DEFINISI
Penyakit kusta (Morbus hansen) adalah suatu penyakit infeksi menahun akibat
bakteri tahan asam yaitu Mycobacterium leprae yang secara primer menyerang saraf tepi
dan secara sekunder menyerang kulit serta organ lainnya(WHO, 2010; Noto &
Schreuder, 2010). Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang dapat menimbulkan
masalah kecacatan (Susanto, 2006). Masalah yang timbul tidak hanya pada masalah
kesehatan fisik saja, tetapi juga masalah psikologis, ekonomi dan sosial bagi
penderitanya(Amiruddin, 2006).
B. KLASIFIKASI ILMIAH
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Subordo : Corynebacterineae
Famili : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesies : M. Leprae
C. KLASIFIKASI PENYAKIT
Terdapat banyak jenis klasifikasi penyakit kusta diantaranya adalah klasifikasi
Madrid, klasifikasi Ridley-Jopling, klasifikasi India dan klasifikasi menurut WHO.
A. Klasifikasi Internasional: klasifikasi Madrid (1953).
Pada klasifikasi ini penyakit kusta dibagi atas Indeterminate (I), Tuberculoid
(T), Borderline-Dimorphous (B), Lepromatous (L). Klasifikasi ini merupakan
klasifikasi paling sederhana berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan
bakteriologis, dan pemeriksaan histopatologi, sesuai rekomendasi dari International
Leprosy Association di Madrid tahun 1953.
D. ETIOLOGI
Penyakit kusta disebabkan oleh M .leprae yang ditemukan oleh G.H. Armauer
Hansen tahun 1873 di Norwegia. Basil ini bersifat tahan asam, bentuk pleomorf lurus,
batang ramping dan sisanya berbentuk paralel dengan kedua ujung-ujungnya bulat
dengan ukuran panjang 1-8 um dan diameter 0,25-0,3 um. Basil ini menyerupai kuman
berbentuk batang yang gram positif, tidak bergerak dan tidak berspora. Dengan
pewarnaan Ziehl-Nielsen basil yang hidup dapat berbentuk batang yang utuh, berwarna
merah terang, dengan ujung bulat (solid), sedang basil yang mati bentuknya terpecah-
pecah (fragmented) atau granular. Basil ini hidup dalam sel terutama jaringan yang
bersuhu rendah dan tidak dapat dikultur dalam media buatan (in vitro).
E. EPIDEMIOLOGI
Menurut Amirudin dalam Harahap (2000), Sebenarnya kapan penyakit kusta ini
mulai bertumbuh tidak dapat diketahui dengan pasti, tetapi ada yang berpendapat
penyakit ini berasal dari Asia Tengah kemudian menyebar ke Mesir, Eropa, Afrika dan
Amerika.
Sumber penularan adalah kuman kusta utuh (solid) yang berasal dari pasien kusta
tipe MB (Multi basiler) yang belum diobati atau tidak teratur berobat (Mansjoer dkk,
2000). Penyakit ini menyerang segala umur namun jarang sekali pada anak dibawah usia
3 tahun. Hal ini diduga berkaitan dengan masa inkubasi yang cukup lama. Namun
meskipun sebagian besar penduduk di daerah endemik lepra pernah terinfeksi M. Leprae
tidak semua akan terserang penyakit ini karena kekebalan alamiah terhadap kuman
tersebut. Diperkirakan sekitar 15% dari populasi didaerah endemis kekebalan tubuhnya
tidak cukup untuk membunuh kuman yang masuk dan kemungkinan suatu saat bisa
terserang penyakit ini (Edington dalam Lenna, 2004).
F. PATOGENESIS
Kuman Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan
(SelSchwan) dan kulit yang tidak utuh. Sumber penularan adalah penderita kusta yang
banyak mengandung kuman (tipe multibasiler) yang belumdiobati. Kuman masuk ke
dalam tubuh menuju tempat predileksinya yaitu saraftepi. Saat Mycobacterium leprae
masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakitkusta bergantung pada kerentanan
seseorang. Respons tubuh setelah masa tunasdilampaui tergantung pada derajat sistem
imunitas selular (cellular mediatedimmune) pasien, bila sistem imunitas selular tinggi,
penyakit berkembang kearahtuberkuloid dan bila rendah, berkembang kearah
lepromatosa.
Mycobacteriumleprae berprediksi di daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah
akral denganvaskularisasi yang sedikit. Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan
derajat infeksi karena respons imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis
lebihsebanding dengan tingkat reaksi selular dari pada intensitas infeksi. Oleh karenaitu
penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik (Arif Mansjoer,2000)
G. CARA PENULARAN
Cara penularan penyakit kusta belum di ketahui dengan jelas. Penularan dapat
terjadi di dalam rumah tangga maupun kontak/hubungan dekat dalam waktu yang lama.
Basil di keluarkan melalui lendir hidung pada penderita kusta tipe lepramatouse yang
tidak di obati dan basil terbukti dapat hidup selama 7 hari pada lendir hidung yang kering.
Ulkus kulit pada penderita kusta lepramatouse dapat menjadi sumber penyebar basil.
Organisme kemungkinan masuk melalui saluran pernapasan atas dan juga melalu kulit
yang terluka. Pada kasus anak-anak dibawah umur satu tahun, penularannya diduga
melalui plasenta.
Mycobacterium leprae keluar dari tumbuh manusia melalui kulit dan mukosa
hidung. Pada kasus lepramatouse menunjukkan adanya sejumlah organisme di dermis
kulit dan di buktikan bahwa organisme tersebut dapat berpindah ke permukaan kulit.
Walaupun terdapat laporan bahwa di temukannya bakteri tahan asam di epitel.17 Hal ini
membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar melalui kelenjar
keringat. Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa hidung di kusta lepramatouse antara 10.000
hingga 10.000.000 bakteri. Sebagian besar pasien lepramatouse memperlihatkan adanya
bakteri di sekret hidung mereka dan mengindikasi bahwa sekret hidung dari pasien
lepramatouse dapat memproduksi 10.000.000 organisme perhari.
Penyakit kusta dapat di tularkan dari penderita kusta tipe Multi Basiler (MB)
kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Timbulnya penyakit kusta bagi
seseorang tidak mudah dan tidak perlu ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain
adalah penderita kusta tipe MB. Penderita Multi Basiler (MB) tidak akan menularkan
kusta apabila berobat teratur
2. Host
Manusia merupakan reservoir untuk penularan kuman seperti Mycobacterium
tuberculosis dan morbus Hansen, kuman tersebut dapat menularkan pada 10-15
orang. Menurut penelitian pusat ekologi kesehatan (1991), tingkat penularan kusta di
lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat
menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Di dalam rumah dengan ventilasi
baik, kuman ini dapat hilang terbawa angin dan akan lebih baik jika ventilasi
ruangannya menggunakan pembersih udara yang bisa menangkap kuman. Hal yang
perlu diketahui tentang host atau penjamu meliputi karakteristik, gizi atau daya tahan
tubuh, pertahanan tubuh, hygiene pribadi, gejala dan tanda penyakit dan pengobatan.
Karakteristik host dapat dibedakan antara lain : umur, jenis kelamin, pekerjaan ,
keturunan, pekejaan, ras dan gaya hidup.
3. Environment
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host baik benda mati,
benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi
semua elemen-elemen termasuk host yang lain. Lingkungan terdiri dari lingkungan
fisik dan non fisik, lingkungan fisik terdiri dari : keadaan geografis (dataran tinggi
atau rendah, persawahan dan lain-lain), kelembaban udara, suhu, lingkungan tempat
tinggal. Adapun lingkungan non fisik meliputi : sosial (pendidikan, pekerjaan),
budaya (adat, kebiasaan turun temurun), ekonomi (kebijakan mikro dan local) dan
politik (suksesi kepemimpinan yang mempengaruhi kebijakan pencegahan dan
penanggulangan suatu penyakit).
Menurut APHA (American public helath Assosiation), lingkungan rumah
yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis;
i. Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar
kontruksinya sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak
dan agar kelembaban udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinggi dan
terlalu rendah. Untuk ini harus diusahakan agar perbedaan suhu antara dinding,
lantai, atap dan permukaan jendela tidak terlalu banyak.
ii. Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu
ruangan mendapat penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu jika luas
ventilasi minimal 10% dari jumlah luas lantai.
iii. Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang
cukup untuk proses pergantian udara.
iv. Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu
oleh suara-suara yang berasal dari dalam maupun dari luar rumah.
v. Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain,
ruangan makan, ruang tidur, dan lain-lain.
vi. Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan jenis
kelaminnya. Ukuran ruang tidur anak yang berumur kurang dari lima tahun
minimal 4,5 m3, artinya dalam suatu ruangan anak yang berumur lima tahun ke
bawah diberi kebebasan menggunakan volume ruangan 4,5 m3 (1,5 x 1 x 3 m3)
dan di atas lima tahun menggunakan ruangan 9 m3 (3 x 1 x 3 m3).
I. FAKTOR RISIKO
1. Umur
Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun demikian jarang dijumpai
pada umur yang sangat muda. Frekuensi terbanyak adalah pada umur 15-29 tahun.
Pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa prevalensi kusta meningkat sampai usia
20 tahun, kemudian mendatar antara 20-50 tahun dan setelah itu menurun. Kejadian
kusta lebih sering terjadi pada penderita orang tua dibandingkan pada anak-anak
dan dewasa muda. terjadinya kecacatan kusta pada usia yang lebih tua tergantung
pada kondisi fisik seseorang (daya tahan tubuh), terjadinya penurunan berbagai
fungsi organ tubuh yang akan mempermudah kelompok usia tua jatuh dalam
kondisi yang lebih parah dengan penyakit yang cenderung bersifat progresif dan
irreversible.
2. Jenis Kelamin
Penyakit kusta dapat menyerang semua orang. Laki-laki lebih banyak
terkena dibandingkan wanita. Perbandingan 2 : 1, walaupun ada beberapa daerah
yang menunjukkan insiden ini hampir sama, bahkan ada daerah yang
menunjukkan penderita wanita lebih banyak.
3. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan dianggap sebagai salah satu unsur yang ikut
menentukan pengalaman dan pengetahuan seseorang, baik dalam ilmu
pengetahuan maupun kehidupan sosial.
4. Jenis lantai
Lantai merupakan dinding penutup ruangan bagian bawah, kontruksi
lantai rumah harus kedap air dan selalu kering agar mudah dibersihkan dari
kotoran dan debu. Keadaan lantai rumah perlu dibuat dari bahan yang kedap
terhadap air seperti tegel, semen, keramik. Lantai yang tidak memenuhi syarat
dapat dijadikan tempat hidup dan perkembangbiakan kuman dan vektor penyakit.
Selain itu dapat menyebabkan meningkatnya kelembaban dalam ruangan.28
5. Faktor Imunitas
Pada individu dengan respon imunitas selular baik akan menjadi kusta
tuberkuloid, sedang bila respon imunitas jelek menjadi kusta lepromatosa. Respon
imunitas selular meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, tetapi pada usia
tertentu akan mengalami penurunan. Respon imun tersebut tidak berbeda antara
laki-laki dan wanita.
6. Faktor Kuman Kusta
Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman-kuman kusta yang masih
utuh kemungkinan dapat menimbulkan penularan, sedangkan bentuk yang tidak
utuh tidak menular. Suatu kenyataan kuman bentuk utuh yang keluar dari tubuh
yang sakit tidak banyak. Juga faktor lamanya kuman kusta di luar badan manusia
memegang peranan pula dalam hal penularan ini, yaitu bila kuman keluar dari
badan penderita maka kuman dapat bertahan 1-2 hari dan ada pula yang
berpendapat 7 hari, hal ini tergantung dari suhu/cuaca di luar, maka panas cuaca
di luar makin cepat kuman kusta akan mati.
7. Kelembaban
Kelembaban sangat penting untuk pertumbuhan kuman penyebab
penyakit. Kelembaban yang tinggi dapat menjadi tempat yang disukai oleh kuman
untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya.29 Secara umum penilaian
kelembaban dalam rumah dengan menggunakan hygrometer. Menurut indikator
pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan
dalam rumah adalah 40-70% dan kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat
kesehatan adalah <40% atau >70%. Komponen rumah harus memenuhi
persyaratan fisik dan biologis agar aman bagi penguhinya, salah satunya adalah
lantai harus kedap air. Jenis lantai tanah menyebabkan kondisi rumah menjadi
lembab yang memungkinkan segala bakteri berkembangbiak. Hal ini
menyebabkan kondisi ketahanan tubuh menjadi lebih buruk, sehingga dapat
menyebabkan gangguan atau penyakit terhadap penghuninya dan memudahkan
seseorang terinfeksi penyakit.30 Kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan
membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang efektif dalam
menghadang mikro organism.Kelembaban unutk Mycobactrium leprae dapat
hidup dalam secret hidung yang dikeringkan pada temperature kamar 36,70C
dengan kelembaban 77,6%.30 Mycobacterium leprae hidup diluar hospes dengan
temperature dan kelembaban yang bervariasi. Mycobacterium leprae dapat
bertahan hidup 7-9 hari pada kelembaban 70,9%. Sedangkan pada temperatur
kamar dibuktikan dapat bertahan hidup sampai 46 hari.
8. Ventilasi
Ventelasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang
menyenangkan dan menyehatkan manusia. Berdasarkan kejadiannya, maka
ventelasi dapat dibagi ke dalam dua jenis yaitu:
a. Ventilasi alam.
Ventilasi alam berdasarkan pada tiga kekuatan, yaitu: daya difusi dari
gas-gas, gerakan angin dan gerakan massa di udara karena perubahan
temperatur. Ventilasi alam ini mengandalkan pergerakan udara bebas (angin).
temperatur udara dan kelembabannya. Selain melalui jendela, pintu dan
lubang angin, maka ventilasi pun dapat diperoleh dari pergerakan udara
sebagai hasil sifat porous dinding ruangan, atap dan lantai.
b. Ventilasi buatan.
Pada suatu waktu, diperlukan juga ventilasi buatan dengan
menggunakan alat mekanis maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantaranya
adalah kipas angin, exhauster dan AC (Air Conditioner).
Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan
akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Ventilasi rumah mempunyai
banyak fungsi yaitu:
1) Menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetep segar / bersih, ini berarti
keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut
tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen
di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi
penghuni rumah akan meningkat. Disamping itu tidak cukupnya ventilasi
akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena
terjadinya proses penguapan cairan dari kulit.
2) Membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri
pathogen karena terjadinya aliran udarayang terus-menerus
sehingga bakteri yang terbawa udara akan selalu mengalir.
3) Menjaga agar ruangan rumah selalu tetap di dalam kelembaban
yang optimum.
Tersedianya udara segar dalam rumah atau ruangan amat
dibutuhkan manusia. Suatu ruangan yang tidak mempunyai
ventilasi yang baik akan menyebabkan kadar oksigen yang kurang,
kadar karbondioksida meningkat, ruangan akan berbau dan
kelembaban udara akan meningkat.
Menurut indicator penghawaan rumah, luas ventilasi yang
memenuhi syarat kesehatan adalah ≥10% luas lantai rumah dan
luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah <
10%luas lantai rumah (Depkes RI, 2005). Menurut Lubis (1989),
luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan
mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran aliran udara dan
sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman
kusta yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap
bersama udara pernafasan.
9. Suhu
Rumah atau bangunan yang sehat haruslah mempunyai suhu yang diatur
sedemikian rupa sehingga suhu badan dapat dipertahankan. Jadi suhu dalam
ruangan harus dapat diciptakan rupa sehingga tubuh tidak terlalu banyak
kehilangan panas atau sebaliknya tubuh tidak sampai kepanasan.
10. Kepadatan hunian
Kuman M.lepra sebagai penyebab penyakit kusta merupakan kuman yang
hidup dengan baik di suhu 27-300C. Maka jika suhu di suatu rumah tidak
memenuhi suhu normal (18-200C), rumah atau ruangan tersebut berpotensi untuk
menularkan penyakit menular, seperti kusta. Ketidakseimbangan antara luas
rumah dengan jumlah penghuni akanmenyebabkan suhu didalam rumah menjadi
tinggi dan hal ini dapat mempercepat penularan kusta. Tidak padat hunian
(memenuhi syarat ) adalah jika luas >9 m2 per orang dan padat penghuni jika luas
< 9 m2 per orang.
11. Riwayat Kontak dengan penderita
Riwayat kontak adalah riwayat seseorang yang berhubungan dengan
penderita kusta baik serumah maupun tidak. Sumber penularan kusta adalah kusta
utuh yang berasal dari penderita kusta, jadi penularan kusta lebih mudah terjadi
jika kontak dengan penderita kusta langsung.
Jumlah kontak serumah pada penderita lepramatouse sebesar 4 kali lebih
banyak yang kemudian menderita kusta disbanding dengan tiap tuberkuloid
dengan adanya hal tersebut dapat dipastikan bahwa kontak serumah merupakan
kelompok yang paling terancam (high risk) untuk menderita penyakit kusta.
12. Lama kontak
Lama kontak adalah jumlah waktu kontak dengan penderita kusta.
Penyakit kusta menular melalui kontak yang lama (2-5 tahun). penyakit kusta
mempunyai masa inkubasi 2-5 tahun.
13. Personal hygiene
Personal hygiene (kebersihan perorangan) merupakan tindakan
pencegahan yang menyangkut tanggung jawab individu untuk meningkatkan
kesehatan serta membatasi penyebaran penyakit menular. Pencegahan penyakit
kusta dapat dilakukan dengan meningkatkan personal hygiene, diantaranya
pemeliharaan kulit, pemeliharaan rambut dan pemeliharaan kuku.
Berdasarkan tingkat keparahan gejala, kusta dikelompokkan menjadi enam jenis, yaitu:
1. Intermediate leprosy.
Jenis kusta ini ditandai dengan beberapa lesi datar yang kadang sembuh
dengan sendirinya, namun dapat berkembang menjadi jenis kusta yang lebih
parah.
2. Tuberculoid leprosy.
Jenis kusta ini ditandai dengan beberapa lesi datar yang di antaranya
berukuran besar dan mati rasa. Selain itu, beberapa saraf juga dapat terkena.
Tuberculoid leprosy dapat sembuh dengan sendirinya, namun bisa berlangsung
cukup lama atau bahkan berkembang menjadi jenis kusta yang lebih parah.
3. Borderline tuberculoid leprosy.
Lesi yang muncul pada kusta jenis ini serupa dengan lesi yang ada pada
tuberculoid leprosy, namun berukuran lebih kecil dan lebih banyak. Kusta jenis
borderline tuberculoid leprosy dapat bertahan lama atau berubah menjadi jenis
tuberculoid, bahkan berisiko menjadi jenis kusta yang lebih parah lagi.
Pembesaran saraf yang terjadi pada jenis ini hanya minimal.
4. Mid-borderline leprosy.
Jenis kusta ini ditandai dengan plak kemerahan, kadar mati rasa sedang,
serta membengkaknya kelenjar getah bening. Mid-borderline leprosy dapat
sembuh, bertahan, atau berkembang menjadi jenis kusta yang lebih parah.
5. Borderline lepromatous leprosy.
Jenis kusta ini ditandai dengan lesi yang berjumlah banyak (termasuk lesi
datar), benjolan, plak, nodul, dan terkadang mati rasa. Sama seperti mid-
borderline leprosy, borderline lepromatous leprosy dapat sembuh, bertahan, atau
berkembang menjadi jenis kusta yang lebih parah.
6. Lepromatous leprosy.
Ini merupakan jenis kusta paling parah yang ditandai dengan lesi yang
mengandung bakteri dan berjumlah banyak, rambut rontok, gangguan saraf,
anggota badan melemah, serta tubuh yang berubah bentuk. Kerusakan yang
terjadi pada lepromatous leprosy tidak dapat kembali seperti semula.
K. KOMPLIKASI
Risiko komplikasi kusta dapat terjadi tergantung dari seberapa cepat penyakit tersebut
didiagnosis dan diobati secara efektif. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi jika
kusta terlambat diobati adalah:
1. Kebutaan atau glaukoma
2. Kerusakan wajah, termasuk pembengkakan permanen dan benjolan
3. Disfungsi ereksi dan kemandulan pada pria
4. Gagal ginjal
5. Kelemahan otot yang mengarah ke bentuk tangan seperti cakar, karena kerusakan
saraf di tangan atau ketidakmampuan untuk melenturkan kaki
6. Kerusakan permanen pada bagian dalam hidung, yang dapat menyebabkan mimisan
dan, hidung tersumbat kronis
7. Kerusakan permanen pada saraf di luar otak dan sumsum tulang belakang, termasuk
di lengan, kaki, dan kaki
8. Kerusakan saraf dapat menyebabkan hilangnya sensasi perasa. Seseorang yang
mengalami kerusakan saraf yang berhubungan dengan kusta mungkin tidak
merasakan sakit ketika tangan atau kaki dipotong, dibakar, atau terluka.
9. Cacat progresif, seperti kehilangan alis, cacat pada jari kaki, tangan, dan hidung.
L. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis kusta, diperlukan paling sedikit satu tanda utama.
Tanpa tanda utama, seseorang hanya boleh ditetapkan sebagai tersangka (suspek)
kusta. Pemeriksaan apusan kulit (skin smear) beberapa tahun terakhir tidak diwajibkan
dalam program nasional untuk penegakan diagnosis kusta. Tetapi saat ini program
nasional mengambil kebijakan untuk mengaktifkan kembali pemeriksaan skin smear.
Pemeriksaan skin smear banyak berguna untuk mempercepat penegakan diagnosis
karena sekitar 7-10% penderita yang datang dengan lesi PB yang meragukan
merupakan kasus MB yang dini. Bila pemeriksaan bakteriologis tersebut juga tidak
ditemukan BTA, maka tersangka perlu diamati dan diperiksa ulang 3-6 bulan
kemudian atau dirujuk ke dokter spesialis kulit hingga diagnosa dapat ditegakan atau
disingkirkan (Ditjen PPM dan PL 2007 dalam Olii, 2009).
a. Frambusia (Yaws)
Lesi berupa beberapa benjolan (nodul) yang berkelompok di tungkai, berwarna
merah, permukaan kasar dan terdapat krusta berwarna kuning. Kadang-kadang
berulserasi dan sembuh membentuk parut atrofi berwarna agak putih. Gambar
wajah tampak lesi atrofi, hipopigmentasi, dan kadang-kadang sensasi terhadap
rasa raba dan nyeri agak terganggu.
b. Granuloma Multiforme :
Penyakit ini pada beberapa tingkatan sangat menyerupai kusta. Pertama kali
ditemukan dan terutama ditempat lain di dunia. Penyebabnya masih belum
diketahui, kemungkinan merupakan satu varian dari granuloma anulare. Tahap
awal ditandai oleh adanya gatal (tidak terjadi pada kusta). Lesi menghilang sendiri
cepat atau lambat dan tidak ada respon terhadap pengobatan apapun. Fungsi
sensasi, pengeluaran keringat dan saraf perifer normal.
c. Pellagra
Bercak dapat menyerupai kusta tipe PB yang sedang mengalami reaksi. Lesi khas,
simetris, tanpa keluhan dan seringkali dihubungkan dengan malnutrisi,
alkoholisme dan kemiskinan. Fungsi sensasi pengeluaran keringat dan saraf
perifer normal. Lesi tersebut (serta keadaan umum pasien) memberikan respon
cepat dengan pemberian asam nikotinat (McDougall dan Yuasa, 2005),
M. JENIS CACAT
Berdasarkan Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Nasional, cacat akibat penyakit ini terbagi
menjadi dua, yaitu:
a. Cacat primer
Cacat primer adalah jenis cacat yang disebabkan langsung oleh infeksi bakteri
M. leprae dalam tubuh. Cacat jenis ini menyebabkan penderitanya mengalami mata
rasa, kulit kering dan bersisik serta claw hand alias tangan dan jari-jari membengkok.
Pada cacat primer, kemunculan bercak kulit yang mirip panu biasanya terjadi
secara cepat dalam waktu yang relatif singkat. Bercak ini lama-lama menjadi
meradang, membengkak, dan disertai dengan gejala demam. Selain itu, bisul yang
muncul sebagai salah satu tanda dari gejala lepra bisa pecah dan berkembang menjadi
borok. Kelemahan otot dan sensasi kulit mati rasa (kebas/ baal) biasanya terjadi dalam
kurun waktu enam bulan terakhir semenjak paparan infeksi awal.
Bila Anda mengalami gejala-gejala di atas, segera periksa ke dokter untuk
mendapatkan perawatan terbaik.
b. Cacat sekunder
Cacat sekunder adalah perkembangan dari cacat primer, terutama yang
diakibatkan oleh kerusakan saraf. Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan bisul ulkus
(luka terbuka di kulit alias borok) dan keterbatasan gerak sendi. Hal ini terjadi
sebagai akibat kerusakan fungsional pada persendian dan jaringan lunak di sekitar
area yang terinfeksi.
Kecacatan pada tahap ini terjadi melalui dua proses, yaitu:
Adanya aliran langsung bakteri M.leprae ke susunan saraf tepi dan organ tertentu
Melalui reaksi lepra
Jika bakteri sudah masuk ke dalam saraf, maka fungsi saraf lambat laun
akan berkurang bahkan hilang. Secara umum, saraf berfungsi sebagai sensorik,
motorik, dan otonom. Kelainan yang terjadi akibat infeksi kulit satu ini bisa
menimbulkan gangguan pada masing-masing saraf atau kombinasi di antara
ketiganya.
Berikut beberapa gangguan atau kelainan pada masing-masing saraf
akibat penyakit lepra:
O. PENCEGAHAN PRIMER
Adalah Upaya pencegahan yg dilakukan saat proses penyakit belum mulai (pada periode
pre-patogenesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses penyakit.Tujuannya mengurangi
insiden penyakit dengan cara mengendalikan penyebab penyakit dan faktor
risikonya.Upaya yang dilakukan adalah untuk memutus mata rantai infeksi “agent –
host - environment”. Terdiri dari:
a. Health promotion (promosi kesehatan)
b. Specific protection (perlindungan khusus)
Kegiatan yang dilakukan dalam upaya tersebut adalah:
a. Health promotion (promosi kesehatan)
Pendidikan kesehatan, penyuluhan
Pemberian gizi yang cukup sesuai dengan perkembangan
Penyediaan perumahan yg sehat
Konseling perkawinan
Genetika
Pemeriksaan kesehatan berkala
b. Specific protection (perlindungan khusus )
Menjaga kebersihan perorangan
Melakukan imunisai
Menjaga sanitasi lingkungan
Perlindungan terhadap zat yang dapat menimbulkan kanker
Menghindari zat-zat alergenik
P. PENCEGAHAN SEKUNDER
1. Lepra tipe PB
2. Lepra tipe MB
a. 1 tablet Lampren 50 mg
b. 1 tablet Dapsone (DDS 100 mg)
Dosis bagi anak berusia dibawah 5 tahun disesuaikan dengan berat badan
c. Clofazimin : 1 mg/ kg BB
Q. PENCEGAHAN TERSIER
a. Disability limitation
b. Rehabilitation
a. Disability limitation
Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjutan agar tidak terjadi
komplikasi.
Pencegahan terhadap komplikasi maupun cacat setelah sembuh.
Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk pengobatan dan
perawatan yang lebih intensif.
Mengusahakan pengurangan beban beban non medis ( sosial ) pada
penderita untuk memungkinkan meneruskan pengobatan dan
perawatannya.
b. Rehabilitasi
Penyediaan fasilitas untuk pelatihan sampai fungsi tubuh dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya
Penyuluhan dan usaha usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan
seseorang setelah ia sembuh.
Peningkatan terapi kerja untuk memungkinkan pengembangank
ehidupan sosial setelah ia sembuh.
Mengusahakan suatu perkampungan rehabilitasi sosial.
Penyadaran masyarakat untuk menerima mereka dalam fase
rehabilitasi.
Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, Angga Maulana. 2016. Mengenal Kusta Alias Lepra, Penyakit yang Sering Telat
Dideteksi. https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/dermatologi/lepra-kusta-
adalah-infeksi-kulit/. Diakses pada 13 September 2019.