Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT
SEPTEMBER 2016

DIAPER RASH

DISUSUN OLEH :
NINIEK FITRIANI MUIN (C111 12 325)
MUH. HISYAMUDDIN BIN ABD. KADIR (C111 12 816)
DEWI KURNIA (C111 11 274)
IDA AYU DWI OKA PUTRI (C111 12 125)
RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Hilda Brigitta Sombolayuk
SUPERVISOR PEMBIMBING :

DR. dr. Siswanto Wahab, Sp. KK, FINSD, FAADV

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL REFERAT : DIAPER RASH
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :
1. Nama : Niniek Fitriani Muin
NIM

: C111 12 325

2. Nama : Muh. Hisyamuddin Bin Abdul Kadir


NIM

: C111 12 816

3. Nama : Dewi Kurnia


NIM

: C111 11 274

4. Nama : Ida Ayu Dwi Oka Putri


NIM

: C111 12 125

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar,

September 2016

Supervisor Pembimbing I

Supervisor Pembimbing II

Dr. dr. H. Siswanto Wahab, Sp.KK

dr. Widya Widita, Sp.KK, M.Kes


Mengetahui,

KPM Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

dr. Idrianti Idrus, Sp.KK, M.Kes

Residen Pembimbing

dr. Hilda Brigitta S.

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ii

DAFTAR ISI

iii

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.

I.

DEFINISI..

II.

EPIDEMIOLOGI..

III.

ETIOLOGI

IV.

PATOFISIOLOGI

V.

GAMBARAN KLINIK

VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG.

VII. DIAGNOSA BANDING....

VIII. PENATALAKSANAAN 12
IX.

KOMPLIKASI... 13

X.

PENCEGAHAN. 14

XI.

PROGNOSIS.. 15

BAB III PENUTUP 16


KESIMPULAN 16
DAFTAR PUSTAKA. 17

BAB I
PENDAHULUAN

Diaper rash merupakan kelompok dermatosis spesifik, yang merupakan satu


dari sekian banyak kasus dermatologik yang terjadi pada bayi dan anak-anak,
tercatat 1 juta anak menderita diaper rash tiap tahunnya.1
Diaper rash disebut juga dermatitis popok, diaper dermatitisatau napkin
dermatitis yang menggambarkan terjadinya erupsi inflamasi pada daerah yang
tertutupi popok yaitu pada daerah paha, bokong, dan anal.Penyakit ini merupakan
salah satu penyakit kulit tersering yang timbul pada bayi dan anak-anak yang
popoknya selalu basah dan jarang diganti, dapat pula terjadi pada pasienpasieninkontinensia yang memerlukan popok untuk menampung urin ataupun
feses. Sebagian besar kasus diaper rashtidak berlangsung lama dan dapat diatasi
dengan penanganan sederhana yang bisa dilakukan di rumah.2, 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I.

DEFINISI
Diaper rash adalah iritasi kulit yang meliputi area popok yaitu lipat paha,

perut bawah, paha atas, pantat dan anogenital.2,3,4,5


II. EPIDEMIOLOGI
Diaper dermatitis merupakan salah satu dari sekian banyak masalah kulit
yang terjadi pada bayi dan anak-anak akibat penggunaan popok, yaitu sekitar 735% terjadi pada bayi. Etiologi dari diaper dermatitis bersifat multifaktorial.
Faktor yang paling utama akibat peningkatan kelembaban pada daerah kulit yang
berlangsung lama.Prevalensi tertinggi yaitu pada bayi umur 6-12 bulan, tetapi
dapat pula terjadi diberbagai umur pada mereka yang menggunakan popok akibat
inkontinensia urin atau alvi.Kondisi ini dapat sembuh sendiri ketika anak sudah
memasuki masa toilet-trained, yaitu sekitar umur 2 tahun.5
Iritant diaper dermatitis dan Candida diaper dermatitis merupakan jenis
diaper dermatitis yang paling banyak terjadi pada setiap umur akibat penggunaan
popok. Prevalensi diaper rash sebanyak 4% dari kasus dermatologi pediatrik dan
lebih sering ditemukan pada bayi dan anak-anak hingga berumur 2 tahun.1,3
Diaper rash biasanya mengenai individu yang daya tahan tubuhnya
terganggu. tidak ada kematian yang berhubungan dengan diaper dermatitis
selama di diagnosis dengan benar, namun kesalahan diagnosis ruam sebagai
diaper dermatitis mengarah pada morbiditas dan mortalitas yang signifikan akibat
kesakitan yang serius.3,5

III. ETIOLOGI
Diaper rash disebabkan oleh infeksi jamur yaitu Candida albicans dan
banyak mengenai anak-anak. Candida dapat hidup di lingkungan mana saja, dapat
berkembang baik di daerah yang hangat, lembab seperti dibawah popok. Jamur
tersebut biasanya terdapat pada bayi-bayi yang tidak terjaga kebersihan dan
kekeringannya, bayi yang sedang mendapat antibiotik atau melalui ASI dari ibu
yang sedang mendapatkan terapi antibiotik, frekuensi buang air besar yang
sering.2

Faktor yang mendasari terjadinya iritasi pada kulit, meliputi derajat


kelembapan (kulit yang basah lebih mudah mengalamikerusakan), peningkatan
pH (kulit yang alkalis dapat meningkatkan penetrasi mikroorganisme dan aktivitas
fecal enzim), kolonisasi mikroorganisme (Staphylococcus aureus atau Candida
albicans), dan riwayat keluarga mengenai keadaan dermatologik primer
(psoriasis, eksema, atau dermatitis seboroik).2
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi timbulnya diaper rash, antara
lain:
1. Maserasi
Stratum korneum menentukan fungsi pertahanan (barrier) pada
epidermis. Stratum korneum terdiri atas sel yang akan berhenti mengelupas
dan memperbarui diri pada siklus 12-24 hari. Matriks ekstraselular
hidrofobik berperan sebagai barier, mencegah kehilangan cairan dan sebagai
tempat masuknya air dan bahan hidrofilik lainnya. Sel hidrofilik pada
stratum korneum (korneosit) memberikan perlindungan mekanis dari
lingkungan luar dalam bentuk lapisan lilin.2,3
Keadaan basah yang berlebihan akan memberikan dampak berat pada
stratum korneum. Pertama, keadaan ini akan membuat permukaan kulit
menjadi pecah-pecah dan lebih sensitif terhadap gesekan. Kedua, keadaan
ini mengganggu fungsi perlindungan, menambah penyerapan bahan iritan ke
dalam lapisan sensitif pada kulit di bawah stratum korneum dan membuka
lapisan ini sehingga menjadi kering dan menjadi tempat masuknya
mikroorganisme. Oklusi kulit yang berkepanjangan dapat menimbulkan
eritema, terutama jika air kontak dengan permukaan kulit dan akhirnya
dapat terjadi dermatitis. 2,3
2. Gesekan
Gesekan antara kulit dan popok merupakan faktor penting dalam
beberapa kasus diaper rash. Hal ini didukung oleh predileksi tersering
diaper rashyaitu di tempat yang paling sering terjadi gesekan, misalnya
pada permukaan dalam paha, permukaan genital, bokong dan pinggang. 2,3
3. Urin

Bayi yang baru lahir mengeluarkan urine lebih dari 20 kali dalam 24
jam. Frekuensi berkemih ini berkurang seiring pertumbuhan dan mencapai
7 kali dalam 24 jam pada umur 12 bulan. 2,3
Selama beberapa tahun, amonia dipercaya sebagai penyebab utama
terjadinya diaper rash. Namun sekarang telah diketahui bahwa amonia
bukan penyebab utama terjadinya diaper rash. Jumlah mikroorganisme
terkait amonia tidak berbeda antara bayi dengan atau tanpa diaper rash. Hal
ini menunjukkan bahwa hasil degradasi urine lainnya selain amonia
memegang peranan pentingpada kejadian diaper rash. Suatu penelitian
membuktikan bahwa urin yang disimpan selama 18 jam pada suhu 37 o C
dapat menginduksi terjadinya dermatitis ketika diberikan pada kulit bayi.
Saat ini jelas bahwa pH urin memegang peranan penting pada penyakit ini.
Urin yang memiliki pH tinggi (alkalis) pada bayi dapat menimbulkan
irritant napkin dermatitis. 2,3
4. Feses
Telah diketahui selama bertahun-tahun bahwa feses manusia memiliki
efek iritan pada kulit. Pada feses bayi terdapat protease, pankreas, lipase,
dan enzim-enzim lainnya yang dihasilkan olehbakteri dalam usus. Enzim ini
berperan penting dalam proses terjadinya iritasi kulit. Efek iritan dari enzim
tersebut semakin meningkat dengan adanya kenaikan pH dan gangguan
fungsi barier.2,3
Urea yang

diproduksi

oleh

berbagai

bakteripada

feses

dapat

meningkatkan pH feses. Meningkatnya pH dapat meningkatkan aktivitas


enzim lipase dan protease pada feses.2,3
Produksi feses cair yang berlebihan berhubungan dengan pemendekan
waktu transit dan feses ini mengandung sejumlah besar sisa enzim
percernaan yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit..2,3
5. Mikroorganisme
Mikroorganisme seperti bakteri (Streptococcus dan Staphylococcus) dan
jamur (Candida) dapat menyebabkan diaper rash.2,3
Meskipun sering dinyatakan bahwa infeksi bakteri berperan penting
dalam terjadinya napkin dermatitis tipe iritasi primer, studi kuantitatif
menunjukkan bahwa flora bakteri yang diisolasi dari daerah yang

mengalami erupsi tidak berbeda dengan bakteri yang diisolasi dibeberapa


area kulit yang normal pada bayi.2,3
6. Antibiotik
Penggunaan antibiotik spektrum luas pada bayi dengan otitis media dan
infeksi traktus respiratorius menunjukkan peningkatan insiden terjadinya
irritant napkin dermatitis. Antibiotik dapat membunuh bakteri, baik flora
normal maupun bakteri patogen. Ketidakseimbangan kedua bakteri ini,
dapat menyebabkan infeksi jamur. Hal ini dapat terjadi ketika bayi
mengkonsumsi antibiotik atau pemberian ASI oleh ibu yang mengkonsumsi
antibiotik. Selain itu, kesalahan dalam penggunaan bahan topikal untuk
melindungi kulit juga dapat meningkatkan resiko terjadinya diaper rash.2, 3
7. Kesalahan atau kurangnya perawatan kulit
Penggunaan sabun mandi dan bedak yang salah dapat meningkatkan
resiko terjadinya dermatitis iritan. Cara pembersihan dan pengeringan di
daerah popok yang tidak tepat serta frekuensi penggantian popok yang
jarang juga dapat menjadi faktor pencetus.3
8. Reaksi alergi
Alergennya biasanya adalah parfum dan bahan dari popok. Kulit yang
mengalami iritasi terlihat berwarna merah, berbatas tegas dengan
permukaannya

terdapat

vesikel

dan

erosi.

Untuk

itu,

diperlukan

pemeriksaan berupa patch test untuk mengidentifikasi agen penyebab.


Namun, secara umum reaksi alergi jarang menyebabkan diaper rash.3
9. Kelainan anomali pada traktus urinarius
Kelainan anomali pada traktus urinarius dapat menyebabkan terjadinya
infeksi traktus urinarius.3
IV. PATOFISIOLOGI
Etiologi pasti dari diaper rash belum dapat dijelaskan. Timbulnya ruam ini
merupakan hasil kombinasi dari beberapa faktor yang terdiri dari keadaan lembab,
gesekan, urin, feses dan adanya mikroorganisme. Secara anatomis, bagian kulit
yang menonjol dan daerah lipatan menyulitkan pembersihan dan pengontrolan
terhadap lingkungan. Bahan iritan utama adalah enzim protease dan lipase dari
feses, dimana aktivitasnya akan meningkat seiring dengan kenaikan pH.6, 7
Aktivitas enzim lipase dan protease feses akan meningkat akibat
percepatan transit gastrointestinal, oleh karena itu insiden tertinggi diaper rash

terjadi pada bayi yang diare dalam waktu kurang dari 48 jam. Penggunaan popok
menyebabkan peningkatan kelembaban kulit dan pH. Kondisi lembab yang
berkepanjangandapat menyebabkan terjadinya maserasi pada stratum korneum,
lapisan luar, dan lapisan pelindung kulit yang berhubungan dengan kerusakan
pada lapisan lipid interselular. Kelemahan integritas fisik membuat stratum
korneum lebih mudah terkena kerusakan olehgesekan permukaan popok dan
iritasi lokal.6, 7
Kulit bayi mempunyai barier yang efektif terhadap penyakit dan memiliki
permeabilitas yang sama dengankulit orang dewasa. Berbagai studi melaporkan
bahwa kehilangan cairantransepidermal pada bayi lebih rendah daripada kulit
orang dewasa. Namun, kondisi yang lembab, kekurangan paparan udara,
keasaman, paparan bahan iritan, dan meningkatnya gesekan pada kulit dapat
menyebabkan kerusakan barier kulit.6, 7

Bagan1 Patogenesis primary irritant napkin dermatitis6

Pada kulit normal, pH berkisar antara 4,5-5,5. Ketika zat urea dari urin dan
feses bercampur, enzim urease akan menguraikan urine dan

menurunkan

konsentrasi ion hidrogen (meningkatkan pH). Peningkatan pH juga menyebabkan


peningkatan hidrogen pada kulit dan membuat permeabilitas kulit meningkat.6, 7
V.

GAMBARAN KLINIK
Sejauh ini, tipe diaper rash yang paling banyak adalah irritant diaper

dermatitis. Dermatitis ini ditemukan pada siapa saja yang memakai popok, tanpa
pengaruh umur. Predileksi yang paling sering adalah pada gluteal, genital, bagian
bawah abdomen, pubis dan paha atas. Irritant diaper dermatitis menampakkan
effloresensi berupa daerah eritema, lembab dan kadang timbul sisik pada genital
dan gluteal, yang awalnya timbul pada daerah yang lebih sering kontak dengan
popok.6,7

Gambar 1 Eritema iritan di daerah popok pada lipatan kulit8

2.3

PEMERIKSAAN PENUNJANG
10

Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap : Pemeriksaan darah lengkap dapat dilakukan,
terutama jika muncul gejala sistemikseperti demamdan jika
dicurigai adanya infeksi sekunder. Jika ditemukan anemia bersama
dengan hepatosplenomegali dan timbul ruam dapat dicurigai
-

sebagai histiositosis sel Langerhans atau sifilis kongenital.9


Pemeriksaan serologi untuk sifilis dilakukan pada pasien yang
dicurigai menderita sifiliskongenital.9
Kadar serum zink kurang dari 50 mcg/dl dapat ditemukan pada

pasien dengan acrodermatitis enterohepatika.9


Pemeriksaan kerokan kulit. Pada pasien yang diduga candidiasis,
pengikisan lesi papul atau pustul menunjukkan adanya pseudohifa, hifa
dan blastospora dengan diameter 2-4 m dengan menggunakan larutan

KOH 10%, larutan lugol atau air suling.9


Pemeriksaan histopatologi : biopsi kulit dilakukan untuk melihat
struktur histologinya. Gambaran histologi diaper rash umumnya
seperti dermatitis iritan primer dengan spongiosis epidermal dan
inflamasi ringan pada lapisan dermis.9

VI. DIAGNOSA BANDING


1. Dermatitis seboroik Infantil
Terjadi pada beberapa minggu pertama kelahiran. Predileksi pada
daerah lipatan kulit misalnya pada aksila, paha dan leher dan bahkan bisa
pada wajah dan kulit kepala. Daerah flexural tampak lembab, dan dapat pula
berupa eritema, berbatas tegas, terang, dan kadang ditemukan krusta
kekuningan.2

11

Gambar 2 Dermatitis seboroik pada bayi8


2. Defisiensi zink (acrodermatitis enterohepatica)
Acrodermatitis enteropathica merupakan penyakit autosomal resesif
akibat defisiensi zink. Penyakit ini perlu dipikirkan pada beberapa bayi
dengan dermatitis popok yang mengalami kegagalan terhadap terapi.
Karakter lesi pada dermatitis akibat defisiensi zink ini berupa ruam
merah, berbatas, seringkali melebar, di daerah kemaluan, anus atau
wajah, serta alopesia yang meluas. Bayi dengan erupsi popok yang
disebabkan oleh defisiensi zink biasanya muncul bersamaan dengan
dermatitis fasial yang merupakan perluasan dari daerah perioral,
paronikia erosif dan lesi erosi pada lipatan palmar telapak tangan.2

Gambar 3Defisiensi zink (acrodermatitis enterohepatica) 8

3. Napkin Psoriasis
Diaper rash tipe psoriasis terjadi selama 2 bulan dan berakhir 2-4
bulan. Ruam terdiri dari plak bentuk psoriasis pada area popok disertai
papul satelit. plak merah terang berbatas tegas, tidak bersisik, dan
berbatas tegas, baik terlokalisir maupun berkelompok di daerah
intertriginosa/lipatan seperti ketiak juga merupakan ciri dari penyakit ini.

12

Terkadang lesi pada punggung dan ekstremitas memiliki morfologi yang


sama dengan lesi di area popok.5

Gambar 4 Napkin psoriasis5


4. Histiositosis sel Langerhans
Penyakit ini memiliki ciri bintik-bintik ruam merah kecokelatan di
daerah selangkangan, kemaluan, dan anus, seringkali mengiritasi kulit,
dan sukar diobati. Berbentuk bulatbesar, bersisik, dan menonjol pada
kulit kepala atau leher. Terdapat tanda-tanda lain berupa demam, diare,
atau pembesaran hati dan limpa.2,10

13

Gambar 5 Histiositosis sel Langerhans pada bayi menunjukkan erupsi


yang tipikal pada abdomen, dermatitis seboroik pada paha dan adanya
erupsi popok.8

VII. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
a. Air
Daerah popok dibiarkan terbuka selama mungkin agar tidak lembab,
misalnya ketika bayi tidur.1,7,11
b. Barrier Ointments
Barrier ointments dioleskan setiap kali popok diganti. Contonya: seng
oksida, petrolatum, preparat barrier non mediated.1,7,11
c. Cleansing dan pengobatan anti kandida
Daerah popok dibersihkan dengan airataupun minyak mineral dan
dilakukan hati-hati agar tidak terjadi kerusakan kulit akibat gesekan.
Bila dijumpai orah trush dapat diberi anti kandida topikal atau nistatin
oral.1,7,11
d. Diapering
Frekuensi penggantian popok perlu diperhatikan. Sebaiknya popok
diganti setiap 1-3 jam per hari dan 1 kali setiap malam hari atau popok
diganti segera mungkin bila telah kotor.1,7,11
e. Education
14

Edukasi orang tua sangat penting dalam penatalaksanaan dermatitis


popok, terutama tentang bagaimana higine penggunaan popok.Orang
tua dianjurkan untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah mengganti
popok, membersihkan area bekas popok dengan air hangat dan kain
yang lembut.1,7,11
2. Medikamentosa
a. Kortikosteroid topikal
Kortikosteroid topikal yang dianjurkan adalah yang berpotensi ringan
(misalnya: krim hidrokortison 1,2%-2,5%) dan umumnya diberi untuk
jangka waktu 3-7 hari. Penggunaan steroid poten merupakan
kontraindikasi karena dapat menimbulkan efek samping yang cukup
banyak.1,2
b. Antifungal topikal
Nistatin dan imidazol terbukti aman dan efektif untuk pengobatan
diaper rash kandida.1,2
c. Anti bakterial
Bila terjadi infeksi ataupun infeksi sekunder pada diaper rash dapat
diberikan beberapa anti mikroba, termasuk benzalkonium klorida dan
triklosan.1,2
`
VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi dari diaper rash yaitu ulkus punch-out atau erosi dengan tepi
meninggi (Jacquet erosive dieper dermatitis), papul dan nodul pseudoverucous
dan plak dan nodul violaceous (granuloma gluteale infantum). Jacquet
erosivediaper rash memberikan gambaran eritema, skuama berlapis-lapis,
terdapat fisura dan area erosi pada kulit yang kontak dengan popok.1,7,10

Gambar 5 Jacquet erosive diaper rash15


15

Granuloma gluteal infantum merupakan penyakit yang tidak biasa dengan


ciri nodul merah keunguan dengan ukuran yang berbeda-beda (0.5-0.3 cm) timbul
pada area popok pada bayi umur 2-9 bulan. Pada pemeriksaan biopsi didapatkan
infiltrat limfosit, sel plasma, netrofil, dan eosinofil.10

Gambar 8 Infantile gluteal granulomas di pubispada bayi umur 6 bulan.6

IX. PENCEGAHAN
Pencegahan merupakan tindakan yang paling baik. Tujuannya adalah
untuk mengurangi kontak antara kulit dengan bahan iritan. Semakin sering popok
diganti semakin kecil kemungkinan terkena diaper rash. Popok harus diganti
segera setelah BAK/BAB untuk membatasi jumlah bahan iritan ini dan mencegah
tercampurnya feses dan urin. Penggunaan popok dengan daya serap kuat
mengurangi kelembaban pada daerah popok.5,7
Pencucian dan penggosokan yang berlebihan pada daerah popok akan
menimbulkan iritasi kulit. Setelah BAK/BAB, pencucian dapat dilakukan dengan
air hangat dan pembersih ringan.5,7
Preparat protektif yang digunakan terdiri dari losion, krim atau ointment,
yang mengandung emolien dapat ditambah dengan kaolin, talk atau zinc oxide.
Penggunaan preparat ini akan mengurangi gesekan dan absorbsi bahan iritan. pH
kulit sedikit lebih bersifat asam dan mendekati pH normal kulit dan berfungsi

16

sebagai buffer terhadap pH yang lebih tinggi yang disebabkan oleh adanya
amonia. Emolien digunakan 2-3 kali sehari.5,7
X.

PROGNOSIS
Diaper rash hampir selalu menunjukkan respon yang baik terhadap terapi

dan sebagian besar kasus dapat membaik jika tidak memakai popok dalam jangka
waktu beberapa minggu. Dan jika tetap persisten kemungkinan didiagnosis
dengan atopic eczema, psoriasis, zinc defisiensi, histiosit sel langerhans atau
imunodefisiensi.11

BAB III
PENUTUP
I.

KESIMPULAN
Diaper rash adalah istilah umum pada beberapa iritasi kulit yang

berkembang pada daerah yang tertutup popok. Tidak ada perbedaan antara lakilaki dan perempuan. Diaper rash dapat bermula pada periode neonatus segera
setelah anak memakai popok. Diaper rash dapat disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu gesekan, iritasi dari feses dan urin, pengenalan makanan baru, infeksi bakteri
atau jamur, kulit sensitif, dan penggunaan antibiotik. Bentuk yang paling sering
dijumpai pada dermatitis popok iritan primer terdiri dari eritem yang menyatu
dengan permukaan cembung pada daerah yang tertutup popok. Penatalaksanaan
non farmakologi diaper rash menggunakan pendekatan ABCDE yaitu air, barrier
ointment, cleansing, diapering, dan edukasi. Terapi farmakologi yang digunakan
pada diaper rash yaitu kortikosteroid topikal, obat antifungi, antibiotik topikal,
dan antibiotik oral.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Wolff, Klaus dkk. 2008. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine.
USA: McGraw-Hill. Eight Edition. 19(2): 1197-1199.
2. Tuzun Y, Wolf R, Baylam S, Engin B. 2015. Diaper (Napkin) Dermatitis:
A Fold (Intertriginous) Dermatosis. Clinics in Dermatology. 33: 477-482.
3. Serdaroglus, Ustunbas TK. 2010. Diaper Dermatitis (Napkin Dermatitis,
Nappy Rash). Journal of Turkey Academy Dermatology. 4(4): 1-4.
4. Djuanda A. 2010. Pioderma. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. p.57.
5. James DW, Berger TG, dkk. 2016. Andrews Disease of the Skin: Clinical
Dermatology. USA: Elsevier. Twelve Edition. 13: 75.
6. Stamatas GN, Tierneg NK. 2014. Diaper Dermatitis: Etiology,
Manifestations, Preventation, And Management. Pediatric Dermatology.
31(1): 1-7.
7. Merrill L. 2015. Prevention, Treatment and Parent Education for Diaper
Dermatitis. AWHONN. 324-337.
8. Wolff K and Jhonson RA. 2009. Disease due to microbial agents. In:
Fitzpatrick Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. USA: Mc
Graw Hill. Sixth Edition. p720.
9. Gysel DV. 2016. Infection and Skin Disease Mimicking Diaper Dermatitis.
International Journal of Dermatology. 55(1): 10-13.
10. Hay RJ, Adrians BM. 2016. Dermatoses and Haemangiomas of Infancy.
2016. In: Rooks Text Book of Dermatology. USA: Wiley-Blackwell. 9 th.
p.117.1-15
11. Klunk C, Domingues E, Wiss K. 2014. An update on diaper dermatitis.
Clinics in Dermatology. USA: Elsevier. 32: 477-487.

18

Anda mungkin juga menyukai