Anda di halaman 1dari 14

PATOFISIOLOGI

SEPSIS NEONATORUM

Pembimbing:
dr. Mas Wishnuwardhana, Sp. A

Disusun oleh:
Martina Karolin Koromat
1765050162

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI
PERIODE 25 FEBRUARI – 4 MEI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..…………………………………………………………………........ 1

A. DEFINISI ……… ………………………………………………………………. 2

B. ETIOLOGI………………………………………………………………………. 2

C. KLASIFIKASI…………………………………………………………………... 3

D. PATOFISIOLOGI………………………………………………………………. 3

E. DIAGNOSIS ......................................................................................................... 8

C.1. Manifestasi Klinis.......................................................................................... 8

C.3. Pemeriksaan Penunjang ..............................................................................., 9

E. PENGELOLAAN ……………………………………………………………….. 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 13

A. DEFINISI

1
Sepsis neonatorum adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti
dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan. Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat
beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The
International Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis
dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis
merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat,
renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian. Menurut International
Pediatric Sepsis consensus sepsis adalah suatu keadaan yg memenuhi kriteria SIRS yang
sudah terbukti adanya fokus infeksi.1,2

Tabel 1 Kriteria SIRS


Usia Neonatus Suhu Laju Nadi Laju Nafas Jumlah Leukosit x
Permenit Permenit 103/mm3
Usia 0-7 hari >38,5°C atau > 180/<100 >50 >34
<36,5 °C
Usia 7-30 hari >38,5°C atau > 180/<100 >40 >19,5 atau <5
<36,5 °C

Definisi SIRS pada neonatus ditegakkan bila ditemukan 2 dari 4 kriteria dalam tabel.
Salah satu di antaranya adanya kelainan suhu atau leukosit.2
Tabel 2 Kriteria Infeksi, Sepsis, sepsis Berat, Syok Sepsis
Kriteria Definisi
Infeksi Terbukti infeksi (proven infection) bila ditemukan kuman penyebab,
atau Tersangka infeksi (suspected infection) bila terdapat sindrom
klinis (gejala klinis dan penunjang lain)
Sepsis SIRS disertai infeksi yang terbukti atau tersangka
Syok Sepsis Sepsis dan disfungsi organ kardiovaskular

Seorang bayi memiliki risiko sepsis bila memenuhi dua kriteria mayor atau satu
kriteria mayor ditambah dua kriteria minor. Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat,
prognosis pasien baik; tetapi bila tanda dan gejala awal serta faktor risiko sepsis neonatorum
terlewat, akan meningkatkan angka kematian.

B. ETIOLOGI
Penyebab dari timbulnya sepsis pada neonatus dapat berupa bakteri, virus, jamur, dan
protozoa (jarang). Bakteri penyebab SNAD umumnya berasal dari traktus genitalia maternal
yang tidak menimbulkan penyakit pada ibu seperti Streptococcus Grup B dan bakteri enterik.
SNAL umumnya disebabkan oleh infeksi nosokomial seperti Enterococcus, dan

2
Staphylococcus aureus. Penyebab SNAL lainnya seperti Streptococcus Grup B, E. coli,
Listeria monocytogenes, virus herpes simpleks, enterovirus, serta bakteri Staphylococcus
coagulase-negatif dan jamur Candida albicans yang menjadi penyebab SNAL tersering pada
bayi dengan berat badan lahir rendah.3,4,5

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum diklasifikasikan menjadi sepsis
neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis neonatorum awitan lambat
(late-onset neonatal sepsis). Sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) merupakan infeksi
perinatal yang terjadi segera dalam periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya
diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero. Di negara maju, kuman tersering yang
ditemukan pada kasus SNAD adalah Streptokokus Grup B (SGB) [(>40% kasus)],
Escherichia coli, Haemophilus influenza, dan Listeria monocytogenes, sedangkan di negara
berkembang termasuk Indonesia, mikroorganisme penyebabnya adalah batang Gram negatif.
Sepsis neonatorum awitan dini memiliki kekerapan 3,5 kasus per 1000 kelahiran hidup
dengan angka mortalitas sebesar 15-50%.1
Sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL) merupakan infeksi postnatal (lebih dari 72
jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses
infeksi pasien semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Angka mortalitas
SNAL lebih rendah daripada SNAD yaitu kira-kira 10-20%. Di negara maju, Coagulase-
negative Staphilococci (CoNS) dan Candida albicans merupakan penyebab utama SNAL,
sedangkan di negara berkembang didominasi oleh mikroorganisme batang Gram negatif (E.
coli, Klebsiella, dan Pseudomonas aeruginosa). 5

D. PATOFISIOLOGI
Faktor- faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga
kelompok, yaitu : 6
1. Faktor Maternal
a) Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan
terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus
sosio-ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan
tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi
berkulit putih.

3
b) Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari
20 tahun atau lebih dari 30 tahun).
c) Kurangnya perawatan prenatal.
d) Ketuban pecah dini (KPD).
e) Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
a) Prematurius (berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko
utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari
pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi
pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum
terus menurun, menyebabkan hipogamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga
melemahkan pertahanan kulit.
b) Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya
terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati
plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal
tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak
diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi
imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan
fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
c) Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih
besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor Lingkungan
a) Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan
prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama.
Penggunaan kateter vena/arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat
masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi
akibat alat yang terkontaminasi.
b) Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada
neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga
menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat
ganda.
c) Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme
yang berasal dari petugas (infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
d) Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam
tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli.

4
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa
cara, yaitu : 6
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah
melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah
janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara
lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri
yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena yang
ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi
amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh
bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan
terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus
respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara
tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre
lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman
yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea.
3. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal
melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik,
botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka
umbilikus.

5
Bagan 1. Transmisi bakteri materno - fetal

6
Bagan 2. Pendekatan infeksi bakteri pada neonatus

7
E DIAGNOSIS
E. 1. Manifestasi Klinis
Tanda klinis sepsis neonatorum tidak spesifik, berhubungan dengan karakteristik kuman
penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman. Neonatus dengan sepsis hipertermia,
distres pernapasan, apnea, sianosis, kuning, hepatomegali, hipotermia, anoreksia, letargi,
kesulitan minum, muntah, distensi abdomen, dan diare.2
Tabel 3. Manifestasi klinis sepsis neonatorum
Keadaan umum Demam, hipotermia, “tidak merasa baik”,tidak
mau makan, sklerema
Sistem Gastointestinal Perut kembung, muntah, diare, hepatomegali

Sistem Pernapasan Apnea, dispnea, takipnea, retraksi, grunting,


sianosis
Sistem Saraf Pusat Iritabilitas, lesu, tremor, kejang, hiporefleksia,
hipotonia, refleks Moro abnormal, pernapasan
tidak teratur, fontanela menonjol, tangisan nada
tinggi

Sistem Kardiovaskuler Pucat, mottling, dingin,kulit lembab, takikardi,


hipotensi, bradikardi
Sistem Hematologi Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura,
perdarahan
Sistem Ginjal Oliguria

Neonatus dengan sepsis bakterialis dapat disertai dengan gejala-gejala nonspesifik


atau tanda-tanda fokal infeksi antara lain; temperatur yang tidak stabil, hipotensi, perfusi
buruk (pucat dan atau berbercak-bercak), asidosis metabolik, takikardi atau bradikadi, apnoe,
distres pernafasan, merintih, sianosis, irritable, letargi, kejang, intoleransi makanan, distensi
abdomen, ikterus, petechiae, purpura, dan perdarahan. Manifestasi awal biasanya terbatas
pada gejala pada satu sistem organ saja seperti apnoe saja atau takipnu dengan retraksi atau
takikardi. Tetapi dapat pula langsung bermanifestasi berat dengan disfungsi multiorgan. Bayi
harus dire-evaluasi secara berkala untuk menilai apakah gejala telah berkembang dari ringan
menjadi berat.

Seorang bayi memiliki risiko sepsis bila memenuhi dua kriteria mayor atau satu kriteria
mayor ditambah dua kriteria minor.1

8
FAKTOR RISIKO MAYOR FAKTOR RISIKO MINOR

Ketuban pecah dini >18 jam Ketuban pecah dini >12jam


Demam intrapartum >38 C Demam intrapartum >37,5 C
Korioamnionitis Skor APGAR rendah
Ketuban berbau BBLSR
Denyut jantung janin >160 x/menit Usia kehamilan <37 minggu
Kembar
Keputihan
Infeksi Saluran kemih

E. 2. Pemeriksaan penunjang dan Pemerikssaan Penunjang yang dianjurkan (Septic


Marker) 1
 Hitung leukosit (normal: 5.000-30.000/uL)

 Hitung trombosit (normal: >150.000/uL)

 IT rasio yaitu rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total (normal: <0,2)

Usia 1 hari 3 hari 7 hari 14 hari 1 bulan

IT rasio 0,16 0,12 0,12 0,12 0,12

 CRP (normal: 1,0 mg/dl atau 10 mg/l)

Ada juga pemeriksaan darah yang dilakukan untuk mendukung diagnosis neonatus sepsis
menurut sistem skor
Tabel 4. Sistem skor hematologis untuk prediksi sepsis neonaturum (Kriteria Rodwell)19

Jika jumlah skor lebih atau sama dengan 3 maka kemungkinan besar sepsis.
Septic Workup

9
Yang dimaksud dengan septic workup adalah septic marker dan pemeriksaan kultur
darah. 1 Pendekatan diagnosis dapat dilihat pada algoritma sepsis neonatorum. 6

F. PENGELOLAAN
 Pemilihan antibiotik untuk sepsis neonatorum awitan dini dan awitan lambat
Kombinasi penisilin atau ampisilin ditambah aminoglikosida mempunyai aktivitas
antimikroba lebih luas dan umumnya efektif terhadap semua organisme penyebab
SAD. Kombinasi ini sangat dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas
antibakteri.
Pada infeksi nosokomial lebih dipilih pemakaian netilmisin atau amikasin. Amikasin
resisten terhadap proses degradasi yang dilakukan oleh sebagian besar enzim bakteri
yang diperantarai plasmid, begitu juga yang dapat menginaktifkan aminoglikosida
lain.
Infeksi bakteri Gram negatif dapat diobati dengan kombinasi turunan penisilin
(ampisilin atau penisilin spektrum luas) dan aminoglikosida. Sefalosporin generasi
ketiga yang dikombinasikan dengan aminoglikosida atau penisilin spektrum luas
dapat digunakan pada terapi sepsis yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif.

10
Pilihan antibiotik baru untuk bakteri Gram negatif yang resisten terhadap antibiotik
lain adalah karbapenem, aztreonam, dan isepamisin.
 Pemilihan antibiotik untuk terapi inisial mengacu pada jenis kuman penyebab
tersering dan pola resistensi kuman di masing-masing pusat kesehatan. Segera setelah
didapatkan hasil kultur darah, pemberian antibiotik disesuaikan dengan kuman
penyebab dan pola resistensi. 1,6
 Antibiotik sebaiknya diberikan berupa kombinasi. Selain untuk memperluas cakupan
terhadap mikroorganisme patogen, hal ini penting untuk mencegah resistensi. 2,5
 Divisi Perinatologi RSCM menggunakan obat golongan Ceftazidim sebagai antibiotik
pilihan pertama. Dosis yang dianjurkan 50-100 mg/kg/kali (tergantung beratnya gejala
sepsis), diberikan 2 kali sehari. 1,6
 Untuk kasus infeksi berat, dipakai antibiotik golongan imipenem/meropenem dengan
dosis 25 mg/kg/kali. Frekuensi pemberian 2 kali sehari. 1
 Untuk infeksi jamur dapat dipakai Amphotericin B (Liposomal), dosis 1 mg/kg/hari
dapat ditingkatkan sampai maksimal 3 mg/kg/hari. Pilihan lain adalah Fluconazole,
dosis inisial 6 mg/kg, kemudian 3 mg/kg. Usia ≤1 minggu: setiap 72 jam; usia 2-4
minggu: 48 jam; usia ≥4 minggu: 24 jam. 1

Tatalaksanan suportif (adjuvant)


1. Immunoglobulin intravena
Imunoglobulin intravena saat ini belum dianjurkan untuk pemberian rutin sebagai profilaksis
maupun terapi SNAD. Banyak penelitian mengenai hal ini menggunakan jumlah sampel yang
kecil dan belum ada sediaan imunoglobulin yang spesifik, beberapa efek samping dan
komplikasi telah dilaporkan seperti infeksi, hemolisis, dan supresi kekebalan tubuh pada
pemberian imunoglobulin hiperimun. Pada kondisi tertentu seperti sepsis berat atau infeksi
berulang pada neonatus kurang bulan, ada penelitian yang menganjurkan pemberian
imunoglobulin intravena dengan dosis 500-1000 mg/kg/kali setiap dua minggu.6

2. Transfusi fresh frozen plasma (FFP)


Fresh frozen plasma (FFP) mengandung antibodi, komplemen, dan protein lain seperti C-
Reactive Protein dan fibronektin. Antibodi bayi baaru lahir terbatas pada spesifikasi yang
dihasilkan oleh ibunya, tidak termasuk antibodi protektif terhadap patogen patogen tertentu.
FFP mengandung antibodi protektif, namun dalam dosis 10 ml/kg, jumlah antibodi tidak
adekuat untuk mencapai kadar proteksi pada tubuh bayi. Pada pemberian secara kontinu
(seperti 10 ml/kg setiap 12 jam), kadar proteksi dapat tercapai.6
3. Transfusi sel darah putih

11
Transfusi sel darah putih sebagai terapi ajuvan pada SNAD dan infeksi neonatus umumnya
masih dalam tahap uji coba dan belum dianjurkan penggunaannya. Hanya beberapa pusat
kesehatan di Amerika Serikat yang mampu mengisolasi granulosit untuk sediaan transfusi.
Transfusi granulosit juga potensial mempunyai komplikasi seperti infeksi dan reaksi transfusi
di samping biaya yang tinggi dan teknik pembuatannya yang sulit.

4. Transfusi tukar
Secara teoretis, transfusi tukar menggunakan whole blood segar pada sepsis
neonatorum bertujuan: 1) mengeluarkan/mengurangi toksin atau produk bakteri serta
mediator-mediator penyebab sepsis, 2) memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan
meningkatkan kapasitas oksigen dalam darah, dan 3) memperbaiki sistem imun dengan
adanya tambahn neutrofil dan berbagai antibodi yang mungkin terkandung dalam darah
donor. Transfusi tukar juga memiliki beberapa kelemahan seperti kesulitan teknik
pelaksanaan, potensial terjadinya infeksi, dan reaksi transfusi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Amirullah, Asril. Buku Ajar neonatologi ed1. Ikatan dokter Anak Indonesia. 2009.

2. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Textbook of Pediatrics, Ilmu Kesehatan Anak, edisi
ke 18. Sepsis dan Meningitis Neonatus. Jakarta : EGC, 2004, hal 653-663.
3. Divisi Perinatologi. Sepsis Neonatorum. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSCM. 2007. Jakarta. p403-10

4. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Jilid I Edisi III. 1992. Jakarta: EGC. p67

5. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Neonatologi. IDAI. 2014. hal :
170-185

12
6. Prof.Herry Garna, dr, Sp.A (K), Ph.D. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak, edisi ke-3. Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unpad.
Halaman : 109 – 112.

13

Anda mungkin juga menyukai