Anda di halaman 1dari 12

PENYAKIT KUSTA DI INDONESIA

Moh.Ikbal Kandupi
1911071053

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALU

1.PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan


masaalah yang sangat kompleks.Masaalah yang di maksud buakan hanya dari
segi medis namun meluas sampai masaalah sosial,ekonomi,budaya,keamanan
dan ketahanan sosial.Penyakit kusata biasa juga di sebut Morbus Hansen,sesuai
dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr.Gerhard Armauwer Hansen pada
tahun 1873 sehingga penyakit ini di sebut Morbus Hansen(Kemenkes
RI.2012).Kusta menyebar luas keseluruh dunia,dengan sebagian besar kasus
terdapat di daerah tropis dan subtropis,tetapi dengan adanya perpindahan
penduduk maka penyakit ini bisa menyerang di mana saja.

Penyakit kusta saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan
dunia.Dampak sosial terhadap penyakit kusta ini cukup besar sehingga tidak
hanya berdampak pada penderita itu sendiri,tetapi juga terhadap
keluarga,masyarakat dan negara.Hal ini mempengaruhi konsep perilaku
penerimaan penderita terhadap penyakitnya di mana beberapa penderita masih
menganggap bahwa penyakit kusta merupakan penyakit keturunan kutukan
tuhan,dan najis.Akibat anggapan yang salah ini penderita kusta merasa putus asa
sehingga tidak tekun untuk berobat dan melakukan perawatan
diri(Zulkifli,2003).Perawatan diri dapat di gunakan untuk mencegah kecatatan
baru dan kerusakan fisik penderita serta dapat mengurangi keparahan kecacatan
yang telah ada,sehingga produktifitas penderita kusta tetap terjaga.Perawatan diri
adalah hal yang penting agar cacat yang di alami tidak bertambah berat .

WHO/ELP menyebutkan bahwa penyakit kusta memiliki dampak negatif pada


orang yang mengalaminya karena menyebabkan kecacatan fisik jika tidak di
lakukan perawatan diri yang baik.Sebagai hasilnya hasilnya mereka akan memiliki
masalah psikologi,sosial,dan ekonomi sehingga menyebabkan produktifitas dari
orang tersebut lambat laun akan menurun.

Kusta memberikan stigma yang sangat besar pada masyarakat sehingga


penderita kusta tidak hanya menderita pada penyakitnya saja,tetapi juga
menyebabkan penderitaan psikis dan sosial seperti di jauhi atau di kucilkan oleh
masyarakat.Penyakit ini di sangat di takuti bukan karena menyebabkan kematian
melainkan lebih banyak oleh karena cacat permanen yang di
timbulkannya(Awaludin,2004:1).

WHO mencatat awal tahun 2011 di laporkan prevalensi kusta di seluruh dunia
sebesar192.246 kasus dengan jumlah kasus tertinggi yaitu di regional asia
tenggara sebesar 113.750 kasus.Tiga negara teratas dengan jumlah kasus
terbanyak yaitu India,Brasil dan indonesia, di mana negara-negara tersebut
termasuk di dalam daerah endemik kusta(WHO,2011:390-391).Meskipun secara
nasional Indonesia sudah mencapai eliminasi kusta pada bulan juni tahun
2000,namun sampai saat ini jumlah penderita kusta di indonesia masih cukup
tinggi.Hal ini terbukti dari prevalensi penderita kusta pada tahun 2010 sebesar
19.785 penderita,jumlah kasus baru yang terdeteksi sebanyak 17.012
kasus,13.734 kasus diantaranya adalah penderita tipe multibasiler.Masih
tingginya tipe multibasiler ini menunjukan masalah epidemiologi dan implikasi
klinis yang serius,karena penderita multibasiler merupakan sumber penularan
kusta dan mempunyai resiko terjadinya reaksi yang lebih tinggi serta timbulnya
kecacatan akibat kerusakan saraf(WHO,2011:397,stevy,20.

B. PERUMUSAN MASALAH

Oleh sebab itu di rumuskan masalah bagaimana perkembangan penyakit


kusta di indonesia.

C. TUJUAN

Untuk mengetahui perkembangan kusta di indonesia

D. MANFAAT PENULISAN

Dapat memberikan pengetahuan tentang perkembangan kusta di indonesia

2.TINJAUAN TEORI
A. Defenisi kusta

Penyakit kusta adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang di sebabkan


oleh bakteri Microbacterium leprae.Penyakit ini adalah tipe penyakit
granulomatosa pada syaraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas, dan
lesi pada kulit adalah tanda yang bisa di amati dari luar bila tidak di tangani,kusta
dapat sangat progresif,menyebabkn kerusakan pada kulit,syaraf-syaraf,anggota
gerak dan mata.

B. Penyebab kusta

Penyebab dari penyakit ini adalah kuman kusta yang berbentuk batang di
kelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies
Mycrobacterium,dan biasa berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu dengan
ukuran panjang 1-8 mic,lebar 0,2-0,5 mic yang bersifat tahan
asam,mycrobactererium leprae disebabkan adanya asam mikolat dan komponen
seperti lilin yang mengikat karbol fuksin.

Kuman mycrobacterium leprae dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1-


9 hari tergantung pada suhu dan cuaca dan di ketahui kuman kusta yang utuh
dapat menimbulkan penularan.

Kuman Mycrobacterim leprae menular kepada manusia melalui kontak


langsung dengan penderita dan melalui pernapasan,kemudian kuman
membelah dalam jangka 14-21 hari dengan masa inkubasi rata-rata dua hingga
lima tahun.Setelah lima tahun,tanda-tanda seorang menderita penyakit kusta
mulai muncul antara lain,kulit mengalami bercak putih,merah,rasa kesemutan
bagian anggota tubuh hingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Klasifikasi Ridley-jopling,penyakit kusta dapat di klasifikasikan dalam tiga


tipe,yaitu:Kusta tipe indeterminate (I),Tuberculod(TT),Borderline
Lepramatause(BL),dan Lepramatouse (LL).Sedangkan menurut WHO penyakit
kusta di klasifikasikan dalam dua tipe yaitu: tipe Pausi basiler (PB), dan tipe Multi
Basiler (MB).

1. Klasifikasi Ridley-jopling

a) Penyakit kusta Indeterminate


Lesi kulit terdiri dari suatu makula yang pipih dan tungga,basanya sedikit
hipopigmentasi ataupun sedikit erythematose,sedikit oval ataupun bulat dalam
hal bentuk.Permukaannya rata dan licin,tidak di temukan tanada-tanda ataupun
perubahan tekstur kulit.Pemeriksaan Basil Tahan Basah (BTA) pada umunya
negatif atau sedikit positif.

b) Penyakit kusta tipe Tubercoloid

Jenis lesi ini pada umumnya bersifat stabil,lesi pada umumnya berwarna
kemerah-merahan dan kecoklat-coklatan ataupun mengalami hipopigmentasi
berbentuk oval atau bulat,berbatas tegas dari kulit yang normal di sekitarnya.

c) Penyakit kusta tipe Bordeline

Tipe ini sangat labil (tidak stabil),lesi-lesi kulit pada umumnya sukkulent
atau eras,pleimorfik menebal secara seragam (uniform) ataupun dengan
suatu daerah penyembuhan sentral.

d) Penyakit kusta tipe Bordeline Tubercoloid (BT)

Lesi kulit dapat di tentukan dari beberapa sampai banyak berwarna


kemerah-merahan sampai kecoklat-coklatan atau hypocronik, dan ada lesi-
lesi yang tersendiri yang dapat yang dapat meninggi batasnya tampak dengan
nyata apabila dibandingkan dengan kulit yang sehat di sekelilingnya. Syaraf-
syaraf tepi kadang dapat terus menebal, dengan hasil pemeriksaan BTA
positif ringan.

e) Penyakit kusta tipe Bordeline Lepramatouse (BL)

Lesi kulit bentuknya berbagai ragam, bervariasi dalam hal ukuran,


menebal atau mengalami infitrasi, berwarna kemerah-merahan ataupun
kecoklatan, sering banyak dan meluas.Hasil pemerksaan BTA adalah positif.

f) Penyakit kusta tipe Lepramatouse (LL)

Pada tipe penyakit kusta Lepramatouse yang sub polar, lesi-lesi sangat
menyerupai lesi-lesi penyakit kusta Lepramatouse yang polar, namun masih
dijumpai sejumlah kecil sisa lesi-lesi dari kusta asimetrik,juga kerusakan
syaraf tepi yang asimetrik dengan pembesaran syaraf dapat pula di
perlihatkan pada tipe kusta ini.

2. Klasifikasi menurut WHO

Klasifikasi kusta menurut WHO dapat di golongkan dalam dua tipe:

a) Tipe pause Basiler (PB)


b) Tipe Multi Basiler (MB)

D. Cara penularan
Cara penularan penyakit kusta belum di ketahui dengan jelas.Penularan
dapat terjadi di dalam rumah tangga maupun kontak/hubungan dekat dalam
waktu yang lama. Basil di keluarkan melalui lendir hidung pada penderita kusta
tipe Lepramatouse yang tidak di obati dan basil terbukti dapat hidup selama 7 hari
pada lendir hidung yang kering.Ulkus kulit pada penderita kusta Lepramatouse
dapat menjadi sumber penyebar basil. Organisme masuk melalui saluran
pernapasan atas dan juga melalui kulit yang terluka. Pada kasus anak-anak di
bawah umur satu tahun, penularannya di duga melalui plasenta.

Mycrobacterium leprae keluar dari tubuh manusia melalui kulit dan mukosa
hidung.Pada kasus lepramatouse menunjukan adanya sejumlah organisme di
dermis kulit dan di buktikan bahwa organisme tersebut dapat berpindah ke
permukaan kulit. Walaupun terdapat laporan bahwa di temukannya bakteri tahan
asam epitel. Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut
dapat keluar melalui kelenjar keringat. Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa hidung
di kusta Lepramatouse antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Sebagian besar
pasien Lepramatouse memperlihatkan adanya bakteri di sekret hidung mereka
dan mengindikasi bahwa sekret hidung dari pasien Lepramatouse dapat
memproduksi 10.000.000 organisme perhari.

Penyakit kusta dapat di tularkan dari penderita kusta tipe Multi basiler(MB)
kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Timbulnya penyakit kusta
bagi seseorang tidak mudah dan tidak perlu di takuti tergantung dari beberapa
faktor antara lain adalah penderita kusta tipe MB. Penderita tipe Multi basiler tidak
akan menularkan kusta apabila berobat teratur.
E. Gejala-gejala klinis kusta

Gejala-gejala klinis kusta meliputi:

1. Kehilangan perasaan

Kehilangan perasaan baik total maupun partial terhadap rasa sakit atau suhu,
tanpa manifestasi pada kulit. Selain pada penyakit kusta dapat terjadi pada
penyakit-penyakit dari sistem saraf pusat atau tepi. Jika ini menunjukan
gejala-gejala neurologis, sebaiknya di evaluasi oleh seseorang neurolog yang
berkompeten.

2. Hipopigmentasi

Hipopigmentasi terdapat pada anak-anak dengan riwayat keluarga positif


menderita kusta suatu waktu dapat menimbulkan lesi-lesi karena
fungi,bakteri,alergi,dan kelainan-kelainan kongenital.

3. Impetigo furfurace

Terutama terdapat pada wajah atau pada sebagian dari tubuh, dan terutama
pada anak-anak di sebabkan oleh Strepyococus, dan mempunyai gambaran
yang khas, berupa makula.

4. Nervus anemicus

Dapat terlihat pada waktu lahir atau tampak pada usia yang lebih tua. Lesi-lesi
terlihat bulat, atau geometris dan ukuran bertambah besar sejalan dengan
bertambahnya usia penderita. Lesi tersebut tidak bersisik, tidak gatal, dan
tidak anestetik, dan kerokan pada kulit memberi hasil yang negative.

5. Depigmentasi (leukoderma atau vitiligo)

Leukoderma dapat merupakan keadaan sekunder dari penyakit kulit yang


lebih dulu , sedangkan vitiligo merupakan suatu penyakit primer yang di
sebabkan karena ketidak mampuan untuk membentuk melanin. Kedua
penyakit tersebut tidak anastetik, dan pemerksaan laboratorium menunjukan
penemuan-penemuan yang negative.

6. Tinea sirsinata
Merupakan lesi bulat dan eritermatosa dengan atau tanpa cekungan atau tepi
yang infiltratif sering di duga lesi kusta khususnya jenis tuberkoloid. Tinea
sirsinata di sebabkan karena suatu jamur dermatofit yang biasanya di tandai
dengan sisik-sisik atau di batasi vesikel-vesikel.

7. Erythema multiforme

Tipe ini merupakan suatu keadaan kulit yang akut yang menunjukan pruritus
atau lebih sakit dari anestetik bercak-bercak infiltrate terutama terdapat
bilateral.

8. Dermatorniositis

Mulai muncul di wajah seperti udema, tetapi kelainan ini segera di ikuti
dengan nyeri otot khususnya pada daerah dada dan pelvic, kemudian
berkembang menjadi atrofi.

9. Periarteritis nodosa

Ditandai dengan adanya nodul-nodul sepanjang rute arteri yang mirip dengan
Eritema nodosum leprosum sebab keduanya ada rasa sakit dan timbul secara
berkelompok. Eritema nodosum leprosum terdapat pada beberapa penderita
dengan penyakit leprae lepromatosa yang sebelumnya sudah ada infiltrasi
yang menyeluruh atau oleh adanya nodul-nodul.

3. PEMBAHASAN
Setiap tahun kita selalu memperingati hari kusta sedunia,yang tahun ini jatuh
pada bulan januari dan penyebaran penyakit kusta khususnya di indonesia masih
cukup tinggi,ini di tandai masih banyaknya di temukan kasus baru pada masyarakat
dan indonesia masih menduduki peringkat ke tiga di dunia dan penyebaranya
hampir di setiap provinsi yang ada di indonesia. Meskipun secara nasiaonal sudah
mencapai eliminasi pada tahun 2000.

Seperti situasi yang berkembang di indonesia, penderita penyakit kusta masih


ada yang belum terakomodir dengan baik oleh masyarakat umum dan beberapa
instansi terkait, dan masih ada yang beranggapan negatif atau juga masih di hindari
dalam artian tidak di berikan kesempatan dalam berkreasi dalam kehidupan mereka.
Hal ini yang sering menjadi masaalah yang terjadi di indonesia, kehadiran penyakit
kusta di indonesia memang masih akan tetap ada, peran masyarakat pada
umumnya dan juga instansi pemerintah terkait di harapkan bisa melakukan
pengawasan yang merata dan terus menerus. Tidak ada seorangpun yang dapat
menyelesaikan masalah kusta ini secara sendiri-sendiri, di butihkan peran serta dari
masyarakat itu sendiri, dan kita tidak boleh mengabaikan mereka dari segala usaha
kita dalam mengentaskan masalah penyakit kusta ini.

Di setiap puskesmas yang ada di indonesia dengan keterbatasan fasilitas


pelayanan, tidak di sediakannya ruang pelayanan atau ruang konsultasi dan
pemeriksaan khusus. Penderita penyakit kusta merasa tidak nyaman dan di
permalukan karena semua orang yang ada pada ruangan tersebut akan mengetahui
penyakitnya, oleh karena itu tidak mengherankan kalau pasien kusta memilih untuk
tidak datang ke puskesmas supaya masyarakat lain tidak menetahui penyakitnya. Ini
menyebabkan petugas kesulitan melakukan pemantauan pengobatan terhadap
penderita penyakit kusta tersebut.

Distribusi penyakit kusta bisa terjadi karena faktor etnik, di indonesia ada
etnik-etnik tertentu lebih banyak menderita penyakit kusta di banding dengan etnik-
etnik yang lain yang ada di indonesia. Identifikasi keterkaitan berbagai faktor ras,
status sosial, kelas, pendidikan, akan meningkatakan pemahaman dan kemampuan
kita untuk mencari pemecahan masalah kusta yang disebabkan oleh faktor-faktor
tersebut, pemahaman secara lebih luas juga dapat membantu kita untuk
mempromosikan kesehatan dan pencegahan penyakit di dalam masyarakat.
Menurut data PUSDATIN Kementrian kesehatan tahun 2018 jumlah kasus
baru yang ada di indonesia yaitu 15.920 kasus, dan ada beberapa provinsi jumlah
kasuas baruh masih cukup tinggi, provinsi jawa timur dengan jumlah kasus baru
terbanyak dengan jumlah kasus yaitu 3.373, provinsi jawa barat jumlah kasus yaitu
1.813, provinsi jawa tengah yaitu 1.644, provinsi sulawesi selatan yaitu 1.091 kasus
baru.

Dari data di atas menunjukan bahwa penyebaran kusta di indonesia masih


cukup tinggi, oleh karena itu penderita penyakit kusta di indonesia masih sangat
membutuhkan perhatian dari pemerintah khususnya instansi terkait supaya
penderita penyakit kusta bisa berkreasi dan tidak di kucilkan lagi di tengah-tengah
masyarakat.

4.KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Memang masalah kusta di indonesia masih sangat membutuhkan
perhatian secara nasional di karenakan masih ada penderita penyakit kusta yang
enggan memerikasakan dirinya di fasilitas kesehatan karena merasa malu di
ketahui oleh masyarakat di sekitarnya dan masih ada perlakuan oleh sebagian
masyarakat yang salah persepsi tentang penyakit kusta.

B.SARAN

Dengan lebih di perbanyak lagi sosialisasi tentang penyakit kusta agar


stigma negatif di antara sebagian masyarakat bisa hilang.

DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes.2014. Pedoman nasional program pengendalian penyakit kusta,jakarta:
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Linkungan.

Zulkifli 2003. Penyakit kusta dan masalah yang di timbulkannya,Sumatera utara:


Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara.

Linda Tietjen dkk,2004,Panduan Pencegahan Infeksi,Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

World Health Organizatiaon,2011,Weekly Epidemiological Record Leprosy Update


2011.

Samsudrajat.A.2012.Hari kusta sedunia.Kusta Di Indonesia Peringkat 111 Dunia.

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI 2018

Anda mungkin juga menyukai