Anda di halaman 1dari 22

KLASIFIKASI LEPRA

I.

Pendahuluan
Penyakit kusta adalah penyakit menular kronis dan disebabkan oleh basil tahan

asam Mycobacterium leprae yang bersifat obligat intraselular yang bermanifestasi pada
kulit dan saraf tepi.1,2,3,4
Penyakit kusta memiliki beberapa nama lain, yaitu Hansen disease, Hansenosis,
Hanseniasis atau lepra (leprosy). Nama yang banyak digunakan adalah Morbus Hansen,
penyakit kusta atau lepra. 2,3
Penyakit kusta merupakan salah satu masalah yang serius khususnya bagi negaranegara berkembang. Meskipun Penyakit kusta tidak menyebabkan kematian, tetapi
penyakit kusta dapat menyebabkan deformitas dan kecacatan. 2,3
Dari hasil pencatatan pada tahun 2007 dalam weekly epidemiology of leprosy,
prevalensi terjadinya adalah sekitar 224.717 kasus dari seluruh dunia. Meskipun
prevalensi terjadinya lepra ini telah mengalami penurunan dari tahun 2006 yaitu sekitar
259.017, tetapi penyakit kusta masih menjadi kekhawatiran khususnya pada negaranegara berkembang. 5
Prevalensi kejadian penyakit kusta tertinggi ditemukan pada negara-negara
berkembang seperti, Asia, Afrika, Amerika tengah dan amerika selatan. Hal ini mungkin
berhubungan dengan rendahnya standar kehidupan, higiene yang rendah, serta iklim yang
tropis. 5
Gambaran klinis penyakit kusta telah ditemukan pada awal 600 SM di India dan
200 SM di Cina dan Jepang. Sekitar abad ke-19, Danielssen dan Boeck memaparkan
gambaran klinis pertama untuk penyakit kusta dan pada tahun 1870, Gerhard Handrik
Araunauer Hansen, melakukan penyelidikan mikrobiologi dan epidemiologi dari
mycobacterium leprae. 3
Pada tahun 1952, WHO mengklasifikasikan penyakit kusta. Pada tahun 1953 di
Madrid dikeluarkan international system of classification. Tahun 1966, Ridley dan
Jopling mengeluarkan klasifikasi serupa berdasarkan status imun pasien. 3

Penyakit kusta pertama kali diklasifikasikan pada tahun 1848 di manila yang
disebut dengan klasifikasi pre Manila. 3
Klasifikasi yang sekarang banyak digunakan yaitu klasifikasi WHO dan klasifikasi
Ridley & Jopling. Pada makalah ini, akan dibahas mengenai klasifikasi Madrid,
klasifikasi WHO, dan klasifikasi Ridley & Jopling.
Klasifikasi Lepra
Penyakit kusta memiliki manfestasi klinis bervariasi, hal ini bukan disebabkan
karena strain Mycobacterium leprae yang berbeda melainkan akibat perbedaab respon
jaringan host terhadap basil Mycobacterium leprae. Jika resisten host terhadap basil ini
tinggi, akan muncul gejala ringan dan lokal. Jika tidak ada resistensi host terhadap basil
mycobacterium leprae, akan muncul gejala berat dan luas. Antara kedua bentuk ini
terdapat spektrum variasi yang luas dalam resistensi yang bermanifestasi menjadi
beberapa bentuk intermediate lepra. 4,6
Dalam perkembangan terdapat beberapa klasifikasi , yaitu : klasifikasi pre Manila
(1848), klasifikasi manila (1931), klasifikasi Kairo (1938), klasifikasi PAN Amerika
(1946), klasifikasi havana (1948), klasifikasi WHO & revisi (1952) international system
of classification (Madrid, 1953), klasifikasi india original (1953) & revisi (1981),
klasifikasi Ridley & Jopling (1962), dan klasifikasi job & chacko (1981). 6
Tujuan pengklasifikasian penyakit kusta adalah : 7
1. Menentukan jenis dan lamanya pengobatan penyakit.
2. Memberikan gambaran sistem imun penderita.
3. Memperkirakan beratnya komplikasi yang dapat ditimbulkan.
4. Menentukan waktu penderita dinyatakan RFT.
5. Memperkirakan prognosis penyakit.
6. Untuk kepentingan penelitian.

Suatu sistem klasifikasi mempunyai nilai yang penting dalam berbagai penyakit.
Ini sangat penting dalam penyakit kron is, misalnya penyakit kusta yang mempunyai
manifestasi klinis yang sangat bervariasi yang berhubungan dengan perbedaan dalam
immunologis, histologis, evolusi, dan epidemiologis.12
Diagnosis penyakit kusta didasarkan adanya cardinal sign (gejala-gejala utama)yaitu :
1.

Lesi kulit yang mati rasa yang dapat berbentuk hipopogmentasi atau erimatous.
Penebalan saraf yang disangguan fungsi saraf
3.
Adanya basil tahan asam pada skin smear 12,13,14
Jika ditemukan salah satu tanda di atas dapat digunakan untuk mendiagnosis
penyakit kusta. Setelah seseorang didiagnosis menderita kusta, maka selanjutnya dapat
2.

ditentukan tipe atau klasifikasi penyakit kusta yang diderita.11, 12


Dasar utama daripada klasifikasi sebaiknya memperhatikan manifestasi klinis
yang berhubungan dengan morfologi lesi kulit, dan manifestasi neurologis, pemeriksaan
bakteriologis dari apusan lesi

kulit. Juga perlu diperhatikan hubungannya dengan

immunologis dan gambaran histopatologis.12


Penyakit Kusta dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal yaitu :
a.
Manifestasi Klinik, yaitu jumlah lesi kulit, jumlah saraf yang terganggu.
b.
Hasil pemeriksaan bakteriologis, yaitu skin smear basil tahan asam (BTA) positif
atau negatif. Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan bila diagnosis
meragukan.11

Klasifikasi Madrid

Pada kongres internasional lepra, madrid (1953), disusun suatu klasifikasi


penyakit kusta yang identik dengan klasifikasi PAN Amerika original dengan 2 perbedaan
utama. Pertama, golongan "uncharacteristic" diubah menjadi "indeterminate" seperti
yang direkomendasikan pada kongres Havana dan kongres PAN Amerika ke-3; kedua,
ditambahkan grup baru "borderline" seperti yang direkomendasikan WHO expert
committee on leprosy (1952). 6
Klasifikasi Madrid : 6
Lepromatous type (L)
Macular
Diffuse
Infiltrated
Nodular
Neuritic, pure
Tuberculod type (T)
Macular (Tm)
Minor tuberculoid (micropapuloid) (Tt)
Major tuberculoid (plaques, annular lesions, etc.) (TT)
Neuritic, pure (Tn)
Indeterminate group (I)
Macular (Im)
Neuritic, pure (In)
Borderline (dimorphous) group (B)
Infiltrated

Catatan : "type" menyatakan stereotipe klinis dan biologis yang memiliki karakteristik
stabilitas yang jelas. "group" menggambarkan perbedaan yang kurang jelas atau
karakteristik positif yang kurang, kurang stabil, dan kurang julas dalam perubahan yang
terjadi. "variety" menyatakan subdivisi dari tiap tipe dan grup. 6
Kelebihan klasifikasi madrid terletak pada pengidentifikasian dan pendefenisian
penyakit kusta menjadi 2 tipe yang berbeda dan 2 grup dengan variasi ada setiap grup dan
tipe. 6

Klasifikasi Ridley-Jopling
Ridley dan Jopling, pada tahun 1962 merupakan yang pertama yang mengusulkan
pembagian klasifikasi penyakit kusta berdasarkan gambaran imunologis dan histologis.
Klasifikasi ini merupakan klasifikasi dengan deskripsi spektrum granulomatosa penyakit
kusta yang paling detail. Klasifikasi ini mengintegrasikan baik perubahan klinis maupun
perubahan histologis. Ridley dan Jopling mengusulkan pembagian subgroup spectrum
kusta yang luas ini menjadi 3 berdasarkan gambaran imunologisnya, yakni yang lebih
menyerupai tuberkuloid, diantara tuberkuloid dan lepromatosa, dan yang lebih
menyerupai lepromatosa. Dan untuk mendeskripsikan pembagian ini dengan lebih jelas,
mereka memberikan symbol untuk ketiga subgroup ini sehingga diperoleh 5 simbol
yakni, TT (Tuberkuloid), BT (Borderline tuberkuloid), BB (Borderline), BL (Borderline
Lepromatous), dan LL (Lepromatous Leprosy). TT merupakan tipikal tuberkuloid dan LL
adalah tipikal lepromatosa. 4,6
Pada perkembangan selanjutnya pada tahun 1966, Ridley dan Jopling
menciptakan sebuah klasifikasi penyakit kusta berdasarkan pada gambaran klinis,
bakteriologis, histologis, respon imunologis host terhadap M. leprae dan spectrum
granulomatosa selanjutnya LL dibagi menjadi LLp dan LLs yang menggambarkan LL
tipe polar (p) atau sub-polar (s). 4,6,8
Klasifikasi Ridley ini terdiri dari enam jenis spektrum granulomatosa, bervariasi
dari resistensi host terhadap M. leprae yang tinggi sampai resistensi yang rendah yakni,
TT (tuberkuloid polar), BT (tuberkuloid borderline), BB (borderline), BL (lepromatous
borderline), LLs (lepromatous subpolar), LLp (lepromatous polar). 4
Gambaran spectrum penyakit kusta hasil ciptaan Ridley-Jopling sebagai berikut:

TT BT BB BL LLs LLp
Berdasarkan konsep, TT dan LLp stabil secara klinis, tetapi diantara keduanya,
gambaran granulomatosa host dapat berubah sesuai dengan yang dijelaskan dalam tanda
panah, dimana gambaran granulomatosa host dapat meningkat (up grading) ke tingkat
yang lebih tinggi, sering disertai dengan inflamasi yang merusak atau dapat pula menurun
ke tingkat yang lebih rendah, biasanya tanpa gejala dan jarang terjadi inflamasi. Pasien

BT dapat meningkat menjadi TT dan menjadi stabil, tetapi pasien LLs tidak dapat
menurun menjadi LLp dan LLp juga tidak dapat meningkat menjadi LLs. Diduga,
gambaran granulomatosa pasien merupakan akibat dari derajat imunitas yang dimediasi
oleh sel (cell mediated immunity) secara langsung melawan M. Leprae. 4
Leprosy tuberkuloid polar (TT)
Pada TT, imunitas cukup baik sehingga terdapat kemungkinan terjadi
penyembuhan spontan dan tidak terdapat down grading. Lesi primer kulit pada TT adalah
plak yang berukuran tidak lebih dari 10 cm, yang berbentuk anular berbatas tegas, dapat
eritem atau hipopigmentasi, bersisik dan kering serta tidak berambut. Tepi lesi berbatas
tegas, sedikit meninggi,dan bagian tengah nampak penyembuhan sentral, tetapi secara
klinis kemungkinan terdapat variasi. Lesi biasanya soliter, hal ini dapat dibandingkan
dengan lesi yang berubah dari TT menjadi BT dimana terdapat lesi multipel yang
berjumlah tidak lebih dari tiga.

Saraf sensoris di sekitarnya dapat membesar, dapat juga tidak, tetapi karakteristik
lesi anestesi dan anhidrotik. Hasil pemeriksaan BTA negatif, sedangkan hasil tes lepromin
positif kuat.

4,9

Umunya, gambaran histopatologi pada tipe ini tampak atrofi epidermis. Pada
dermis tampak peradangan granulomatosa yang terdiri dari kumpulan sel epiteloid dan sel
raksasa Langhans yang dikelilingi oleh limfosit. Granuloma tersebut menempel pada
epidermis sehingga tidak terlihat tampak sub-epidermal clear zone. Sangat jarang
ditemukan basil tahan asam pada granuloma, dan jika ada, lebih sering ditemukan pada
area nekrotik. 6
Gambar 1
Tuberkuloid (TT)
Suatu lesi yang bergerigi, berwarna merah muda superfisial,
meninggi, dan tepi bergranula halus, bagian sentral tidak merasa
terhadap sentuhan dan rasa sakit. 9

Gambar 2
Gambaran histopatologis kulit kusta tipe
TT.
Tampak granuloma tuberkuloid dengan
banyak

sel

Langhans

berkelompok.
subepidermal clear

dan

Tidak

limfosit
terdapat

zone dan tidak

ditemukan basil.7

Leprosy tuberkuloid borderline (BT)


Pada BT, resistensi imunologis masih cukup kuat untuk mengendalikan infeksi
sehingga penyakit dibatasi dan pertumbuhan basil melambat, tetapi respon host tidak
mencukupi untuk menyembuh sendiri. Pasien ini agak kurang stabil, resistensi dapat
meningkat (up grading) menjadi TT atau menurun (down grading) menjadi BL. 4
Lesi kulit yang utama pada BT adalah plak dan papul. Seperti pada TT, sering
tampak konfigurasi anular, berbatas tegas, tetapi pada lesi anular atau plak dapat tampak
papul satelit. Hipopigmentasi dapat tampak jelas pada pasien dengan kulit gelap.
Berlawanan dengan TT, terdapat sedikit atau tidak ada sama sekali sisik, lebih kurang
eritem, lebih kurang indurasi dan elevasi, tetapi lesi dapat lebih besar dari 10cm, lesi
tunggal sering mencakup sepanjang ekstremitas. Lesi multipel yang asimetrik merupakan
gambaran utama, tetapi lesi yang soliter mungkin didapatkan. 4
Kehilangan sensasi dan keterlibatan saraf berupa pembesaran atau kelumpuhan
juga merupakan ciri utama, serta keterlibatan saraf biasanya tidak lebih dari dua dan
asimetris. 4
Atrofi epidermis pada tipe ini tergantung dari perluasan dan ukuran granuloma.
Granuloma terdiri dari banyak sel epiteloid dan sedikit sel raksasa Langhans yang
tersebar dan limfosit. Tampak sub-epidermal clear zone memisahkan epidermis dari
granuloma. Hasil pemeriksaan BTA positif ringan sedangkan hasil tes lepromin positif
lemah. 6,8,9

Gambar 3
Tuberkuloid borderline (BT)
Lesi-lesi yang besar dan luas yang memperlihatkan
penyembuhan dengan daerah-daerah clear centre yang
luas yang dikelilingi oleh batas-batas luar dalam yang nyata,
sedikit meninggi, daerah-daerah sentral ini anestesi. 9

Gambar 4
Gambaran histopatologis kulit kusta tipe BT.
Tampak

granuloma

tuberkuloid

dengan

pembentukan kaseosa pada N. Auricularis


magnus pasien BT. Tampak hanya sedikit basil
berkelompok. 7

Leprosy borderline (BB)


BB merupakan titik tengah imunologis atau daerah tengah dari spektrum
granulomatosa, menjadikan BB sebagai daerah yang paling tidak stabil dengan perubahan
yang cepat pada pasien. Terjadi up grading ataupun down grading menjadi gambaran
granulomatosa yang lebih stabil dengan ataupun tanpa reaksi klinis. 4
Karakteristik perubahan kulit pada tipe ini adalah lesi beberapa sampai banyak
berbentuk anular dengan batas luar dan batas dalam yang tegas atau berupa pita-pita yang
tebal atau plak besar dengan pulau-pulau kulit normal di dalam plak sehingga tampak
sebagai gambaran keju Swiss (Swiss cheese appearance). 4,9
Keterlibatan saraf pada kusta tipe ini asimetris dan tersebar luas. Pembesaran
saraf dapat halus, teratur atau berbenjol, tidak teratur. Lesi anestesi derajat sedang. 8,10

Kusta tipe BB sangat tidak stabil sehingga gambaran histopatologi tipe BB jarang
didapatkan. Pada umumnya tampak epidermis yang atrofi dan dipisahkan dari granuloma
oleh sub-epidermal clear zone. Granuloma terdiri dari campuran sel epiteloid, makrofag,
dan limfosit. Hasil pemeriksaan BTA pada umumnya positif dan tes lepromin negatif. 6,9

Gambar 5
Borderline (BB)
Disini didapati pita-pita (bands) yang mengalami infiltrasi
erythematosa, tidak teratur, mengelilingi suatu daerah immune
yang luas, terletak disentral serta anastetik. Tepi dalam dari lesi
justru berbatas lebih tegas bila dibandingkan dengan tepi luarnya.
9

Leprosy lepromatosa borderline (BL)


Pada BL, resistensi imunologis terlalu rendah untuk mengendalikan proliferasi
basil secara signifikan tetapi masih cukup untuk menginduksi inflamasi yang dapat
merusak jaringan, terutama saraf. 4
BL merupakan kategori dengan variasi gambaran klinis yang cukup tinggi. Pada
tipe ini, jumlah lesi bervariasi dari soliter sampai banyak dan tersebar luas., simetris,
berkilat, dapat hipopigmentasi ataupun eritematosa. Karakteristik utama berupa gambaran
lesi anular dengan batas luar yang kurang jelas (lepromatosa like) tetapi dengan batas
dalam yang jelas (tuberkuloid like). Plak dengan batas tegas maupun tidak tegas disertai
gambaran punched out atau Swiss cheese dapat ditemukan. 4,8
Lesi kulit seringkali hipestesi atau anestesi, tetapi tidak harus selalu demikian.
Kelumpuhan saraf paling sering terjadi pada BL, tetapi dapat bervariasi dari tidak ada
defisit neurologis sampai defisit neurologis serius baik motorik maupun sensorik yang
dapat terjadi pada keempat ekstremitas. 4

10

Epidermis selalu tampak atrofi dan tampak sub-epidermal clear zone yang
memisahkan epidermis dari granuloma. Makrofag tampak memiliki granulasi sitoplasma
berwarna merah jambu dan kebanyakan berubah manjadi seperti busa (foamy).
Pemeriksaan BTA memperlihatkan banyak basil di dalam makrofag, sel Schwann, sel
endotel, dan otot erector pilli. Hasil tes lepromin adalah negatif. 6,8
Gambar 6
Lepromatosa borderline (BL)
Plakat-plakat yang tebal eritematosa pada wajah dan kedua
telinga. Lesi-lesi tidak berbatas jelas, dan selain itu tidak
memperlihatkan gangguan rasa. 9

Gambar 7
Gambaran histopatologis kulit kusta tipe BL.
Tampak kumpulan saraf dengan globi dan limfosit
yang banyak di sekitarnya. Tampak sebagian
makrofag mengandung basil, dan sebagian lagi
tidak.9

Gambar 8
Gambaran histopatologis kulit kusta tipe BL.
Tampak proliferasi sel Schwann yang mengandung
basil, dengan makrofag berbasil di sekitarnya.
Terlihat limfosit tidak terlalu banyak.

11

Leprosy lepromatosa
Pada LL, kurangnya Cell mediated immunity terhadap M.leprae mengakibatkan
replikasi basil yang tidak terbatas dan tersebar secara luas, serta mengenai banyak organ.
Lesi multipel dan simetris, berupa makula eritematosa kemudian mengalami indurasi
diikuti pembentukan nodul berwarna seperti kulit dengan batas tidak tegas merupakan
karakteristik lesi, biasanya dengan diameter sampai 2cm.

4,8

Infiltrasi dermal yang difus selalu ada dan dapat bermanifestasi sebagai pelebaran
pangkal hidung dan pembengkakan fusiform pada jari-jari yang mirip dengan penyakit
reumatik. Melalui proliferasi basil yang progresif, infiltrasi seluler lebih lanjut, dan
penebalan dermis, kulit membentuk lipatan-lipatan yang tampak sebagai leonine faces
disertai lesi-lesi noduler. 4
Rambut rontok sering terjadi pada alis, dimana prosesnya terjadi dari lateral ke
medial, juga dapat terjadi pada bulu mata dan ekstremitas, keterlibatan kulit kepala jarang
terjadi. Hilangnya fungsi berkeringat karena keterlibatan saraf simpatis sering terjadi
tetapi jarang sangat luas sehingga menyebabkan terjadinya intoleransi terhadap panas.
Hipestesi pada lesi dapat terjadi dan dapat juga tidak, tetapi pada kebanyakan kasus
terjadi hipestesi pada lesi. Anestesia akral distal yang simetris dapat terjadi dan sangat
berat sampai menyebabkan perubahan bentuk tangan maupun kaki. 4
Pada LLs, lesi-lesi kulit sangat menyerupai lesi-lesi penyakit kusta LL yang polar
namun demikian masih dapat ditemui sejumlah kecil sisa-sisa lesi dari kusta borderline
yang asimetris. Petunjuk klinis LLs adalah daerah lesi berbatas tegas yang mungkin
merupakan sisa dari lesi BL pada pasien yang mengalami down grading menjadi LLs.
Disamping itu juga terdapat kerusakan saraf tepi yang asimetris dengan pembesaran
saraf. Pada tipe ini alis mata bisa kita temui masih baik. 4,9
Pada pemeriksaan histopatologi, epidermis selalu atrofi dan menipis. Tampak subepidermal clear zone yang memisahkan epidermis dari infiltrasi seluler yang hampir
seluruhnya terdiri dari makrofag. Sitoplasma makrofag menjadi seperti busa (foamy) dan
bervakuola. Hanya sedikit limfosit tersebar disekitar makrofag. Pada pemeriksaan BTA
didapatkan kumpulan-kumpulan basil pada sel Schwann, sel perineurial, makrofag, sel
endotel, otot erektor pilli, kelenjar keringat dan sebasea dan folikel rambut. Hasil tes
lepromin negatif. 6,8

12

Gambar 9
Sub-polar lepromatosa (LLs)
Disini didapati infiltrat dan makula eritematosa yang tersebar
secara simetris dengan adanya suatu plakat tipe borderline yang
terdapat pada bokong kiri, suatu hal yang sangat jarang
ditemukan. 9

Gambar 10
Polar lepromatosa (LLp)
suatu kasus penyakit kusta lepromatosa yang sudah lanjut
dengan infiltrat-infiltrat yang difus dan tersebar simetris,
terlihat adanya nodul-nodul pada wajah dan kedua telinga
serta madarosis. 7
Gambar 11
Gambaran histopatologis kulit kusta tipe LL.
Epidermis dipisahkan dari granuloma oleh
subepidermal clear zone, yang khas pada tipe
lepromatosa dan borderline. Terdapat infiltrasi
masif pada dermis yang terdiri dari makrofag.
10

Gambar 12
Gambaran histopatologis kulit kusta tipe LL.
Tampak basil yang keluar dari lapisan perineural
saraf pada pasien kusta LL. Beberapa basil
membentuk globi. Terjadi pembengkakan saraf.
Tidak tampak limfosit disekitar saraf. 7

13

Tipe indeterminate
Tipe ini merupakan stadium awal dari penyakit kusta. Lesi terdiri dari makula
hipopigmentasi tunggal atau makula eritematosa dengan atau tanpa gangguan sensoris.
Permukaannya rata dan licin, tidak ditemui tanda-tanda ataupun perubahan tekstur kulit.
Batas-batas yang terlihat kadangkala tegas tetapi pada umumnya agak semu. Lesi
biasanya terdapat pada bagian kulit yang terbuka. Apusan kulit (skin smear) biasanya
negatif. Tipe indeterminate dapat sembuh dengan spontan, atau tetap tidak tergolongkan
pada stadium ini, atau mengalami progresi ke salah satu dari tipe yang lain. 2,9
Pada umunya epidermis terlihat normal atau dapat tampak atrofi pada sebagian
area. Bisa terdapat infiltrasi sel limfosit sebagai respon inflamasi di sekitar adneksa kulit,
pembuluh darah, kelenjar keringat dan sebasea, dan saraf. Tidak ada granuloma. Pada
pemeriksaan BTA bisa didapatkan satu atau lebih basil pada saraf, atau daerah lain. Tetapi
bisa juga hasil pemeriksaan BTA negatif. Hasil tes lepromin dapat positif ataupun negatif.
6,8

Gambar 13
Indeterminate (I)
Satu makula hipokromik yang tidak nyata, berbatas tidak
tegas pada sisi luar lengan bawah tangan kanan. Perubahan
permukaan kulit sedikit dan anestesi tidak nyata. 9

Gambar 14
Kusta indeterminate (I)
Tampak proliferasi sel schwann dengan basil berkelompok di
dalam jaringan saraf dengan atau tanpa limfosit. 7

14

Tabel karakteristik klasifikasi Ridley-Jopling 4,8,9


Karakteristik

Indeterminate

Kutaneus

Lesi 1 atau
sedikit, berupa
makula
berbentuk
anular berbatas
tegas,
dapat
eritem
atau
hipopigmentasi,
bersisik
dan
kering
serta
tidak
berambut.,
lebih
sering
pada
ekstremitas,
bokong
atau
wajah

Perubahan
neuropatik

Lesi hipestesi
derajat ringan,
tidak
ada
pembesaran
saraf perifer

Tuberkuloid
(TT polar)
Lesi 1 atau
sedikit,
berbatas
tegas, berupa
makula
bersisik atau
plak, kadangkadang
dengan tepi
yang
meninggi

Tuberkuloid
borderline (BT)
Lesi
sedikit
sampai
banyak,
berupa
plak
eritema
atau
hipopigmentasi
dengan permukaan
bersisik
dan
berbatas
tegas
kadang
terdapat
lesi satelit yang
biasanya anular

Borderline (BB) Lepromatosa


borderline (BL)
Beberapa plak Lesi
banyak,
dengan
area simetris, berupa
sentral berbatas daerah
tegas
Dapat eritematosa,
juga
berupa berkilat.
infiltrasi
Kadang berupa
eritematosa
makula, papul,
ireguler dengan nodul
daerah sentral hipopigmentasi
yang
tidak dengan
tepi
terlibat (Swiss melandai. Bisa
cheese
didapatkan
appearance).
(Swiss
cheese
appearance)

Lesi anestesi,
kadang
terdapat
pembesaran
saraf
pada
area lesi

Lesi
anestesi, Lesi
anestesi
beberapa
saraf derajat sedang,
perifer asimetris tersebar
luas,
terlibat
dan keterlibatan
saraf
perifer
asimetris

Lesi hipestesi
atau
anestesi,
tersebar
luas,
dan keterlibatan
saraf
perifer
sering terjadi,

Lepromatosa
(LL)
Lesi
multipel
dan
simetris.
Berupa makula
eritematosa,
berwarna seperti
tembaga,
kemudian
mengalami
indurasi diikuti
pembentukan
nodul
pada
wajah terutama
telinga
dan
hidung,
ekstremitas
terutama sendi
dan
badan.
Dapat
terjadi
madarosis pada
alis,dan ulserasi
mukosa hidung.
Biasanya tidak
ada gangguan
sensoris
pada
stadium awal,
berikutnya
terjadi neuropati

15

Gambaran
Epidermis
histopatologis normal atau
dapat atrofi.
Terdapat
infiltrasi sel
limfosit
Tidak ada
granuloma

Bakterial
indeks

Nol
(pausibasilar)

Epidermis
atrofi.
Terdapat
granuloma
terdiri dari sel
epiteloid dan
sel
raksasa
Langhans..
Tidak ada sub
epidermal
clear zone.
Nol
(pausibasilar)

Tes lepromin

Bervariasi

Positif kuat

Epidermis atrofi.
Terdapat
granuloma terdiri
dari sel epiteloid
dan sel raksasa
Langhans.
Terdapat
sub
epidermal clear
zone.

Epidermis
atrofi. Terdapat
granuloma
terdiri dari sel
epiteloid,
,
makrofag, dan
limfosit.
Terdapat
sub
epidermal clear
zone.

dapat simetris perifer simetris


ataupun
pada lengan dan
asimetris.
tungkai disertai
anestesia
stocking dan
glove
dan
anestesia saraf
wajah. Terdapat
keterlibatan
mata
(konjunctiva,
kornea dan iris)
Epidermis
Sitoplasma
atrofi. Terdapat makrofag foamy
sub epidermal dan bervakuola.
clear
zone. Hanya sedikit
Banyak basil di limfosit. Sangat
dalam
banyak basil di
makrofag.
dalam
makrofag.
Terdapat
sub
epidermal clear
zone.
+4
+5 +6 atau lebih
(multibasilar)
(multibasilar)

Nol atau sedikit +2


+3
(pausibasilar atau (multibasilar)
multibasilar)
Positif lemah
Negatif
Negatif

Negatif

16

Klasifikasi WHO
Klasifikasi ini dikembangkan oleh kelompok ahli WHO pada tahun 1982

dan

khusus dimaksudkan untuk pengobatan pada kondisi lapangan. Dalam klasifikasi ini
seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam dua tipe yaitu tipe Pausibasiler (PB) dan
Multibasilar (MB). Dasar dari klasifikasi ini adalah negatif dan positifnya basil tahan
asam (BTA) dalam skin Smear.10,11
Yang dimaksud dengan Tipe Multibasiler berarti mengandung banyak basil yaitu
tipe Lepromatouse (LL), tipe Boderline Lepromatous (BL), dan Boderline (BB) pada
klasifikasi Ridley-Jopling dengan indeks bakteri (IB) lebih dari 2+, sedangkan Tipe
Pausibasiler berarti mengandung sedikit basil yaitu tipe Intermediate (I), Tuberkuloid
(TT), dan Boderline Tuberkuloid (BT) dengan indeks bakteri (IB) kurang dari 2+.12,15,10
Untuk kepentingan program pengobatan pada tahun 1987 telah terjadi perubahan.
Yang dimaksud dengan kusta PB adalah Kusta dengan BTA (Basil Tahan Asam) negativ
pada pemeriksaan kulit, yaitu tipe-tipe I, TT dan BT menurut klasifikasi Ridley- Jopling.
Bila pada tipe-tipe tersebut disertai BTA positif, maka akan dimasukkan ke dalam kusta
MB. Sedangkan kusta MB adalah semua penderita kusta tipe BB,BL dan LL atau apapun
klasifikasi klinisnya denga BTA positif, harus diobati dengan rejimen MDT-MB.11,15
Terkadang, pada kondisi lapangan, klasifikasi hanya didasarkan pada gambaran
klinik dari penyakit kusta yang diderita. Dalam keadaan ragu ragu untuk
mengklasifikasikan tipe penyakit kusta yang diderita, konfirmasi klasifikasi akan
dilakukan oleh Wasor Kabupaten / Propinsi, termasuk kemungkinan melakukan
pemeriksaan hapusan kulit (skin smear). Namun jika fasilitas dan perangkat laboratprium
tidak memungkinkan untuk mendapatkan hasil yang dapat dipercaya, penyakit dapat
diklasifikasikan sebagai Tipe Multibasiler (MB).11
Dasar dari klasifikasi dari WHO ini adalah jumlah bercak yang mati rasa (bercak
kusta), adanya jumlah penebalan saraf tepi yang disertai dengan adanya gangguan fungsi
yang dapat berupa kurang / mati rasa atau kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf
yang bersangkutan dan positif / negatifnya BTA (basil tahan asam).8,11

17

Pedoman utama untuk menentukan klasifikasi / tipe penyakit kusta menurut WHO adalah
sebagai berikut :
Tabel I. Klasifikasi MH menurut WHO 11
Tanda utama
Bercak kusta
Penebelan saraf tepi yang

PB
Jumlah 1 s/d 5
Hanya satu saraf

MB
Jumlah lebih dari 5
Lebih dari satu saraf

BTA negatif

BTA positif

disertai dengan gangguan


fungsi (gangguan fungsi
bisa berupa kurang / mati
rasa atau kelemahan otot
yang dipersarafi oleh saraf
yang bersangkutan)
Sediaan hapusan

Tabel II.Tanda lain yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan klasifikasi


penyakit kusta 11
Kelainan kulit dan hasil

PB

pemeriksaan
1. Bercak (makula) mati rasa
a. Ukuran
Kecil dan besar
b. Disstribusi
Unilateral atau
c. Konsistensi
d. Kehilangan rasa pada

bilateral asimetris
Kering dan kasar
Selalu ada dan jelas

bercak
e. Kehilangan kemampuan

b. membrana mukosa
(hidung tersumbat,

Kecil-kecil
Bilateral asimetris
Haus,berkilat
Biasanya tidak jelas,jika
ada terjadi yang sudah

Selalu ada dan jelas

berkeringat,bulu rontok
pada bercak
f. Batas
2. Infiltrat
a. Kulit

MB

lanjut
Biasanya tidak jelas,jika
ada terjadi yang sudah

tegas

lanjut
Kurang tegas

Tidak ada

Ada,kadang kadang tidak

Tidak pernah ada

ada
Ada,kadang kadang tidak
ada

18

perdarahan di hidung)
3. ciri-ciri

Central

- punched out( lesi bentuk

healing(penyembuhan

seperti donat)

si tengah)

- madarosis
- ginekomasti
- hidung pelana

4. nodulus
5. deformitas

Tidak ada
Terjadi dini

- suara sengau
Kadang-kadang ada
Biasanya simetris

Pada pertengahan tahun 1997,WHO expert Committe menganjurkan klasifikasi


kusta menjadi Pausibasiler (PB) dengan satu lesi pada kulit (single lesion), Pausibasiler
(PB) dengan 2-5 lesi kusta pada kulit dan Multibasiler (MB) dengan > 5 lesi pada kulit.3,11

19

II.

KESIMPULAN
Nilai-nilai klasifikasi adalah sangat berguna untuk dapat menentukan secara

akurat posisi pasien dalam spektrum, untuk mengklasifikasi penyakitnya karena


penentuan posisi penyakit pasien yang benar dalam spektrum pada saat diagnosis akan
membantu menentukan respon yang mungkin terjadi, lamanya pengobatan, dan
komplikasi yang mungkin terjadi, sehingga tindakan pencegahan yang tepat dapat
dilakukan.10

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Pardillo E, Fajardo T, Abalos R, Scorllard D, Gelber R. Methods for the
classification of leprosy for treatment purposes. [Online]. 2007 [cited 2007
March]
2. Louisiana Office of Public Health. Hansens Disease (Leprosy). [Online]. 2004
[cited 2007 Aug]; Available from : URL : http://www.oph.dhh.state.la.us
3. Silva MR, Maria CR. Mycobacterial Infections. In: Jean LB, Joseph LJ, Ronald
PR, editors. Dermatology; vol 1. London : Mosby; p.114
4. Rea TH, Robert LM. Leprosy. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolf K, Austen KF,
Goldsmith LA, Katz SI, editors. Fitzpatricks dermatology in general medicine; 6th
ed. New York (USA) : McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2003.p.19631965
5. WHO. Weekly epidemiological record (Leprosy). [Online]. 2007 [cited 2007
June]; Available from : URL : http://www.who.int/wer
6. Dharmendra. Classifications of Leprosy. In: Hastings RC, editors. Leprosy; 2 nd
ed. New York (USA): Churchill Livingstone; 1994. p.179-189.
7. Harada K. Biopsy of Skin Lesions in Leprosy; 2nd ed. Tokyo (Japan):
Higashimurayama, National Sanatorium Tamazenseiyen; 2001. p11,13,20
8. Moschella SL. An Update on the Diagnosis and Treatment of Leprosy. Burlington,
Massachussetts: American Academy of Dermatology, Inc.; 2004
9. Guinto RS, Rodolfo MA, Roland VC, Tranquilino TF. Atlas Kusta. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan RI; 2004. p.
10. Bryceson A, Roy EP. Leprosy; 3rd ed. New York (USA) : Churchill Livingstone;
1990. p 11-23.
11. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan; 2005.p.40.
12. Amiruddin D. Penyakit kusta. Makassar: Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin; 2001.h.1-6.

21

13. The Diagnosis and Clasification of leprosy.International Journal of Leprosy and


Other Mycobacterial Diseases. USA: International leprosy Association Technical
Forum;2002.p.523.
14. Global Strategy for Further Reducing the Leprosy Burden and Sustaining Leprosy
Control Activities 2006-2010. India: WHO Regional Office for South-East
Asia;2006.p.11-2.
15. Kosasih A,I Made W,Emmy SD,Sri LM. Kusta. dalam: Djuanda A, Mochtar H,
Siti A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke 4. Jakarta: FKUI; 2005. h.73-5

22

Anda mungkin juga menyukai