Moh.Ikbal Kandupi
1911071053
1.PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit kusta saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan
dunia.Dampak sosial terhadap penyakit kusta ini cukup besar sehingga tidak
hanya berdampak pada penderita itu sendiri,tetapi juga terhadap
keluarga,masyarakat dan negara.Hal ini mempengaruhi konsep perilaku
penerimaan penderita terhadap penyakitnya di mana beberapa penderita masih
menganggap bahwa penyakit kusta merupakan penyakit keturunan kutukan
tuhan,dan najis.Akibat anggapan yang salah ini penderita kusta merasa putus asa
sehingga tidak tekun untuk berobat dan melakukan perawatan
diri(Zulkifli,2003).Perawatan diri dapat di gunakan untuk mencegah kecatatan
baru dan kerusakan fisik penderita serta dapat mengurangi keparahan kecacatan
yang telah ada,sehingga produktifitas penderita kusta tetap terjaga.Perawatan diri
adalah hal yang penting agar cacat yang di alami tidak bertambah berat .
WHO mencatat awal tahun 2011 di laporkan prevalensi kusta di seluruh dunia
sebesar192.246 kasus dengan jumlah kasus tertinggi yaitu di regional asia
tenggara sebesar 113.750 kasus.Tiga negara teratas dengan jumlah kasus
terbanyak yaitu India,Brasil dan indonesia, di mana negara-negara tersebut
termasuk di dalam daerah endemik kusta(WHO,2011:390-391).Meskipun secara
nasional Indonesia sudah mencapai eliminasi kusta pada bulan juni tahun
2000,namun sampai saat ini jumlah penderita kusta di indonesia masih cukup
tinggi.Hal ini terbukti dari prevalensi penderita kusta pada tahun 2010 sebesar
19.785 penderita,jumlah kasus baru yang terdeteksi sebanyak 17.012
kasus,13.734 kasus diantaranya adalah penderita tipe multibasiler.Masih
tingginya tipe multibasiler ini menunjukan masalah epidemiologi dan implikasi
klinis yang serius,karena penderita multibasiler merupakan sumber penularan
kusta dan mempunyai resiko terjadinya reaksi yang lebih tinggi serta timbulnya
kecacatan akibat kerusakan saraf(WHO,2011:397,stevy,20.
B. PERUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
D. MANFAAT PENULISAN
2.TINJAUAN TEORI
A. Defenisi kusta
B. Penyebab kusta
Penyebab dari penyakit ini adalah kuman kusta yang berbentuk batang di
kelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies
Mycrobacterium,dan biasa berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu dengan
ukuran panjang 1-8 mic,lebar 0,2-0,5 mic yang bersifat tahan
asam,mycrobactererium leprae disebabkan adanya asam mikolat dan komponen
seperti lilin yang mengikat karbol fuksin.
1. Klasifikasi Ridley-jopling
Jenis lesi ini pada umumnya bersifat stabil,lesi pada umumnya berwarna
kemerah-merahan dan kecoklat-coklatan ataupun mengalami hipopigmentasi
berbentuk oval atau bulat,berbatas tegas dari kulit yang normal di sekitarnya.
Tipe ini sangat labil (tidak stabil),lesi-lesi kulit pada umumnya sukkulent
atau eras,pleimorfik menebal secara seragam (uniform) ataupun dengan
suatu daerah penyembuhan sentral.
Pada tipe penyakit kusta Lepramatouse yang sub polar, lesi-lesi sangat
menyerupai lesi-lesi penyakit kusta Lepramatouse yang polar, namun masih
dijumpai sejumlah kecil sisa lesi-lesi dari kusta asimetrik,juga kerusakan
syaraf tepi yang asimetrik dengan pembesaran syaraf dapat pula di
perlihatkan pada tipe kusta ini.
D. Cara penularan
Cara penularan penyakit kusta belum di ketahui dengan jelas.Penularan
dapat terjadi di dalam rumah tangga maupun kontak/hubungan dekat dalam
waktu yang lama. Basil di keluarkan melalui lendir hidung pada penderita kusta
tipe Lepramatouse yang tidak di obati dan basil terbukti dapat hidup selama 7 hari
pada lendir hidung yang kering.Ulkus kulit pada penderita kusta Lepramatouse
dapat menjadi sumber penyebar basil. Organisme masuk melalui saluran
pernapasan atas dan juga melalui kulit yang terluka. Pada kasus anak-anak di
bawah umur satu tahun, penularannya di duga melalui plasenta.
Mycrobacterium leprae keluar dari tubuh manusia melalui kulit dan mukosa
hidung.Pada kasus lepramatouse menunjukan adanya sejumlah organisme di
dermis kulit dan di buktikan bahwa organisme tersebut dapat berpindah ke
permukaan kulit. Walaupun terdapat laporan bahwa di temukannya bakteri tahan
asam epitel. Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut
dapat keluar melalui kelenjar keringat. Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa hidung
di kusta Lepramatouse antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Sebagian besar
pasien Lepramatouse memperlihatkan adanya bakteri di sekret hidung mereka
dan mengindikasi bahwa sekret hidung dari pasien Lepramatouse dapat
memproduksi 10.000.000 organisme perhari.
Penyakit kusta dapat di tularkan dari penderita kusta tipe Multi basiler(MB)
kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Timbulnya penyakit kusta
bagi seseorang tidak mudah dan tidak perlu di takuti tergantung dari beberapa
faktor antara lain adalah penderita kusta tipe MB. Penderita tipe Multi basiler tidak
akan menularkan kusta apabila berobat teratur.
E. Gejala-gejala klinis kusta
1. Kehilangan perasaan
Kehilangan perasaan baik total maupun partial terhadap rasa sakit atau suhu,
tanpa manifestasi pada kulit. Selain pada penyakit kusta dapat terjadi pada
penyakit-penyakit dari sistem saraf pusat atau tepi. Jika ini menunjukan
gejala-gejala neurologis, sebaiknya di evaluasi oleh seseorang neurolog yang
berkompeten.
2. Hipopigmentasi
3. Impetigo furfurace
Terutama terdapat pada wajah atau pada sebagian dari tubuh, dan terutama
pada anak-anak di sebabkan oleh Strepyococus, dan mempunyai gambaran
yang khas, berupa makula.
4. Nervus anemicus
Dapat terlihat pada waktu lahir atau tampak pada usia yang lebih tua. Lesi-lesi
terlihat bulat, atau geometris dan ukuran bertambah besar sejalan dengan
bertambahnya usia penderita. Lesi tersebut tidak bersisik, tidak gatal, dan
tidak anestetik, dan kerokan pada kulit memberi hasil yang negative.
6. Tinea sirsinata
Merupakan lesi bulat dan eritermatosa dengan atau tanpa cekungan atau tepi
yang infiltratif sering di duga lesi kusta khususnya jenis tuberkoloid. Tinea
sirsinata di sebabkan karena suatu jamur dermatofit yang biasanya di tandai
dengan sisik-sisik atau di batasi vesikel-vesikel.
7. Erythema multiforme
Tipe ini merupakan suatu keadaan kulit yang akut yang menunjukan pruritus
atau lebih sakit dari anestetik bercak-bercak infiltrate terutama terdapat
bilateral.
8. Dermatorniositis
Mulai muncul di wajah seperti udema, tetapi kelainan ini segera di ikuti
dengan nyeri otot khususnya pada daerah dada dan pelvic, kemudian
berkembang menjadi atrofi.
9. Periarteritis nodosa
Ditandai dengan adanya nodul-nodul sepanjang rute arteri yang mirip dengan
Eritema nodosum leprosum sebab keduanya ada rasa sakit dan timbul secara
berkelompok. Eritema nodosum leprosum terdapat pada beberapa penderita
dengan penyakit leprae lepromatosa yang sebelumnya sudah ada infiltrasi
yang menyeluruh atau oleh adanya nodul-nodul.
3. PEMBAHASAN
Setiap tahun kita selalu memperingati hari kusta sedunia,yang tahun ini jatuh
pada bulan januari dan penyebaran penyakit kusta khususnya di indonesia masih
cukup tinggi,ini di tandai masih banyaknya di temukan kasus baru pada masyarakat
dan indonesia masih menduduki peringkat ke tiga di dunia dan penyebaranya
hampir di setiap provinsi yang ada di indonesia. Meskipun secara nasiaonal sudah
mencapai eliminasi pada tahun 2000.
Distribusi penyakit kusta bisa terjadi karena faktor etnik, di indonesia ada
etnik-etnik tertentu lebih banyak menderita penyakit kusta di banding dengan etnik-
etnik yang lain yang ada di indonesia. Identifikasi keterkaitan berbagai faktor ras,
status sosial, kelas, pendidikan, akan meningkatakan pemahaman dan kemampuan
kita untuk mencari pemecahan masalah kusta yang disebabkan oleh faktor-faktor
tersebut, pemahaman secara lebih luas juga dapat membantu kita untuk
mempromosikan kesehatan dan pencegahan penyakit di dalam masyarakat.
Menurut data PUSDATIN Kementrian kesehatan tahun 2018 jumlah kasus
baru yang ada di indonesia yaitu 15.920 kasus, dan ada beberapa provinsi jumlah
kasuas baruh masih cukup tinggi, provinsi jawa timur dengan jumlah kasus baru
terbanyak dengan jumlah kasus yaitu 3.373, provinsi jawa barat jumlah kasus yaitu
1.813, provinsi jawa tengah yaitu 1.644, provinsi sulawesi selatan yaitu 1.091 kasus
baru.
A. KESIMPULAN
Memang masalah kusta di indonesia masih sangat membutuhkan
perhatian secara nasional di karenakan masih ada penderita penyakit kusta yang
enggan memerikasakan dirinya di fasilitas kesehatan karena merasa malu di
ketahui oleh masyarakat di sekitarnya dan masih ada perlakuan oleh sebagian
masyarakat yang salah persepsi tentang penyakit kusta.
B.SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes.2014. Pedoman nasional program pengendalian penyakit kusta,jakarta:
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Linkungan.