sariawan (-), halitosis (-)
Lidah :
Normoglossia, warna merah muda, lidah kotor (-), deviasi (-)
Gigi Geligi :
Baik, tidak ada pemakaian gigi palsu, karies gigi (-)
Uvula :
Letak di tengah, hiperemis (-)
5
6
Tonsil :
T1/T1, hiperemis (-), kripti melebar (-), detritus (-)
Tenggorokan :
arkus faring simetris, dinding faring posterior hiperemis (-), post nasal
drip (-), penebalan jaringan limfoid (-)
Leher :
Bentuk simetris, hiperemis (-), penonjolan vena jugularis (-), massa (-)
KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar, trakea letak
normal
Thoraks
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris pada saat statis dan dinamis,
deformitas dinding dada (-), jaringan parut (-), bekas luka operasi (-), pulsasi
abnormal (-), gerak napas simetris, precordial bulging (-)
Palpasi : pergerakan toraks simetris saat statis dan dinamis, massa (-), nyeri
tekan (-), vocal fremitus simetris, ictus cordis tidak terlihat, pulsasi abnormal
(-)
Perkusi : Sonor di semua lapang paru, batas jantung normal
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-, S1 normal, S2
normal, regular, murmur (-). Gallop (-)
Abdomen
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-)
Bawah : Akral hangat, CRT <2 detik, sianosis (-), deformitas (-), krepitasi (-)
7
IV. STATUS FISIK
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit, gangguan organik, atau gangguan
kejiwaan. Namun pasien mengalami KPD 16 jam serta fetal distress, sehingga
dapat dikategorikan status fisik pasien ASA I (E).
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tanggal 09 April 2019
8
VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kepada pasien meliputi :
a. Intravena fluid drip NaCl 100 cc + Cefazolin 25 mg/kg.
b. Intravena fluid drip RL 500 cc 20 tpm.
c. Informed consent mengenai tindakan Sectio Caesarea.
d. Konsultasi ke bagian Anestesi.
e. Informed consent pembiusan : dilakukan operasi Sectio Caesarea dengan
regional anestesi dengan klasifikasi ASA I E.
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka :
Diagnosis Pre Operatif : G4P3A0 Hamil 37 minggu, KPD 16 jam dan fetal
compromised.
Status Operatif : ASA I E.
Jenis Operasi : Sectio Caesarea
Jenis Anestesi : Regional Anestesi (Sub Arachnoid Block)
9
BAB III
LAPORAN ANESTESI
A. Pre-operatif
1. Informed Consent (+).
2. Puasa (+) kurang lebih 6-8 jam.
3. Tidak terdapat gigi berlubang, gigi goyang, dan pemakaian gigi palsu.
4. Tidak terdapat riwayat alergi, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung,
dan penyakit paru.
5. IV line terpasang dengan infus RL 500 cc dan mengalir lancar.
6. Keadaan umum tampak sakit sedang.
7. Kesadaran pasien compos mentis.
8. Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Pernafasan : 22 x/menit
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 36,5°C
9. Persiapan Alat :
Meja Spinal yang berisi : Povidone iodine, kassa steril, spuit 5 cc,
Spinocan no.27, dan handscoen.
10. Persiapan Obat :
Ondansentron 4 mg/mL
Regivell 5 mg/mL
Oxytocin 10 IU/mL 2 ampul
Methylergometrine Maleate 0,2 mg/Ml
Tramadol 100 mg/mL
Pronalges Supp 100 mg
B. Premedikasi Anestesi
Sebelum dilakukan tindakan anestesi diberikan Ondansentron 4 mg secara bolus
intravena.
C. Tindakan Anestesi
1. Pasien diminta untuk duduk secara rileks dengan posisi kepala menunduk.
10
2. Tentukan lokasi penyuntikan di L3-L4 di atas titik perpotongan antara garis
lurus yang menghubungkan kedua krista iliaka tertinggi yang akan memotong
prosesus spinosus vertebra lumbal 4.
3. Melakukan tindakan asepsis dan antisepsis dengan menggunakan kassa steril
yang sudah dibasahi dengan povidone iodine.
4. Melakukan penyuntikan di titik L3-L4 paramediana yang sudah ditentukan
sebelumnya menggunakan jarum spinal (spinocan) no.27, kemudian jarum
spinal dilepaskan sehingga hanya tersisa kanulnya. Pastikan bahwa kanul spinal
berada di ruang subaraknoid yang ditandai dengan keluarnya LCS berwarna
jernih. Suntikkan obat anestesi berupa fentanyl 5 mg dengan terlebih dahulu
melakukan aspirasi untuk memastikan kanul spinal masih berada di ruang
subaraknoid, setelah fentanyl disuntikkan sebagian, kembali lakukan tindakan
aspirasi untuk memastikan kanul tidak bergeser, kemudian suntikan fentanyl
seluruhnya.
5. Tutup daerah bekas suntikan dengan kassa steril dan micropore.
6. Pasien diposisikan berbaring kembali di meja operasi.
7. Lakukan test blokade motorik dengan cara minta pasien mengangkat kedua
kakinya secara lurus ke atas, kemudian tanyakan kepada pasien apakah kaki
pasien sudah terasa berat, kesemutan, dan tidak bisa diangkat. Pasien yang
tidak mampu mengangkat kaki secara lurus ke atas menandakan keberhasilan
motorik dan operasi dapat segera dimulai.
11
Lampiran Monitoring Tindakan Operasi :
Laporan Anestesi
1. Diagnosis Pra Bedah : G4P3A0 Hamil 37 minggu dengan KPD 16 jam dan fetal
compromised
2. Diagnosis Pasca Bedah : G4P3A0 Hamil 37 minggu dengan KPD 16 jam dan fetal
compromised
12
3. Penatalaksanaan Preoperasi :
Intravena fluid drip NaCl 100 cc + Cefazolin 25 mg/kg.
Intravena fluid drip RL 500 cc 20 tpm.
4. Penatalaksanaan Anestesi :
Jenis Pembedahan : Sectio Caesarea
Jenis Anestesi : Regional Anestesi
Teknik Anestesi : Sub Arachnoid Block L3-L4, LCS (+), spinocan
no.27
Mulai Anestesi : Pukul 11.30 WIB
Mulai Operasi : Pukul 11.35 WIB
Premedikasi : Ondansentron 4 mg IV
Medikasi : Regivell 5 mg/mL, Oxytocin 10 IU/mL 2 ampul,
Methylergometrine Maleate 0,2 mg/mL, Tramadol
100 mg/mL, Pronalges Supp 100 mg
Respirasi : Pernapasan spontan
13
Tidak mampu ekstensi tungkai : 1
Tidak mampu fleksi lutut : 2
Tidak mampu fleksi pergelangan kaki : 3
14
BAB IV
ANALISA KASUS
Jenis anestesi yang akan dilakukan yaitu Regional Anestesi dengan Teknik Spinal
Anesthesia Subar Achnoid Block Sit Position pada L3-L4. Pasien adalah wanita hamil.
Pasien direncanakan akan dilakukan tindakan Sectio Caesarea. Sebelum dilakukan
operasi, pasien dipersiapkan terlebih dahulu yaitu memastikan infus mengalir lancar, hal
ini dimaksudkan karena pada saat operasi sebagian besar obat-obatan diberikan melalui
jalur intravena, kemudian pemasangan alat-alat tanda vital seperti alat tensi dan alat
saturasi yang bertujuan untuk melihat tekanan darah pasien apakah mengalami hipertensi
atau hipotensi karena beberapa efek obat-obatan anestesi yang dapat mempengaruhi
perubahan tekanan darah dan alat saturasi untuk memantau suplai oksigen darah pasien,
kemudian memastikan pasien dalam keadaan tenang dan operatif.
15
mencegah timbulnya depolarisasi. Dosis Bupivacain intratekal yang dibuktikan sukses
penggunaannya pada Sectio Caesarea berkisar dari 14 – 15 mg. Pada umumnya pasien
hamil membutuhkan dosis anestesi lokal spinal yang lebih kecil dibandingkan pasien yang
tidak hamil. Hal ini disebabkan karena lebih sedikitnya volume cairan serebrospinal pada
kehamilan, pergerakan anestesi lokal hiperbarik kearah sefalad pada posisi terlentang ibu
hamil, dan serabut saraf lebih sensitive terhadap anestesi lokal pada kehamilan.
Bupivacaine 95% berikatan dengan protein plasma dan memiliki rasio fetal maternal yang
rendah (0,2 – 0,4) sehingga Bupivacain yang dapat melewati sawar plasenta minimal.
16
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Anestesi regional merupakan suatu metode yang bersifat sebagai analgesik dengan
menghambat impuls saraf sensorik sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh
diblokir untuk sementara dan pasien dapat tetap dalam keadaan sadar.(1)
Biaya yang dikeluarkan relatif lebih murah karena menggunakan alat yang
minimal dan teknik anestesi yang dilakukan lebih sederhana
Efek regurgitasi/aspirasi yang minimal pada pasien yang tidak puasa.
Komplikasi jalan nafas dan respirasi minimal
Perawatan pasca operasi lebih sederhana
Kontraindikasi Absolut :
Pasien menolak
Infeksi pada tempat suntikan
Hipovolemia berat, syok
Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
18
Tekanan intracranial meninggi
Fasilitas regurgitasi minim
Kontraindikasi Relatif :
Infeksi sistemik
Infeksi sekitar tempat suntikan
Kelainan neurologis
Kelainan psikis
Bedah lama
Penyakit jantung
Hipovolemia ringan
Nyeri punggung kronis
Informed Consent
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui tindakan anestesi
spinal.
Pemeriksaan Fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan punggung dan
lainnya.
Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, PT, dan PTT.
19
Jarum spinal : jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo
runcing, Quincke Babcock) atau jarum spinal dengan ujung pensil
(pencil point,Whitecare)
20
kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum
tersebut. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut
dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dimasukkan
pelan-pelan (0,5 mL/detik) yang diselingi aspirasi untuk meyakinkan
posisi jarum tetap baik.
g. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid dengan anestesi hiperbarik. Jarak antara kulit- ligamentum
flavum dewasa kira-kira 6 cm.(5,6)
Teknik anestesi spinal dibagi menjadi dua yaitu median spinal anestesi dan
paramedian spinal anestesi. Berikut perbedaan antara median dan paramedian
spinal anestesi adalah :
Median Paramedian
Tepat di prosesus spinosus 1,5-2 cm lateral prosesus spinosus
Ligamen yang dilewati : Ligamen yang dilewati : flavum
Supraspinosum, intraspinosum,flavum
Posisi jarum : tegak lurus dengan spinal Posisi jarum : 10-25° dengan spinal
21
Komplikasi Tindakan Anestesi Spinal :
a. Hipotensi berat
b. Bradikardi
c. Hipoventilasi
d. Trauma pembuluh darah
e. Trauma saraf
f. Mual-muntah
2. Anestesi Epidural
Anestesi Epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang
epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini berada diantara ligamentum flavum
dan duramater. Anestesi lokal diruang epidural bekerja langsung pada akar
saraf spinal yang terletak dibagian lateral. Onset kerja anestesi epidural lebih
lambat dibandingkan anestesi spinal. Selain itu kualitas blokade sensoris dan
motoriknya juga lebih lemah.(4)
22
pemandu memasukkan kateter ke ruang epidural. Jarum ini biasanya
ditandai setiap cm.
Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling
populer adalah teknik “loss of resistance” dan “hanging drop”.
23
Gambar 5. Teknik Anestesi Epidural
24
Indikasi anestesi epidural :
a) Kontraindikasi Relatif
- Neuropati perifer
- “Mini-dose” heparin
- Aspirin atau pengobatan anti platelet lainnya
- Penyakit demielisasi system saraf pusat
- Stenosis aorta
- Pasien tidak kooperatif
b) Kontraindikasi Absolut
- Sepsis
- Bakteremia
- Infeksi kulit pada lokasi injeksi
- Hipovolemia berat
- Koagulopati
- Dalam pengobatan dengan antikoagulan
- Peningkatan tekanan intra kranial
- Pasien menolak
Cara penyuntikan
Setelah diyakini posisi jarum atau kateter benar, suntikkan obat anestesi local secara
bertahap setiap 3-5 menit sebanyak 3-5 ml sampai tercapai dosis total. Suntikan terlalu
cepat menyababkan tekanan Salam ruang epidural mendadak Tinggi, sehingga
menimbulkan peninggian tekanan intracranial, nyeri kepala, Dan gangguan sirkulasi
pembuluh darah epidural.
25
- Book motoric: Dari skala Bromage.
1. Ondansentron
Dosis Ondansentron :
26
Mual : PO, 4-8 MG
Mual Diinduksi Kemoterapi dan Radioterapi : PO, 8 mg
Farmakokinetik Ondansentron :
27
Indikasi Bupivacaine :
Dosis Bupivacaine :
Kaudal 37,5-150,0 mg
Infiltrasi/ Blok Saraf Perifer : <150 mg
Blok Plexus Brachialis : 75-250 mg
Epidural : Bolus 50-150 mg & Infus : 6-12 ml/jam
Spinal ; Bolus/infus : 7-15 mg
Spinal Ambulatory (seperti untuk analgesia persalinan : Bolus 1,0-2,5 mg
Farmakokinetik Bupivacaine :
Onset Kerja : Infiltrasi, 2-10 menit; epidural, 4-17 menit; spinal, <1 menit
Durasi Kerja : Infiltrasi/epidural/spinal : 200-400 menit
Efek Samping Bupivacaine :
Hipotensi, Aritmia, Henti Jantung
Gangguan Pernapasan, Henti Napas
3. Tramadol
Tramadol merupakan analgetik opioid, bekerja secara sentral yang
diindikasikan untuk mengobati nyeri sedang sampai berat, baik yang bersifat akut
maupun kronik. Tramadol dapat diberikan peroral, parenteral, intravena,
intramuscular, dalam beberapa penelitian menunjukkan efek samping yang
ditimbulkan oleh karena pemberian tramadol secara bolus intravena diantaranya
adalah mual, muntah, pusing, gatal, sesak nafas, mulut kering dan berkeringat,
selain itu tramadol menunjukkan penggunaannya lebih aman bila dibandingkan
dengan obat analgesik jenis morfin yang lain.(6,7)
Dosis Tramadol : 50-100 mg
28
4. Oxytocin
Oxytocin adalah hormone nonpeptida alamiah yang merangsang kontraksi
otot polos uterus. Obat ini meningkatkan daya dan frekuensi kontraksi ritmik yang
telah ada dan meningkatkan tonus otot uterus. Dosis tinggi dapat menyebabkan
vasodilatasi nyata tetapi bersifat transien, hipotensi, dan flushing disertai takikardia
dan peningkatan curah jantung.
Indikasi Oxytocin :
Inisasi atau perbaikan kontraksi uterus, kontrol perdarahan postpartum.
Dosis Oxytocin : Antepartum : Infus, 1-20 mU/menit; postpartum : Infus, 20-40
mU/menit
Farmakokinetik Oxytocin :
Onset Kerja : IV, hampir segera
Durasi ; IV, <20 menit
Efek Samping Oxytocin :
Aritmia, hipotensi, hipertensi, takikardia
Perdarahan subaraknoid
Mual muntah
Flushing
5. Methergine
Methergine adalah suatu alkaloid ergot semisintetik yang bekerja secara langsung
pada otot polos uterus dan meningkatkan tonus, kecepatan, dan amplitude kontraksi
uterus ritmik.
diperlukan untuk inisiasi dan konduksi impuls. Kemajuan anestesi berkaitan
dengan diameter, mielinasi, dan kecepatan konduksi serabut saraf yang terkena,
dengan urutan hilangnya fungsi saraf sebagai berikut : 1) autonomy, 2) nyeri, 3)
suhu, 4) sentuh, 5) propriosepsi, dan 6) tonus otot rangka.
Onset kerja obat ini cepat dan durasinya jauh lebih lama dibandingkan
dengan zat anestesi lokal lainnya yang sering digunakan. Penambahan epinefrin
meningkatkan kualitas analgesia. Hipotensi disebabkan oleh hilangnya tonus
simpatis seperti pada anestesi spinal atau epidural. Dibandingkan dengan amida
lain (seperti lidokain atau mepivakain), injeksi bupivacaine intravaskuler
menyebabkan lebih banyak terjadinya kardiotoksisitas. Hal ini disebabkan karena
pemulihan yang lebih lambat pada blokade kanal natrium jantung yang diinduksi
29
oleh bupivacaine dan depresi yang lebih besar pada kontraktilitas miokardium dan
konduksi jantung.
Indikasi Bupivacaine :
Dosis Bupivacaine :
Kaudal 37,5-150,0 mg
Infiltrasi/ Blok Saraf Perifer : <150 mg
Blok Plexus Brachialis : 75-250 mg
Epidural : Bolus 50-150 mg & Infus : 6-12 ml/jam
Spinal ; Bolus/infus : 7-15 mg
Spinal Ambulatory (seperti untuk analgesia persalinan : Bolus 1,0-2,5 mg
Farmakokinetik Bupivacaine :
Onset Kerja : Infiltrasi, 2-10 menit; epidural, 4-17 menit; spinal, <1 menit
Durasi Kerja : Infiltrasi/epidural/spinal : 200-400 menit
30
Farmakokinetik Methergine :
Onset Kerja : IV, segera
Durasi Kerja : IV, 45 menit
Efek Samping Methergine :
Hipertensi, hipotensi, nyeri dada
Dyspnea, peningkatan tekanan arteri pulmonalis
7. Pronalges Supp
31
BAB VI
KESIMPULAN
Pasien merupakan pasien kebidanan dengan diagnosis G4P3A0 hamil 3 minggu
dengan KPD (ketuban pecah dini) 16 jam dan fetal compromised. Pasien datang ke rumah
sakit pada tanggal 9 April 2019 dengan keluhan mules sejak semalam pada pukul 21.00
WIB (8 April 2019). Pasien juga mengeluhkan keluar air berwarna jernih pada pukul 16.00
WIB (8 April 2019). Pasien tidak memiliki penyakit sistemik dan tidak memakai gigi palsu
serta tidak mempunyai gigi goyang. Dari pemeriksaan fisik maupun penunjang tidak
terdapat kelainan pada pasien. Berdasarkan American Society of Anesthesiologist
digolongkan dalam ASA 1 (E).
Sebelum menjalani Sectio Caesarea pasien dipuasakan dahulu kurang lebih selama
6-8 jam dan diberikan pre medikasi berupa Ondansentron 4 mg IV dan dilakukan regional
anestesi dengan teknik Sub Arachnoid Block pada L3-L4 dengan menggunakan spinal
needle ukuran 27G. Kemudian disuntikkan Bupivacain 20 mg. Selama operasi berlangsung
diberikan cairan kurang lebih 3 botol RL 50 ml. Setelah operasi selesai pasien diberikan
Methylergometrine Maleate 0,2 mg secara bolus dan Oxytocin 20 IU secara drip untuk
merangsang kontraksi uterus. Setelah itu diberikan Tramadol secara drip melalui infus
untuk mengurangi rasa nyeri pasca operasi.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Pramono A. Buku Kuliah : Anestesi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC ;
2014
2. Amri FI, Wahyudi. Perbandingan Efek Antara Dexamedetomidin Dosis 0.25
mcg/kgBB dan 0.5 mcg/kgBB Intravena Terhadap Durasi Blok Anestesi Spinal
Pada Bedah Ekstremitas Bawah. Jurnal Kesehatan Tadulako 2017 April, 3(2): 1-75
3. Suhanda RM, Bhirowo YP, Widyastuti Y. Perbandingan Antara Durasi Blok
Sensorik dan Motorik pada Seksio Sesarea dengan Spinal Anestesi Kombinasi
Bupivakain 0,5% Hiperbarik 5 mg dan Fentanil 25 mg dengan Bupivakain 0,5%
Hiperbarik 7,5 mg dan Fentanil 15 mg. Jurnal Komplikasi Anestesi 2015 Agustus,
2(3): 20-26
4. Latif SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi 2nd Ed. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2002
5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Regional Anestesia & Pain Management. In
clinical Anesthesiology. 5th ed. New York: Lange Medical Book, Mc Graw Hill,
2013. 289-323
6. Visser L. Epidural Anestesia. Update 2018. Cited 2019 April. Available from :
http:/www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u13/u1311_01.htm
7. Alman KG, Wilson LH. Regional Anaesthesia in Oxford Handbook of anesthesia
fourth edition. Oxford: New York; 2016. 1055-1100
33