Anda di halaman 1dari 7

DIAPER RASH

I. PENDAHULUAN
Diaper rash adalah istilah umum pada beberapa iritasi kulit yang berkembang pada daerah
yang tertutup popok. Sinonim termasuk diaper dermatitis, napkin (atau nappy) dermatitis
dan dermatitis ammonia. Selain itu ada kategori luas yang berat yang menyebabkan diaper
rash, iritasi kontak adalah yang paling banyak terjadi. Penyakit-penyakit ini dapat dibagi
secara konseptual ke dalam: 1-4
1. Ruam yang secara langsung atau tidak langsung disebabkan oleh penggunaan popok.
Kategori ini termasuk dermatosis, seperti dermatitis kontak iritan, miliaria, intertrigo,
dermatitis diaper kandida dan granuloma gluteal infantum
2. Ruam yang muncul ditempat lain tetapi dapat menyebar ke daerah paha yang teriritasi
selama memakai popok. Kategori ini termasuk dermatitis atopik, dermatitis seboroik dan
psoriasis
3. Ruam yang muncul pada daerah popok yang tidak disebabkan oleh penggunaan popok.
Kategori ini terdiri dari ruam yang berhubungan dari impetigo bullosa, sel histiosit
Langerhans, acrodermatitis enteropathica (defisiensi zinc), sifilis kongenital, scabies dan
HIV.

II. EPIDEMIOLOGI
Diaper rash paling banyak terjadi pada bayi. Prevalensi bervariasi dilaporkan dari 4-35%
pada 2 tahun pertama kehidupan. Dermatitis atopik dan diaper dermatitis lebih sering terjadi
di daerah Amerika dan Afrika. Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Diaper
rash dapat bermula pada periode neonatus segera setelah anak memakai popok. Insiden
tertinggi pada umur 7-12 bulan, menurun sesuai umur. Diaper rash berhenti setelah anak
mendapatkan latihan toilet, biasanya sekitar umur 2 tahun.2,5

III. ETIOLOGI
Diaper rash dapat disebabkan oleh beberapa hal di bawah ini: 3,6-8
1. Gesekan, penggunaan popok atau pakaian yang ketat akan sering tergesek dengan kulit
sehingga menyebabkan ruam.
2. Iritasi dari feses dan urine. Paparan urin dan feses yang lama dapat mengiritasi kulit bayi
yang sensitif. Bayi lebih cepat terkena diaper rash bila mengalami pergerakan usus yang
sering, karena feses lebih mengiritasi daripada urine.
3. Pengenalan makanan baru. Bayi mulai makan makanan padat atau diperkenalkan makanan
baru,umumnya ketika berumur antara 4-12 bulan, komposisi fesesnya berubah, kemungkinan
meningkatkan resiko diaper rash.
4. Infeksi bakteri atau jamur. Dimulai sebagai infeksi kulit yang bisa menyebar sampai ke
daerah sekitarnya. Daerah yang tertutup seperti pantat, paha, dan genital khususnya yang
mudah terserang karena hangat dan lembab membuat bakteri dan jamur tumbuh subur.
5. Kulit sensitif. Bayi-bayi dengan kondisi kulit seperti dermatitis atopik atau eksema,
kemungkinan dapat berkembang menjadi diaper rash. Namun, iritasi kulit dari dermatitis
atopik dan eksema biasanya tidak hanya mempengaruhi daerah tertutup popok.
6. Penggunaan antibiotik. Antibiotik dapat membunuh bakteri, baik flora normal maupun
bakteri patogen. Ketidakseimbangan kedua bakteri ini, dapat menyebabkan infeksi jamur. Ini
dapat terjadi ketika bayi mengkonsumsi antibiotik atau pemberian ASI oleh ibu yang
mengkonsumsi antibiotik.


IV. PATOGENESIS
Iritan utama dari situasi ini adalah enzim protease dan lipase pada feses yang aktivitasnya
meningkat secara tajam oleh peningkatan pH. Keasaman permukaan kulit juga penting untuk
mempertahankan mikroflora normal yang memberi proteksi antimicroba pertama dalam
melawan invasi oleh bakteri dan jamur patogen. Aktivitas protease dan lipase feses juga
meningkat oleh percepatan melintasi gastrointestinal, ini alasan untuk tingginya insiden
dermatitis diaper iritan pada bayi yang diare kurang dari 48 jam.2,3
Penggunaan popok menyebabkan peningkatan yang jelas pada kelembaban kulit dan pH
kulit. Kelembaban yang lama dapat menyebabkan maserasi stratum korneum, lapisan luar,
lapisan proteksi kulit, yang berhubungan dengan kerusakan yang luas pada lapisan lipid
intraseluler. Kelemahan integritas fisik membuat stratum korneum lebih mudah terkena
kerusakan oleh (1) gesekan permukaan popok dan (2) iritasi lokal. Kulit bayi merupakan
barier efektif penyakit dan sama halnya pada kulit dewasa dengan memperhatikan
permeabilitas kulit. Tetapi, kelembaban, kekurangan paparan udara, keasaman atau paparan
iritan, dan meningkatnya gesekan kulit merusak barrier kulit. Kulit mempunyai pH normal
antara 4,5 sampai 5,5. Ketika urea dari urin dan feses bercampur, urease mengurai urin,
menurunkan konsentrasi ion hidrogen (meningkatkan pH). Peningkatan nilai pH
meningkatkan hidrasi kulit dan membuat kulit lebih permeabel. Sebelumnya, ammonia
dipercaya sebagai penyebab primer diaper dermatitis. Penelitian baru-baru ini menyangkal
hal ini, menunjukkan bahwa ketika ammonia atau urin ditempatkan pada kulit selama 24-48
jam, kerusakan kulit tidak terjadi.2,3

V. GAMBARAN KLINIS
Iritasi primer dari dermatitis popok tidak selalu terlihat pada 3 minggu pertama kelahiran.
Onsetnya paling sering terjadi pada minggu ketiga sampai minggu keduabelas, dan puncak
prevalensinya terlihat antara bulan ketujuh dan keduabelas. Bentuk yang paling sering
dijumpai pada dermatitis popok iritan primer terdiri dari erytem yang menyatu dengan
permukaan cembung pada daerah yang tertutup popok, yaitu pantat, genitalia, lower abdomen
dan daerah pubis, dan paha atas. Bagian yang lebih dalam pada lipatan paha umumnya tidak
terkena.1,3,6


Gambar 1 Diaper Rash*
Pada daerah yang terkena sering ditemukan eritem dengan vesikel superfisial dan erosi. Pada
bayi, erupsi berbatasan dengan tepi dari daerah popok. Hipopigmentasi post-inflamasi
mungkin memberikan gambaran yang khas pada bayi dengan kulit berwarna.1,3

Gambar 2 Diaper Rash*
*Dikutip dari Kepustakaan no.9
Adakalanya bentuk erosi dermatitits popok irritan primer dapat terlihat, di mana vesikel dan
erosinya dapat berkembang menjadi ulkus yang dangkal dengan pinggir yang meninggi
(jacquets dermatitis). Pada daerah tepi terlihat pustul kecil yang juga terlihat menyebar ke
perifer eritema yang disebut lesi satelit.3,10

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
Tes laboratorium sebaiknya dilakukan berdasarkan gambaran klinik dan frekuensi kejadian.
Pemeriksaan darah lengkap dapat membantu, khususnya jika pasien demam dan dicurigai
terjadi infeksi bakteri sekunder. Adanya anemia berhubungan dengan hepatosplenomegali
dan sebaiknya didiagnosa sel histiosit Langerhans atau sifilis kongenital. Jika dicurigai
dermatitis kontak, patch test dapat membantu. Pemeriksaan serologi seperti jumlah zinc, tes
Veneral Disease Research Laboratory (VDRL), jumlah sel darah, atau kimia darah yang
berhubungan dengan penyakit dasarnya. Jumlah zinc serum yang kurang dari 50 mcg/dL
dapat didiagnosa acrodermatitis enterohepatica.2,10

B. Pemeriksaan Histologi
Biopsi untuk preparat histologi dapat memberikan informasi yang benar untuk diagnosis.
Gambaran umum histologi pada dermatitis iritan primer dengan spongiosis epidermal dan
inflamasi ringan berubah pada dermis.3,10

C. Pemeriksaan Lain
Kerokan kalium hidroksida (KOH) dari lesi papul atau pustul bisa menunjukkan pseudohifa
pada kasus yang dicurigai kandidiasis. Ditemukannya tungau, ova, atau feses pada preparat
mineral oil dari liang kerokan dapat menegakkan diagnosis scabies.2,11


VII. DIAGNOSIS
Diagnosis awal diaper rash dibuat dengan inspeksi kulit pada daerah popok. Adanya lesi kulit
pada daerah tersebut mengartikan bahwa bayi tersebut mengalami diaper rash.5,12

VIII. DIAGNOSA BANDING
1. Neonatal Kandidiasis
Banyak variasi dari penyakit kulit dengan lesi pada daerah popok selama bayi. Ruam yang
mengkilat, eritem dengan tepi yang tajam dengan deskuamasi perifer dan/atau pustula, dan
biasanya dengan pustul satelit. Normalnya ruam timbul pada minggu kedua kehidupan,
berbeda dengan dermatitis popok iritan primer. Lesi ini biasanya bersamaan dengan
kandidiasis oral.3,13

Gambar 3 Kandidiasis Neonatus*

2. Sifilis kongenital
Makula merah kecoklatan, terkadang terang, pada prinsipnya timbul pada ekstremitas
termasuk telapak tangan dan telapak kaki, dan pada wajah umumnya sekitar mulut. Daerah
popok juga sering terkena. Lesi bula
*Dikutip dari Kepustakaan no 14
dan erosi bisa terjadi pada daerah popok. Selain kelainan di daerah popok, juga ditemukan
Flexural condiloma, rhinitis, hepatosplenomegali dan berat bayi lahir rendah.3,13

Gambar 4 Sifilis kongenital*
3. Defisiensi zinc
Harus dipertimbangkan pada beberapa bayi dengan dermatitis popok yang gagal terhadap
pemberian terapi. Bayi dengan erupsi popok yang disebabkan oleh defisiensi zinc biasanya
bersamaan dengan dermatitis fasial yang merupakan perluasan dari daerah perioral, paronikia
erosif dan lesi erosi pada lipatan palmar telapak tangan.3,13

Gambar 5 Defisiensi zinc**
* Dikutip dari Kepustakaan no. 15
**Dikutip dari Kepustakaan no. 16

IX. TERAPI
Keberhasilan pengobatan dermatitis popok iritan primer tergantung pada hubungan faktor
etiologi pada setiap individu walaupun secara umum mengikuti standar pengobatan.3,13

A. Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid topikal membantu, dan diindikasikan pada semua tetapi pada kasus yang lebih
ringan. Bekerja menekan inflamasi dan gatal. Hidrokortison (kortison, westcort, dermacort).
Derivat adrenokortikosteroid cocok untuk kulit dan membran mukosa eksterna. Mempunyai
potensi yang paling rendah tetapi merupakan steroid topikal yang aman. Mengandung
mineralokortikoid dan glukokortikoid yang mempunyai efek sebagai anti inflamasi. Dosis
pada anak yaitu dioleskan secara tipis pada ruam empat kali sehari selama 14 hari.2,3,13,17

B. Obat Antifungi
Digunakan untuk dermatitis popok kausa kandida. Mengikat steroid pada membran sel fungi
yang merusak sel. Antifungi oral diindikasikan jika disertai sariawan.2,18
Nystatin
Bersifat sebagai fungisid dan fungistatik. Efektif melawan berbagai ragi fungi dan yeastlike
fungi. Mengubah permeabilitas membran sel fungi setelah mengikat sterol membran sel,
menyebabkan sel bocor. Obat ini tidak diabsorbsi secara jelas pada traktus gastrointestinal.
Dosis dewasa disertai sariawan 4-6 mL peroral, kumur dan telan empat kali sehari. Dosis
pada anak, secara topikal dioleskan setiap kali ganti popok hingga sembuh. Secara oral
disertai sariawan, pada bayi prematur 1 mL peroral empat kali sehari. Pada bayi 2 mL/dosis,
1 mL untuk setiap sudut mulut empat kali sehari. Pada anak 4-6 mL peroral, kumur dan telan
dilakukan 4 kali sehari.2,18
Clotrimazole
Obat antifungi broadspektrum yang mengikat fosfolipid membran sel fungi, mengubah
permeabilitas dinding sel sehingga menghilangkan elemen esensial intraseluler. Dosis pada
anak, dioleskan pada ruam setiap kali mengganti popok sampai sembuh. Pada wanita hamil
biasanya aman tetapi manfaat lebih besar dari resiko.2,18
Miconazole
Bila dicurigai terjadi superinfeksi dengan kandida dapat digunakan mikonazole 2%.
Mikonazole merusak membran sel jamur dengan menginhibisi biosentesis ergosterol.
Permeabilitas membran meningkat menyebabkan nutrisi keluar, sehingga sel fungi mati.
Losion digunakan pada daerah intertriginosa. Jika menggunakan krim, oles tipis untuk
menghindari efek maserasi. Dosis pada anak, oleskan secara topikal pada ruam setiap kali
mengganti popok sampai sembuh.2,13
Ketoconazole
Obat antifungi broadspektrum golongan imidazol. Menginhibisi sintesis ergosterol,
menyebabkan komponen seluler keluar, sehingga sel fungi mati. Dosis pada anak, oleskan
secara topikal pada ruam setiap kali mengganti popok sampai sembuh.2,11

C. Antibiotik Topikal
Digunakan untuk mengobati infeksi ringan bakteri. Bacitracin, melawan pergerakan
mukopeptida ke dalam dinding sel, menginhibisi pertumbuhan bakteri. Dosis pada anak,
oleskan secara topikal pada ruam setiap kali mengganti popok sampai sembuh.2,19



D. Antibiotik Oral
Digunakan dalam mengobati infeksi bakteri agresif. Amoxicillin dan clavulanat (augmentin),
kombinasi obat melawan resistensi bakteri terhadap antibiotik betalactam. Indikasi untuk
infeksi kulit yang disebabkan oleh beta-lactamase turunan Staphylococcus aureus. Dosis
dewasa 250-500 mg peroral 3 kali sehari atau 500-875 mg peroral 2 kali sehari selama 7 hari.
Dosis anak, umur kurang dari 3 bulan: 125 mg/5 ML peroral ; 30 mg/kgBB/hari (berdasarkan
komponen amoxicillin) diberikan 2 kali sehari selama 7-10 hari. Pada umur lebih dari 3
bulan, jika menggunakan 200 mg/5 ml atau 400 mg/5 mL, 45 mg/kgBB/hari peroral
diberikan per 12 jam. Jika menggunakan 125 mg/ 5 mL, 40 mg/kgBB/hari peroral diberikan 2
kali sehari selama 7-10 hari.2,13

X. KOMPLIKASI
Adanya maserasi dan abrasi kulit yang tertutup popok, menyebabkan ulserasi kulit dan
infeksi sekunder oleh Candida albicans dapat terjadi. Reaksi psoriasis mengarah ke suatu
psoriaticlike erupsi papul dan plak setelah terapi awal infeksi kandida yang mengenai anggota
tubuh dan biasanya ekstremitas, terjadi beberapa hari setelah terapi antifungi dimulai. Jacquet
dermatitis adalah komplikasi dari irritan berupa gesekan. Granuloma gluteal infantum yang
timbul pada regio anogenital bayi merupakan komplikasi diaper dermatitis.2,20

XI. PROGNOSIS
Dermatitis popok iritan primer hampir selalu menunjukkan respon terhadap terapi, dan akan
membaik bila pemakaian popok tidak terlalu lama. Kebanyakan kasus sembuh setelah orang
tua memerhatikan kebersihan popok. Dermatitis iritan uncomplicated, intertrigo dan miliaria
membutuhkan waktu beberapa hari untuk sembuh. Infeksi kandida bertahan beberapa minggu
setelah pengobatan. Paling sedikit satu setengah dari kasus dermatitis atopic sembuh segera
pada umur ketiga kehidupan. Granuloma gluteal infantum cenderung sembuh secara spontan
dalam beberapa bulan. Sel histiosit Langerhans biasanya merupakan suatu penyakit yang
fatal.2,3,13

XII. KESIMPULAN
Diaper rash adalah istilah umum pada beberapa iritasi kulit yang berkembang pada daerah
yang tertutup popok. Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Diaper rash dapat
bermula pada periode neonatus segera setelah anak memakai popok. Diaper rash dapat
disebabkan oleh beberapa hal yaitu gesekan, iritasi dari feses dan urine, pengenalan makanan
baru, infeksi bakteri atau jamur, kulit sensitif, dan penggunaan antibiotik. Bentuk yang paling
sering dijumpai pada dermatitis popok iritan primer terdiri dari erytem yang menyatu dengan
permukaan cembung pada daerah yang tertutup popok. Pengobatan yang digunakan pada
diaper rash yaitu kortikosteroid topikal, obat antifungi, antibiotik topikal, dan antibiotik oral.


DAFTAR PUSTAKA

1. Mersch . Diaper Rash. [online]. 2008. [cited 2008 April 17]: [2 screens]. Available from:
URL:http://www.medicinet.com/diaper_rash/article.htm
2. Kazzi AA. Pediatrics Diaper Rash. [online]. 2006. [cited 2008 April 17]: [20 sreens].
Avalaible from: URL: http://www.emedicine.com/emerg/topic374.htm
3. Champion RH, Burton JL, Ebling FJG, eds. Textbook of Dermatology. London : Blackwen
Scientific Publications; 1992.p.396-7,399-400
4. Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF, et al. Dermatology in
General Medicine Fourth Edition Volume II. New york : McGraw-Hill;1993.p.2958
5. Greene A. Diaper Rash. [online]. [cited 2008 April 17]: [3 screens]. Available from:
URL:http://www.drgreene.com/21_1069.html
6. Mayo Foundation for Medical Education and Research. [online]. 2006. [cited 2008 April
17]: [5 screens]. Available from URL:http://www.cnn.com/HEALTH/library/DS/00069.html
7. BabyCenter Medical Advisory Board. Diaper Rash. [online]. 2006. [cited 2008 April 17]:
[5 screens]. Available from: URL: http://www.babycenter.com
8. American Academy of Pediatrics. Diaper Rash. [online]. 2007. [cited 2008 April 17]: [2
screens]. Available from: URL: http://www.aap.org/publiced/BR_DiaperRash.htm
9. New Zealand Dermatological Society Incorporated. Napkin Dermatitis. [omline]. 2007.
[cited 2008 April 20]: [2 screens]. Available from: URL:
http://www.dermnetnz.org/dermatitis/napkin-dermatitis.html
10. Moschella SL, Hurley HJ, eds. Dermatology 3nd ed. Philadelphia: WB. Saunders
Company; 1985.p.487
11. Lewis RA. Diaper Dermatitis Candida associated Health Article. [online]. 2007. [cited
2008 April 17]: [3 screens]. Available from: URL: http://www.usnews.healthline.com
12. Turner J. Diaper Rash Health Article. [online]. 2002. [cited 2008 April 17]: [4 sreens].
Available from: URL: http://www.usnews.healthline.com
13. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit. Indonesia: Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
FK UH; 2003. p.360,2
14. Scheinfeld SN. Candida Cutaneous. [online]. 2008. [cited 2008 May 3]: [18 screens].
Available from: URL:http://www.emedicine.com/derm/topic67.htm
15. Hardin MD. Syphilis Pictures from CDC. [online]. 2008. [cited 2008 May 3]: [2 screens].
Available from: URL:http://www.lib.uiowa.edu/hardin/md/cdc/syphilis.html
16. Wooddall GT. Acrodermatitis Enteropathica. [online]. 2007. [cited 2008 May 3]: [9
screens]. Available from: URL:http://www.emedicine.com/derm/topic5.htm
17. Habif TP. Clinical Dermatology A Color Guide to Diagnosis and Therapy 4th ed.
London: Mosby; 2004.p.25
18. Anonym. Diaper Rash. [online]. [cited 2008 April 17]: [3 screens]. Available from: URL:
http://www.askdrsears.com/html
19. Iannelli V. Diaper Rash. [online]. 2007. [cited 2008 April 12]: [2 screens]. Available
from: URL: http://www.pediatric.about.com/od/weeklyquestion/a/04_diaper_rash.htm
20. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP. Dermatology Volume one. London:
Mosby;2003.p.1186

Anda mungkin juga menyukai